Anda di halaman 1dari 18

Laporan Tugas Mandiri

“Konsep dan Asuhan Keperawatan


pada Masalah Psikososial Kecemasan dan Kehilangan”

Oleh :
Anggun Septiani
185070207111007

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kecemasan dan kehilangan merupakan salah satu masalah psikososial
yang dalam penatalaksanaannya masuk ke dalam ranah keperwatan jiwa. Baik
kecemasan maupun kehilangan merupakan respon normal yang dialami oleh
individu. Setiap individu tidak mungkin untuk tidak melewati fase kecemasan
dan kehilangan. Kecemasan dan kehilangan bukan untuk dihindari, namun
harus dihadapi dengan intervensi yang tepat. Seorang perawat harus mampu
memberikan intervensi keperawatan yang tepat sesuai dengan kondisi klien.
Perawat harus mampu membaca kondisi klien baik fisik maupun psikis dengan
tepat sehingga dapat memberikan untervensi keperawatan yang efektif.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep pada masalah psikososial kecemasan
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada masalah psikososial
kecemasan
3. Untuk mengetahui konsep pada masalah psikososial kehilangan
4. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada masalah psikososial
kehilangan
1.3 Manfaat
1. Bertambahnya pengetahuan mengenai konsep pada masalah psikososial
kecemasan
2. Bertambahnya pengetahuan mengenai asuhan keperawatan pada masalah
psikososial kecemasan
3. Bertambahnya pengetahuan mengenai konsep pada masalah psikososial
kehilangan
4. Bertambahnya pengetahuan mengenai asuhan keperawatan pada masalah
psikososial kehilangan
BAB II
ISI

2.1 Konsep Kecemasan


2.1.1 Definisi
Menurut KBBI, kecemasan berasal dari kata cemas yang artinya
tidak tentram hati, merasa gelisah dan takut. Kecemasan atau anxiety
berasal dari bahasa Jerman dari kata angst yang artinya ketakutan. Secara
konseptual, kecemasan berarti suatu perasaan emosional seperti rasa
takut (Hamlin & Pottash, 1986). Sigmund Freud (dalam Jess Feist dan
Gregory J. Feist 2008) tentang kecemasan, Sigmund Freud berpendapat
bahwa kecemasan adalah kondisi yang tidak menyenangkan, bersifat
emosional dan sangat terasa kekuatannya, disertai sebuah sensasi fisik
yang memperingatkan seseorang terhadap bahaya yang sedang
mendekat.

Kecemasan merupakan suatu keadaan yang normal dari manusia


untuk menghadapi situasi tertentu, tetapi juga dapat berubah menjadi
gangguan mental jika berlebihan dan tidak sebanding dengan
situasi.Kemungkinan menafsirkan sesuatu hal yang rancu sebagai hal
yang mengancam dibandingkan dengan orang yang tidak menderita
kecemasan, artinya mereka memandang dirinya mudah terkena pada hal-
hal yang menyakitkan.Mereka juga memandang lebih besar resiko yang
mereka peroleh dalam suatu situasi (Boky, 2013).

2.1.2 Penyebab
Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Laraia (1998) terdapat beberapa teori yang
dapat menjelaskan ansietas, di antaranya sebagai berikut:
1. Faktor biologis: Otak mengandung reseptor khusus untuk
benzodiazepine. Reseptor ini membantu mengatur ansietas. Penghambat
GABA juga berperan utama dalam mekanisme biologis berhubungan
dengan ansietas sebagaimana halnya dengan endorfin.
2. Faktor psikologis:
a. Pandangan psikoanalitik : Ansietas adalah konflik emosional yang
terjadi antara antara dua elemen kepribadian—id dan superego. Id
mewakili dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan superego
mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-
norma budaya seseorang. Ego atau aku berfungsi menengahi
tuntutan dari dua elemen yang bertentangan dan fungsi ansietas
adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
b. Pandangan interpersonal: Ansietas timbul dari perasaan takut
terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal.
Ansietas berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti
perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik.
Orang yang mengalami harga diri rendah terutama mudah
mengalami perkembangan ansietas yang berat.
c. Pandangan perilaku : Ansietas merupakan produk frustasi yaitu
segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku menganggap
sebagai dorongan belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk
menghindari kepedihan. Individu yang terbiasa dengan kehidupan
dini dihadapkan pada ketakutan berlebihan lebih sering
menunjukkan ansietas dalam kehidupan selanjutnya.
3. Sosial budaya : Ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam
keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara
gangguan ansietas dengan depresi. Faktor ekonomi dan latar belakang
pendidikan berpengaruh terhadap terjadinya ansietas.

Faktor Presipitasi

1. Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan


fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
2. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan
identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.

2.1.3 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala individu yang mengalami kecemasan menurut
Jeffrey, Spencter & Beverley (2005) dibagi dalam tiga gejala, yaitu;

 Gejala fisik : gelisah, anggota tubuh bergetar, berkeringat, sulit


bernafas, jantung berdetak kencang, merasa lemas, panas dingin,
mudah marah dan tersinggung.
 Gejala behavioral : perilaku menghindar, terguncang, melekat
dan dependen.
 Gejala kognitif : khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu
akan ketakutan sesuatu yang akan terjadi di masa depan,
ketakutan akan ketidakmampuan mengatasi masalah, bingung
dan sulit berkonsentrasi.

2.1.4 Tingkatan

a. Kecemasan Ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan akan


peristiwa kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar
dan individu akan berhati-hati serta waspada. Individu terdorong untuk
belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.

 Respon Fisiologis
• Sesekali nafas pendek
• Nadi dan tekanan darah naik
• Gejala ringan pada lambung
• Muka berkerut dan bibir bergetar
 Respon Kognitif
• Lapang persegi meluas
• Mampu menerima ransangan yang kompleks
• Konsentrasi pada masalah
• Menyelesaikan masalah secara efektif
 Respon Perilaku dan Emosi
• Tidak dapat duduk tenang
• Tremor halus pada tangan
• Suara kadang-kadang meninggi

b. Kecemasan Sedang

Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap lingkungan menurun.


Individu lebih memfokuskan pada hal penting saat itu dan
mengesampingkan hal lain.

 Respon Fisiologis
• Sering nafas pendek
• Nadi ekstra systole dan tekanan darah naik
• Mulut kering
• Anorexia
• Diare/konstipasi
• Gelisah
 Respon Kognitif
• Lapang persepsi menyempit
• Rangsang luar tidak mampu diterima
• Berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya
 Respon Perilaku dan Emosi
• Gerakan tersentak-sentak (meremas tangan)
• Bicara banyak dan lebih cepat
• Perasaan tidak nyaman

c. Kecemasan Berat

Pada kecemasan berat lahan persepsi menjadi sempit. Individu


cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal-hal yang
lain. Individu tidak mampu berfikir berat lagi dan membutuhkan banyak
pengarahan atau tuntunan.

 Respon Fisiologis
• Sering nafas pendek
• Nadi dan tekanan darah naik
• Berkeringat dan sakit kepala
• Penglihatan kabur
 Respon Kognitif
• Lapang persepsi sangat menyempit
• Tidak mampu menyelesaikan masalah
 Respon Perilaku dan Emosi
• Perasaan ancaman meningkat
• Verbalisasi cepat
• Blocking

d. Panik

Pada tingkat ini persepsi sudah terganggu sehingga individu


sudah tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-
apa walaupun sudah diberi pengarahan atau tuntunan.

 Respon Fisiologis
• Nafas pendek
• Rasa tercekik dan berdebar
• Sakit dada
• Pucat
• Hipotensi
 Respon Kognitif
• Lapang persepsi menyempit
• Tidak dapat berfikir lagi
 Respon Perilaku dan Emosi
• Agitasi, mengamuk dan marah
• Ketakutan, berteriak-teriak, blocking
• Persepsi Kacau
• Kecemasan yang timbul dapat diidentifikasi melalui respon yang
dapat berupa respon fisik, emosional, dan kognitif atau intelektual
2.2 Asuhan Keperawatan pada Kecemasan
 Pengkajian
Berikut adalah data yang harus dikaji pada pasien ansietas.
1. Perilaku : Ditandai dengan produktivitas menurun, mengamati dan
waspada, kontak mata minimal, gelisah, pergerakan berlebihan (foot
shuffling, pergerakan lengan/ tangan), insomnia dan perasaan gelisah.
2. Afektif : Menyesal, iritabel, kesedihan mendalam, takut, gugup, sukacita
berlebihan, nyeri dan ketidakberdayaan meningkat secara menetap,
ketidakpastian, kekhawatiran meningkat, fokus pada diri sendiri,
perasaan tidak adekuat, ketakutan, khawatir, prihatin dan mencemaskan
3. Fisiologis : Respon fisiologis pada pasien kecemasan tampak dengan
adanya suara bergetar, gemetar/ tremor tangan atau bergoyang-goyang,
refleks-refleks meningkatEksitasi kardiovaskuler seperti peluh
meningkat, wajah tegang, mual, jantung berdebar-debar, mulut kering,
kelemahan, sukar bernafas vasokonstriksi ekstremitas,
kedutanmeningkat, nadi meningkat dan dilatasi pupil. Sedangkan
perilaku pasien akibat respon fisiologis pada sistem parasimpatis yaitu
sering berkemih, nyeri abdomen dan gangguan tidur. perasaan geli pada
ekstremitas, diarhea, keragu-raguan,kelelahan, bradicardia,tekanan
darah menurun, mual, keseringan berkemih pingsan dan tekanan darah
meningkat.
4. Kognitif : Respon kognitif pada pasien ansietas yaitu hambatan berfikir,
bingung, pelupa, konsentrasi menurun, lapang persepsi menurun, Takut
terhadap sesuatu yang tidak khas, cenderung menyalahkan orang lain.,
sukar berkonsentrasi, Kemampuan berkurang untuk memecahkan
masalah dan belajar.
 Diagnosa Keperawatan
Diagnosis yang dapat diambil yaitu Kecemasan/ anxietas.
 Intervensi dan Implementasi
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
1. Tujuan : Pasien mampu mengenal ansietas, pasien mampu mengatasi
ansietas melalui teknik relaksasi, pasien mampu memperagakan dan
menggunakan teknik relaksasi untuk mengatasi ansietas.
2. Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan
agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi. Tindakan
yang harus dilakukan dalam membina hubungan saling percaya
adalah seperti mengucapkan salam terapeutik, berjabat tangan,
menjelaskan tujuan interaksi, membuat kontrak topik, waktu, dan
tempat setiap kali bertemu pasien.
b. Bantu pasien mengenal ansietas.
1. Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan
perasaannya.
2. Bantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan ansietas.
3. Bantu pasien mengenal penyebab ansietas.
4. Bantu pasien menyadari perilaku akibat ansietas.
c. Ajarkan pasien teknik relaksasi untuk meningkatkan kontrol dan
rasa percaya diri. Misalnya seperti pengalihan situasi,latihan
relaksasi dengan tarik napas dalam, mengerutkan, dan
mengendurkan otot-otot, serta hipnotis diri sendiri (latihan lima jari).
d. Motivasi pasien melakukan teknik relaksasi setiap kali ansietas
muncul.

Tindakan Keperawatan untuk Keluarga

1. Tujuan: Keluarga mampu mengenal masalah ansietas pada anggota


keluarganya, keluarga mampu memahami proses terjadinya masalah
ansietas, keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami
ansietas, keluarga mampu mempraktikkan cara merawat pasien dengan
ansietas, keluarga mampu merujuk anggota keluarga yang mengalami
ansietas.
2. Tindakan keperawatan :
a. Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
b. Diskusikan tentang proses terjadinya ansietas serta tanda dan gejala.
c. Diskusikan tentang penyebab dan akibat dari ansietas.
d. Diskusikan cara merawat pasien dengan ansietas dengan cara
mengajarkan teknik relaksasi, seperti mengalihkan situasi, latihan
relaksasi dengan napas dalam, mengerutkan, dan mengendurkan
otot, menghipnotis diri sendiri (latihan lima jari), serta diskusikan
dengan keluarga perilaku pasien yang perlu dirujuk dan bagaimana
merujuk pasien.
 Evaluasi
1. Menyebutkan penyebab ansietas.
2. Menyebutkan situasi yang menyertai ansietas.
3. Menyebutkan perilaku terkait ansietas.
4. Melakukan teknik pengalihan situasi, yaitu tarik napas dalam, relaksasi
otot, dan teknik lima jari.
5. Keluarga menyebutkan pengertian ansietas.
6. Keluarga menyebutkan tanda dan gejala ansietas.
7. Keluarga mengajarkan ke pasien teknik pengalihan situasi, tarik napas
dalam, relaksasi otot, dan teknik lima jari.

2.3 Konsep Kehilangan


2.3.1 Definisi
Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau
memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut.
Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa
tanpakekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak
diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisakembali atau tidak dapat
kembali.Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah
dengan sesuatu yangsebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik
terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambertdan Lambert,1985,h.35).
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali
walaupun dalam bentuk yang berbeda.

2.3.2 Penyebab
Faktor Predisposisi :
1. Genetik : Seorang individu yang memiliki anggota keluarga atau
dibesarkan dalam keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan
mengalami kesulitan dalam bersikap optimis dan menghadapi
kehilangan.
2. Kesehatan fisik : Individu dengan kesehatan fisik prima dan hidup
dengan teratur mempunyai kemampuan dalam menghadapi stres dengan
lebih baik dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan
fisik.
3. Kesehatan mental : Individu dengan riwayat gangguan kesehatan mental
memiliki tingkat kepekaan yang tinggi terhadap suatu kehilangan dan
berisiko untuk kambuh kembali.
4. Pengalaman kehilangan sebelumnya : Kehilangan dan perpisahan
dengan orang berarti di masa kanak-kanak akan memengaruhi
kemampuan individu dalam menghadapi kehilangan di masa dewasa.
Faktor Presipitasi :
Faktor pencetus kehilangan adalah perasaan stres nyata atau imajinasi
individu dan kehilangan yang bersifat bio-psiko-sosial, seperti kondisi sakit,
kehilangan fungsi seksual, kehilangan harga diri, kehilangan pekerjaan,
kehilangan peran, dan kehilangan posisi di masyarakat.

2.3.3 Tanda dan Gejala


 Ungkapan kehilangan
 Menangis
 Gangguan tidur
 Kehilangan nafsu makan
 Sulit berkonsentrasi
 Karakteristik berduka yang berkepanjangan,yaitu:
 Mengingkari kenyataan kehilngan terjadi dalam waktu yang lama
 Sedih berkepanjangan
 Adanya gejala fisik yang berat
 Keinginan untuk bunuh diri

2.3.4 Tingkatan
Kehilangan meliputi fase akut dan jangka panjang.
1. Fase akut
Berlangsung selama 4 sampai 8 minggu setelah kematian, yang terdiri
atas tiga proses, yaitu syok dan tidak percaya, perkembangan kesadaran,
serta restitusi.
2. Fase jangka panjang
Berlangsung selama satu sampai dua tahun atau lebih lama. Reaksi
berduka yang tidak terselesaikan akan menjadi penyakit yang
tersembunyi dan termanifestasi dalam berbagai gejala fisik. Pada
beberapa individu berkembang menjadi keinginan bunuh diri,
sedangkan yang lainnya mengabaikan diri dengan menolak makan dan
menggunakan alkohol.
Tahapan Proses Kehilangan
1. Fase denial
 Merupakan reaksi pertama pada fase ini adalah syok, tidak
mempercayai kenyataan
 Ungkapan verbal pada fase ini biasanya individu mengatakan itu
tidak mungkin, saya tidak percaya itu terjadi.
 Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan
pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah.
2. Fase anger / marah
 Individu mulaimenyadari akan kenyataan yang terjadi
 Timbul respon marah diproyeksikan pada orang lain
 Reaksi fisik yang timbul adalah; muka merah, nadi cepat, gelisah,
susah tidur, tangan mengepal, serta perilaku agresif.
3. Fase bergaining / tawar- menawar.
 Ungkapan secara verbal pada fase ini adalah; kenapa harus terjadi
pada saya ? , kalau saja yang sakit bukan saya,seandainya saya hati-
hati .
4. Fase depresi
 Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
 Gejalapada fase ini individu menolak makan, mengeluh suslit tidur,
letih, dorongan libido menurun.
5. Fase acceptance
 Pikiran pada objek yang hilang mulai berkurang.
 Ungkapan verbal pada fase ini adalah” apa yang dapat saya lakukan
agar saya cepat sembuh, yah, akhirnya saya harus operasi”

2.4 Asuhan Keperawatan pada Kehilangan


 Pengkajian
1. Analisis faktor penyebab anxietas pada klien (baik dari faktor
predisposisi maupun dari faktor presipitasi).
2. Perilaku : menangis atau tidak mampu menangis, marah, putus asa,
kadang berusaha bunuh diri atau membunuh orang lain.
Adaptif : menangis, menjerit, menyangkal, menyalahkan diri sendiri,
menawar, bertanyatanya, membuat rencana untuk yang akan datang,
berani terbuka tentang kehilangan.
Maladaptif : diam/tidak menangis, menyalahkan diri berkepanjangan,
rendah diri, mengasingkan diri, tak berminat hidup.
3. Mekanisme Koping : denial, regresi, intelektualisasi/rasionalisasi,
supresi, proyeks
 Diagnose
Masalah keperawatan yang sering timbul pada pasien kehilangan adalah
Berduka berhubungan dengan kehilangan aktual, berduka disfungsional,
dan berduka fungsional.
 Intervensi dan Implementasi
Prinsip intervensi
1. Prinsip intervensi pada tahap penyangkalan (denial) adalah memberi
kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya dengan cara
dorong pasien mengungkapkan perasaan kehilangan, tingkatkan
kesadaran pasien secara bertahap tentang kenyataan kehilangan
pasien secara emosional, dengarkan pasien dengan penuh
pengertian, jangan menghukum dan menghakimi, dll.
2. Prinsip intervensi pada tahap marah (anger) adalah dengan
memberikan dorongan dan memberi kesempatan pasien untuk
mengungkapkan marahnya secara verbal tanpa melawan
kemarahannya. Perawat harus menyadari bahwa perasaan marah
adalah ekspresi frustasi dan ketidakberdayaan.
3. Prinsip intervensi pada tahap tawar-menawar (bargaining) adalah
membantu pasien mengidentifikasi perasaan bersalah dan perasaan
takutnya. Diskusikan bersama pasien tentang perasaan pasien,
tingkatkan harga diri pasien, dan cegah tindakan merusak diri.
4. Prinsip intervensi pada tahap depresi adalah mengidentifikasi
tingkat depresi, risiko merusak diri, dan membantu pasien
mengurangi rasa bersalah. Observasi perilaku pasien, diskusikan
perasaan pasien, cegah tindakan merusak diri, hargai perasaan
pasien, bantu pasien mengidentifikasi dukungan positif, dan beri
kesempatan pasien mengungkapkan perasaan.
5. Prinsip intervensi pada tahap penerimaan (acceptance) adalah
membantu pasien menerima kehilangan yang tidak dapat dihindari
dengan cara menyediakan waktu secara teratur untuk mengunjungi
pasien, dan bantu pasien dan keluarga untuk berbagi rasa.
Tindakan Keperawatan pada Pasien
1. Tujuan : pasien dapat membina hubungan saling percaya dengan
perawat, pasien dapat mengenali peristiwa kehilangan yang dialami
pasien, pasien dapat memahami hubungan antara kehilangan yang
dialami dengan keadaan dirinya, pasien dapat mengidentifikasi cara-
cara mengatasi berduka yang dialaminya, pasien dapat memanfaatkan
faktor pendukung.
2. Tindakan :
a. Membina hubungan saling percaya dengan pasien.
b. Berdiskusi mengenai kondisi pasien saat ini (kondisi pikiran,
perasaan, fisik, sosial, dan spiritual sebelum/sesudah mengalami
peristiwa kehilangan serta hubungan antara kondisi saat ini dengan
peristiwa kehilangan yang terjadi).
c. Berdiskusi cara mengatasi berduka yang dialami. Baik dengan cara
verbal (mengungkapkan perasaan), cara fisik (memberi kesempatan
aktivitas fisik), cara sosial (sharing melalui self help group), cara
spiritual (berdoa, berserah diri).
d. Memberi informasi tentang sumber-sumber komunitas yang tersedia
untuk saling memberikan pengalaman dengan saksama.
e. Membantu pasien memasukkan kegiatan dalam jadwal harian.
f. Kolaborasi dengan tim kesehatan jiwa di puskesmas.
Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
1. Tujuan : keluarga mengenal masalah kehilangan dan berduka, keluarga
memahami cara merawat pasien berduka berkepanjangan, keluarga
dapat mempraktikkan cara merawat pasien berduka disfungsional,
keluarga dapat memanfaatkan sumber yang tersedia di masyarakat.
2. Tindakan :
a. Berdiskusi dengan keluarga tentang masalah kehilangan dan
berduka dan dampaknya pada pasien.
b. Berdiskusi dengan keluarga cara-cara mengatasi berduka yang
dialami oleh pasien
c. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien dengan
berduka disfungsional.
d. Berdiskusi dengan keluarga sumber-sumber bantuan yang dapat
dimanfaatkan oleh keluarga untuk mengatasi kehilangan yang
dialami oleh pasien.
 Evaluasi
1. Pasien mampu mengenali peristiwa kehilangan yang dialami.
2. Memahami hubungan antara kehilangan yang dialami dengan keadaan
dirinya.
3. Mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang dialaminya.
4. Memanfaatkan faktor pendukung.
5. Keluarga mengenal masalah kehilangan dan berduka.
6. Keluarga memahami cara merawat pasien berduka berkepanjangan.
7. Keluarga mempraktikkan cara merawat pasien berduka disfungsional.
8. Keluarga memanfaatkan sumber yang tersedia di masyarakat.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kecemasan merupakan suatu keadaan yang normal dari manusia
untuk menghadapi situasi tertentu, tetapi juga dapat berubah menjadi
gangguan mental jika berlebihan dan tidak sebanding dengan situasi.
Sedangkan kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah
atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut.
Keduanya, baik kecemasan maupun kehilangan merupakan respon
normal yang akan dihadapi oleh setiap individu. Seorang perawat harus
mampu memberikan intervensi keperawatan yang sesuai dengan kondisi
klien sehingga dalam pelaksanaannya dapat tercapai secara efektif.

3.2 Saran
Mahasiswa keperawatan harus mampu memahami baik konsep
maupun asuhan keperawatan pada masalah psikososial kecemasan dan
kehilangan. Sehingga diharapkan nantinya jika telah menjadi tenaga
professional dapat memberikan asuhan keperawatan yang efektif dan
optimal terhadap klien.
Daftar Pustaka

Ah, Yusuf, Fitryasari, R. & Nihayati, H E, 2015, Buku Ajar Keperawatan Kesehatan
Jiwa, Salemba Medika, Jakarta.

Isaac ann, 2005,Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri Edisi
3, EGC, Jakarta.

MA, Lilik, dkk, 2016, Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa Teori dan Aplikasi
Praktik Klinik, Indomedia Pustaka, Yogjakarta.

Maslim, R. 2002. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III. Jakarta.

Morgan, K. I., & Twosend, M. C. (2018). Psychiatric Mental Health Nursing:


Concepts Of Care in Evidence-Based Practice 9th Ed. Philadelphia: F. A.
Davis Company.

Nasir, Abdul, dan Abdul, Muhith,2011, Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa Pengantar


dan Teori,Salemba Medika, Jakarta.

Nurhalimah, 2016, Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa, Kemenkes RI.

Ogden, J. 2007. Health Psychology a Textbook, 4th Edition. Inggris: Open University
Press.

Stuart dan Laraia. 2008. Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 8th Edition.
St Louis: Mosby.

Stuart, Keliat & Pasaribu, 2016, Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa
Stuart Edisi Indonesia, Elsavier, Jakarta.

Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC,.

Anda mungkin juga menyukai