Anda di halaman 1dari 35

Asuhan keperawatan dengan gangguan kecemasan dan kehilangan

A. Askep kecemasan
1. Definisi
Ansietas adalah suatu perasaan takut dengan gejala fisiologis, sedangakan pada
gangguan ansietas terkandung unsur penderitaan yang bermakna dan gangguan fungsi
yang disebabkan oleh kecemasan tersebut (Tomb. Davit A, 2003)
Ansietas aalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan
dengan persaaan yang tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki
objek yang spesifik. Ansietas dialami secara subjektif dan dikomunikasi kan secara
interpersonal. (Stuart & Laraia, 2005)
Ansietas adalah persaan was was, khawatir, takut yang tidak jelas atau tidak
nyaman seakan akan terjadi sesuatu yang mengancam. Hal ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan
individu untuk bertindak menghadapi anacaman (NANDA, 2018).

2. Etiologi
meski penyebab ansietas belum sepenuhnya diketahui, namun gangguan
keseimbangan neuro transmiter dalam otak dapat menimbulkan ansietas pada diri
seseorang.
Faktor genetik juga merupakan faktor yang dapat menimbulkan gangguan ini.
Ansietas terjadi ketika seseorang mengalami kesulitan menghadapi situasi, masalah dan
tujuan hidup (Vidibeck, 2008)
Adapaun faktor- faktor yang mempengaruhi ansietas adalah :
1) Faktor prediposisi
a. Dalam pandangan psikoanalisis, ansietas adalah konflik
emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu ide,
ego dan super ego. Id mewakili dorongan insting dan impuls
primitif, sedangkan super ego mencerminkan hati nurani dan
dikendalikan oleh norma budaya, sedangkan ego digambarkan
sebagai mediator antara tuntunan dari id dan super ego.
b. Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari persaan
takut terhadap ketidak setujuan dan penolakan interpersonal
c. Menurut pandangan perilaku , ansietas merupakan produk
frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan
individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan
d. Kajian keluarga, menunnjukkkan bahwa gangguan ansietas
merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga
e. Kajian biologis , menunjukkan bahwa otak mengandung
reseotor khusus untuk benzodiasepin, obat obatan yang
meningkatkan neuro regulator inhibisi asam asam gama-
aminobutirat (GABA) yang berperan penting dalam mekanisme
biologis yang berhubungan dengan ansietas.
2) Faktor presitipitasi
Stressor presitipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2010).
Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
a. Ancaman terhadap intergritas fisik. Ketegangan yang
mengancam integritas fisik yang meliputi :
 sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis
sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal
(mis: hamil)
 sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan
bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi,
tidak adekuatnya tempat tinggal.
b. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan
ekternal.
 Sumber internal: kesulitan dalam berhubungan interpersonal
dirumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru.
Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat
mengancam harga diri.
 Sumber ekternal: kehilangan orang yang dicintai, perceraiaan,
perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
3. Klasifikasi Ansietas
1) Tingkatan ansietas :
a. Ansietas ringan

Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari. Menyebabkan


individu menjadi lebih waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Ansietas
ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

b. Ansietas sedang
Memungkinkan individu untuk terfokus pada hal yang penting dan
mengesampingkan hal yang lain. Mempersempi lapang persepsi individu,
sehingga individu mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat lebih
berfokus pada area jika diarahkan untuk melakukannya.
c. Ansietas berat
Sangat mengurangi lapang persepsi individu, cenderung berfokus pada sesuatu
yang rinci dan spesifik sehingga tidak memikirkan hal yang lain. Semua perilaku
ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan. Individu banyak arahan untuk
berfokus pada hal hal lain.
d. Tingkat panik dari ansietas
Berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Individu yang
mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu meskipun dengan arahan,
karena mengalami kehilangan kendali.

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi dengan gejala setiap katagori yaitu, ansietas ringan, ansietas sedang,
ansietas berat, dan ansietas panik.
1. Ansietas ringan
a) Berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari.
b) Lapang persepsi meluas/ melebar dan individu berhati hati serta waspada.
c) Individu terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan
kreatifitas.
 Respon ansietas ringan,
1) Fisiologis
Kadang nafas pendek, nadi dan TD naik, gejal ringan pada lambung,
muka berkerut dan bibir bergetar
2) Kognitif
Lapang persepsi meluas/ melebar, mampu menerima rangsangan
yang kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah
secara efektif.
3) Perilaku dan emosi
Tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang
meninggi.
2. Ansietas sedang
Pada tingkat ini lapang pandang terhadap lingkungan menurun, individu lebih
mengfokuskan pada hal penting saat itu dan mengesampingkan hal lain.
a) Respon ansietas sedang
 Fisiologis
Sering nafas pendek, nadi dan TD naik, mulut kering, anoreksia, diare atau
konstipasi, gelisah.
 Kognitif
1) Lapang persepsi menyimpit
2) Rangsang luar tidak mampu diterima
3) Berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya
4) Perilaku dan emosi
5) Gerakan terhentak-hentak (meremas tangan)
6) Bicara banyak dan lebih cepat
7) Susah tidur
8) Persaan tidak aman.
3. Ansietas berat
Pada tingakt ini lapang persepsi menjadi sangat sempit, individu cenderung
memikirkan hal yang kecil saja mengabaikan hal yang lain. Individu tidak mampu
berfikir berat lagi dan membutuhkan banyak pengarahan atau penuntunan.
a) Respon ansietas berat
 Fisiologis
Nafas pendek, nadi dan TD naik, berkeringat dan sakit kepala, penghibur
kabur, ketegangan.
 Kognitif
1) Lapang persepsi sangat sempit
2) Tidak mampu menyelesaikan masalah
 Perilaku dan emosi
1) Perasaan ancaman tinggi
2) Verbalisasi cepat
3) Blocking
4. Ansietas panik
Terganggu sehingga individu sudah tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak
dapat melakukan apa apa walaupun sudah diberi pengarahan atau tuntunan.
a) Respon ansietas panik
 Fisiologis
Nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada, pucat, hipotensi,
koordinasi motorik rendah.
 Kognitif
1) Lapang padang persepsi sangat sempit
2) Tidak dapat berpikir logis
 Perilaku dan emosi
1) Agitasi mengamuk dan marah
2) Ketakutan dan teriak teriak, blocking.
3) Kehilangan kontrol diri
4) Persepsi kacau
5. Rentang respon ansietas.

Gambar 1. Rentang Respon Ansietas (Stuart & Sundeen, 1990).

6. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian

1.      Faktor Predisposisi.


Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal ansietas :
a. Teori Psikoanalitik.
Ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian, ID
dan superego. ID mewakili dorongan insting dan impuls primitif seseorang,
sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh
norma- norma budaya seseorang. Ego atau Aku, berfungsi menengahi hambatan
dari dua elemen yang bertentangan dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego
bahwa ada bahaya.
b.  Teori Interpersonal.
Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dari
hubungan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan,
trauma seperti perpisahan dan kehilangan sehingga menimbulkan kelemahan
spesifik. Orang dengan harga diri rendah mudah mengalami perkembangan
ansietas yang berat.
c.  Teori Perilaku.
Ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu
kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Daftar tentang
pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa dalam kehidupan dininya
dihadapkan pada ketakutan yng berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas
pada kehidupan selanjutnya.
d.   Kajian Keluarga.
Menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam
suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara
gangguan ansietas dengan depresi.
e.   Kajian Biologis.
Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus benzodiazepine. Reseptor
ini mungkin membantu mengatur ansietas penghambat dalam aminobutirik.
Gamma neuroregulator (GABA) juga mungkin memainkan peran utama dalam
mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas sebagaimana halnya endorfin.
Selain itu telah dibuktikan kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata
sebagai predisposisi terhadap ansietas. Ansietas mungkin disertai dengan
gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi
stressor.
2.      Faktor Presipitasi.
Stressor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal. Stressor
pencetus dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori :
a.       Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis
yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktifitas hidup
sehari- hari.
b.      Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga
diri dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.
3.      Perilaku.
Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologi dan perilaku
dan secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping dalam upaya
melawan kecemasan. Intensietas perilaku akan meningkat sejalan dengan peningkatan
tingkat kecemasan.

Sistem Tubuh Respons


  Kardiovaskuler          Palpitasi.
         Jantung berdebar.
         Tekanan darah meningkat dan denyut nadi menurun.
         Rasa mau pingsan dan pada akhirnya pingsan.
  Pernafasan          Napas epat.
         Pernapasan dangkal.
         Rasa tertekan pada dada.
         Pembengkakan pada tenggorokan.
         Rasa tercekik.
         Terengah-engah.
  Neuromuskular          Peningkatan reflek.
         Reaksi kejutan.
         Insomnia.
         Ketakutan.
         Gelisah.
         Wajah tegang.
         Kelemahan secara umum.
         Gerakan lambat.
         Gerakan yang janggal.
  Gastrointestinal          Kehilangan nafsu makan.
         Menolak makan.
         Perasaan dangkal.
         Rasa tidak nyaman pada abdominal.
         Rasa terbakar pada jantung.
         Nausea.
         Diare.
  Perkemihan          Tidak dapat menahan kencing.
         Sering kencing.
  Kulit          Rasa terbakar pada mukosa.
         Berkeringat banyak pada telapak tangan.
         Gatal-gatal.
         Perasaan panas atau dingin pada kulit.
         Muka pucat dan bekeringat diseluruh tubuh.

Tabel 1. Respon Fisiologis Terhadap Ansietas.

Sistem Respons
  Perilaku          Gelisah.
         Ketegangan fisik.
         Tremor.
         Gugup.
         Bicara cepat.
         Tidak ada koordinasi.
         Kecenderungan untuk celaka.
         Menarik diri.
         Menghindar.
         Terhambat melakukan aktifitas.
  Kognitif          Gangguan perhatian.
         Konsentrasi hilang.
         Pelupa.
         Salah tafsir.
         Adanya bloking pada pikiran.
         Menurunnya lahan persepsi.
         Kreatif dan produktif menurun.
         Bingung.
         Khawatir yang berlebihan.
         Hilang menilai objektifitas.
         Takut akan kehilangan kendali.
         Takut yang berlebihan.
  Afektif          Mudah terganggu.
         Tidak sabar.
         Gelisah.
         Tegang.
         Nerveus.
         Ketakutan.
         Alarm.
         Tremor.
         Gugup.
         Gelisah.

Tabel 2. Respon Perilaku Kognitif.


4.      Sumber Koping.
Individu dapat mengalami stress dan ansietas dengan menggerakkan sumber koping
tersebut di lingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal ekonomok, kemampuan
penyelesaian masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang
mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang
berhasil.
5.      Mekanisme Koping.
Ketika mengalami ansietas individu menggunakan berbagai mekanisme koping untuk
mencoba mengatasinya dan ketidakmampuan mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan
penyebab utama terjadinya perilaku patologis. Ansietas tingkat ringan sering ditanggulangi tanpa
yang serius.
Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan 2 jenis mekanisme koping:
a.       Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya yang disadari dan berorientasi pada tindakan
untuk memenuhi secara realitis tuntutan situasi stress.
b.      Mekanisme pertahanan ego, membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang, tetapi jika
berlangsung pada tingkat sadar dan melibatkan penipuan diri dan distorsi realitas, maka
mekanisme ini dapat merupakan respon maladaptif terhadap stress.
Sebuah sumber menjelaskan bahwa Ada dua mekanisme koping yang dikategorikan
untuk mengatasi ansietas :
a.       Reaksi yang berorientasi pada tugas (Task Oriented Reaction).
Merupakan pemecahan masalah secara sadar digunakan untuk menanggulangi ancaman stressor
yang ada secara realistis, yaitu :
1)      Perilaku menyerang (agresif).
Biasanya digunakan individu untuk mengatasi rintangan agar memenuhi kebutuhan.
2)      Perilaku menarik diri.
Digunakan untuk menghilangkan sumber ancaman baik secara fisik maupun secara psikologis.
3)      Perilaku kompromi.
Digunakan untuk mengubah tujuan-tujuan yang akan dilakukan atau mmengorbankan kebutuhan
personal untuk mencapai tujuan.
b.      Mekanisme pertahanan ego (Ego Oriented Reaction).
Mekanisme pertahanan Ego membantu mengatasi ansietas ringan maupun sedang yang
digunakan untuk melindungi diri dan dilakukan secara tidak sadar untuk mempertahankan
ketidakseimbangan.
Adapun mekanisme pertahanan Ego adalah :
1)     Kompensasi.
Adalah proses dimana seseorang memperbaiki penurunan citra diri dengan secara tegas
menonjolkan keistimewaan/kelebihan yang dimilikinya.
2)      Penyangkalan (Denial).
Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan mengingkari realitas tersebut. Mekanisme
pertahanan ini paling sederhana dan primitif.
3)      Pemindahan (Displacemen).
Pengalihan emosi yag semula ditujukan pada seseorang/benda tertentu yang biasanya netral atau
kurang mengancam terhadap dirinya.

b. Diagnosa
Adapun diagnosa yang biasanya muncul pada kecemasan adalah :
1.      Penyelesaian kerusakan.
2.      Kecemasan.
3.      Pola napas tidak efektif.
4.      Koping individu tidak efektif.
5.      Diam.
6.      Gangguan pembagian bidang energi.
7.      Ketakutan.
8.      Inkontinensial.
9.      Stres.
10.  Cedera resiko terhadap......
11.  Perubahan nutrisi.
12.  Respon pasca trauma.
13.  Ketidakberdayaan.
14.  Gangguan harga diri.
15.  Gangguan pola tidur.
16.  Isolasi sosial.
17.  Perubahan proses berfikir.
18.  Gangguan eliminasi urine.

c. Intervensi
  Tujuan umum : Klien akan mengurangi ansietasnya dari tingkat ringan hingga panik.
  Tujuan khusus :
Klien mampu untuk ;
•         Membina hubungan saling percaya.
•         Melakukan aktifitas sehari-hari.
•         Mengekspresikan dan mengidentifikasi tentang kecemasannya.
•         Mengidentifikasi situasi yang menyebabkan ansietas.
•         Meningkatkan kesehatan fisik dan kesejahteraannya.
•         Klien terlindung dari bahaya.
1.      Ansietas Ringan.
Deskripsi Batasan Karakter Intervensi
Ansietas ringan adalah
a)      Tidak nyaman. a)      Gerakan tidak tenang.
ansietas normal dimana
b)      Gelisah. b)      Perhatikan tanda
motivasi individu pada
c)      Insomnia ringan. peningkatan ansietas.
keseharian dalam batas
d)     Perubahan nafsu makan
c)      Bantu klien menyalurkan
kemampuan untuk ringan. energi secara konstruktif.
melakukan dan
e)      Peka. d)     Gunakan obat bila perlu.
memecahkan masalah
f)       Pengulangan pertanyaan.e)      Dorong pemecahan
meningkat. g)      Perilaku mencari masalah.
perhatian. f)       Berikan informasi akurat
h)      Peningkatan dan fuktual.
kewaspadaan. g)      Sadari penggunaan
i)        Peningkatan persepsi mekanisme pertahanan.
pemecahan masalah. h)      Bantu dalam
j)        Mudah marah. mengidentifikasi
keterampilan koping yang
berhasil.
i)        Pertahankan cara yang
tenang dan tidak terburu.
j)        Ajarkan latihan dan
tehnik relaksasi.

2.      Ansietas Sedang.


Deskripsi Batasan Karakter Intervensi
Ansietas sedang adalah
a)      Perkembangan dari
a)      Pertahankan sikap tidak
cemas yang mempengaruhi ansietas ringan. tergesa-gesa, tenang bila
pengetahuan baru dengan
b)      Perhatian terpilih dari berurusan dengan pasien.
penyempitan lapangan lingkungan. b)      Bicara dengan sikap
persepsi sehngga individu
c)      Konsentrasi hanya pada tenang, tegas meyakinkan.
kehilangan pegangan tetapi tugas-tugas individu. c)      Gunakan kalimat yang
dapat mengikuti pengarahan
d)     Suara bergetar. pendek dan sederhana.
orang lain. e)      Ketidaknyamanan jumlah
d)     Hindari menjadi cemas,
waktu yang digunakan. marah, dan melawan.
f)       Takipnea. e)      Dengarkan pasien.
g)      Takikardia. f)       Berikan kontak fisik
h)      Perubahan dalam nada dengan menyentuh lengan
suara. dan tangan pasien.
i)        Gemetaran. g)      Anjurkan pasien
j)        Peningkatan ketegangan menggunakan tehnik
otot. relaksasi.
k)      Menggigit kuku,
h)      Ajak pasien untuk
memukul-mukulkan jari, mengungkapkan
menggoyangkan kaki dan perasaannya.
mengetukkan jari kaki. i)        Bantu pasien mengenali
dan menamai ansietasnya

3.      Ansietas Berat.


Deskripsi Batasan Karakter Intervensi
Pada ansietas berat
a)      Perasaan terancam. a)      Isolasi pasien dalam
lapangan persepsi menjadi
b)      Ketegangan otot yang lingkungan yang aman dan
sangat menurun. Individu berlebihan. tenang.
cenderung memikirkan hal
c)      Diaforesis. b)      Biarkan perawatan dan
yang sangat kecil saja dan
d)     Perubahan pernapasan. kontak sering sampai
mengabaikan hal yang lain.
e)      Napas panjang. konstan.
Individu tidak mampu
f)       Hiperventilasi. c)      Berikan obat-obatan
berfikir realistis dan
g)      Dispnea. pasien melakukan hal untuk
membutuhkan banyak
h)      Pusing. dirinya sendiri.
pengarahan, untuk dapat
i)        Perubahan
d)     Observasi adanya tanda-
memusatkan pada daerah gastrointestinalis. tanda peningkatan agitasi.
lain. j)        Mual muntah. e)      Jangan mennyentuh
k)      Rasa terbakar pada ulu pasien tanpa permisi.
hati. f)       Yakinkan pasien bahwa
l)        Sendawa. dia aman.
m)    Anoreksia. g)      Kaji keamanan dalam
n)      Diare atau konstipasi. lingkungan sekitarnya.
o)      Perubahan kardivaskuler.
p)      Takikardia.
q)      Palpitasi.
r)       Rasa tidak nyaman pada
prekokardia.
s)       Berkurangnya jarak
persepsi secara berat.
t)       Ketidakmampuan untuk
berkonsentrasi.
u)      Rasa terbakar.
v)      Kesulitan dan
ketidaktepatan
pengungkapan.
w)    Aktivitas yang tidak
berguna.
x)      Bermusuhan.

4.      Panik.
Deskripsi Batasan Karakter Intervensi
Adalah tingkat dimana
a)      Hiperaktif / imobilitasi
a)      Tetap bersama pasien ;
individu berada pada berat. minta bantuan.
bahaya terhadap diri sendiri
b)      Rasa terisolasi yang
b)      Jika mungkin hilangkan
dan orang lain serta dapat ekstrim. beberapa stressor fisik dan
menjadi diam atau
c)      Kehilangan desintegrasi psikologisdari lingkungan.
menyerang dengan cara kepribadian. c)      Bicara dengan tenang,
kacau. d)     Sangat goncang dan otot- sikap meyakinkan,
otot tegang. menggunakan nada suara
e)      Ketidakmampuan untuk yang rendah.
berkomunikasi dengan
d)     Katakan pada pasien
kalimat yang lengkap. bahwa anda (staf) tidak
f)       Distori persepsi dan akan membahayakan
penilaian yang tidak realistis dirinya sendiri atau orang
terhadap lingkungan dan lain.
ancaman. e)      Isolasikan pasien pada
g)      Perilaku kacau dalam daerah yang aman dan
usaha melarikan diri. nyaman.
h)      Menyerang. f)       Lanjut dengan perawatan
ansietas berat.

B. Askep kehilangan
1. Definisi
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam
lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien
dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat
memahami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat
juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir
karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi,
nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat
mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter &
Perry, 2005).
Menurut Iyus Yosep dalam Buku Keperawatan Jiwa 2007, Kehilangan
adalah suatu keadaan Individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada,
kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan. Kehilangan
merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang
kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan
mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. 
             Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kehilangan
merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi pada orang- orang yang
menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan yang
sebelumya ada menjadi tidak ada). Kehilangan dan kematian adalah peristiwa dari
pengalaman manusia yang bersifat universal dan unik secara individu. 
• Kehilangan pribadi adalah segala kehilangan signifikan yang membutuhkan
adaptasi melalui proses berduka. Kehilangan terjadi ketika sesuatu atau seseorang
tidak dapat lagi ditemui, diraba, didengar, diketahui, atau dialami. 
• Kehilangan maturasional adalah kehilangan yang diakibatkan oleh transisi
kehidupan normal untuk pertama kalinya.
• Kehilangan situasional adalah kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba dalam
merespon kejadian eksternal spesifik seperti kematian mendadak orang yang
dicintai atau keduanya. Anak yang mulai belajar berjalan kehilangan citra tubuh
semasa bayinya, wanita yang mengalami menopause kehilangan kemampuan untuk
mengandung, dan seorang pria yang tidak bekerja mungkin akan kehilangan harga
dirinya.
• Kehilangan karena kematian adalah suatu keadaan pikiran, perasaan, dan aktivitas
yang mengikuti kehilangan. Keadaan ini mencakup duka cita dan berkabung.
Dukacita adalah proses mengalami psikologis, social dan fisik terhadap kehilangan
yang dipersepsikan(Rando, 1991). Berkabung adalah proses yang mengikuti suatu
kehilangan dan mencakup berupaya untuk melewati dukacita.

Bentuk – bentuk kehilangan


1. Kehilangan orang yang berarti
2. Kehilangan kesejahteraan
3. Kehilangan milik pribadi
                                                                               
Tipe kehilangan

1.Actual Loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan individu yang
mengalami kehilangan.
2.Perceived Loss ( Psikologis ) 
Perasaan individual, tetapi menyangkut hal – hal yang tidak dapat diraba atau dinyatakan secara
jelas.
3.Anticipatory loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi, individu memperlihatkan perilaku
kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan yang berlangsung.

Sifat kehilangan

1.   Tiba–tiba (Tidak dapat diramalkan)


Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada pemulihan
dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh diri, pembunuhan atau
pelalaian diri akan sulit diterima.
2.     Berangsur – angsur (Dapat Diramalkan)        
Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang ditinggalkan
mengalami keletihan emosional (Rando:1984). Penelitian menunjukan bahwa yang
ditinggalkan oleh klien yang mengalami sakit selama 6 bulan atau kurang mempunyai
kebutuhan yang lebih besar terhadap ketergantungan pada orang lain, mengisolasi diri mereka
lebih banyak, dan mempunyai peningkatan perasaan marah dan bermusuhan.  Kemampuan
untuk meyelesaikan proses berduka bergantung pada makna kehilangan dan situasi sekitarnya.
Kemampuan untuk menerima bantuan menerima bantuan mempengaruh apakah yang berduka
akan mampu mengatasi kehilangan. Visibilitas kehilangan mempengaruh dukungan yang
diterima. Durasi peubahan (mis. Apakah hal tersebut bersifat sementara atau permanen)
mempengaruhi jumlah waktu yang dibutuhkan dalam menetapkan kembali ekuilibrium fisik,
psikologis, dan sosial.

Lima Kategori Kehilangan

1. Kehilangan objek eksternal.


Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi usang berpindah
tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang
terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang dimiliki orang tersebut terhadap nilai
yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut.
2.      Kehilangan lingkungan yang telah dikenal.
Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal mencakup
lingkungan yang telah dikenal selama periode tertentu atau kepindahan secara permanen.
Contohnya pindah ke kota baru atau perawatan di rumah sakit. Kehilangan melalui perpisahan
dari lingkungan yang telah dikenal dapat terjadi melalui situasi maturasional, misalnya ketika
seorang lansia pindah ke rumah perawatan, atau situasi situasional, contohnya mengalami cidera
atau penyakit dan kehilangan rumah akibat bencana alam.
3.      Kehilangan orang terdekat
Orang terdekat mencakup orang tua, pasangan, anak-anak, saudara sekandung, guru, teman,
tetangga, dan rekan kerja. Artis atau atlet terkenal mungkin menjadi orang terdekat bagi orang
muda. Riset membuktikan bahwa banyak orang menganggap hewan peliharaan sebagai orang
terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan atau kematian.
4.      Kehilangan aspek diri
Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis, atau psikologis.
Kehilangan anggota tubuh dapat mencakup anggota gerak, mata, rambut, gigi, atau payudara.
Kehilangan fungsi fsiologis mencakup kehilangan kontrol kandung kemih atau usus, mobilitas,
atau fungsi sensori. Kehilangan fungsi fsikologis termasuk kehilangan ingatan, harga diri,
percaya diri atau cinta. Kehilangan aspek diri ini dapat terjadi akibat penyakit, cidera, atau
perubahan perkembangan atau situasi. Kehilangan seperti ini dapat menghilangkan kesejahteraan
individu. Orang tersebut tidak hanya mengalami kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat
mengalami perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep diri.
5.      Kehilangan hidup.
Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana orang tersebut akan
meninggal. Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam hidup ke
dalam empat fase. Fase presdiagnostik terjadi ketika diketahui ada gejala klien atau faktor resiko
penyakit. Fase akut berpusat pada krisis diagnosis. Dalam fase kronis klien bertempur dengan
penyakit dan pengobatannya, yang sering melibatkan serangkaian krisis yang diakibatkan.
Akhirnya terdapat pemulihan atau fase terminal. Klien yang mencapai fase terminal ketika
kematian bukan hanya lagi kemungkinan, tetapi pasti terjadi. Pada setiap hal dari penyakit klien
dan keluarga dihadapkan dengan kehilangan yang beragam dan terus berubah Seseorang dapat
tumbuh dari pengalaman kehilangan melalui keterbukaan, dorongan dari orang lain, dan
dukungan adekuat.

Tahapan Proses Kehilangan

1.      Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu berfikir positif –
kompensasi positif terhadap kegiatan yang dilakukan – perbaikan – mampu beradaptasi dan
merasa nyaman.
2.      Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu berfikir negatif –
tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke dalam diri ( tidak diungkapkan)–
muncul gejala sakit fisik.
3.      Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individuberfikir negatif– tidak
berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke luar diri individu –berperilaku
konstruktif – perbaikan – mampu beradaptasi dan merasa kenyamanan.
4.      Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individuberfikir negatif–tidak
berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke luar diri individu – berperilaku destruktif
– perasaan bersalah – ketidakberdayaan.

    Asuhan keperawatan pasien dengan kasus terminal

1. Pengkajian Riwayat Kesehatan

             1) Riwayat kesehatan sekarang


Berisi tentang penyakit yang diderita klien pada saat sekarang.
2)  Riwayat kesehatan dahulu
Berisi tentang keadaan klien apakah klien pernah masuk rumah sakit dengan
penyakit yang sama
3) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga pernah menderita penyakit yang sama dengan klien.
                                    Head To Toe
Perubahan fisik saat kematian mendekat :
a.       Pasien kurang rensponsif.
b.      Fungsi tubuh melamban.
c.       Pasien berkemih dan defekasi secara tidak sengaja.
d.      Rahang cenderung jatuh.
e.       Pernafasan tidak teratur dan dangkal.
f.       Sirkulasi melambat dan ektremitas dingin, nadi cepat dan
melemah.
g.      Kulit pucat
h.      Mata membelalak dan tidak ada respon terhadap cahaya.
    2. Diagnosa Keperawatan

1. Ansietas/ ketakutan individu, keluarga yang berhubungan diperkirakan dengan situasi


yang tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat diperkirakan takut akan kematian
dan efek negatif pada pada gaya hidup.

2. Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang dihadapi,
penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari orang lain

3. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan


keluarga,takut akan hasil ( kematian ) dengan lingkungnnya penuh dengan stres ( tempat
perawatan )

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa I

Ansietas / ketakutan ( individu , keluarga ) yang berhubungan denga situasi yang tak dikenal.
Sifat kondisi yang tak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek negative pada gaya
hidup.
No Intervensi Rasional

Bantu klien untuk mengurangi


ansietasnya :
1.      Berikan kepastian dan kenyamanan. Klien yang cemas mempunyai

2.      Tunjukkan perasaan tentang penyempitan lapang persepsi dengan


pemahaman dan empati, jangan penurunan kemampuan untuk belajar.
1. menghindari pertanyaan. Ansietas cendrung untuk
memperburuk masalah. Menjebak
3.      Dorong klien untuk mengungkapkan
klien pada lingkaran peningkatan
setiap ketakutan permasalahan yang
ansietas tegang, emosional dan nyeri
berhubungan dengan pengobatannya.
fisik.
4.      Identifikasi dan dukung mekanisme
koping efektif.

Beberapa rasa takut didasari oleh


informasi yang tidak akurat dan dapat
Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan
2 dihilangkan denga memberikan
pernyuluhan bila tingkatnya rendah atau
informasi akurat. Klien dengan
sedang.
ansietas berat atau parah tidak
menyerap pelajaran.
Pengungkapan memungkinkan untuk
Dorong keluarga dan teman untuk
3 saling berbagi dan memberiakn
mengungkapkan ketakutan-ketakutan
kesempatan untuk memperbaiki
mereka.
konsep yang tidak benar.
Menghargai klien untuk koping efektif
4 Berikan klien dan keluarga kesempatan
dapat menguatkan renson koping
dan penguatan koping positif.
positif yang akan datang

Diagnosa II

Berduka yang berhubungan penyakit terminal dan kematian yang akan dihadapi penurunan
fungsi, perubahan konsep diri dan menark diri dari orang lain.
No Intervensi Rasional

Pengetahuan bahwa tidak ada lagi


Berikan kesempatan pada klien pengobatan yang dibutuhkan dan bahwa
dan keluarga untuk kematian sedang menanti dapat
mengungkapkan perasaan, menyebabkan menimbulkan perasaan
didiskusikan kehilangan secara ketidak berdayaan, marah dan kesedihan
1
terbuka , dan gali makna pribadi yang dalam dan respon berduka yang
dari kehilangan.jelaskan bahwa lainnya. Diskusi terbuka dan jujur dapat
berduka adalah reaksi yang umum membantu klien dan anggota keluarga
dan sehat menerima dan mengatasi situasi dan respon
mereka terhadap situasi tersebut.
Berikan dorongan penggunaan
strategi koping positif yang Stategi koping positif membantu
2
terbukti yang memberikan penerimaan dan pemecahan masalah
keberhasilan pada masa lalu
Berikan dorongan pada klien Memfokuskan pada atribut yang positif
3 untuk mengekpresikan atribut diri meningkatkan penerimaan diri dan
yang positif penerimaan kematian yang terjadi
Bantu klien mengatakan dan
Proses berduka, proses berkabung adaptif
menerima kematian yang akan
4 tidak dapat dimulai sampai kematian yang
terjadi, jawab semua pertanyaan
akan terjadi di terima
dengan jujur
5 Tingkatkan harapan dengan Penelitian menunjukkan bahwa klien sakit
perawatan penuh perhatian, terminal paling menghargai tindakan
menghilangkan ketidak nyamanan keperawatan berikut :
dan dukungan a. Membantu berdandan

b. Mendukung fungsi kemandirian

c. Memberikan obat nyeri saat


diperlukandan
d. meningkatkan kenyamanan fisik
(skoruka dan bonet 1982 )

Diagnosa III

Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan takut akan hasil
( kematian ) dan lingkungannya penuh stres (tempat perawatan )

No Intervensi Rasional

Luangkan waktu bersama Kontak yang sering dan me


keluarga atau orang terdekat klien ngkmuikasikan sikap perhatian dan peduli
1
dan tunjukkan pengertian yang dapat membantu mengurangi kecemasan
empati dan meningkatkan pembelajaran
Izinkan keluarga klien atau orang Saling berbagi memungkinkan perawat
terdekat untuk mengekspresikan untuk mengintifikasi ketakutan dan
2
perasaan, ketakutan dan kekhawatiran kemudian merencanakan
kekawatiran. intervensi untuk mengatasinya

Jelaskan lingkungan dan peralatan Informasi ini dapat membantu mengurangi


3 ansietas yang berkaitan dengan ketidak
ICU
takutan

Jelaskan tindakan keperawatan


dan kemajuan postoperasi yang
4
dipikirkan dan berikan informasi
spesifik tentang kemajuan klien
Anjurkan untuk sering berkunjung Kunjungan dan partisipasi yang sering
5 dan berpartisipasi dalam tindakan dapat meningakatkan interaksi keluarga
perawan berkelanjutan
6 Konsul dengan atau berikan Keluarga denagan masalah-masalah
rujukan kesumber komunitas dan seperti kebutuhan financial , koping yang
tidak berhasil atau konflik yang tidak
selesai memerlukan sumber-sumber
sumber lainnya
tambahan untuk membantu
mempertahankankan fungsi keluarga

Diagnosa Keperawatan
1.        Merasa kehilangan harapan hidup dan terisolasi dari lingkungan sosial berhubungan
dengan kondisi sakit terminal.
2.        Kehilangan harga diri berhubungan dengan penurunan dan kehilangan fungsi
3.        Depresi berhubungan dengan kesedihan tentang dirinya dalam keadaan terminal
4.        Cemas berhubungan dengan kemungkinan sembuh yang tidak pasti, ditandai dengan klien
selalu bertanya tentang penyakitnya, adakah perubahan atau tidak (fisik), raut muka klien yang
cemas
5.        Koping individu tidak efektif berhubungan dengan tidak menerima akan kematian,
ditandai dengan klien yang selalu mengeluh tentang keadaan dirinya, menyalahkan Tuhan atas
penyakit yang dideritanya, menghindari kontak sosial dengan keluarga/teman, marah terhadap
orang lain maupun perawat.
6.        Distress spiritual berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien dalam melaksanakan
alternatif ibadah sholat dalam keadaan sakit ditandai dengan klien merasa lemah dan tidak
berdaya dalam melakukan ibadah sholat.
7.        Inefektif koping keluarga berhubungan dengan kehilangan

Rencana Keperawatan
1.Merasa kehilangan harapan hidup dan terisolasi dari lingkungan sosial berhubungan dengan
kondisi sakit terminal
Tujuan :
Klien merasa tenang menghadapi sakaratul maut sehubungan dengan sakit terminal
Intervensi :
a)        Dengarkan dengan penuh empati setiap pertanyaan dan berikan respon jika dIbutuhkan
klien dan gali perasaan klien.
b)        Berikan klien harapan untuk dapat bertahan hidup.
c)        Bantu klien menerima keadaannya sehubungan dengan ajal yang akan menjelang.
d)       Usahakan klien untuk dapat berkomunikasi dan selalu ada teman di dekatnya.
e)        Perhatikan kenyamanan fisik klien.

2.Kehilangan harga diri berhubungan dengan penurunan dan kehilangan fungsi


Tujuan :
Mempertahankan rasa aman, tenteram, percaya diri, harga diri dan martabat klien
Intervensi :
a)        Gali perasaan klien sehubungan dengan kehilangan.
b)        Perhatikan penampilan klien saat bertemu dengan orang lain.
c)        Bantu dan penuhi kebutuhan dasar klien antara lain hygiene, eliminasi.
d)       Anjurkan keluarga dan teman dekat untuk saling berkunjung dan melakukan hal – hal
yang disenangi klien.
e)        Beri klien support dan biarkan klien memutuskan sesuatu untuk dirinya, misalnya dalam
hal perawatan.

3. Depresi berhubungan dengan kesedihan tentang dirinya dalam keadaan terminal


Tujuan :
Mengurangi rasa takut, depresi dan kesepian
Intervensi :
a)        Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan sedih, marah dan lain lain.
b)        Perhatikan empati sebagai wujud bahwa perawat turut merasakan apa yang dirasakan
klien.
c)        Bantu klien untuk mengidentifikasi sumber koping, misalnya dari teman dekat, keluarga
ataupun keyakinan klien.
d)       Berikan klien waktu dan kesempatan untuk mencerminkan arti penderitaan, kematian dan
sekarat.
e)        Gunakan sentuhan ketika klien menunjukkan tingkah laku sedih, takut ataupun depresi,
yakinkan bahwa perawat selalu siap membantu.
f)         Lakukan hubungan interpersonal yang baik dan berkomunikasi tentag pengalaman –
pengalaman klien yang menyenangkan.
4.  Cemas berhubungan dengan kemungkinan sembuh yang tidak pasti, ditandai dengan klien
selalu bertanya tentang penyakitnya, adakah perubahan atau tidak (fisik), raut muka klien yang
cemas
Tujuan :
Klien tidak cemas lagi dan klien memiliki suatu harapan serta semangat hidup
Intervensi :
a)        Kaji tingkat kecemasan klien.
b)        Jelaskan kepada klien tentang penyakitnya.
c)        Tetap mitivasi (beri dukungan) kepada klien agar tidak kehilangan harapan hidup dengan
tetap mengikuti dan mematuhi petunjuk perawatan dan pengobatan.
d)       Anjurkan kepada klien untuk tetap berserah diri kepada Tuhan.
e)        Datangkan seorang klien yang lain yang memiliki penyakit yang sama dengan klien.
f)         Ajarkan kepada klien dalam melakukan teknik distraksi, misal dengan mendengarkan
musik kesukaan klien atau dengan teknik relaksasi, misal dengan menarik nafas dalam.
g)        Beritahukan kepada klien mengenai perkembangan penyakitnya.
h)        Ikut sertakan klien dalam rencana perawatan dan pengobatan.

5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan tidak menerima akan kematian, ditandai
dengan klien yang selalu mengeluh tentang keadaan dirinya, menyalahkan Tuhan atas penyakit
yang dideritanya, menghindari kontak sosial dengan keluarga/teman, marah terhadap orang lain
maupun perawat
Tujuan :
Koping individu positif
Intervensi :
a)        Gali koping individu yang positif yang pernah dilakukan oleh klien.
b)        Jelaskan kepada klien bahwa setiap manusia itu pasti akan mengalami suatu kematian dan
itu telah ditentukan oleh Tuhan.
c)        Anjurkan kepada klien untuk tetap berserah diri kepada Tuhan.
d)       Perawat maupun keluarga haruslah tetap mendampingi klien dan mendengarkan segala
keluhan dengan rasa empati dan penuh perhatian.
e)        Hindari barang – barang yang mungkin dapat membahayakan klien.
f)         Tetap memotivasi klien agar tidak kehilangan harapan untuk hidup.
g)        Kaji keinginan klien mengenai harapa untuk hidup/keinginan sebelum menjelang ajal.
h)        Bantu klien dalam mengekspresikan perasaannya.

6.Distress spiritual berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien dalam melaksanakan


alternatif ibadah sholat dalam keadaan sakit ditandai dengan klien merasa lemah dan tidak
berdaya dalam melakukan ibadah sholat
Tujuan :
Kebutuhan spiritual dapat terpenuhi yaitu dapat melakukan sholat dalam keadaan sakit
Intervensi :
a)        Kaji tingkat pengetahuan klien mengenai ibadah sholat.
b)        Ajarkan pada klien cara sholat dalam keadaan berbaring.
c)         Ajarkan tata cara tayamum.
d)       Ajarkan kepada klien untuk berzikir.
e)        Datangkan seorang ahli agama.

7.Inefektif koping keluarga berhubungan dengan kehilangan


Tujuan :
Membantu individu menangani kesedihan secara efektif
Intervensi :
a)        Motivasi keluarga untuk menverbalisasikan perasaan – perasaan antara lain : sedih, marah
dan lain – lain.
b)        Beri pengertian dan klarifikasi terhadap perasaan – perasaan anggota keluarga.
c)        Dukung keluarga untuk tetap melakukan aktivitas sehari – hari yang dapat dilakukan.
d)       Bantu keluarga agar mempunyai pengaharapan yang realistis.
e)        Berikan rasa empati dan rasa aman dan tenteram dengan cara duduk disamping keluarga,
mendengarkan keluhan dengan tetap menghormati klien serta keluarga.
f)         Berikan kesempatan pada keluarga untuk melakukan upacara keagamaan menjelang saat
– saat kematian.
1.   Fase Berduka Menurut Angel
a.   Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau
pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung
cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
b.   Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseorang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa.
Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
c.    Fase III (restitusi)
Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena
kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang
bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.
d.  Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa
bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
e.    Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini
diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.

2.    Tahapan Kehilangan menurut Kubler Ross ( 1969 ) :


1.Denial(Mengingkari)
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau
menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan mengatakan “Tidak, saya tidak percaya
bahwa itu terjadi”, ”itu tidak mungkin”. Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit
terminal, akan terus menerus mencari informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi pada fase
pengingkaran adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat,
menangis gelisah, tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi tersebut diatas cepat berakhir dalam
waktu beberapa menit sampai beberapa tahun.
Implikasi Keperawatan: Dukung kebutuhan emosi tanpa memperkuat penyangkalan. Tawarkan
diri untuk tetap bersama klien, tanpa mendiskusikan alasan perilaku atau kebutuhan untuk
mengatasi, kecuali klien mengawalinya. Tawarkan klien perawatan dasar seperti makanan,
minuman,oksigensi,kenyamanan,dankeamanan.

2.Anger(Marah)
Sadar kenyataan kehilangan. Proyeksi pada orang sekitar tertentu, diri sendiri dan obyek. Fase ini
dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan. Individu
menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang yang ada di
lingkungannya, orang tertentu atau ditujukan kepada dirinya sendiri. Tidak jarang ia
menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan , dan menuduh dokter dan
perawat yang tidak becus. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah,
nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal. 
Implikasi Keperawatan: Berikan pedoman antisipasi tentang perasaan dan intensitasnya yang
mereka alami sebagai bagian dari kedukaan. Fokuskan terutama poada kemarahan. Jangan
mengambil hati kemarahan yang dilontarkan klien. Penuhi kebutuhan yang menyebabkan
respons marah. Berikan dorongan kepada klien dan keluarganya untuk mengekspresikan
perasaan mereka.

3.Bergaining(Tawar Menawar )
Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara sensitif, maka ia akan
maju ke fase tawar menawar dengan memohon kemurahan Tuhan. Respon ini sering dinyatakan
dengan kata-kata ”kalau saja kejadian itu bisa ditunda maka saya akan sering berdoa”. Apabila
proses berduka ini dialami oleh keluarga maka pernyataannya sebagai berikut sering dijumpai
”kalau yang sakit bukan anak saya”. Implikasi Keperawatan: Berikan informasi yang diperlukan
untuk membuat keputusan.

4.Depression(Bersedih yang mendalam) 


Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak mudah bicara,
kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan menurut, atau dengan ungkapan
yang menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga. Gejala fisik yang sering diperlihatkan
adalah menolak makanan, ,susah tidur, letih, dorongan libido menurun. 
Implikasi Keperawatan: Berikan dukungan dan empati. Dukung menangis dengan memberikan
sentuhan yang mengomunikasikan kepedulian. Mendengarkan dengan penuh perhatian, mengkaji
resiko yang membahayakan diri dan rujuk ke tenaga profesional kesehatan mental jika di
perlukan.

5.Acceptance(menerima)
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran selalu terpusat kepada objek
atau orang lain akan mulai berkurang, atau hilang, individu telah menerima kenyataan
kehilangan yang dialaminya, gambaran objek atau orang lain yang hilang mulai dilepaskan dan
secara bertahap perhatian beralih pada objek yang baru. Fase menerima ini biasanya dinyatakan
dengan kata-kata seperti ”saya betul-betul menyayangi baju saya yang hilang tapi baju baru saya
manis juga”, atau “apa yang dapat saya lakukan supaya saya cepat sembuh”.

Apabila individu sudah dapat memulai fase-fase tersebut dan masuk pada fase damai atau fase
penerimaan maka dia akan dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan kehilangan
secara tuntas. Tapi apabila individu tetap berada pada salah satu fase dan tidak sampai pada fase
penerimaan, jika mengalami kehilangan lagi maka akan sulit baginya masuk pada fase
penerimaan.
Reorganisasi rasa kehilangan, dapat merima kenyataan kehilangan, sudah dapat lepas pada obyek
yang hilang beralih ke obyek baru “apa yang dapat saya lakukan”.

3.            Fase berduka menurut Rando :


1.Penghindaran
Pada fase ini terjadi syok, menyangkal, dan ketidak percayaan.
2.Konfrontasi
Pada fase ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang melawan
kehilangan mereka dan kedudukan mereka paling dalam.
3.Akomodasi
Pada fase ini klien secara bertahap terjadi penurunan duka yang akut dan mulai memasuki
kembali secara emosional dan sosial sehari-hari dimana klien belajar hidup dengan kehidupan
mereka.

            Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan penyakit terminal, menggunakan pendekatan holistik yaitu suatu
pendekatan yang menyeluruh terhadap klien bukan hanya pada penyakit dan aspek pengobatan
dan penyembuhan saja akan tetapi juga aspek psikososial lainnya. Salah satu metode untuk
membantu perawat dalam mengkaji data psikososial pada klien terminal yaitu dengan
menggunakan metode “PERSON”.
 P : Personal Strenght
Yaitu : kekuatan seseorang ditunjukkan melalui gaya hidup, kegiatannya atau pekerjaan.
                            E : Emotional Reaction
                            Yaitu reaksi emosional yang ditunjukkan dengan klien.
                            R: Respon to Stress
                            Yaitu respon klien terhadap situasi saat ini atau di masa lalu.
                            S: Support System
                            Yaitu: keluarga atau orang lain yang berarti.
                            O : Optimum Health Goal
                            Yaitu : alasan untuk menjadi lebih baik (motivasi)
                            N: Nexsus
Yaitu: bagian dari bahasa tubuh mengontrol seseorang mempunyai penyakit atau mempunyai
gejala yang serius.
Hal – hal yang pelu dikaji adalah :
1.      Mengkaji pasien dan anggota keluarga berduka menentukan tingkat
berduka.
2.      Mengkaji gejala klinis berduka : sesak di dada,  nafas pendek, berkeluh
kesah, perasaan penuh di perut, kehilangan kekuatan otot, distres  perasaan yang hebat.
3.      Kaji karakteristik berduka, kaji respon fisiologis, respon tubuh terhadap
kehilangan (reaksi stress)
4.      Faktor yang mempengaruhi reaksi stress : umur, culture, keyakinan
spiritual, peran seks, status sosial ekonomi.
5.      Faktor predisposisi
6.       Faktor presipitasi dan mekanisme koping.

a
1. Ansietas (ketakutan individu, keluarga) yang berhubungan diperkirakan dengan situasi yang
tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek
negatif pada pada gaya hidup.
2. Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang dihadapi, penurunan
fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari orang lain.
3. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan keluarga, takut
akan hasil (kematian) dengan lingkungnnya penuh dengan stres (tempat perawatan).
4. Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari system pendukung
keagamaan, kurang pripasi atau ketidakmampuan diri dalam menghadapi ancaman kematian.

Intervensi
Secara umum :
1. Membina dan meningkatkan hubungan saling percaya dengan cara :
- Mendengarkan pasien berbicara
- Memberi dorongan agar agar pasien mau mengungkapkan perasaannya.
- Menjawab pertanyaan pasien secara langsung
- Menunjukkan sikap menerima dan empati      
2. Mengenali faktor-faktor yang mungkin menghambat.
3. Mengurangi atau menghilangkan faktor penghambat.
4. Memberi dukungan terhadap respons kehilangan pasien.
5. Meningkatkan rasa kebersamaan antar anggota keluarga.
6. Menentukan tahap keberadaan pasien.
Secara khusus :
1.  Tahap Denial
- Memberikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaan.
- Menunjukan sikap menerima dengan ikhlas dan mendorong pasien untuk berbagi rasa.
- Memberi jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit dan pengobatan.
2.   Tahap Anger
        Mengijinkan dan mendorong pasien mengungkapkan rasa marah sacara verbal tanpa
melawan kemarahan :
- Menjelaskan kepada keluarga bahwa kemarahan pasien
sebenarnya tidak ditujukan kepada mereka.
- Membiarkan pasien menangis.
- Mendorong pasien untuk membicarakan kemarahannya.

3.  Tahap Bargainning


        Membantu pasien mengungkapkan rasa bersalah dan takut :
- Mendengarkan ungkapan dengan penuh perhatian
- Mendorong pasien untuk membicarakan rasa takut atau rasa
         Bersalahnya
- Bila pasien selalu mengungkapkan “kalau” atau “seandainya ….”
         beritahu pasien bahwa perawat hanya dapat melakukan sesuatu
         yang nyata.
-   Membahas bersama pasien mengenai penyebab rasa bersalah dan
         rasa takutnya.

4.   Tahap Depression
      Membantu pasien mengidentifikasi rasa bersalah dan takut :
- Mengamati perilaku pasien dan bersama dengannya membahas perasaannya
- Mencegah tindakan bunuh diri atau merusak diri sesuai derajat risikonya
         Membantu pasien mengurangi rasa bersalah :
- Menghargai perasaan pasien
- Membantu pasien menemukan dukungan yang positif dengan mengaitkan dengan
kenyataan
- Memberi kesempatan menangis dan mengungkapkan perasaan
- Bersama pasien membahas pikiran negatif yang selalu timbul

5  Tahap Acceptance
        Membantu pasien menerima kehilangan yang tidak bisa dielakkan :
- Membantu keluarga mengunjungi pasien secara teratur
- Membantu keluarga berbagi rasa
- Membahas rencana setelah masa berkabung terlewati
- Memberi informasi akurat tentang kebutuhan pasien dan keluarga.

DAFTAR PUSTAKA

Tarwoto dan wartona.2006,Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses keperawatan,


Jakarta:Salemba Medika.
Maramis, W.F.2005.Catatan ilmu kedokteran jiwa. Airlangga university press: Surabaya.
Yosep, Iyus, 2007, Keperawatan Jiwa.Bandung:Refika Aditama.
Mallapiang.2003.keperawatan jiwa.Jakarta:EGC.
Lynda juall carpenito dan moyet.2007.Buku saku diagnosis keperawatan.jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai