Anda di halaman 1dari 13

HUBUNGAN PREVALENSI DEPRESI, ANSIETAS, DENGAN KEJADIAN

RESIKO BUNUH DIRI

Disusun oleh :

Toriq Fahranul (221560112017)


Tri Budiarso (221560112018)
Wandy Priyanto (221560112019)

PROGRAM ALIH JENJANG S1 KEPERAWATAN


STIKES MEDISTRA INDONESIA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kecemasan atau ansietas merupakan salah satu bentuk emosi individu yang

berkaitan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu, biasanya dengan objek ancaman yang

begitu tidak begitu jelas. Kecemasan dengan intensitas nilai ancaman yang wajar dapat

dianggap memiliki nilai positif sebagai motivasi, tetapi apabila intensitasnya begitu kuat

dan bersifat negatif justru akan menimbulkan kerugian dan dapat mengganggu terhadap

keadaan fisik dan psikis individu yang bersangkutan.

Gangguan depresi merupakan perubahan suasana hati yang menyebabkan perasaan

sedih dan kehilangan minat secara terus-menerus, biasanya sering dimulai ketika masa

remaja sehingga mengganggu fungsi seseorang dan sering terjadi secara berulang. Oleh

karena persepsi yang salah di masyarakat banyak penderita gangguan depresi tidak

mencari bantuan medis. Gangguan depresi ini sering dijumpai dan memiliki angka

morbiditas yang tinggi serta risiko bunuh diri.

Ansietas merupakan respon normal dari tubuh yang disebabkan oleh perasaan

khawatir, takut, dan stres tentang sesuatu yang akan datang. Semua orang dapat

mengalami ansietas baik usia muda maupun usia tua. Akan tetapi ketika ketakutan dan

kekhawatiran terjadi secara intens, terus-menerus, dan berlebihan, hal tersebut

menyebabkan gangguan ansietas. Gangguan ansietas dapat menyebabkan sindrom

distress seperti gemetar, sesak napas, sakit kepala, henti jantung, dan sindrom lainnya.

Gangguan mental tersebut memiliki dampak berupa perilaku bunuh diri. Secara global

depresi merupakan penyebab ke empat dan ansietas penyebab ke sembilan gangguan

mental. ( Ririn Nopitasari 2021)

Menurut WHO 2021 diperkirakan ganguan kecemasan meningkat secara

singnifikan menjadi 26% dan depresi sebanyak sebanyak 28% .ganguan mental sebagai

ganguan secara klinis terkait fugsi kongnisi , regulasi emosi atau prilaku seseorang

seperti stress, depresi bipolar. Di Indonesia berdasarkan data Riskesdas tahun 2018
sebanyak 6,2% pada kelompok usia 15-24 tahun mengalami depresi, sedangkan di jawa

barat 2,35% yang mengalami depresi. Begitu juga kasus bunuh diri Dari beberapa kasus

ini menunjukkan bahwasannya, di Indonesia sendiri angka kematian akibat bunuh diri

makin meningkat. Ini didukung dengan data dari WHO pada tahun 2021 yang

menyebutkan angka bunuh diri di Indonesia mencapai 1,6 hingga 1,8 per 100.000 jiwa.

Hampir 90% orang dewasa yang melakukan bunuh diri didiagnostik memiliki gangguan

psikologis (Halgin & Whitbourne, 2021).

Bunuh diri merupakan masalah kejiwaan yang kompleks yang dipengaruhi oleh

banyak faktor seperti lingkungan, psikologis dan genetik. Peranan penyakit mental atau

fisik pada keluarga memiliki hubungan herediter. Penyakit mental sangat erat

dihubungkan dengan ide bunuh diri

yang lebih besar karena ketidakstabilan perasaan, pikiran dan perilaku. Peranan

penyakit fisik terhadap bunuh diri merupakan beban psikologis yang tiimbul dari

menderita penyakit kronis yang diturunkan dalam keluarga.


BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Ansietas adalah perasaan yang difius, yang sangat tidak menyenangkan, agak
tidak menentu dan kabur tentang sesuatu yang akan terjadi. Perasaan ini disertai
dengan suatu atau beberapa reaksi badaniah yang khas dan yang akan datang berulang
bagi seseorang tertentu. Perasaan ini dapat berupa rasa kosong di perut, dada sesak,
jantung berdebar, keringat berlebihan, sakit kepala atau rasa mau kencing atau buang
air besar. Perasaan ini disertai dengan rasa ingin bergerak dan gelisah. (Harold I.
LIEF) “Anenvous condition of unrest” (Leland E. HINSIE dan Robert S Campbell).
Ansietas adalah perasaan tidak senang yang khas yang disebabkan oleh
dugaan akan bahaya atau frustrasi yang mengancam yang akan membahayakan rasa
aman, keseimbangan, atau kehidupan seseorang individu atau kelompok biososialnya.
(J.J GROEN)

B. Gejala Umum Ansietas


1. Gejala psikologik
Ketegangan, kekuatiran, panik, perasaan tak nyata, takut mati, takut ”gila”, takut
kehilangan kontrol dan sebagainya.
2. Gejala fisik:
Gemetar, berkeringat, jantung berdebar, kepala terasa ringan, pusing, ketegangan
otot, mual, sulit bernafas, baal, diare, gelisah, rasa gatal, gangguan di lambung
dan lain-lain. Keluhan yang dikemukakan pasien dengan ansietas kronik seperti:
rasa sesak nafas; rasa sakit dada; kadang-kadang merasa harus menarik nafas
dalam; ada sesuatu yang menekan dada; jantung berdebar; mual; vertigo; tremor;
kaki dan tangan merasa kesemutan; kaki dan tangan tidak dapat diam ada
perasaan harus bergerak terus menerus; kaki merasa lemah, sehingga berjalan
dirasakan beret; kadang- kadang ada gagap dan banyak lagi keluhan yang tidak
spesifik untuk penyakit tertentu. Keluhan yang dikemukakan disini tidak semua
terdapat pada pasien dengan gangguan ansietas kronik, melainkan seseorang dapat
saja mengalami hanya beberapa gejala 1 keluhan saja. Tetapi pengalaman
penderitaan dan gejala ini oleh pasien yang bersangkutan biasanya dirasakan
cukup gawat.
C. Faktor Predisposisi
1. Teori Psikoanalitik
Menurut freud,struktur kepribadian terdiri dari 3 elemen yaitu “ID, EGO
Dan SUPER EGO”. Ego melambangkan dorongaqn insting dan impuls primitif.
Super ego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-
norma budaya seseorang, sedangkan Ego digambarkan sebagai mediator antara
tuntutan dari ID dan Super Ego.
2. Teori Interpersonal
Ansietas terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal. Hal ini juga
dihubungkan akan trauma pada masa pertumbuhan, seperti kehilangan, perpisahan
individu yang mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah mengalami
ansietas yang berat.
3. Teori Perilaku
Ansietas merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu yang mengganggu
kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.teori ini meyakini
bahwa manusia yang pada awal kehidupannya dihadapkan pada rasa takut yang
berlebihan akan menunjukkan kemungkinan ansietas yang berat pada kehidupan
masa dewasanya.

D. Penggolongan Ansietas
1. Ansietas ringan
Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan
membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu
individu memfokuskan perhatian untuk belajar, bertindak, menyelesaikan
masalah, merasakan, dan melindungi dirinya sendiri. Ansietas ringan
berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari. Pada
tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu akan berhati-hati dan waspada.
a. Respon Fisiologis
1) Sesekali nafas pendek
2) Nadi dan tekanan darah naik
3) Gejala ringan pada lambung
4) Muka berkerut dan bibir bergetar
5) Ketegangan otot ringan
6) Rileks atau sedikit gelisah
b. Respon Kognitif
1) Mampu menerima rangsang yang kompleks
2) Konsentrasi pada masalah
3) Menyelesaikan masalah secara efektif
4) Perasaan gagal sedikit
5) Waspada dan memperhatikan banyak hal
6) Terlihat tenang dan percaya diri
7) Tingkat pembelajaran optimal
c. Respon Perilaku dan Emosi
1) Tidak dapat duduk tenang
2) Tremor halus pada tangan
3) Suara kadang-kadang meninggi
4) Sedikit tidak sabar
5) Aktivitas menyendiri
2. Ansietas Sedang
Ansietas sedang merupakan perasaan yang mengganggu bahwa ada
sesuatu yang benar-benar berbeda, individu menjadi gugup atau agitasi. Misalnya,
seorang wanita mengunjungi ibunya untuk pertama kali dalam beberapa bulan dan
merasa bahwa ada sesuatu yang sangat berbeda. Ibunya mengatakan bahwa berat
badannya turun banyak tanpa ia berupaya menurunkannya. Pada tingkat ini lahan
persepsi terhadap lingkungan menurun, individu lebih memfokuskan pada hal
yang penting saat itu dan mengesampingkan hal yang lain.
a. Respon fisiologis
1) Ketegangan otot sedang
2) Tanda-tanda vital meningkat
3) Pupil dilatasi, mulai berkeringat
4) Sering mondar-mandir, memukulkan tangan
5) Suara berubah: suara bergetar, nada suara tinggi
6) Kewaspadaan dan ketegangan meningkat
7) Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyari punggung
b. Respon kognitif
1) Lapang persepsi menurun
2) Tidak perhatian secara selektif
3) Fokus terhadap stimulus meningkat
4) Rentang perhatian menurun
5) Penyelesaian masalah menurun
6) Pembelajaran berlangsung dengan memfokuskan
c. Respon prilaku dan emosi
1) Tidak nyaman
2) Mudah tersinggung
3) Kepercayaan diri goyah
4) Tidak sadar
5) Gembira
3. Ansietas berat
Ansietas berat dialami ketika individu yakin bahwa ada sesuatu yang
berbeda dan ada ancaman; ia memperlihatkan respon takut dan distres. Ketika
individu mencapai tingkat tertinggi ansietas, panik berat, semua pemikiran
rasional berhenti dan individu tersebut mengalami respon fight, flight atau freeze-
yakni, kebutuhan untuk pergi secepatnya, tetap ditempat dan berjuang, atau
menjadi beku atau tidak dapat melakukan sesuatu.
a. Respon fisiologis
1) Ketegangan otot berat
2) Hiperventilasi
3) Kontak mata buruk
4) Pengeluaran keringat meningkat
5) Bicara cepat, nada suara tinggi
6) Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
7) Rahang menegang, menggetakkan gigi
8) Kebutuhan ruang gerak meningkat
9) Mondar-mandir, berteriak
10) Meremas tangan, genetar
b. Respon kognitif
1) Lapang persepsi terbatas
2) Proses berfikir terpecah-pecah
3) Sulit berfikir
4) Penyelesaian masalah buruk
5) Tidak mampu mempertimbangkan informasi
6) Hanya memerhatikan ancaman
7) Preokupasi dengan pikiran sendiri
8) Egosentris
c. Respon prilaku dan emosi
1) Sangat cemas
2) Agitasi
3) Takut
4) Bingung
5) Merasa tidak adekuat
6) Menarik diri
7) Penyangkalan
8) Ingin bebas

E. Bentuk Gangguan Ansietas


1. Gangguan Panik
Serangan panik adalah suatu episode ansietas yang cepat, intens, dan
meningkat, berlangsung 15-30 menit, ketika individu mengalami ketakutan
emosional yang besar juga ketidaknyamanan fisiologis. Diagnosis gangguan panik
ditegakkan ketika individu mengalami serangan panik berulang dan tidak
diharapkan yang diikuti oleh rasa khawatir yang menetap sekurang-kurangnya
satu bulan bahwa ia akan mengalami serangan panik berikutnya atau khawatir
tentang makna serangan panik, atau perubahab prilaku yang signifikan terkait
dengan serangan panik, saat gejala-gejala tersebut bukan akibat penyalahgunaan
zat atau gangguan jiwa lain. Sedikitnya lebih dari 75% individu dengangangguan
panik mengalami serangan awal spontan tanpa ada pemicu dari lingkungan.
Sisanya mengalami serangan panik yang distimulasi oleh stimulus fobia atau
karena berada di bawah pengaruh zat yang mengubah sistem saraf pusat dan
menstimulasi respon hormonal, organ, tanda vital yang sama, yamg terjadi pada
serangan panik. Setengah dari individu yang mengalami serangan panik juga
mengalami agorafobia.
Ada dua kriteria Gangguan panik: gangguan panik tanpa agorafobia dan
gangguan panik dengan agorofobia kedua gangguan panik ini harus ada serangan
panic
F. Gambaran Klinis
Serangan panik pertama seringkali spontan, tanpa tanda mau serangan panik,

walaupun serangan panik kadang-kadang terjadi setelah luapan kegembiraan,

kelelahan fisik, aktivitas seksual atau trauma emosional. Klinisi harus berusaha untuk

mengetahui tiap kebiasaan atau situasi yang sering mendahului serangan panik.

Serangan sering dimulai dengan periode gejala yang meningkat dengan cepat selama

10 menit. Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat, suatu perasaan ancaman

kematian dan kiamat. Pasien biasanya tidak mampu menyebutkan sumber

ketakutannya. Pasien mungkin merasa kebingungan dan mengalami kesulitan dalam

memusatkan perhatian. Tanda fisik adalah takikardia, palpitasi, sesak nafas dan

berkeringat. Pasien seringkali mencoba untuk mencari bantuan. Serangan biasanya

berlangsung 20 sampai 30 menit.

B. DEPRESI
Berdasarkan penelitian di China, Pakistan, Amerika Serikat dan Korea Selatan

menyebutkan bahwa depresi yang dialami remaja memiliki hubungan positif

dengan meningkatnya potensi seorang remaja memiliki ide bunuh diri (L. Guo et

al., 2019; Yasien, 2016; Baiden & Tadeo, 2020b; Abbott et al., 2019; Im et al.,

2017). Depresi lebih banyak ditemukan pada remaja perempuan daripada laki laki

karena perempuan mencapai kematangan psikologis lebih awal daripada remaja

laki laki (Im et al., 2017), selain itu estrogen pada perempuan mempunyai

keterkaitan dengan keadaan suasana hati. Fluktuasi hormonal perempuan seperti

pada fase pramenstruasi, nifas dan perimenopause, dikaitkan dengan peningkatan

kerentanan terhadap depresi (Rivera et al., 2013).

Penemuan penelitian menyebutkan 30-80% remaja yang mengalami keinginan

untuk bunuh diri atau percobaan bunuh diri memenuhi kriteria diagnostik untuk
episode depresi mayor, diagnosis depresi juga bisa menjadi indikasi seseorang

remaja mengalami kesulitan dalam menghadapi situasi kehidupannya (Baiden &

Tadeo, 2020b). Individu dengan depresi umumnya mengalami perasaan sedih,

putus asa, dan merasa rendah diri sehingga meningkatkan risiko bunuh diri.

(Kusumayanti et al., 2020). Semakin tinggi tingkat depresi maka akan semakin

rendah efek perlindungan seorang remaja terhadap upaya bunuh diri (Mirkovic et

al., 2020).

Masa pencarian jati diri merupakan masa yang menimbulkan masalah yang

komplek tetapi remaja memiliki emosi yang tidak stabil sehingga muncul

permasalahan yang tidak terselesaikan dan membebani remaja dapat menimbulkan

pemikiran yang negatif dan depresi, jika hal ini dibiarkan berlanjut lanjut maka

dapatt menyebabkan ide bunuh diri. Remaja yang dapat memahami dirinya dan

mempunyai faktor protektif yang kuat akan dapat menyelasaikan masalah yang di

hadapinya dan terhindar dari pemikiran bunuh diri. Kecemasan berhubungan

secara langsung dengan ide bunuh diri. Faktor yang menjadi penyebab kecemasan

remaja antara lain akademik, tekanan untuk berhasil dan rencana pasca kelulusan.

Penanganan awal pada kecemasan merupakan usaha menjaga kestabilan psikologis

remaja dapat mencegah perkembangan kecemasan ketingkat yang lebih berat

hingga terjadinya ide bunuh diri.

.
DAFTAR PUSTAKA

Hawari, D., 2008, Manajemen Stres Cemas dan Depresi, Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.

Mansjoer, A., 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Jakarta : Penerbit
Aesculapius.

Nurjannah, I., 2004, Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa Manajemen,


Proses Keperawatan dan Hubungan Terapeutik Perawat-Klien,
Yogyakarta: Penerbit MocoMedia

Stuart, G.W., dan Sundden, S.J., 1995, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3,
Jakarta : EGC.

Suliswati, dkk., 2005, Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta : EGC.

Suliswati,dkk.Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa.EGC,Jakarta

Videbeck, S.J., 2008, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC

Videbeck,Sheila L.Buku Ajar Keprawatan Jiwa. EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai