ANSIETAS
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas individu Program Profesi Ners stase
Keperawatan Jiwa
Disusun Oleh:
Ester Kristian
1490118191
2. Faktor presipitasi
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi
kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
a. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam
integritas fisik yang meliputi :
1) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem
imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya :
hamil).
2) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan
bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak
adekuatnya tempat tinggal.
b. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
1) Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di
rumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru.
Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam
harga diri.
2) Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian,
perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
1. Sumber Koping
Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan
atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari sosial,
intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset
ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya
yang diyakini. Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu
dapat mengadopsi strategi koping yang efektif (Suliswati, 2005).
2. Mekanisme Koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi
merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau
tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba
menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan
mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping
yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa,
berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan
orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati, 2005).
Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik
membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme
koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu :
a. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan
yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu
mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara
objektif ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik, dan
memenuhi kebutuhan secara realitas.
b. Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi
hambatan pemenuhan kebutuhan.
c. Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik
untuk memindahkan seseorang dari sumber stress.
d. Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara yang biasa di
lakukan individu, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek
kebutuhan personal.
e. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini
tidak selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali
digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme
pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk
mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai penggunaan
makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu
di evaluasi hal-hal berikut :
1) Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme
pertahanan klien.
2) Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa
pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian.
3) Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan
kesehatan klien.
4) Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.
F. Dampak Kecemasan
Menurut Carpenito (2001), sindrom kecemasan berfariasi tergantung tingkat
kecemasan yang dialami seseorang, yang manifestasi gejalanya terdiri dari :
1. Gejala fisiologis
Peningkatan frekuensi nadi, tekanan darah, nafsu, gemetar, mual muntah,
sering berkemih, diare, insomnia, kelelahan dan kelemahan, kemerahan
atau pucat pada wajah, mulut kering, nyeri (dada, punggung dan leher),
gelisah, pingsan dan pusing.
2. Gejala emosional
Individu mengatakan merasa ketakutan, tidak berdaya, gugup, kehilangan
percaya diri, tegang, tidak dapat rileks, individu juga memperlihatkan peka
terhadap rangsang, tidak sabar, mudah marah, menangis, cenderung
menyalahkan orang lain, mengkritik diri sendiri dan orang lain.
3. Gejala kognitif
Tidak mampu berkonsentrasi, kurangnya orientasi lingkungan, pelupa
(ketidakmampuan untuk mengingat) dan perhatian yang berlebihan.
G. Penatalaksanaan Ansietas
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan
terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu
mencangkup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan
psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian berikut :
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
a. Makan makan yang bergizi dan seimbang.
b. Tidur yang cukup.
c. Cukup olahraga.
d. Tidak merokok.
e. Tidak meminum minuman keras.
2. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan
memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan
neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak
(limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti
cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam,
lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.
3. Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan
atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan
keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang
ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan
dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan
diberi keyakinan serta percaya diri.
b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila
dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali
(re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat
stressor.
d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu
kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak
mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami
kecemasan.
f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar
faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga
dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.
5. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan
kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan
yang merupakan stressor psikososial.
H. Analisa Data
No. Data Masalah
1. a. Perilaku: Ansietas
Subyektif :
Klien mengatakan susah tidur
Klien menyatakankan resah
Klien mengatakan banyak pikiran
Obyektif :
Penurunan produktifitas
Kewaspadaan dan menatap
Kontak mata buruk
Gelisah
Pandangan sekilas
Pergerakan yang tidak bermakna
(jalan menyeret, geraktangan dan
kaki)
Ekspresi yang mendalam terhadap
perubahan hidup
b. Afektif :
Subyektif :
Klien menyatakan rasa penyesalan
Klien mengatakan takut pada
sesuatu
Klien bengatakan tidak mempu
melakukan sesuatu
Obyektif :
Iritabel
Kesedihan yang mendalam
Ketakutan
Gugup
Mudah tersinggung
Nyeri hebat, persisten bertambah
Rasa tidak menentu
Kewaspadaan meningkat
Fokus pada diri sendiri
Perasaan tidak mampu
Distress
Khawatir
Cemas
c. Fisiologi:
Subyektif : -
Obyektif :
Suara gemetar
Gemetar, tangan tremor
Goyah
Peningkatan respirasi (simpatis)
Keinginan berkemih (parasimpatis)
Ganguan tidur (parasimpatis)
Nyeri abdomen (parasimpatis)
Peningkatan nadi (simpatis)
Peningkatan reflek (simpatis)
Dilatasi pupil (simpatis)
Perasaan tingling pada ekstermitas
(parasimpatis)
Peningkatan aktivitas
kardiovaskuler (simpatis)
Peningkatan keringat
Wajah tegang
Anoreksia (simpatis)
Jantung berdetak kuat (simpatis)
Diare (parasimpatis)
Keraguan dalam berkemih
(parasimpatis)
Kelelahan (parasimpatis)
Mulut kering (simpatis)
Kelemahan (simpatis)
Pulsasi menurun (parasimpatis)
Wajah memerah (simpatis)
Vasokonstriksi superfisial
(simpatis)
Gugup (simpatis)
Penurunan tekanan darah
(parasimpatis)
Mual (parasimpatis)
Sering berkemih (parasimpatis)
Pusing (parasimpatis)
Kesulitan bernafas (simpatis)
Peningkatan tekanan darah
(simpatis)
d. Kognitif:
Subyektif :
Klien menyatakan bingung
Klien sering mengatak lupa
Klien sering menanyakan
pertanyaan yang sama
Obyektif :
Bloking
Keasikan
Merenung
Kerusakan perhatian
Penurunan lapang persepsi
Ketakutan terhadap hal yang tidak
jelas
Kecenderungan untuk
menyalahkan orang lain
Sulit berkonsentrasi
Penurunan kemampuan belajar,
menyelasaikan masalah
· Gejala kewaspadaan
fisiologis
I. Diagnosa Keperawatan
Ansietas