Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN KECEMASAN

SERTA ASPEK NILAI ISLAMI

DISUSUN OLEH KELOMPOK I :


KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kecemasan atau ansietas merupakan salah satu bentuk emosi individu
yang berkaitan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu, biasanya dengan
objek ancaman yang begitu tidak begitu jelas. Kecemasan dengan intensitas nilai
ancaman yang wajar dapat dianggap memiliki nilai positif sebagai motivasi, tetapi
apabila intensitasnya begitu kuat dan bersifat negatif justru akan menimbulkan
kerugian dan dapat mengganggu terhadap keadaan fisik dan psikis individu yang
bersangkutan.
Kecemasan dapat dialami oleh siapapun dan dimanapun serta kapan pun
tergantung dari faktor pencetus dari kecemasan tersebut. Fakta membuktikan
bahwa di seluruh lapisan dunia kecemasan paling banyak terjadi setiap
harinya.hal ini disebabkan semakin kongkretnya masalah yang terjadi saat ini.
Di negara maju, gangguan jiwa berupa ansietas atau kecemasan
menempati posisi pertama dibandingkan dengan kasus lain. Oleh karena itu
sebagai seorang perawat, kita harus benar-benar kritis dalam menghadapi kasus
kecemasan yang terjadi.
Masalah gangguan jiwa yang menyebabkan menurunnya kesehatan
mental ini ternyata terjadi hampir di seluruh negara di dunia. WHO (World Health
Organization) badan dunia PBB yang menangani masalah kesehatan dunia,
memandang serius masalah kesehatan mental dengan menjadikan isu global
WHO. WHO mengangkat beberapa jenis gangguan jiwa seperti Schizoprenia,
Alzheimer, epilepsy, keterbelakangan mental dan ketergantungan alkohol
sebagai isu yang perlu mendapatkan perhatian
B. TUJUAN PENULISAN
Tujuan disusunnya makalah ini adalah agar dapat:
1. Membedakan antara ansietas normal dengan ansietas yang dialami pada
gangguan ansietas
2. Membedakan antara ansietas, takut, dan stress
3. Menjelaskan akibat positif dan negatif ansietas
4. Menjelaskan tingkat ansietas dengan perubahan prilaku yang terkait dengan
setiap tingkat tersebut
5. Mendiskusikan penggunaan mekanisme pertahanan oleh individu yang
mengalami gangguan ansietas
6. Menjelaskan teori etiologi terbaru tentang gangguan ansietas mayor
7. Menerapkan proses keperawatan pada perawatan klien yang mengalami
ansietas dan gangguan terkait stress
8. Memberi penyuluhan kepada klien, keluarga, pemberi perawatan, dan anggota
masyarakat untuk meningkatkan pemahaman tentang ansietas dan gangguan
terkait stress
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Ansietas adalah perasaan yang difius, yang sangat tidak menyenangkan,
agak tidak menentu dan kabur tentang sesuatu yang akan terjadi. Perasaan ini
disertai dengan suatu atau beberapa reaksi badaniah yang khas dan yang akan
datang berulang bagi seseorang tertentu. Perasaan ini dapat berupa rasa
kosong di perut, dada sesak, jantung berdebar, keringat berlebihan, sakit kepala
atau rasa mau kencing atau buang air besar. Perasaan ini disertai dengan rasa
ingin bergerak dan gelisah. (Harold I. LIEF) “Anenvous condition of unrest”
(Leland E. HINSIE dan Robert S Campbell).
Ansietas adalah perasaan tidak senang yang khas yang disebabkan oleh
dugaan akan bahaya atau frustrasi yang mengancam yang akan membahayakan
rasa aman, keseimbangan, atau kehidupan seseorang individu atau kelompok
biososialnya. (J.J GROEN).

B. GEJALA UMUM ANSIETAS

1. Gejala psikologik

Ketegangan, kekuatiran, panik, perasaan tak nyata, takut mati, takut ”gila”, takut

kehilangan kontrol dan sebagainya.

2. Gejala fisik:

Gemetar, berkeringat, jantung berdebar, kepala terasa ringan, pusing,

ketegangan otot, mual, sulit bernafas, baal, diare, gelisah, rasa gatal, gangguan

di lambung dan lain-lain. Keluhan yang dikemukakan pasien dengan ansietas

kronik seperti: rasa sesak nafas; rasa sakit dada; kadang-kadang merasa harus
menarik nafas dalam; ada sesuatu yang menekan dada; jantung berdebar; mual;

vertigo; tremor; kaki dan tangan merasa kesemutan; kaki dan tangan tidak dapat

diam ada perasaan harus bergerak terus menerus; kaki merasa lemah, sehingga

berjalan dirasakan beret;

kadang- kadang ada gagap dan banyak lagi keluhan yang tidak spesifik untuk

penyakit tertentu. Keluhan yang dikemukakan disini tidak semua terdapat pada

pasien dengan gangguan ansietas kronik, melainkan seseorang dapat saja

mengalami hanya beberapa gejala 1 keluhan saja. Tetapi pengalaman

penderitaan dan gejala ini oleh pasien yang bersangkutan biasanya dirasakan

cukup gawat.

C. FAKTOR PREDISPOSISI

1. Teori Psikoanalitik

Menurut freud,struktur kepribadian terdiri dari 3 elemen yaitu “ID, EGO

Dan SUPER EGO”. Ego melambangkan dorongaqn insting dan impuls

primitif. Super ego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan

oleh norma-norma budaya seseorang, sedangkan Ego digambarkan sebagai

mediator antara tuntutan dari ID dan Super Ego.

2. Teori Interpersonal

Ansietas terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal. Hal ini juga

dihubungkan akan trauma pada masa pertumbuhan, seperti kehilangan,

perpisahan individu yang mempunyai harga diri rendah biasanya sangat

mudah mengalami ansietas yang berat.


3. Teori Perilaku

Ansietas merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu yang mengganggu

kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.teori ini

meyakini bahwa manusia yang pada awal kehidupannya dihadapkan pada

rasa takut yang berlebihan akan menunjukkan kemungkinan ansietas yang

berat pada kehidupan masa dewasanya.

D. Penggolongan Ansietas

1. Ansietas ringan

Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan

membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu

individu memfokuskan perhatian untuk belajar, bertindak, menyelesaikan

masalah, merasakan, dan melindungi dirinya sendiri. Ansietas ringan

berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari. Pada

tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu akan berhati-hati dan waspada.

a. Respon Fisiologis

1) Sesekali nafas pendek

2) Nadi dan tekanan darah naik

3) Gejala ringan pada lambung

4) Muka berkerut dan bibir bergetar

5) Ketegangan otot ringan

6) Rileks atau sedikit gelisah

b. Respon Kognitif

1) Mampu menerima rangsang yang kompleks


2) Konsentrasi pada masalah

3) Menyelesaikan masalah secara efektif

4) Perasaan gagal sedikit

5) Waspada dan memperhatikan banyak hal

6) Terlihat tenang dan percaya diri

7) Tingkat pembelajaran optimal

c. Respon Perilaku dan Emosi

1) Tidak dapat duduk tenang

2) Tremor halus pada tangan

3) Suara kadang-kadang meninggi

4) Sedikit tidak sabar

5) Aktivitas menyendiri

6) Ansietas Sedang

2. Ansietas sedang merupakan perasaan yang mengganggu bahwa ada

sesuatu yang benar-benar berbeda, individu menjadi gugup atau agitasi.

Misalnya, seorang wanita mengunjungi ibunya untuk pertama kali dalam

beberapa bulan dan merasa bahwa ada sesuatu yang sangat berbeda.

Ibunya mengatakan bahwa berat badannya turun banyak tanpa ia berupaya

menurunkannya. Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap lingkungan

menurun, individu lebih memfokuskan pada hal yang penting saat itu dan

mengesampingkan hal yang lain.

a. Respon fisiologis

1) Ketegangan otot sedang


2) Tanda-tanda vital meningkat

3) Pupil dilatasi, mulai berkeringat

4) Sering mondar-mandir, memukulkan tangan

5) Suara berubah: suara bergetar, nada suara tinggi

6) Kewaspadaan dan ketegangan meningkat

7) Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyari punggung

b. Respon kognitif

1) Lapang persepsi menurun

2) Tidak perhatian secara selektif

3) Fokus terhadap stimulus meningkat

4) Rentang perhatian menurun

5) Penyelesaian masalah menurun

6) Pembelajaran berlangsung dengan memfokuskan

c. Respon prilaku dan emosi

1) Tidak nyaman

2) Mudah tersinggung

3) Kepercayaan diri goyah

4) Tidak sadar

5) Gembira

3. Ansietas berat

Ansietas berat dialami ketika individu yakin bahwa ada sesuatu yang

berbeda dan ada ancaman; ia memperlihatkan respon takut dan distres.

Ketika individu mencapai tingkat tertinggi ansietas, panik berat, semua


pemikiran rasional berhenti dan individu tersebut mengalami respon fight,

flight atau freeze-yakni, kebutuhan untuk pergi secepatnya, tetap ditempat

dan berjuang, atau menjadi beku atau tidak dapat melakukan sesuatu.

a. Respon fisiologis

1) Ketegangan otot berat

2) Hiperventilasi

3) Kontak mata buruk

4) Pengeluaran keringat meningkat

5) Bicara cepat, nada suara tinggi

6) Tindakan tanpa tujuan dan serampangan

7) Rahang menegang, menggetakkan gigi

8) Kebutuhan ruang gerak meningkat

9) Mondar-mandir, berteriak

10)Meremas tangan, genetar

b. Respon kognitif

1) Lapang persepsi terbatas

2) Proses berfikir terpecah-pecah

3) Sulit berfikir

4) Penyelesaian masalah buruk

5) Tidak mampu mempertimbangkan informasi

6) Hanya memerhatikan ancaman

7) Preokupasi dengan pikiran sendiri

8) Egosentris
c. Respon prilaku dan emosi

1) Sangat cemas

2) Agitasi

3) Takut

4) Bingung

5) Merasa tidak adekuat

6) Menarik diri

7) Penyangkalan

8) Ingin bebas

E. Bentuk Gangguan Ansietas

1 Gangguan Panik

Serangan panik adalah suatu episode ansietas yang cepat, intens, dan

meningkat, berlangsung 15-30 menit, ketika individu mengalami ketakutan

emosional yang besar juga ketidaknyamanan fisiologis. Diagnosis gangguan

panik ditegakkan ketika individu mengalami serangan panik berulang dan tidak

diharapkan yang diikuti oleh rasa khawatir yang menetap sekurang-kurangnya

satu bulan bahwa ia akan mengalami serangan panik berikutnya atau khawatir

tentang makna serangan panik, atau perubahab prilaku yang signifikan terkait

dengan serangan panik, saat gejala-gejala tersebut bukan akibat

penyalahgunaan zat atau gangguan jiwa lain. Sedikitnya lebih dari 75% individu

dengangangguan panik mengalami serangan awal spontan tanpa ada pemicu


dari lingkungan. Sisanya mengalami serangan panik yang distimulasi oleh

stimulus fobia atau karena berada di bawah pengaruh zat yang mengubah

sistem saraf pusat dan menstimulasi respon hormonal, organ, tanda vital yang

sama, yamg terjadi pada serangan panik. Setengah dari individu yang

mengalami serangan panik juga mengalami agorafobia.

Ada dua kriteria Gangguan panik: gangguan panik tanpa agorafobia dan

gangguan panik dengan agorofobia kedua gangguan panik ini harus ada

serangan panic

F. Gambaran Klinis

Serangan panik pertama seringkali spontan, tanpa tanda mau serangan

panik, walaupun serangan panik kadang-kadang terjadi setelah luapan

kegembiraan, kelelahan fisik, aktivitas seksual atau trauma emosional. Klinisi

harus berusaha untuk mengetahui tiap kebiasaan atau situasi yang sering

mendahului serangan panik. Serangan sering dimulai dengan periode gejala

yang meningkat dengan cepat selama 10 menit. Gejala mental utama adalah

ketakutan yang kuat, suatu perasaan ancaman kematian dan kiamat. Pasien

biasanya tidak mampu menyebutkan sumber ketakutannya. Pasien mungkin

merasa kebingungan dan mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian.

Tanda fisik adalah takikardia, palpitasi, sesak nafas dan berkeringat. Pasien

seringkali mencoba untuk mencari bantuan. Serangan biasanya berlangsung 20

sampai 30 menit.
Agorafobma : pasien dengan agorafobia akan menghindari situasi dimana

ia akan sulit mendapatkan bantuan. Pasien mungkin memaksa bahwa mereka

harus ditemani setiap kali mereka keluar rumah.

G. Gejala Penyerta

Gejala depresi seringkali ditemukan pada serangan panik dan agorafobia,

pada beberapa pasien suatu gangguan depresi ditemukan bersama-sama

dengan gangguan panik. Penelitian telah menemukan bahwa resiko bunuh diri

selama hidup pada orang dengan gangguan panik adalah lebih tinggi

dibandingkan pada orang tanpa gangguan mental.

H. Diagnosa Banding

1. Penyakit kardiovaskuler : anemia, hipertensi, infark iniokardium, dsb.

2. Penyakit pulmonum : asma, hiperventilasi, emboli paru-paru.

3. Penyakit neurologis : penyakit serebrovaskular, epilepsi, inigrain, tumor, dsb.

4. Penyakit endokrin : diabetes, hipertroidisme, hipoglikemi, sindroma

pramestruasi, gangguan menopause, dsb. intoksikasi obat, putus obat.

5. Kondisi lain: anafilaksis, gangguan elektrolit, keracunan logam berat, uremia

dsb

Pedoman Diagnosis Agrafobia

1. Kecemasan berada di dalam suatu tempat atau situasi dimana kemungkinan

sulit meloloskan diri

2. Situasi dihindari, misal jarang bepergian

3. Kecemasan atau penghindaran fobik bukan karena gangguan mental lain,

misal fobia sosial


Pedoman Diagnostik Gangguan Panik

1. Serangan panik rekuren dan tidak diharapkan

2. Sekurangnya satu serangan, diikuti satu atau lebih : kekawatiran menetap

akan mengalami serangan tambahan, ketakutan tentang arti serangan,

perubahan perilaku bermakna berhubungan dengan serangan

3. Serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung atau suatu kondisi

medis umum

4. Serangan panik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain. misal

gangguan obsesif - kompulsif.

5. Gangguan panik bisa dengan agorafobia atau tanpa agorafobia.

Terapi

1. Konseling dan medikasi.

Konseling: ajari pasien untuk diam di tempat sampai serangan panik berlalu,

konsentrasikan diri untuk mengatasi ansietas bukan pada gejala fisik, rileks,

latihan pernafasan. Identifikasikan rasa takut selama serangan. Diskusikan cara

menghadapi rasa takut saya tidak mengalami serangan jantung, hanya panik,

akan berlalu.

Medikasi: banyak pasien tertolong melalui konseling dan tidak membutuhkan

medikasi. Bila serangan sering dan berat, atau secara bermakna dalam keadaan

depresi beri antidepresan (imipramin 25 mg malam hari, dosis bisa sampai 100

150 mg malam selama 2 minggu). Bila serangan jarang dan terbatas beri anti

ansietas, jangka pendek (lorazepam 0,5 1 mg 3 dd 1 atau alprazolam 0,25 1 mg


3 dd 1) hindari pemberian jangka panjang dan pemberian medikasi yang tidak

perlu.

I. Gangguan Fobik

Penelitian epidemiologis di Amerika Serikat menemukan 5 10 persen populasi

menderita gangguan ini. FOBIA adalah suatu ketakutan yang tidak rasional yang

menyebabkan penghindaran yang disadari terhadap obyek, aktivitas, atau situasi

yang ditakuti.

1. Fobia spesifik: takut terhadap binatang, badai, ketinggian, penyakit, cedera,

dsb.

2. Fobia sosial: takut terhadap rasa memalukan di dalam berbagai lingkungan

sosial seperti berbicara di depan umum, dsb.

Pedoman Diagnostik

1. Rasa takut yang jelas, menetap dan berlebihan atau tidak beralasan (obyek/

situasi)

2. Pemaparan dengan stimulus fobik hampir selalu mencetuskan kecemasan

3.. Menyadari bahwa rasa takut adalah berlebihan

4. Situasi fobik dihindari

Terapi

Konseling dan medikasi: dorong pasien untuk dapat mengatur pernafasan,

membuat daftar situasi yang ditakuti atau dihindari, diskusikan cara-cara

menghadapi rasa takut tersebut. Dengan konseling banyak pasien tidak

membutuhkan medikasi. Bila ada depresi bisa diberi antidepresan lmipramin 50

150 mg/ hari. Bila ada ansietas beri antiansietas dalam waktu singkat, karena
bisa menimbulkan ketergantungan. Beta blokerdapat mengurangi gejala fisik.

Konsultasi spesialistik bila rasa takut menetap.

J. Gangguan Obsesif – Kompulsif

Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif-kompulsif pada populasi

umum diperkirakan adalah 2-3 persen.

1. OBSESIF adalah pikiran, perasaan, ide yang berulang, tidak bisa dihilangkan

dan tidak dikehendaki.

2. KOMPULSIF adalah tingkah-laku yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan

tidak dikehendaki.

Pedoman Diagnosis

= Pikiran, impuls, yang berulang

= Perilaku yang berulang

= Menyadari bahwa obsesif-kompulsif adalah berlebihan atau tidak beralasan

= Obsesif-kompulsif menyebabkan penderitaan

= Tidak disebabkan oleh suatu zat atau kondisi medis umum.

Terapi

Konseling dan medikasi : mengenali, menghadapi, menantang pikiran yang

berulang dapat mengurangi gejala obsesd, yang pada akhirnya mengurangi

perilaku kompulsif. Latihan pernafasan. Bicarakan apa yang akan dilakukan

pasien untuk mengatasi situasi, kenali dari perkuat hal yang berhasil mengatasi

situasi. Bila diperlukan bisa diberi Klomipramin 100 - 150 mg, atau golongan

Selected Serotonin Reuptake Inhibitors.


K. Ganguan Stres Pasca – Trauma

Pasien dapat diklasifikasikan mendenta gangguan stres pasca-trauma,

bila mereka mengalami suatu stres yang akan bersifat traumatik bagi hampir

semua orang. Trauma bisa berupa trauma peperangan, bencana alam,

penyerangan, pemerkosaan, kecelakaan.

Gangguan stres-pasca trauma terdiri dari: - pengalaman kembali trauma

melalui mimpi dan pikiran, penghindaran yang persisten oleh penderita terhadap

trauma dan penumpulan responsivitas pada penderita tersebut, kesadaran

berlebihan dan persisten. Gejala penyerta yang sering dan gangguan stres

pasca-trauma adalah depresi, kecemasan dan kesulitan kognitif(contoh

pemusatan perhatian yang buruk)

Prevalensi seumur hidup gangguan stres pasaca-trauma diperkirakan I

sampai 3 persen populasi umum, 5 sampai 15 persen mengalami bentuk

gangguan yang subklinis. Walaupun gangguan stres pasca-trauma dapat terjadi

pada setiap usia, namun gangguan paling menonjol pada usia dewasa muda.

Pedoman Diagnostik

1. Telah terpapar dengan peristiwa traumatik, didapati:

2. Mengalami, menyaksikan, dihadapkan dengan peristiwa yang berupa

ancaman kematian, atau kematian yang sesungguhanya atau cedera yang

serius, atau ancaman integritas fisik diri sendiri atau orang lain

3. Respon berupa rasa takut yang kuat, rasa tidak berdaya

4. Keadaan traumatik secara menetap dialami kembali dalam satu atau lebih

cara berikut:
5. Rekoleksi yang menderitakan, rekuren dan mengganggu tentang kejadian

6. Mimpi menakutkan yang berulang tentang kejadian

7. Berkelakuan atau merasa seakan-akan kejadian traumatik terjadi kembali

8. Penderitaan psikologis yang kuat saat terpapar dengan tanda internal atau

eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai suatu aspek kejadian

traumatik

9. Reaktivitas psikologis saat terpapar dengan tanda internal atau eksternal

yang menyimbolkan atau menyerupai aspek kejadian traumatik

10. Penghindaran stimulus yang persisten yang berhubungan dengan trauma

11. Gejala menetap, adanya peningkatan kesadaran, seperti dua atau lebih

berikut: kesulitan tidur, irritabilitas, sulit konsentrasi, kewaspadaan berlebihan,

respon kejut yang berlebihan.

12. Lama gangguan gejala B,C,D adalah lebih dari satu bulan.

13. Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau

gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

L. Gangguan Stres Akut

Suatu gangguan sementara yang cukup parah yang terjadi pada

seseorang tanpa adanya gangguan jiwa lain yang nyata, sebagai respons

terhadap stres fisik maupun mental yang luar biasa dan biasanya menghilang

dalam beberapa jam atau hari. Stresornya dapat berupa pengalaman traumatik

yang luar biasa . Kerentanan individu dan kemampuan menyesuaikan diri

memegang peranan dalam terjadinya dan keparahannya suatu reaksi stres akut.

Pedoman Diagnostik
Harus ada kaitan waktu yang langsung dan jelas antara terjadinya

pengalaman stresor luar biasa dengan onset dan gejala. Onset biasanya setelah

beberapa menit atau bahkan segera setelah kejadian. Selain itu ditemukan (a)

terdapat gambaran gejala campuran yang biasanya berubah-ubah; selain gejala

permulaan berupa keadaan “ terpaku”, semua gejala berikut mungkin tampak:

depresif, ansietas, kemarahan, kekecewaan, overaktif dan penarikan diri, akan

tetapi tidak satupun dan jenis gejala tersebut yang mendominasi gambaran

klinisnya untuk waktu lama. (b) pada kasus-kasus yang dapat dialihkan dan

stresomya, gejala-gejalanya dapat menghilang dengan cepat (dalam beberapa

jam); dalam hal dimana stres tidak dapat dialihkan, gejala-gejala biasanya baru

mulai mereda setelah 24 - 48 jam dan biasanya menghilang setelah 3 hari.

M. Gangguan Ansietas Menyeluruh

Gambaran esensial dan gangguan ini adalah adanya ansietas yang

menyeluruh dan menetap (bertahan lama), Gejala yang dominant sangat

bervariasi, tetapi keluhan tegang yang berkepanjangan, gemetaran, ketegangan

otot, berkeringat, kepala terasa ringan, palpitasi, pusing kepala dan keluhan

epigastnik adalah keluhankeluhan yang lazim dijumpai. Ketakutan bahwa dirinya

atau anggota keluarganya akan menderita sakit atau akan mengalami

kecelakaan dalam waktu dekat, merupakan keluhan yang seringkali

diungkapkan.

Pedoman Diagnostik

Pasien harus menunjukan gejala primer ansietas yang berlangsung

hampir setiap hari selama beberapa minggu, bahkan biasanya sampai beberapa
bulan. Gejala-gejala ini biasanya mencakup hal-hal berikut : kecemasan tentang

masa depan, ketegangan motorik, overaktivitas otonomik

Terapi

Konseling dan medikasi: informasikan bahwa stres dan rasa khawatir keduanya

mempunyai efek fisik dan mental. Mempelajari keterampilan untuk mengurangi

dampak stres merupakan pertolongan yang paling efektif. Mengenali,

menghadapi dan menantang kekhawatiran yang berlebihan dapat mengurangi

gejala ansietas. Kenali kekhawatiran yang berlebihan atau pikiran yang

pesimistik. Latihan fisik yang teratur sering menolong. Medikasi merupakan

terapi sekunder, tapi dapat digunakan jika dengan konseling gejala menetap.

Medikasi ansietas : misal Diazepam 5 mg malam hari, tidak lebih dari 2 minggu,

Beta bloker dapat membantu mengobati gejala fisik, antidepresan bila ada

depresi. Konsultasi spesialistik bila ansietas berat dan berlangsung lebih dan 3

bulan.Gangguan Ansietas Menyeluruh


DAFTAR PUSTAKA

Hawari, D., 2008, Manajemen Stres Cemas dan Depresi, Jakarta : Balai Penerbit

FKUI.

Mansjoer, A., 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Jakarta : Penerbit

Aesculapius.

Nurjannah, I., 2004, Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa Manajemen,

Proses Keperawatan dan Hubungan Terapeutik Perawat-Klien, Yogyakarta:

Penerbit MocoMedia

Stuart, G.W., dan Sundden, S.J., 1995, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3,

Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai