Anda di halaman 1dari 17

HUBUNGAN DUKUNGAN SPIRITUAL KELUARGA DENGAN

TINGKAT KECEMASAN PASIEN LANSIA YANG MENJALANI


HOSPITALISASI DI RUANG RAWAT INAP
RSI SUNAN KUDUS

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Keperawatan (S-1)

Oleh
Heni Wahyuningsih
NIM : 132021030265

PEMBIMBING :

1. Dewi Hartinah, S.Kep, NS.,M.Si.Med


2. Sukesih, S.Kep.,M.Kep

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2022
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Kecemasan Pada lansia


1. Definisi kecemasan pada lansia
Pada dasarnya kecemasan adalah kondisi psikologis seseorang
yang penuh dengan rasa takut dan khawatir, dimana perasaan takut dan
khawatir akan sesuatu hal yang belum pasti akan terjadi. Kecemasan
berasal dari bahasa Latin (anxius) dan dari bahasa Jerman (anst), yaitu
suatu kata yang digunakan untuk menggambarkan efek negatif dan
rangsangan fisiologis (Muyasaroh et al. 2020).
Menurut American Psychological Association (APA) dalam
(Muyasaroh et al. 2020), kecemasan merupakan keadaan emosi yang
muncul saat individu sedang stress, dan ditandai oleh perasaan tegang,
pikiran yang membuat individu merasa khawatir dan disertai respon fisik
(jantung berdetak kencang, naiknya tekanan darah, dan lain
sebagainya).
Menurut Kholil Lur Rochman dalam (Sari 2020), kecemasan
merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang
menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi
suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak
menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya
akan menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis dan psikologis.
Anxiety atau kecemasan merupakan pengalaman yang bersifat subjektif,
tidak menyenangkan, menakutkan dan mengkhawatirkan akan adanya
kemungkinan bahaya atau ancaman bahaya dan seringkali disertai oleh
gejala-gejala atau reaksi fisik tertentu akibat peningkatan aktifitas
otonomik (Suwanto 2015).
Jadi berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
kecemasan pada penelitian ini adalah perasaan yang tidak menentu
seperti rasa khawatir dan takut yang dialami pasien lansia karena
sedang menjalani perawatan di rumah sakit.
2. Bentuk-bentuk kecemasan
Para ahli membagi bentuk kecemasan itu dalam dua tingkat,
(Dalami, 2013), yaitu:
a. Tingkat psikologis. Kecemasan yang berwujud sebagai gejala-gejala
kejiwaan, seperti tegang, bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi,
perasaan tidak menentu dan sebagainya.
b. Tingkat fisiologis. Kecemasan yang sudah mempengaruhi atau
terwujud pada gejala-gejala fisik, terutama pada fungsi sistem syaraf,
misalnya tidak dapat tidur, jantung berdebar-debar, gemetar, perut
mual, dan sebagainya.
3. Faktor yang menyebabkan kecemasan
Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu dan
sebagian besar tergantung pada seluruh pengalaman hidup seseorang.
Peristiwa - peristiwa atau situasi khusus dapat mempercepat munculnya
serangan kecemasan. Menurut Savitri Ramaiah (2003) dalam
(Muyasaroh et al. 2020) ada beberapa faktor yang menunujukkan reaksi
kecemasan, diantaranya yaitu :
a. Lingkungan
Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara
berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini
disebabkan karena adanya pengalaman yang tidak menyenangkan
pada individu dengan keluarga, sahabat, ataupun dengan rekan
kerja. Sehingga individu tersebut merasa tidak aman terhadap
lingkungannya.
b. Emosi Yang Ditekan
Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan
jalan keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal ini,
terutama jika dirinya menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka
waktu yang sangat lama.
c. Sebab - Sebab Fisik
Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi
seperti misalnya kehamilan semasa remaja dan sewaktu terkena
suatu penyakit. Selama ditimpa kondisi-kondisi ini, perubahan-
perubahan perasaan lazim muncul, dan ini dapat menyebabkan
timbulnya kecemasan.
Menurut (Patotisuro Lumban Gaol, 2004) dalam (Muyasaroh et
al. 2020), kecemasan timbul karena adanya ancaman atau bahaya
yang tidak nyata dan sewaktu-waktu terjadi pada diri individu serta
adanya penolakan dari masyarakat menyebabkan kecemasan berada
di lingkungan yang baru dihadapi.
Sedangkan, menurut Blacburn & Davidson dalam (Ifdil and
Anissa 2016), menjelaskan faktor-faktor yang menimbulkan
kecemasan, seperti pengetahuan yang dimiliki seseorang mengenai
situasi yang sedang dirasakannya, apakah situasi tersebut
mengancam atau tidak memberikan ancaman, serta adanya
pengetahuan mengenai kemampuan diri untuk mengendalikan dirinya
(seperti keadaan emosi serta fokus ke permasalahannya).
4. Tingkat kecemasan dan rintang kecemasan
Semua orang pasti mengalami kecemasan pada derajat tertentu,
Menurut Peplau, dalam (Muyasaroh et al. 2020) mengidentifikasi empat
tingkatan kecemasan, yaitu :
a. Kecemasan Ringan
Kecemasan ini berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
Kecemasan ini dapat memotivasi belajar menghasilkan pertumbuhan
serta kreatifitas. Tanda dan gejala antara lain: persepsi dan perhatian
meningkat, waspada, sadar akan stimulus internal dan eksternal,
mampu mengatasi masalah secara efektif serta terjadi kemampuan
belajar. Perubahan fisiologi ditandai dengan gelisah, sulit tidur,
hipersensitif terhadap suara, tanda vital dan pupil normal.
b. Kecemasan Sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang memusatkan
pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga
individu mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan
sesuatu yang lebih terarah. Respon fisiologi: sering nafas pendek,
nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, gelisah, konstipasi.
Sedangkan respon kognitif yaitu lahan persepsi menyempit,
rangsangan luar tidak mampu diterima, berfokus pada apa yang
menjadi perhatiaannya.
c. Kecemasan Berat
Kecemasan berat sangat mempengaruhi persepsi individu,
individu cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan
spesifik, serta tidak dapat berfikir tentang hal lain. Semua perilaku
ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Tanda dan gejala dari
kecemasan berat yaitu : persepsinya sangat kurang, berfokus pada
hal yang detail, rentang perhatian sangat terbatas, tidak dapat
berkonsentrasi atau menyelesaikan masalah, serta tidak dapat
belajar secara efektif. Pada tingkatan ini individu mengalami sakit
kepala, pusing, mual, gemetar, insomnia, palpitasi, takikardi,
hiperventilasi, sering buang air kecil maupun besar, dan diare.
Secara emosi individu mengalami ketakutan serta seluruh perhatian
terfokus pada dirinya.
d. Panik
Pada tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan
terperangah, ketakutan, dan teror. Karena mengalami kehilangan
kendali, individu yang mengalami panik tidak dapat melakukan
sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik menyebabkan
peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan
berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang,
kehilangan pemikiran yang rasional. Kecemasan ini tidak sejalan
dengan kehidupan, dan jika berlangsung lama dapat terjadi kelelahan
yang sangat bahkan kematian. Tanda dan gejala dari tingkat panik
yaitu tidak dapat fokus pada suatu kejadian.
Kecemasan atau ansietas sangat berkaitan dengan perasaan tidak
pasti atau berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.
Kondisi dialami secara subyektif dan dikomunikasikan dalam hubungan
interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang merupakan
penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Ansietas adalah
respon emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi
cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat ansietas yang
parah tidak sejalan dengan kehidupan. Rentang respon kecemasan
dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 : Rentang respon cemas
5. Tanda dan gejala kecemasan
Menurut Jeffrey S. Nevid, dkk dalam (Ifdil and Anissa 2016) ada
beberapa tanda-tanda kecemasan, yaitu :
a. Tanda-Tanda Fisik Kecemasan,
Tanda fisik kecemasan diantaranya yaitu : kegelisahan,
kegugupan,, tangan atau anggota tubuh yang bergetar atau
gemetar, sensasi dari pita ketat yang mengikat di sekitar dahi,
kekencangan pada pori-pori kulit perut atau dada, banyak
berkeringat, telapak tangan yang berkeringat, pening atau pingsan,
mulut atau kerongkongan terasa kering, sulit berbicara, sulit
bernafas, bernafas pendek, jantung yang berdebar keras atau
berdetak kencang, suara yang bergetar, jari-jari atau anggota tubuh
yang menjadi dingin, pusing, merasa lemas atau mati rasa, sulit
menelan, kerongkongan merasa tersekat, leher atau punggung
terasa kaku, sensasi seperti tercekik atau tertahan, tangan yang
dingin dan lembab, terdapat gangguan sakit perut atau mual, panas
dingin, sering buang air kecil, wajah terasa memerah, diare, dan
merasa sensitif atau “mudah marah”.
b. Tanda-Tanda Behavioral Kecemasan
Tanda-tanda behavorial kecemasan diantaranya yaitu :
perilaku menghindar, perilaku melekat dan dependen, dan perilaku
terguncang.
c. Tanda-Tanda Kognitif Kecemasan
Tanda-tanda kognitif kecemasan diantaranya : khawatir
tentang sesuatu, perasaan terganggu akan ketakutan atau
aprehensi terhadap sesuatu yang terjadi di masa depan, keyakinan
bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi (tanpa ada
penjelasan yang jelas), terpaku pada sensasi ketubuhan, sangat
waspada terhadap sensasi ketubuhan, merasa terancam oleh orang
atau peristiwa yang normalnya hanya sedikit atau tidak mendapat
perhatian, ketakutan akan kehilangan kontrol, ketakutan akan
ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, berpikir bahwa dunia
mengalami keruntuhan, berpikir bahwa semuanya tidak lagi bias
dikendalikan, berpikir bahwa semuanya terasa sangat
membingungkan tanpa bias diatasi, khawatir terhadap hal-hal yang
sepele, berpikir tentang hal mengganggu yang sama secara
berulang-ulang, berpikir bahwa harus bisa kabur dari keramaian
(kalau tidak pasti akan pingsan), pikiran terasa bercampur aduk
atau kebingungan, tidak mampu menghilangkan pikiran-pikiran
terganggu, berpikir akan segera mati (meskipun dokter tidak
menemukan sesuatu yang salah secara medis), khawatir akan
ditinggal sendirian, dan sulit berkonsentrasi atau memfokuskan
pikiran.
Menurut Dadang Hawari dalam Ifdil and Anissa (2016),
mengemukakan gejala kecemasan diantaranya yaitu :
1) Cemas, khawatir, tidak tenang, ragu dan bimbang
2) Memandang masa depan dengan rasa was-was (khawatir)
3) Kurang percaya diri, gugup apabila tampil di muka umum
(demam panggung)
4) Sering merasa tidak bersalah, menyalahkan orang lain
5) Tidak mudah mengalah
6) Gerakan sering serba salah, tidak tenang bila duduk, gelisah
7) Sering mengeluh ini dan itu (keluhan-keluhan somatik),
khawatir berlebihan terhadap penyakit
8) Mudah tersinggung, membesar-besarkan masalah yang kecil
(dramatisasi)
9) Dalam mengambil keputusan sering diliputi rasa bimbang dan
ragu
10) Bila mengemukakan sesuatu atau bertanya seringkali diulang-
ulang
11) Apabila sedang emosi sering kali bertindak histeris.
6. Faktor-faktor mempengaruhi kecemasan
a. Faktor internal
1) Pengalaman
Sumber-sumber ancaman yang dapat menimbulkan
kecemasan tersebut bersifat lebih umum. Penyebab kecemasan
menurut Horney, dapat berasal dari berbagai kejadian didalam
kehidupan atau dapat terletak di dalam diri seseorang, misalnya
seseorang yang memiliki pengalaman dalam menjalani suatu
tindakan maka dalam dirinya akan lebih mampu beradaptasi
atau kecemasan yang timbul tidak terlalu besar (Horney dalam
Trismiati, 2016)
2) Respon terhadap stimulus
Kemampuan seseorang menelaah rangsangan atau
besarnya rangsangan yang diterima akan mempengaruhi
kecemasan yang timbul (Trismiati, 2016).
3) Usia
Pada usia yang semakin tua maka seseorang semakin
banyak pengalamannya sehingga pengetahuannya semakin
bertambah. Karena pengetahuannya banyak maka seseorang
akan lebih siap dalam menghadapi sesuatu (Notoatmojo, 2013).
4) Gender
Berkaitan dengan kecemasan pada pria dan wanita, Myers
(dalam Trismiati, 2016) mengatakan bahwa perempuan lebih
cemas terhadap ketidakmampuannya dibanding dengan laki-laki,
laki-laki lebih aktif, eksploratif, sedangkan perempuan lebih
sensitif. Penelitian lain menunjukkan bahwa laki-laki lebih rileks
dibanding perempuan.
b. Faktor eksternal
1) Dukungan spiritual keluarga
Adanya dukungan keluarga yang berbentuk spiritual akan
menyebabkan seseorang lebih siap dalam menghadapi
permasalahan hal ini dinyatakan oleh Kasdu (dalam Rohman,
2019).
2) Kondisi lingkungan
Kondisi lingkungan sekitar dapat menyebabkan seseorang
dapat menyebabkan lebih kuat dalam menghadapi
permasalahan, misalnya lingkungan pekerjaan atau lingkungan
bergaul yang tidak memberikan cerita negatif suatu
permasalahan menyebabkan seseorang lebih kuat dalam
menghadapi permasalahan hal ini dinyatakan oleh Baso (dalam
Rohman, 2019).
7. Alat ukur kecemasan
Beberapa skala penelitian dikembangkan untuk melihat seberapa
besar tingkat kecemasan seseorang, salah satunya yaitu Hamilton
Anxiety Rating Scale (HARS), pertama kali dikembangkan oleh Max
Hamilton pada tahun 1956. HARS menggunakan serangkaian
pertanyaan dengan jawaban yang harus diisi oleh pasien sesuai dengan
kondisi yang dirasakan oleh pasien tersebut. Jawaban yang diberikan
merupakan skala (angka) 0, 1, 2, 3, atau 4 yang menunjukan tingkat
gangguan dan setelah pasien menjawab sesuai apa yang dirasakannya,
maka hasilnya dapat dihitung dengan menjumlahkan total skor yang
didapat dari setiap soal (pernyataan) (Wahyudi et al. 2019).
HAM-A atau disebut juga HARS adalah salah satu skala peringkat
pertama yang dikembangkan untuk mengukur tingkat keparahan gejala
kecemasan pada orang dewasa, dan remaja, serta masih banyak
digunakan saat ini baik dalam pengaturan klinis dan penelitian. Skala
terdiri dari 14 item, masing-masing ditentukan oleh serangkaian gejala,
dan mengukur kecemasan psikis (mental agitasi dan tekanan psikologis)
dan kecemasan somatik (keluhan fisik yang berhubungan dengan
kecemasan) (American Thoracic Society 2021).
Penilaian kecemasan berdasarkan HAM-A terdiri dari 14 item,
meliputi :
a. Perasaan cemas (merasa khawatir, firasat buruk, takut akan pikiran
sendiri, cepat marah, mudah tersinggung).
b. Ketegangan (merasa tegang, merasa lelah, merasa gelisah, merasa
gemetar, mudah menangis, tidak mampu untuk rileks, muda
terkejut).
c. Ketakutan (takut terhadap gelap, takut terhadap orang asing, takut
bila ditinggal sendiri, takut pada hewan, takut pada keramain lalu
lintas, takut pada kerumunan orang banyak).
d. Insomnia (kesulitan tidur, tidur tidak memuaskan, merasa lelah saat
bangun, mimpi buruk, terbangun tengah malam).
e. Intelektual (sulit berkonsentrasi, sulit mengingat).
f. Perasaan depresi (kehilangan minat, kurangnya kesenangan dalam
hobi, perasaan bersedih/depresi, sering terbangun dini hari saat
tidur malam).
g. Gejala somatik (otot) (nyeri atau sakit otot, kedutan, otot terasa
kaku, gigi gemertak, suara tidak stabil, tonus otot meningkat).
h. Gejala sensorik (telinga terasa berdenging, penglihatan kabur,
muka memerah, perasaan lemah, sensasi ditusuk-tusuk).
i. Gejala kardiovaskuler (takikardi, palpitasi, nyeri dada, denyut nadi
meningkat, perasaan lemas/lesu seperti mau pingsan, denyut
jantung serasa berhenti sekejap).
j. Gejala pernapasan (nafas terasa sesak/dada terasa ditekan,
perasaan tercekik, sering menarik napas dalam, napas
pendek/tersengal-sengal).
k. Gejala gastrointestinal (kesulitan menelan, nyeri perut, perut terasa
kembung, sensasi terbakar, perut terasa penuh, merasa mual,
muntah, sulit BAB/sembelit, kehilangan berat badan.
l. Gejala genitourinari (frekuensi berkemih meningkat, tidak dapat
menahan air seni, tidak datang bulan, darah haid lebih banyak dari
biasanya).
m. Gejala otonom (mulut kering, muka kemerahan, muka pucat, sering
berkeringat, merasa pusing, kepala terasa berat, merasa tegang,
rambut terasa menegang).
n. Tingkah laku (gelisah, tidak tenang/mondar-mandir, tangan
gemetar, alis berkerut, wajah tegang, pernafasan cepat, wajah
pucat, sering menelan ludah, dll).
Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai
dengan kategori sebagai berikut :
0 = tidak ada gejala sama sekali
1 = ringan/satu gejala yang ada
2 = sedang/separuh gejala yang ada
3 = berat/ lebih dari separuh gejala yang ada
4 = sangat berat semua gejala ada
Penentuan derajat atau tingkat kecemasan dengan cara
menjumlahkan skor 1- 14 dengan hasil antara lain :
Skor kurang dari 14 = tidak ada kecemasan
Skor 14-20 = kecemasan ringan
Skor 21-27 = kecemasan sedang
Skor 28-41 = kecemasan berat
Skor 42-56 = kecemasaan berat sekali (panik)
B. Dukungan Spiritual Keluarga
1. Pengertian
Spiritual merupakan..bagian inti..dari individu yang memberikan
makna dan tujuan hidup..serta keterkaitkan..dengan Yang..Maha Tinggi
(Allah). Spiritual adalah..keyakinan dalam hubungannya..dengan yang
Maha Kuasa dan Maha Pencipta (Arwin & Khotimah, 2016).
Spiritual..dan keyakinan..beragama sangat penting..dalam..kehidupan
manusia karena hasil..tersebut dapat mempengaruhi gaya hidup,
kebiasaan..dan perasaan terhadap kesakitan. Ketika penyakit,
kehilangan atau nyeri mempengaruhi seseorang, energy orang tersebut
menipis, dan spirit orang tersebut dipengaruhi (Potter dan Perry dalam
Ramadhan 2014).
Dukungan spiritual pada pasien lansia merupakan..sebuah
intervensi dari keluarga atau siapapun itu dekat dengan pasien
yang..bertujuan pasien mampu memaknai kondisinya, berserah diri dan
menyadari semua yang terjadi hidup..adalah sebuah nikmat dari Allah
SWT sehingga pasien dapat..meningkatkan koping yang dapat
menurunkan kecemasan (Kozier & Erb’s, 2016).
Menurut Agusnawatin (2013), salah..satu upayanya..dalam
intervensi keperawatan untuk..mecegah kecemasan adalah dengan
terapi spiritual. Ini merupakan suatu pengobatan alternative dengan
cara..pendekatan keagaman..melalui..doa dan dzikir yang merupakan
unsur penyembuhan penyakit atau sebagai psikoterapeutik yang
mandalam, bertujuan untuk membangkitkan..rasa percaya diri dan
optimisme yang paling penting selain obat dan..tindakan medis.
2. Aspek-aspek spiritual
Spiritual adalah..Keyakinan.dalam hubungan.Yang Maha..Kuasa
dan Maha Pencipta. Sebagai.contoh seorang.yang percaya terhadap
yang Maha Kuasa dan Pencipta. Menurut Achir Yani (2009), aspek
spiritual.sebagai berikut;
a. Berhubungan.dengan.sesuatu yang tidak diketahui..atau tidak pasti
dalam kehidupan.
b. Menemukan.arti dan.tujuan hidup.
c. Menyadari.kemampuan.untuk menggunakan sumber dan kekuatan
dalam diri sendiri
d. Mempunyai.perasaan..keterikatan..dengan diri sendiri dan dengan
Yang Maha Tinggi.
3. Dimensi spiritual
Menurut Hendrawan dalam Perdana (2013), secara sederhana
spiritual bisa dimodelkan kedalam tiga dimensi: vertikal, horizontal dan
diagonal. Dimensi..vertical..terkait dengan tingkat..sistem yang menjadi
objek spiritual individu, kelompok, dan organisasi. Pada horizontal, ada
aturan, jalan..atau metode, pencerahan, kearifan atau kebenaran.
Kemudian pada dimensi diagonal, ..ada penyatuan berbagai unsur
kehidupan yang terpisah selama ini, yaitu unsur aksi, ..identitas, nilai dan
kenyakinan.
4. Karakteristik Spiritual
Dalam..memudahkan pemberian asuhan keperawatan dengan
memperhatikan spiritual untuk pelayanan..keperawatan, perawat muntlak
perlu memiliki kemampuan mengidentifikasi atau..mengetahui
karakteristik spiritual sebagai berikut: (Rahmawati, 2015)
a. Hubungan..dengan diri sendiri, yaitu pengetahuan dengan diri sendiri
dan sikap diri sendiri.
b. Hubungan..dengan alam harmonis, yaitu mengetahui tentang
tanaman dan berkomunikasi dengan alam.
c. Hubungan..dengan orang lain harmonis/suportif, yaitu berbagi waktu,
mengasuh..anak, orang tua dan menyakini kehidupan dan kematian.
d. Hubungan..dengan..ketuhanan, yaitu sembayang, berdoa,
perlengkapan keagamaan, dan bersatu dengan alam.
5. Kebutuhan spiritual
Setiap manusia mempunyai dimensinspiritual dan semuanpasien
mempunyai kebutuhanmyang mencerminkan spiritualitasmmereka dan
kebutuhaniini seringnkali munculnakibat penyakitnatau krisisnkesehatan
lain. Olehnkarena itunperawat harusnpeka terhadap indikasinkebutuhan
spirituali pasien dan mempunyai respon yang tepat. Pemenuhan
kebutuhan spiritual dapat meningkatkan perilaku koping dan memperluas
sumber-sumber penting yang tersedia untuk pasien. Hodge & Horvath
(2011) mengatakan terdapat enam spiritual yang dibutuhkan oleh pasien
yaitu :
a. Makna,ttujuan daniharapanihidup
Makna, tujuan serta harapan hidup merupakan suatu yang
dibutuhkan dalam memahami suatu kajadian dalam hidup secara
menyeluruh. Pasien membutuhkan pemahaman mengenai
penyakitnya, mengapa terdapat penyakit pada dirinya, dengan
diberinya penjelasan pada pasien, diharapkan tidak ada rasa putus
asa pada pasien, berfikiran baik, bersyukur kepada tuhan, lebih
berfokus pada sesuatu yang baik, menjadikan hidup lebih
bermakna. Kebutuhan mengenai makna, tujuan, dan harapan
mempunyai hubungan yang erat dengan kebutuhan hubungan
dengan yang maha Esa (Tuhan).
b. HubunganidenganiTuhan
Pasien menganggap hubungan dengan Tuhan adalah suatu
kebutuhan yang begitu penting untuk dapat membantu pasien
dalam berhadapan dengan masa susah, memberikan rasa yang
utuh tentang makna dan tujuan serta memberikan harapan untuk
masa kini, masa depan, dan masa akhirat. Perilaku yang
diperlihatkan oleh pasien yaitu meminta, percakapan
dengannTuhan, menerima apa yang telah diberikan Tuhan,
menerimairencananTuhan, yakin bahwanTuhan yang mampu
menyembuhkannpenyakitnya, percaya akannkehadiran Tuhan
padanmasa-masanperawatan penyakitnya dan percaya kepada
Tuhanyyang memeliharandan mengawasinmereka.
c. Praktik spiritual
Pasien memiliki kemauan untuk terlibatndalam melakukan
ibadah secaramrutin. Dengan melakukan ibadah, pasienmberharap
bisa meningkatkannhubungannya dengan Tuhanisehingga mampu
mengatasi semua cobaan yang pasien hadapi.
d. Kewajibaniagama
Hal ini berkaitan denganntradisi agamanpasien, contohnya
mengenai halal dan haramnya suatu makanan, kematianndan
proses pemakaman yang perlu dihormati.
e. Hubunganiinterpersona
Selain dengan Tuhan, pasien juga memerlukan hubungan
dengan orang lain, termasuk hubungan dengan pemuka agama.
Kebutuhaniini meliputi menjenguk anggotankeluarga, menerima doa
orangnlain, memintaimaaf, menerimaidukungan, dihargai serta
dicintai orang lain.
f. Hubunganidenganiperawatidanitenagaikesehatanilainnya
Pasien mempunyai harapan mempunyai interaksindengan
para perawat danntenaga kesehatannlainnya. Pasien menginginkan
ekspresi wajah yangnramah dari para tenaga kesehatan, kata-kata
dannbahasantubuhnyangnbaik,imenghormati,iberempati,nmemberik
an informasi mengenai sakitnya secaranlengkap dannakurat, serta
mendiskusikanitentangipilihanipengobatan.
6. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan spiritual
Beberapa orang yang membutuhkan dukungan spiritual (Hidayat,
dalam Perdana 2013)
a. Pasien kesepian
Pasien dalam keadaan sepi dan tidak ada yang menemani
akan membutuhkan bantuan spiritual karena mereka merasakan
tidak ada kekuatan selain kekuatan tuhan.
b. Pasien ketakutan dan cemas
Adanya ketakutan atau kecemasan dapat menimbulkan
perasaan kacau, yang dapat membuat pasien membutuhkan
ketenangan pada dirinya dan ketenangan yang paling besar adalah
bersama tuhan
c. Pasien mengahadapi pembedahan
Menghadapi pembedahan adalah sesuatu yang sangat
mengkhawatirkan karena akan timbul perasaan antara hidup dan
mati. Pada saat itula keberadaan pencipta dalam hal ini adalah
tuhan sangat penting sehingga pasien membutuhkan bantuan
spiritual
d. Pasien yang harus mengubah gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat membuat seseorang lebih
membutuhkan keberadaan tuhan. Pola gaya hidup dapat membuat
kekacauan keyakinan bila ke arah yang lebih buruk, maka pasien
akan lebih membutuhkan dukungan spiritual
C. Kerangka Teori
Kerangka teori ini disusun berdasarkan teori yang diuraikan di atas.
Adapun kerangka teori penelitiannya adalah sebagai berikut:

Lansia yang
Faktor yang mempengaruhi menjalani
tingkat kecemasan: hospitalisasi
1. Faktor internal
- Pengalaman
- Usia
Tingkat
- Gender Respon psikologi :
- Respon terhadap Kecemasan:
Kecemasan
stimulus 1. Tidak cemas
2. Faktor eksternal 2. Ringan
- Kondisi lingkungan 3. Sedang
- 4. Berat
Dukungan spiritual
keluarga 5. Sangat berat

Bentuk dukungan spiritual


keluarga
1. Hubungan dengan
tuhan
2. Hubungan dengan diri
sendiri
3. Hubungan dengan
orang lain
4. Hubungan dengan
lingkungan

Keterangan:

: Diteliti

: Tidak Diteliti

Gambar 2. 1 : Kerangka Teori Penelitian


(Perdana, 2013; Muyasaroh, 2020)
DAFTAR PUSTAKA

Agusnawati. 2013. Pengaruh terapi spiritual terhadap tingkat ansietas pasien


preoperasi elektif di Ruang Bedah RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda.
[Skripsi]. Universitas Malahayati
American Thoracic Society. 2021. “Hamilton Rating Scale for Anxiety (HAM-
A).”Retrieved February 22, 2022
(https://www.thoracic.org/members/assemblies/assemblies/srn/questionaire
s /ham-a.php)
Arwin., Khotimah, S, 2018, Efektifitas Spiritual care terhadap Penurunan tingkat
Stres pada pasien pre oprasi di rumah sakit Kab. Dharmasraya, Jurnal
keperawatan Abdurrab, 1 (2).
Azizah. (2012). Keperawatan lanjut usia . Yogyakarta: Graha Ilmu.
Dalami, E., dkk, (2013). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa. CV
Trans Info Media: Jakarta
Darmojo, R. (2015). Buku ajar geriatri (ilmu kesehatan lanjut usia ) Jakarta:FKUI.
Haris.E.R., (2014). Kualitas hidup pada lansia dengan gangguan kognitif dan
mental:studi cross sectional di kelurahan kalianyar Jakarta barat: Skripsi
Hodge, D. R., & Horvath, V. A. (2011). Spiritual needs in health care settings: A
qualitative meta-synthesis of clients’ perspectives. Social Work, 56(4), 306–
316.
Ifdil, and Dona Fitri Anissa. 2016. “Konsep Kecemasan ( Anxiety ) Pada Lanjut
Usia ( Lansia ).” Konselor 5(2):93–99.
Kozier, B., dkk. (2016). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier Erb.
Jakarta:EGC
Muyasaroh, Hj. Hanifah, Yusuf Hasan Baharudin, Nanda Noor Fadjrin, Tatang
Agus Pradana, and Muhammad Ridwan. 2020. “Kajian Jenis Kecemasan
Masyarakat Cilacap Dalam Menghadapi Pandemi Covid 19.” Lembaga
Penelitian Dan Pengabdian Msyarakat (LP2M) Universitas Nahdatul Ulama
Al Ghazali (UNUGHA) Cilacap.
Nugroho, W. (2013). Keperawatan gerontik, Edisi 3. Jakarta: EGC
Perdana, M., & Niswah, Z. 2012. Pengaruh Bimbingan Spiritual Terhadap Tingkat
Kecemasan Pada Pasien Pre Operatif Di Ruang Rawat Inap RSUD Kajen
Kabupaten Pekalongan. [Skripsi]. STIKES Muhammadiyah Pekajangan.
Rahmawati, I. (2015). Peran Keluarga Dalam Pemenuhan Kebutuhan Spiritual
Pada Pasien Yang Dirawat di Ruang ICU RSUD Dr.Pirngadi Medan.
Skripsi.
Ramadhan, fakhtur.A. 2014. Skripsi : Analisis Gambaran Kebutuhan Spiritual
Berdasarkan Tingkat Ketergantungan Pasien Di Ruang Perawatan Interna
dan Bedah RSUD Labuang Baji Makassar, Makasar.
Ratnawati, E. 2017. Asuhan keperawatan gerontik.Yogyakarta: Pustaka Baru
Press.
Safitri, M. 2016. Hubungan kondisi kesehatan psikososial lansia dengan tingkat
kemandirian lansia dalam aktivitas sehari-hari. Skripsi. Universitas Riau.
Sari, Irda. 2020. “Analisis Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Kecemasan
Masyarakat.” Bina Generasi : Jurnal Kesehatan 1(12):69–76.
Suardiman, S. P. 2013. Psikologi usia lanjut. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Suwanto, Musis. 2015. “Implementasi Metode Bayesian Dalam Menentukan
Kecemasan Pada HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale).” 1–17
Wahyudi, Indra, Syamsul Bahri, and Popon Handayani. 2019. “Aplikasi
Pembelajaran Pengenalan Budaya Indonesia.” Jurnal Teknik Komputer
5(2):277–82.

Anda mungkin juga menyukai