Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ANSIETAS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas individu Program Profesi Ners stase
Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh:

Ester Kristian

1490118191

PROGRAM STUDI PROFESI NERS XXII


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL
BANDUNG
2020
A. Pengertian
Menurut Capernito (2001) kecemasan adalah keadaan individu atau
kelompok mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivitas
sistem saraf autonom dalam berespons terhadap ancaman yang tidak jelas,
non spesifik. Kecemasan dapat pula diartikan sebagai unsur kejiwaan yang
menggambarkan perasaan, keadaan emosional yang dimiliki seseorang pada
saat menghadapi kenyataan atau kejadian dalam hidupnya (Rivai, 2000).
Kecemasan adalah perasaan individu dan pengalaman subjektif yang tidak
diamati secara langsung dan perasaan tanpa objek yang spesifik dipacu oleh
ketidak tahuan dan didahului oleh pengalaman yang baru (Stuart dkk,2005).

Berdasarkan definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kecemasan


adalah perasaan yang tidak menyenangkan, tidak enak, khawatir dan gelisah.
Keadaan emosi ini tanpa objek yang spesifik, dialami secara subjektif dipacu
oleh ketidak tahuan yang didahului oleh pengalaman baru, dan
dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal.

B. Klasifikasi tingkat kecemasan


Menurut Carpenito (2001) klasifikasi tingkat kecemasan dibagi menjadi 4
tingkatan yaitu:
1. Kecemasan ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari yang
menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan
persepsi. Tanda dan gejala antara lain: persepsi dan perhatian meningkat,
waspada, mampu mengatasi situasi bermasalah dapat mengintegrasikan
pengalaman masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang.
2. Kecemasan sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan seseorang pada hal yang
nyata dan mengesampingkan yang lain, sehingga mengetahui perhatian
yang sedikit, tetapi dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.Tanda dan
gejala dari kecemasan sedang yaitu persepsi agak menyempit secara
selektif, tidak perhatian tetapi dapat mengarahkan perhatian.
3. Kecemasan berat
Cenderung memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik serta tidak
dapat berfikir tentang hal yang lalin. Semua perilaku ditujukan untuk
mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan pengarahan untuk
dapat memusatkan pada area lain.
Tanda dan gejala dari kecemasan berat yaitu persepsinya sangat kurang,
berfokus pada hal yang detail, tidak dapat berkonsentrasi lebih, sangat
mudah mengalihkan perhatiaan, serta tidak mampu berkonsentrasi.
4. Tingkat panik
Berhubungan dengan terpengaruh ketakutan dan teror. Tanda dan gejala
dari tingkat panik yaitu peningkatan aktifitas motorik, menurunnya
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, dan persepsi yang
menyimpang.

C. Proses Terjadinya Kecemasan


Kecemasan juga memiliki faktor-faktor pencetus dan pendorong timbulnya
kecemasan, yaitu :
1. Faktor Predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang
dapat menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan
dalam kehidupan tersebut dapat berupa :
a. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan
berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis
perkembangan atau situasional.
b. Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan
dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan
kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
c. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu
berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
d. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil
keputusan yang berdampak terhadap ego.
e. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan
ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep
diri individu.
f. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress
akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang
dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari
dalam keluarga.
g. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi
respons individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi
kecemasannya.
h. Kajian biologis, medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan
adalah pengobatan yang mengandung benzodizepin, karena
benzodiazepine dapat menekan neurotransmiter gamma amino butyric
acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang
bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

2. Faktor presipitasi
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi
kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
a. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam
integritas fisik yang meliputi :
1) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem
imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya :
hamil).
2) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan
bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak
adekuatnya tempat tinggal.
b. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
1) Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di
rumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru.
Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam
harga diri.
2) Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian,
perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan yaitu antara lain sebagai


berikut.
1. Umur
Prawirohardjo (2003) menspesifikasikan umur kedalam tiga kategori,
yaitu: kurang dari 20 tahun tergolong muda, 20-30 tahun tergolong
menengah, dan lebih dari 30 tahun tergolong tua. Soewandi (1997)
mengungkapkan bahwa umur yang lebih muda lebih mudah menderita
stress dari pada umur tua.
2. Keadaan fisik
Menurut Carpenito (2001) penyakit adalah salah satu faktor yang
menyebabkan kecemasan. Seseorang yang sedang menderita penyakit
akan lebih mudah mengalami kecemasan dibandingkan dengan orang
yang tidak sedang menderita penyakit.
3. Sosial budaya
Menurut Soewardi (1997), cara hidup orang dimasyarakat juga sangat
memungkinkan timbulnya stress. Individu yang mempunyai cara hidup
teratur akan mempunyai filsafat hidup yang jelas sehingga umumnya
lebih sukar mengalami stress. Demikian juga dengan seseorang yang
keyakinan agamanya rendah.
4. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan respon
terhadap sesuatu yang datang baik dari dalam maupun dari luar. Orang
yang akan mempunyai pendidikan tinggi akan memberikan respon yang
lebih rasional dibandingkan mereka yang berpendidikan lebih rendah
atau mereka yang tidak berpendidikan. Kecemasan adalah respon yang
dapat dipelajari. Dengan demikian pendidikan yang rendah menjadi
faktor penunjang terjadinya kecemasan (Raystone, cit Meria 2005).
5. Tingkat pengetahuan
Soewandi (1997) mengatakan bahwa pengetahuan yang rendah
mengakibatkan seseorang mudah mengalami stress. Ketidaktahuan
terhadap suatu hal dianggap sebagai tekanan yang dapat mengakibatkan
krisis dan dapat menimbulkan kecemasan. Stress dan kecemasan dapat
terjadi pada individu dengan tingkat pengetahuan yang rendah,
disebabkan karena kurangnya informasi yang diperoleh.

D. Tanda dan Gejala


1. Perilaku
Produktivitas menurun, Mengamati dan waspada, Kontak mata jelek,
Gelisah, Melihat sekilas sesuatu, Pergerakan berlebihan (seperti; foot
shuffling, pergerakan lengan/ tangan), Ungkapan perhatian berkaitan
dengan merubah peristiwa dalam hidup, Insomnia, Perasaan gelisah.
2. Afektif
Menyesal, Iritabel, Kesedihan mendalam, Takut, Gugup, Sukacita
berlebihan, Nyeri dan ketidakberdayaan meningkat secara menetap,
Gemeretak, Ketidak pastian, Kekhawatiran meningkat, Fokus pada diri
sendiri, Perasaan tidak adekuat, Ketakutan, Distressed, Khawatir, prihatin
dan Mencemaskan.
3. Fisiologis
Suara bergetar, Gemetar/ tremor tangan, Bergoyang-goyang, Respirasi
meningkat (Simpatis), Kesegeraan berkemih (Parasimpatis), Nadi
meningkat (Simpatis), Dilasi Pupil (Simpatis), Refleks-refleks meningkat
(Simpatis), Nyeri abdomen (Parasimpatis), Gangguan tidur (Parasimpatis),
Perasaan geli pada ekstremitas (Parasimpatis), Eksitasi kardiovaskuler
(Simpatis), Peluh meningkat, Wajah tegang, Anoreksia (Simpatis), Jantung
berdebar-debar (Simpatis), Diarhea (Parasimpatis), Keragu-raguan
berkemih (Parasimpatis), Kelelahan (Parasimpatis), Mulut Kering
(Simpatis), Kelemahan (Simpatis), Nadi berkurang (Parasimpatis), Wajah
bergejolak (Simpatis), Vasokonstriksi superfisial (Simpatis), Berkedutan
(Simpatis), Tekanan Darah Menurun (Parasimpatis), Mual (Parasimpatis),
Keseringan berkemih (Parasimpatis), Pingsan (Parasimpatis), Sukar
bernafas (Simpatis), Tekanan darah meningkat (Parasimpatis)
4. Kognitif
Hambatan berfikir, Bingung, Preokupasi, Pelupa, Perenungan, Perhatian
lemah, Lapang persepsi menurun, Takut akibat yang tidak khas,
Cenderung menyalahkan orang lain., Sukar berkonsentrasi, Kemampuan
berkurang terhadap : (Memecahkan masalah dan belajar), Kewaspadaan
terhadap gejala fisiologis.
5. Faktor yang berhubungan
Terpapar toksin, Konflik tidak disadari tentang pentingnya nilai-nilai/
tujuan hidup, Hubungan kekeluargaan/ keturunan, Kebutuhan yang tidak
terpenuhi, Interpersonal – transmisi/ penularan, Krisis situasional/
maturasi, Ancaman Kematian, Ancaman terhadap konsep diri, Stress,
Penyalahgunaan zat, Ancaman terhadap atau perubahan dalam : Status
peran, Status kesehatan, Pola Interaksi, Fungsi Peran, Lingkungan, Status
Ekonomi.
E. Rentang Respon Ansietas

RENTANG RESPON ANSIETAS

Respon adatif Respon


Maladatif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

1. Sumber Koping
Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan
atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari sosial,
intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset
ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya
yang diyakini. Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu
dapat mengadopsi strategi koping yang efektif (Suliswati, 2005).

2. Mekanisme Koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi
merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau
tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba
menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan
mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping
yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa,
berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan
orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati, 2005).
Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik
membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme
koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu :
a. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan
yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu
mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara
objektif ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik, dan
memenuhi kebutuhan secara realitas.
b. Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi
hambatan pemenuhan kebutuhan.
c. Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik
untuk memindahkan seseorang dari sumber stress.
d. Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara yang biasa di
lakukan individu, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek
kebutuhan personal.
e. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini
tidak selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali
digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme
pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk
mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai penggunaan
makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu
di evaluasi hal-hal berikut :
1) Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme
pertahanan klien.
2) Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa
pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian.
3) Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan
kesehatan klien.
4) Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.
F. Dampak Kecemasan
Menurut Carpenito (2001), sindrom kecemasan berfariasi tergantung tingkat
kecemasan yang dialami seseorang, yang manifestasi gejalanya terdiri dari :
1. Gejala fisiologis
Peningkatan frekuensi nadi, tekanan darah, nafsu, gemetar, mual muntah,
sering berkemih, diare, insomnia, kelelahan dan kelemahan, kemerahan
atau pucat pada wajah, mulut kering, nyeri (dada, punggung dan leher),
gelisah, pingsan dan pusing.
2. Gejala emosional
Individu mengatakan merasa ketakutan, tidak berdaya, gugup, kehilangan
percaya diri, tegang, tidak dapat rileks, individu juga memperlihatkan peka
terhadap rangsang, tidak sabar, mudah marah, menangis, cenderung
menyalahkan orang lain, mengkritik diri sendiri dan orang lain.
3. Gejala kognitif
Tidak mampu berkonsentrasi, kurangnya orientasi lingkungan, pelupa
(ketidakmampuan untuk mengingat) dan perhatian yang berlebihan.

G. Penatalaksanaan Ansietas
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan
terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu
mencangkup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan
psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian berikut :
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
a. Makan makan yang bergizi dan seimbang.
b. Tidur yang cukup.
c. Cukup olahraga.
d. Tidak merokok.
e. Tidak meminum minuman keras.
2. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan
memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan
neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak
(limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti
cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam,
lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.
3. Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan
atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan
keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang
ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan
dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan
diberi keyakinan serta percaya diri.
b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila
dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali
(re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat
stressor.
d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu
kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak
mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami
kecemasan.
f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar
faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga
dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.
5. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan
kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan
yang merupakan stressor psikososial.

H. Analisa Data
No. Data Masalah
1. a. Perilaku: Ansietas
 Subyektif        :
 Klien mengatakan susah tidur
 Klien menyatakankan resah
 Klien mengatakan banyak pikiran
 Obyektif          :
 Penurunan produktifitas
 Kewaspadaan dan menatap
 Kontak mata buruk
 Gelisah
 Pandangan sekilas
 Pergerakan yang tidak bermakna
(jalan menyeret, geraktangan dan
kaki)
 Ekspresi yang mendalam terhadap
perubahan hidup
b. Afektif :
 Subyektif        :
 Klien menyatakan rasa penyesalan
 Klien mengatakan takut pada
sesuatu
 Klien bengatakan tidak mempu
melakukan sesuatu
 Obyektif          :
 Iritabel
 Kesedihan yang mendalam
 Ketakutan
 Gugup
 Mudah tersinggung
 Nyeri hebat, persisten bertambah
 Rasa tidak menentu
 Kewaspadaan meningkat
 Fokus pada diri sendiri
 Perasaan tidak mampu
 Distress
 Khawatir
 Cemas
c. Fisiologi:
 Subyektif        : -
        
 Obyektif          :
 Suara gemetar
 Gemetar, tangan tremor
 Goyah
 Peningkatan respirasi (simpatis)
 Keinginan berkemih (parasimpatis)
 Ganguan tidur (parasimpatis)
 Nyeri abdomen (parasimpatis)
 Peningkatan nadi (simpatis)
 Peningkatan reflek (simpatis)
 Dilatasi pupil (simpatis)
 Perasaan tingling pada ekstermitas
(parasimpatis)
 Peningkatan aktivitas
kardiovaskuler (simpatis)
 Peningkatan keringat
 Wajah tegang
 Anoreksia (simpatis)
 Jantung berdetak kuat (simpatis)
 Diare (parasimpatis)
 Keraguan dalam berkemih
(parasimpatis)
 Kelelahan (parasimpatis)
 Mulut kering (simpatis)
 Kelemahan (simpatis)
 Pulsasi menurun (parasimpatis)
 Wajah memerah (simpatis)
 Vasokonstriksi superfisial
(simpatis)
 Gugup (simpatis)
 Penurunan tekanan darah
(parasimpatis)
 Mual (parasimpatis)
 Sering berkemih (parasimpatis)
 Pusing (parasimpatis)
 Kesulitan bernafas (simpatis)
 Peningkatan tekanan darah
(simpatis)
d. Kognitif:
 Subyektif        :
 Klien menyatakan bingung
 Klien sering mengatak lupa
 Klien sering menanyakan
pertanyaan yang sama
 Obyektif          :
 Bloking
 Keasikan
 Merenung
 Kerusakan perhatian
 Penurunan lapang persepsi
 Ketakutan terhadap hal yang tidak
jelas
 Kecenderungan untuk
menyalahkan orang lain
 Sulit berkonsentrasi
 Penurunan kemampuan belajar,
menyelasaikan masalah
 ·         Gejala kewaspadaan
fisiologis

I. Diagnosa Keperawatan
Ansietas

J. Asuhan Keperawatan Ansietas


1. Respon Ansietas Berat dan Panik
Diagnosa keperawatan : ansietas tingkat berat / panik
Hasil yang diharapkan : pasien akan mengurangi ansietasnya sampai
tingkat sedang atau ringan
No Tujuan Intervensi Rasional
1. Pasien akan 1. Menerima dan mendukung 1. Membiarkan
terlindung dari pertahanan diri pasien. pasien untuk
bahaya 2. Kenalkan realitas nyeri yang menentukan
berhubungan dengan jumlah stres
mekanisme koping pasien yang dapat
sekarang. Jangan fokuskan ditangani.
pada fobia, ritual, atau 2. Jika pasien
keluhan fisik itu sendiri. tidak mampu
3. Berikan umpan balik pada menghilangkan
pasien tentang perilaku, ansietas,
stresor, penilaian stresor, dan ketegangan
sumber koping. dapat mencapai
4. Perkuat ide bahwa kesehatan tingkat panik
fisik berhubungan dengan dan pasien
kesehatan emosional. dapat
5. Sementara itu, mulailah kehilangan
untuk menerapkan batasan kendali.
perilaku maladatif pasien 3. Agar melatih
dengan cara mendukung pasien
mempunyai
mekanisme
koping adaptif
lebih baik.
2. Pasien 1. Lakukan cara yang tenang 1. Perilaku pasien
mendapatkan dengan pasien dapat
situasi dimana 2. Kurangi stimulasi dimodifikasi
pasien lingkungan. dengan
menurunkan 3. Batasi interaksi pasien mengubah
ansietas lebih dengan pasien lain untuk lingkungan dan
sedikit. meminimalkan aspek interaksi pasien
menularnya ansietas. didalamnya.
4. Identifikasi dan modifikasi
situasi yang bagi pasien
dapat membangkitkan
ansietas.
5. Berikan tindakan yang
mendukung fisik, seperti
mandi air hangat.
3. Pasien akan 1. Awali berbagai aktifitas Dengan
terlibat dalam dengan pasien untuk memberikan
aktifitas yang memberikan dukungan dan dorongan aktifitas
dijadwalkan penguatan perilaku produktif ke luar rumah,
sehari-hari. secara sosial. perawat membatasi
2. Berikan beberapa jenis waktu pasien yang
latihan fisik. tersedia untuk
3. Rencanakan jadwal atau mekanisme koping
daftar aktifitas yang dapat yang destruktif
dilakukan setiap hari. sambil
4. Libatkan keluarga dan sistem berpartisipasi dan
pendukung lainnya sebanyak menikmati aspek
mungkin. kehidupan lain.

4. Pasien akan 1. Berikan medikasi yang dapat Hubungan efek


mengatur membantu mengurangi rasa terapeutik dapat
penyembuhan tak nyaman pasien. ditingkatkan jika
dari gejala- 2. Amati efek samping kendali dapat
gejala ansietas medikasi dan lakukan ditingkatkan jika
berat penyuluhan kesehatan yang kendali terhadap
relevan. terhadap gejala
memungkinkan
pasien untuk
mengarahkan
perhatian pada
konflik yang
mendasari

2. Respon Ansietas Sedang


Diagnosa Keperawatan : Ansietas Tingkat Sedang
Hasil yang diharapkan : pasien akan menunjukkan cara koping yang adatif
terhadap stres.
No Tujuan Intervensi Rasional
1. Pasien akan 1. Bantu pasien Manakala perasaan
mengidentifika menggambarkan situasi dan ansietas telah
si antesedens interaksi yang mendahului dikenali, pasien
ansietas ansietas harus mengerti
2. Tinjau penilaian pasien perkembangannya,
terhadap stresor, nilai-nilai termasuk stresor
yang terancam, dan cara yang mencetuskan,
konflik berkembang. penilaian stresor,
3. Hubungkan pengalaman dan kesediaan
pasien sekarang dengan sumber.
pengalaman yang relevan
pada masa lalu.

2. Pasien akan 1. Gali bagaiman pasien Respon koping


menguraikan menurunkan ansietasnya di adatif yang baru
respon koping masa lalu dan tindakan apa dapat dipelajari
maladatif dan yang digunakan untuk melalui
adatif menurunkannya. penganalisisan
2. Tunjukkan efek maladatif mekanisme koping
dan destruktif dari respon yang digunakan
koping sekarang pada masa yang
3. Berikan dorongan pada lalu, penilaian
pasien untuk menggunakan ulang pada stresor,
respon koping adatif yang menggunakan
efektif di masa lalu. sumber-sumber
4. Fokuskan tanggung jawab yang tersedia, dan
pada pasien. menerima
5. Dengan aktif, bantu pasien tanggung jawab
menghubungkan penyebab untuk berubah.
dan efek hubungan
sementara mempertahankan
ansietas dalam batasan yang
sesuai.

3. Pasien akan 1. Bantu pasien Seseorang dapat


mengimpleme mengidentifikasi cara untuk mengatasi stres
ntasikan dua membangun kembali pikiran, dengan mengatur
respon adatif memodifikasi perilaku, distres emosional
untuk menggunakan sumber- yang menyertainya
mengatasi sumber, dan menguji respon melalui
ansietas. koping yang baru. penggunaan teknik
2. Berikan dorongan untuk panatalaksanaan
melakukan aktifitas fisik stres.
untuk mengeluarkan energi.
3. Libatkan orang terdekat
sebagai sumber dan
dukungan sosial dalam
membantu pasien belajar
tentang respon koping yang
baru.
4. Ajarkan pasien latihan
relaksasi untuk
meningkatkan kendali dan
realitas diri serta mengurangi
stres.
DAFTAR PUSTAKA

Balitbang. 2007. Workshop standar proses keperawatan jiwa. Bogor:


Salemba Medika
Depkes RI. 2000. Keperawatan Jiwa: Teori dan Tindakan Keperawatan
Jiwa. Jakarta: Depkes RI
Nita Fitria. 2011. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan “Laporan
Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan tidakan
Keperawatan”.Jakarta: Salemba Medika
Rawlins, Ruth Parmelee. 1993. Clinical Manual of Psychiatric Nursing. 4th
ed. Philadelphia: Lippincott
Townsend, Mary C. 1998. Essentials of Psychiatric Mental Healt Nursing.
USA:FA Davis Company
Struat, G. W. Dan Sundeen. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai