Oleh :
Anggun Septiani
185070207111007
2.1.2 Penyebab
Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Laraia (1998) terdapat beberapa teori yang
dapat menjelaskan ansietas, di antaranya sebagai berikut:
1. Faktor biologis: Otak mengandung reseptor khusus untuk
benzodiazepine. Reseptor ini membantu mengatur ansietas. Penghambat
GABA juga berperan utama dalam mekanisme biologis berhubungan
dengan ansietas sebagaimana halnya dengan endorfin.
2. Faktor psikologis:
a. Pandangan psikoanalitik : Ansietas adalah konflik emosional yang
terjadi antara antara dua elemen kepribadian—id dan superego. Id
mewakili dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan superego
mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-
norma budaya seseorang. Ego atau aku berfungsi menengahi
tuntutan dari dua elemen yang bertentangan dan fungsi ansietas
adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
b. Pandangan interpersonal: Ansietas timbul dari perasaan takut
terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal.
Ansietas berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti
perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik.
Orang yang mengalami harga diri rendah terutama mudah
mengalami perkembangan ansietas yang berat.
c. Pandangan perilaku : Ansietas merupakan produk frustasi yaitu
segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku menganggap
sebagai dorongan belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk
menghindari kepedihan. Individu yang terbiasa dengan kehidupan
dini dihadapkan pada ketakutan berlebihan lebih sering
menunjukkan ansietas dalam kehidupan selanjutnya.
3. Sosial budaya : Ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam
keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara
gangguan ansietas dengan depresi. Faktor ekonomi dan latar belakang
pendidikan berpengaruh terhadap terjadinya ansietas.
Faktor Presipitasi
2.1.4 Tingkatan
a. Kecemasan Ringan
Respon Fisiologis
• Sesekali nafas pendek
• Nadi dan tekanan darah naik
• Gejala ringan pada lambung
• Muka berkerut dan bibir bergetar
Respon Kognitif
• Lapang persegi meluas
• Mampu menerima ransangan yang kompleks
• Konsentrasi pada masalah
• Menyelesaikan masalah secara efektif
Respon Perilaku dan Emosi
• Tidak dapat duduk tenang
• Tremor halus pada tangan
• Suara kadang-kadang meninggi
b. Kecemasan Sedang
Respon Fisiologis
• Sering nafas pendek
• Nadi ekstra systole dan tekanan darah naik
• Mulut kering
• Anorexia
• Diare/konstipasi
• Gelisah
Respon Kognitif
• Lapang persepsi menyempit
• Rangsang luar tidak mampu diterima
• Berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya
Respon Perilaku dan Emosi
• Gerakan tersentak-sentak (meremas tangan)
• Bicara banyak dan lebih cepat
• Perasaan tidak nyaman
c. Kecemasan Berat
Respon Fisiologis
• Sering nafas pendek
• Nadi dan tekanan darah naik
• Berkeringat dan sakit kepala
• Penglihatan kabur
Respon Kognitif
• Lapang persepsi sangat menyempit
• Tidak mampu menyelesaikan masalah
Respon Perilaku dan Emosi
• Perasaan ancaman meningkat
• Verbalisasi cepat
• Blocking
d. Panik
Respon Fisiologis
• Nafas pendek
• Rasa tercekik dan berdebar
• Sakit dada
• Pucat
• Hipotensi
Respon Kognitif
• Lapang persepsi menyempit
• Tidak dapat berfikir lagi
Respon Perilaku dan Emosi
• Agitasi, mengamuk dan marah
• Ketakutan, berteriak-teriak, blocking
• Persepsi Kacau
• Kecemasan yang timbul dapat diidentifikasi melalui respon yang
dapat berupa respon fisik, emosional, dan kognitif atau intelektual
2.2 Asuhan Keperawatan pada Kecemasan
Pengkajian
Berikut adalah data yang harus dikaji pada pasien ansietas.
1. Perilaku : Ditandai dengan produktivitas menurun, mengamati dan
waspada, kontak mata minimal, gelisah, pergerakan berlebihan (foot
shuffling, pergerakan lengan/ tangan), insomnia dan perasaan gelisah.
2. Afektif : Menyesal, iritabel, kesedihan mendalam, takut, gugup, sukacita
berlebihan, nyeri dan ketidakberdayaan meningkat secara menetap,
ketidakpastian, kekhawatiran meningkat, fokus pada diri sendiri,
perasaan tidak adekuat, ketakutan, khawatir, prihatin dan mencemaskan
3. Fisiologis : Respon fisiologis pada pasien kecemasan tampak dengan
adanya suara bergetar, gemetar/ tremor tangan atau bergoyang-goyang,
refleks-refleks meningkatEksitasi kardiovaskuler seperti peluh
meningkat, wajah tegang, mual, jantung berdebar-debar, mulut kering,
kelemahan, sukar bernafas vasokonstriksi ekstremitas,
kedutanmeningkat, nadi meningkat dan dilatasi pupil. Sedangkan
perilaku pasien akibat respon fisiologis pada sistem parasimpatis yaitu
sering berkemih, nyeri abdomen dan gangguan tidur. perasaan geli pada
ekstremitas, diarhea, keragu-raguan,kelelahan, bradicardia,tekanan
darah menurun, mual, keseringan berkemih pingsan dan tekanan darah
meningkat.
4. Kognitif : Respon kognitif pada pasien ansietas yaitu hambatan berfikir,
bingung, pelupa, konsentrasi menurun, lapang persepsi menurun, Takut
terhadap sesuatu yang tidak khas, cenderung menyalahkan orang lain.,
sukar berkonsentrasi, Kemampuan berkurang untuk memecahkan
masalah dan belajar.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosis yang dapat diambil yaitu Kecemasan/ anxietas.
Intervensi dan Implementasi
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
1. Tujuan : Pasien mampu mengenal ansietas, pasien mampu mengatasi
ansietas melalui teknik relaksasi, pasien mampu memperagakan dan
menggunakan teknik relaksasi untuk mengatasi ansietas.
2. Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan
agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi. Tindakan
yang harus dilakukan dalam membina hubungan saling percaya
adalah seperti mengucapkan salam terapeutik, berjabat tangan,
menjelaskan tujuan interaksi, membuat kontrak topik, waktu, dan
tempat setiap kali bertemu pasien.
b. Bantu pasien mengenal ansietas.
1. Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan
perasaannya.
2. Bantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan ansietas.
3. Bantu pasien mengenal penyebab ansietas.
4. Bantu pasien menyadari perilaku akibat ansietas.
c. Ajarkan pasien teknik relaksasi untuk meningkatkan kontrol dan
rasa percaya diri. Misalnya seperti pengalihan situasi,latihan
relaksasi dengan tarik napas dalam, mengerutkan, dan
mengendurkan otot-otot, serta hipnotis diri sendiri (latihan lima jari).
d. Motivasi pasien melakukan teknik relaksasi setiap kali ansietas
muncul.
2.3.2 Penyebab
Faktor Predisposisi :
1. Genetik : Seorang individu yang memiliki anggota keluarga atau
dibesarkan dalam keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan
mengalami kesulitan dalam bersikap optimis dan menghadapi
kehilangan.
2. Kesehatan fisik : Individu dengan kesehatan fisik prima dan hidup
dengan teratur mempunyai kemampuan dalam menghadapi stres dengan
lebih baik dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan
fisik.
3. Kesehatan mental : Individu dengan riwayat gangguan kesehatan mental
memiliki tingkat kepekaan yang tinggi terhadap suatu kehilangan dan
berisiko untuk kambuh kembali.
4. Pengalaman kehilangan sebelumnya : Kehilangan dan perpisahan
dengan orang berarti di masa kanak-kanak akan memengaruhi
kemampuan individu dalam menghadapi kehilangan di masa dewasa.
Faktor Presipitasi :
Faktor pencetus kehilangan adalah perasaan stres nyata atau imajinasi
individu dan kehilangan yang bersifat bio-psiko-sosial, seperti kondisi sakit,
kehilangan fungsi seksual, kehilangan harga diri, kehilangan pekerjaan,
kehilangan peran, dan kehilangan posisi di masyarakat.
2.3.4 Tingkatan
Kehilangan meliputi fase akut dan jangka panjang.
1. Fase akut
Berlangsung selama 4 sampai 8 minggu setelah kematian, yang terdiri
atas tiga proses, yaitu syok dan tidak percaya, perkembangan kesadaran,
serta restitusi.
2. Fase jangka panjang
Berlangsung selama satu sampai dua tahun atau lebih lama. Reaksi
berduka yang tidak terselesaikan akan menjadi penyakit yang
tersembunyi dan termanifestasi dalam berbagai gejala fisik. Pada
beberapa individu berkembang menjadi keinginan bunuh diri,
sedangkan yang lainnya mengabaikan diri dengan menolak makan dan
menggunakan alkohol.
Tahapan Proses Kehilangan
1. Fase denial
Merupakan reaksi pertama pada fase ini adalah syok, tidak
mempercayai kenyataan
Ungkapan verbal pada fase ini biasanya individu mengatakan itu
tidak mungkin, saya tidak percaya itu terjadi.
Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan
pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah.
2. Fase anger / marah
Individu mulaimenyadari akan kenyataan yang terjadi
Timbul respon marah diproyeksikan pada orang lain
Reaksi fisik yang timbul adalah; muka merah, nadi cepat, gelisah,
susah tidur, tangan mengepal, serta perilaku agresif.
3. Fase bergaining / tawar- menawar.
Ungkapan secara verbal pada fase ini adalah; kenapa harus terjadi
pada saya ? , kalau saja yang sakit bukan saya,seandainya saya hati-
hati .
4. Fase depresi
Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
Gejalapada fase ini individu menolak makan, mengeluh suslit tidur,
letih, dorongan libido menurun.
5. Fase acceptance
Pikiran pada objek yang hilang mulai berkurang.
Ungkapan verbal pada fase ini adalah” apa yang dapat saya lakukan
agar saya cepat sembuh, yah, akhirnya saya harus operasi”
3.1 Kesimpulan
Kecemasan merupakan suatu keadaan yang normal dari manusia
untuk menghadapi situasi tertentu, tetapi juga dapat berubah menjadi
gangguan mental jika berlebihan dan tidak sebanding dengan situasi.
Sedangkan kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah
atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut.
Keduanya, baik kecemasan maupun kehilangan merupakan respon
normal yang akan dihadapi oleh setiap individu. Seorang perawat harus
mampu memberikan intervensi keperawatan yang sesuai dengan kondisi
klien sehingga dalam pelaksanaannya dapat tercapai secara efektif.
3.2 Saran
Mahasiswa keperawatan harus mampu memahami baik konsep
maupun asuhan keperawatan pada masalah psikososial kecemasan dan
kehilangan. Sehingga diharapkan nantinya jika telah menjadi tenaga
professional dapat memberikan asuhan keperawatan yang efektif dan
optimal terhadap klien.
Daftar Pustaka
Ah, Yusuf, Fitryasari, R. & Nihayati, H E, 2015, Buku Ajar Keperawatan Kesehatan
Jiwa, Salemba Medika, Jakarta.
Isaac ann, 2005,Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri Edisi
3, EGC, Jakarta.
MA, Lilik, dkk, 2016, Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa Teori dan Aplikasi
Praktik Klinik, Indomedia Pustaka, Yogjakarta.
Maslim, R. 2002. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III. Jakarta.
Nurhalimah, 2016, Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa, Kemenkes RI.
Ogden, J. 2007. Health Psychology a Textbook, 4th Edition. Inggris: Open University
Press.
Stuart dan Laraia. 2008. Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 8th Edition.
St Louis: Mosby.
Stuart, Keliat & Pasaribu, 2016, Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa
Stuart Edisi Indonesia, Elsavier, Jakarta.