A. Askep kecemasan
1. Definisi
Ansietas adalah suatu perasaan takut dengan gejala fisiologis, sedangakan pada
gangguan ansietas terkandung unsur penderitaan yang bermakna dan gangguan fungsi
yang disebabkan oleh kecemasan tersebut (Tomb. Davit A, 2003)
Ansietas aalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan
dengan persaaan yang tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki
objek yang spesifik. Ansietas dialami secara subjektif dan dikomunikasi kan secara
interpersonal. (Stuart & Laraia, 2005)
Ansietas adalah persaan was was, khawatir, takut yang tidak jelas atau tidak
nyaman seakan akan terjadi sesuatu yang mengancam. Hal ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan
individu untuk bertindak menghadapi anacaman (NANDA, 2018).
2. Etiologi
meski penyebab ansietas belum sepenuhnya diketahui, namun gangguan
keseimbangan neuro transmiter dalam otak dapat menimbulkan ansietas pada diri
seseorang.
Faktor genetik juga merupakan faktor yang dapat menimbulkan gangguan ini.
Ansietas terjadi ketika seseorang mengalami kesulitan menghadapi situasi, masalah dan
tujuan hidup (Vidibeck, 2008)
Adapaun faktor- faktor yang mempengaruhi ansietas adalah :
1) Faktor prediposisi
a. Dalam pandangan psikoanalisis, ansietas adalah konflik
emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu ide,
ego dan super ego. Id mewakili dorongan insting dan impuls
primitif, sedangkan super ego mencerminkan hati nurani dan
dikendalikan oleh norma budaya, sedangkan ego digambarkan
sebagai mediator antara tuntunan dari id dan super ego.
b. Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari persaan
takut terhadap ketidak setujuan dan penolakan interpersonal
c. Menurut pandangan perilaku , ansietas merupakan produk
frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan
individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan
d. Kajian keluarga, menunnjukkkan bahwa gangguan ansietas
merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga
e. Kajian biologis , menunjukkan bahwa otak mengandung
reseotor khusus untuk benzodiasepin, obat obatan yang
meningkatkan neuro regulator inhibisi asam asam gama-
aminobutirat (GABA) yang berperan penting dalam mekanisme
biologis yang berhubungan dengan ansietas.
2) Faktor presitipitasi
Stressor presitipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2010).
Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
a. Ancaman terhadap intergritas fisik. Ketegangan yang
mengancam integritas fisik yang meliputi :
sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis
sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal
(mis: hamil)
sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan
bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi,
tidak adekuatnya tempat tinggal.
b. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan
ekternal.
Sumber internal: kesulitan dalam berhubungan interpersonal
dirumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru.
Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat
mengancam harga diri.
Sumber ekternal: kehilangan orang yang dicintai, perceraiaan,
perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
3. Klasifikasi Ansietas
1) Tingkatan ansietas :
a. Ansietas ringan
b. Ansietas sedang
Memungkinkan individu untuk terfokus pada hal yang penting dan
mengesampingkan hal yang lain. Mempersempi lapang persepsi individu,
sehingga individu mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat lebih
berfokus pada area jika diarahkan untuk melakukannya.
c. Ansietas berat
Sangat mengurangi lapang persepsi individu, cenderung berfokus pada sesuatu
yang rinci dan spesifik sehingga tidak memikirkan hal yang lain. Semua perilaku
ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan. Individu banyak arahan untuk
berfokus pada hal hal lain.
d. Tingkat panik dari ansietas
Berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Individu yang
mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu meskipun dengan arahan,
karena mengalami kehilangan kendali.
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi dengan gejala setiap katagori yaitu, ansietas ringan, ansietas sedang,
ansietas berat, dan ansietas panik.
1. Ansietas ringan
a) Berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari.
b) Lapang persepsi meluas/ melebar dan individu berhati hati serta waspada.
c) Individu terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan
kreatifitas.
Respon ansietas ringan,
1) Fisiologis
Kadang nafas pendek, nadi dan TD naik, gejal ringan pada lambung,
muka berkerut dan bibir bergetar
2) Kognitif
Lapang persepsi meluas/ melebar, mampu menerima rangsangan
yang kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah
secara efektif.
3) Perilaku dan emosi
Tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang
meninggi.
2. Ansietas sedang
Pada tingkat ini lapang pandang terhadap lingkungan menurun, individu lebih
mengfokuskan pada hal penting saat itu dan mengesampingkan hal lain.
a) Respon ansietas sedang
Fisiologis
Sering nafas pendek, nadi dan TD naik, mulut kering, anoreksia, diare atau
konstipasi, gelisah.
Kognitif
1) Lapang persepsi menyimpit
2) Rangsang luar tidak mampu diterima
3) Berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya
4) Perilaku dan emosi
5) Gerakan terhentak-hentak (meremas tangan)
6) Bicara banyak dan lebih cepat
7) Susah tidur
8) Persaan tidak aman.
3. Ansietas berat
Pada tingakt ini lapang persepsi menjadi sangat sempit, individu cenderung
memikirkan hal yang kecil saja mengabaikan hal yang lain. Individu tidak mampu
berfikir berat lagi dan membutuhkan banyak pengarahan atau penuntunan.
a) Respon ansietas berat
Fisiologis
Nafas pendek, nadi dan TD naik, berkeringat dan sakit kepala, penghibur
kabur, ketegangan.
Kognitif
1) Lapang persepsi sangat sempit
2) Tidak mampu menyelesaikan masalah
Perilaku dan emosi
1) Perasaan ancaman tinggi
2) Verbalisasi cepat
3) Blocking
4. Ansietas panik
Terganggu sehingga individu sudah tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak
dapat melakukan apa apa walaupun sudah diberi pengarahan atau tuntunan.
a) Respon ansietas panik
Fisiologis
Nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada, pucat, hipotensi,
koordinasi motorik rendah.
Kognitif
1) Lapang padang persepsi sangat sempit
2) Tidak dapat berpikir logis
Perilaku dan emosi
1) Agitasi mengamuk dan marah
2) Ketakutan dan teriak teriak, blocking.
3) Kehilangan kontrol diri
4) Persepsi kacau
5. Rentang respon ansietas.
6. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Sistem Respons
Perilaku Gelisah.
Ketegangan fisik.
Tremor.
Gugup.
Bicara cepat.
Tidak ada koordinasi.
Kecenderungan untuk celaka.
Menarik diri.
Menghindar.
Terhambat melakukan aktifitas.
Kognitif Gangguan perhatian.
Konsentrasi hilang.
Pelupa.
Salah tafsir.
Adanya bloking pada pikiran.
Menurunnya lahan persepsi.
Kreatif dan produktif menurun.
Bingung.
Khawatir yang berlebihan.
Hilang menilai objektifitas.
Takut akan kehilangan kendali.
Takut yang berlebihan.
Afektif Mudah terganggu.
Tidak sabar.
Gelisah.
Tegang.
Nerveus.
Ketakutan.
Alarm.
Tremor.
Gugup.
Gelisah.
b. Diagnosa
Adapun diagnosa yang biasanya muncul pada kecemasan adalah :
1. Penyelesaian kerusakan.
2. Kecemasan.
3. Pola napas tidak efektif.
4. Koping individu tidak efektif.
5. Diam.
6. Gangguan pembagian bidang energi.
7. Ketakutan.
8. Inkontinensial.
9. Stres.
10. Cedera resiko terhadap......
11. Perubahan nutrisi.
12. Respon pasca trauma.
13. Ketidakberdayaan.
14. Gangguan harga diri.
15. Gangguan pola tidur.
16. Isolasi sosial.
17. Perubahan proses berfikir.
18. Gangguan eliminasi urine.
c. Intervensi
Tujuan umum : Klien akan mengurangi ansietasnya dari tingkat ringan hingga panik.
Tujuan khusus :
Klien mampu untuk ;
• Membina hubungan saling percaya.
• Melakukan aktifitas sehari-hari.
• Mengekspresikan dan mengidentifikasi tentang kecemasannya.
• Mengidentifikasi situasi yang menyebabkan ansietas.
• Meningkatkan kesehatan fisik dan kesejahteraannya.
• Klien terlindung dari bahaya.
1. Ansietas Ringan.
Deskripsi Batasan Karakter Intervensi
Ansietas ringan adalah
a) Tidak nyaman. a) Gerakan tidak tenang.
ansietas normal dimana
b) Gelisah. b) Perhatikan tanda
motivasi individu pada
c) Insomnia ringan. peningkatan ansietas.
keseharian dalam batas
d) Perubahan nafsu makan
c) Bantu klien menyalurkan
kemampuan untuk ringan. energi secara konstruktif.
melakukan dan
e) Peka. d) Gunakan obat bila perlu.
memecahkan masalah
f) Pengulangan pertanyaan.e) Dorong pemecahan
meningkat. g) Perilaku mencari masalah.
perhatian. f) Berikan informasi akurat
h) Peningkatan dan fuktual.
kewaspadaan. g) Sadari penggunaan
i) Peningkatan persepsi mekanisme pertahanan.
pemecahan masalah. h) Bantu dalam
j) Mudah marah. mengidentifikasi
keterampilan koping yang
berhasil.
i) Pertahankan cara yang
tenang dan tidak terburu.
j) Ajarkan latihan dan
tehnik relaksasi.
4. Panik.
Deskripsi Batasan Karakter Intervensi
Adalah tingkat dimana
a) Hiperaktif / imobilitasi
a) Tetap bersama pasien ;
individu berada pada berat. minta bantuan.
bahaya terhadap diri sendiri
b) Rasa terisolasi yang
b) Jika mungkin hilangkan
dan orang lain serta dapat ekstrim. beberapa stressor fisik dan
menjadi diam atau
c) Kehilangan desintegrasi psikologisdari lingkungan.
menyerang dengan cara kepribadian. c) Bicara dengan tenang,
kacau. d) Sangat goncang dan otot- sikap meyakinkan,
otot tegang. menggunakan nada suara
e) Ketidakmampuan untuk yang rendah.
berkomunikasi dengan
d) Katakan pada pasien
kalimat yang lengkap. bahwa anda (staf) tidak
f) Distori persepsi dan akan membahayakan
penilaian yang tidak realistis dirinya sendiri atau orang
terhadap lingkungan dan lain.
ancaman. e) Isolasikan pasien pada
g) Perilaku kacau dalam daerah yang aman dan
usaha melarikan diri. nyaman.
h) Menyerang. f) Lanjut dengan perawatan
ansietas berat.
B. Askep kehilangan
1. Definisi
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam
lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien
dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat
memahami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat
juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir
karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi,
nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat
mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter &
Perry, 2005).
Menurut Iyus Yosep dalam Buku Keperawatan Jiwa 2007, Kehilangan
adalah suatu keadaan Individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada,
kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan. Kehilangan
merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang
kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan
mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kehilangan
merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi pada orang- orang yang
menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan yang
sebelumya ada menjadi tidak ada). Kehilangan dan kematian adalah peristiwa dari
pengalaman manusia yang bersifat universal dan unik secara individu.
• Kehilangan pribadi adalah segala kehilangan signifikan yang membutuhkan
adaptasi melalui proses berduka. Kehilangan terjadi ketika sesuatu atau seseorang
tidak dapat lagi ditemui, diraba, didengar, diketahui, atau dialami.
• Kehilangan maturasional adalah kehilangan yang diakibatkan oleh transisi
kehidupan normal untuk pertama kalinya.
• Kehilangan situasional adalah kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba dalam
merespon kejadian eksternal spesifik seperti kematian mendadak orang yang
dicintai atau keduanya. Anak yang mulai belajar berjalan kehilangan citra tubuh
semasa bayinya, wanita yang mengalami menopause kehilangan kemampuan untuk
mengandung, dan seorang pria yang tidak bekerja mungkin akan kehilangan harga
dirinya.
• Kehilangan karena kematian adalah suatu keadaan pikiran, perasaan, dan aktivitas
yang mengikuti kehilangan. Keadaan ini mencakup duka cita dan berkabung.
Dukacita adalah proses mengalami psikologis, social dan fisik terhadap kehilangan
yang dipersepsikan(Rando, 1991). Berkabung adalah proses yang mengikuti suatu
kehilangan dan mencakup berupaya untuk melewati dukacita.
1.Actual Loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan individu yang
mengalami kehilangan.
2.Perceived Loss ( Psikologis )
Perasaan individual, tetapi menyangkut hal – hal yang tidak dapat diraba atau dinyatakan secara
jelas.
3.Anticipatory loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi, individu memperlihatkan perilaku
kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan yang berlangsung.
Sifat kehilangan
1. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu berfikir positif –
kompensasi positif terhadap kegiatan yang dilakukan – perbaikan – mampu beradaptasi dan
merasa nyaman.
2. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu berfikir negatif –
tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke dalam diri ( tidak diungkapkan)–
muncul gejala sakit fisik.
3. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individuberfikir negatif– tidak
berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke luar diri individu –berperilaku
konstruktif – perbaikan – mampu beradaptasi dan merasa kenyamanan.
4. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individuberfikir negatif–tidak
berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke luar diri individu – berperilaku destruktif
– perasaan bersalah – ketidakberdayaan.
2. Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang dihadapi,
penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari orang lain
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa I
Ansietas / ketakutan ( individu , keluarga ) yang berhubungan denga situasi yang tak dikenal.
Sifat kondisi yang tak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek negative pada gaya
hidup.
No Intervensi Rasional
Diagnosa II
Berduka yang berhubungan penyakit terminal dan kematian yang akan dihadapi penurunan
fungsi, perubahan konsep diri dan menark diri dari orang lain.
No Intervensi Rasional
Diagnosa III
Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan takut akan hasil
( kematian ) dan lingkungannya penuh stres (tempat perawatan )
No Intervensi Rasional
Diagnosa Keperawatan
1. Merasa kehilangan harapan hidup dan terisolasi dari lingkungan sosial berhubungan
dengan kondisi sakit terminal.
2. Kehilangan harga diri berhubungan dengan penurunan dan kehilangan fungsi
3. Depresi berhubungan dengan kesedihan tentang dirinya dalam keadaan terminal
4. Cemas berhubungan dengan kemungkinan sembuh yang tidak pasti, ditandai dengan klien
selalu bertanya tentang penyakitnya, adakah perubahan atau tidak (fisik), raut muka klien yang
cemas
5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan tidak menerima akan kematian,
ditandai dengan klien yang selalu mengeluh tentang keadaan dirinya, menyalahkan Tuhan atas
penyakit yang dideritanya, menghindari kontak sosial dengan keluarga/teman, marah terhadap
orang lain maupun perawat.
6. Distress spiritual berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien dalam melaksanakan
alternatif ibadah sholat dalam keadaan sakit ditandai dengan klien merasa lemah dan tidak
berdaya dalam melakukan ibadah sholat.
7. Inefektif koping keluarga berhubungan dengan kehilangan
Rencana Keperawatan
1.Merasa kehilangan harapan hidup dan terisolasi dari lingkungan sosial berhubungan dengan
kondisi sakit terminal
Tujuan :
Klien merasa tenang menghadapi sakaratul maut sehubungan dengan sakit terminal
Intervensi :
a) Dengarkan dengan penuh empati setiap pertanyaan dan berikan respon jika dIbutuhkan
klien dan gali perasaan klien.
b) Berikan klien harapan untuk dapat bertahan hidup.
c) Bantu klien menerima keadaannya sehubungan dengan ajal yang akan menjelang.
d) Usahakan klien untuk dapat berkomunikasi dan selalu ada teman di dekatnya.
e) Perhatikan kenyamanan fisik klien.
5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan tidak menerima akan kematian, ditandai
dengan klien yang selalu mengeluh tentang keadaan dirinya, menyalahkan Tuhan atas penyakit
yang dideritanya, menghindari kontak sosial dengan keluarga/teman, marah terhadap orang lain
maupun perawat
Tujuan :
Koping individu positif
Intervensi :
a) Gali koping individu yang positif yang pernah dilakukan oleh klien.
b) Jelaskan kepada klien bahwa setiap manusia itu pasti akan mengalami suatu kematian dan
itu telah ditentukan oleh Tuhan.
c) Anjurkan kepada klien untuk tetap berserah diri kepada Tuhan.
d) Perawat maupun keluarga haruslah tetap mendampingi klien dan mendengarkan segala
keluhan dengan rasa empati dan penuh perhatian.
e) Hindari barang – barang yang mungkin dapat membahayakan klien.
f) Tetap memotivasi klien agar tidak kehilangan harapan untuk hidup.
g) Kaji keinginan klien mengenai harapa untuk hidup/keinginan sebelum menjelang ajal.
h) Bantu klien dalam mengekspresikan perasaannya.
2.Anger(Marah)
Sadar kenyataan kehilangan. Proyeksi pada orang sekitar tertentu, diri sendiri dan obyek. Fase ini
dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan. Individu
menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang yang ada di
lingkungannya, orang tertentu atau ditujukan kepada dirinya sendiri. Tidak jarang ia
menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan , dan menuduh dokter dan
perawat yang tidak becus. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah,
nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
Implikasi Keperawatan: Berikan pedoman antisipasi tentang perasaan dan intensitasnya yang
mereka alami sebagai bagian dari kedukaan. Fokuskan terutama poada kemarahan. Jangan
mengambil hati kemarahan yang dilontarkan klien. Penuhi kebutuhan yang menyebabkan
respons marah. Berikan dorongan kepada klien dan keluarganya untuk mengekspresikan
perasaan mereka.
3.Bergaining(Tawar Menawar )
Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara sensitif, maka ia akan
maju ke fase tawar menawar dengan memohon kemurahan Tuhan. Respon ini sering dinyatakan
dengan kata-kata ”kalau saja kejadian itu bisa ditunda maka saya akan sering berdoa”. Apabila
proses berduka ini dialami oleh keluarga maka pernyataannya sebagai berikut sering dijumpai
”kalau yang sakit bukan anak saya”. Implikasi Keperawatan: Berikan informasi yang diperlukan
untuk membuat keputusan.
5.Acceptance(menerima)
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran selalu terpusat kepada objek
atau orang lain akan mulai berkurang, atau hilang, individu telah menerima kenyataan
kehilangan yang dialaminya, gambaran objek atau orang lain yang hilang mulai dilepaskan dan
secara bertahap perhatian beralih pada objek yang baru. Fase menerima ini biasanya dinyatakan
dengan kata-kata seperti ”saya betul-betul menyayangi baju saya yang hilang tapi baju baru saya
manis juga”, atau “apa yang dapat saya lakukan supaya saya cepat sembuh”.
Apabila individu sudah dapat memulai fase-fase tersebut dan masuk pada fase damai atau fase
penerimaan maka dia akan dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan kehilangan
secara tuntas. Tapi apabila individu tetap berada pada salah satu fase dan tidak sampai pada fase
penerimaan, jika mengalami kehilangan lagi maka akan sulit baginya masuk pada fase
penerimaan.
Reorganisasi rasa kehilangan, dapat merima kenyataan kehilangan, sudah dapat lepas pada obyek
yang hilang beralih ke obyek baru “apa yang dapat saya lakukan”.
Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan penyakit terminal, menggunakan pendekatan holistik yaitu suatu
pendekatan yang menyeluruh terhadap klien bukan hanya pada penyakit dan aspek pengobatan
dan penyembuhan saja akan tetapi juga aspek psikososial lainnya. Salah satu metode untuk
membantu perawat dalam mengkaji data psikososial pada klien terminal yaitu dengan
menggunakan metode “PERSON”.
P : Personal Strenght
Yaitu : kekuatan seseorang ditunjukkan melalui gaya hidup, kegiatannya atau pekerjaan.
E : Emotional Reaction
Yaitu reaksi emosional yang ditunjukkan dengan klien.
R: Respon to Stress
Yaitu respon klien terhadap situasi saat ini atau di masa lalu.
S: Support System
Yaitu: keluarga atau orang lain yang berarti.
O : Optimum Health Goal
Yaitu : alasan untuk menjadi lebih baik (motivasi)
N: Nexsus
Yaitu: bagian dari bahasa tubuh mengontrol seseorang mempunyai penyakit atau mempunyai
gejala yang serius.
Hal – hal yang pelu dikaji adalah :
1. Mengkaji pasien dan anggota keluarga berduka menentukan tingkat
berduka.
2. Mengkaji gejala klinis berduka : sesak di dada, nafas pendek, berkeluh
kesah, perasaan penuh di perut, kehilangan kekuatan otot, distres perasaan yang hebat.
3. Kaji karakteristik berduka, kaji respon fisiologis, respon tubuh terhadap
kehilangan (reaksi stress)
4. Faktor yang mempengaruhi reaksi stress : umur, culture, keyakinan
spiritual, peran seks, status sosial ekonomi.
5. Faktor predisposisi
6. Faktor presipitasi dan mekanisme koping.
a
1. Ansietas (ketakutan individu, keluarga) yang berhubungan diperkirakan dengan situasi yang
tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek
negatif pada pada gaya hidup.
2. Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang dihadapi, penurunan
fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari orang lain.
3. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan keluarga, takut
akan hasil (kematian) dengan lingkungnnya penuh dengan stres (tempat perawatan).
4. Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari system pendukung
keagamaan, kurang pripasi atau ketidakmampuan diri dalam menghadapi ancaman kematian.
Intervensi
Secara umum :
1. Membina dan meningkatkan hubungan saling percaya dengan cara :
- Mendengarkan pasien berbicara
- Memberi dorongan agar agar pasien mau mengungkapkan perasaannya.
- Menjawab pertanyaan pasien secara langsung
- Menunjukkan sikap menerima dan empati
2. Mengenali faktor-faktor yang mungkin menghambat.
3. Mengurangi atau menghilangkan faktor penghambat.
4. Memberi dukungan terhadap respons kehilangan pasien.
5. Meningkatkan rasa kebersamaan antar anggota keluarga.
6. Menentukan tahap keberadaan pasien.
Secara khusus :
1. Tahap Denial
- Memberikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaan.
- Menunjukan sikap menerima dengan ikhlas dan mendorong pasien untuk berbagi rasa.
- Memberi jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit dan pengobatan.
2. Tahap Anger
Mengijinkan dan mendorong pasien mengungkapkan rasa marah sacara verbal tanpa
melawan kemarahan :
- Menjelaskan kepada keluarga bahwa kemarahan pasien
sebenarnya tidak ditujukan kepada mereka.
- Membiarkan pasien menangis.
- Mendorong pasien untuk membicarakan kemarahannya.
4. Tahap Depression
Membantu pasien mengidentifikasi rasa bersalah dan takut :
- Mengamati perilaku pasien dan bersama dengannya membahas perasaannya
- Mencegah tindakan bunuh diri atau merusak diri sesuai derajat risikonya
Membantu pasien mengurangi rasa bersalah :
- Menghargai perasaan pasien
- Membantu pasien menemukan dukungan yang positif dengan mengaitkan dengan
kenyataan
- Memberi kesempatan menangis dan mengungkapkan perasaan
- Bersama pasien membahas pikiran negatif yang selalu timbul
5 Tahap Acceptance
Membantu pasien menerima kehilangan yang tidak bisa dielakkan :
- Membantu keluarga mengunjungi pasien secara teratur
- Membantu keluarga berbagi rasa
- Membahas rencana setelah masa berkabung terlewati
- Memberi informasi akurat tentang kebutuhan pasien dan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA