Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

KLIEN DENGAN GANGGUAN PSIKOSOSIAL: ANSIETAS DI


WILAYAH PUSKESMAS KUTA BAROACEH BESAR

OLEH :

DIAN INDRIANI, S.Kep

2012501010104

KEPANITERAAN KLINIK KEPERAWATAN SENIOR (K3S)


BAGIAN KEPERAWATAN JIWA PROGRAM STUDI PROFESI
NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
TAHUN 2022
A. Pengertian Ansietas

Ansietas atau kecemasan (anxiety) adalah kondisi emosi dengan timbulnya


rasa tidak nyaman pada diri seseorang, dan merupakan pengalaman yang samar-
samar disertai dengan perasaan yang tidak berdaya serta tidak menentu yang
disebabkan oleh suatu hal yang belum jelas (Annisa & Ifdil, 2016). Perasaan tidak
nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon autonomy (sumber sering
kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); perasaan takut yang
disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan
kemampuan individu untuk bertindak menghadapi ancaman (Heather &
Kamitsuru ,2015). Ansietas merupakan reaksi umum terhadap stress, satu kondisi
kegelisahan mental, keprihatinan, ketakutan, atau perasaan putus asa karena
pengancaman yang akan terjadi atau ancaman antisipasi yang tidak dapat
diidentifikasi terhadap diri sendiri atau terhadap hubungan yang bermakna.
Ansietas dapat dialami pada tingkat sadar, setengah sadar, atau tidak sadar
(Barbara, 2010).

Ansietas adalah suatu perasaan takut yang berasal dari eksternal atau
internal sehingga tubuh memiliki respons secara perilaku, emosional, kognitif, dan
fisik (Videbeck & Sheila, 2012). Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas
dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.
Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Ansietas di alami secara
subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal (Stuart & Laraia). Ansietas
dapat menjadi suatu beban berat yang menyebabkan individu tersebut hidupnya
selalu di bawah bayang- bayang ansietas yang terus berkepanjangan. Ansitas
berkaitan dengan strees. Oleh karena itu ansietas timbul sebagai respon terhadap
stress, baik stress fisiologi maupun psikologis. Artinya ansietas terjadi ketika
seseorang merasa terancam baik secara fisik maupunpsikologis. Stres merupakan
bagian yang tidak dapat terelakkan dalam hidup manusia. Meskipun demikian,
stress bukanlah merupakan sesuatu yang patologis (Asmadi, 2013). Ansietas
merupakan respon emosional terhadap penilaian individu yang subjektif,
dipengaruhi alam bawah sadar dan tidak diketahui secara khusus penyebabnya.
Ansietas merupakan istilah yang sangat akrab dengan kehidupan sehari-hari yang
menggambarkankeadaan khawatir.
B. Etiologi

Meski penyebab ansietas belum sepenuhnya diketahui, namun gangguan


keseimbangan neurotransmitter dalam otak dapat menimbulkan ansietas pada diri
seseorang. Faktor genetik juga merupakan faktor yang dapat menimbulkan
gangguan ini. Ansietas terjadi ketika seseorang mengalami kesulitan menghadapi
situasi, masalah dan tujuan hidup (Videbeck & Sheila, 2012). Setiap individu
menghadapi stres dengan cara yangberbeda-beda, seseorang dapat tumbuh dalam
suatu situasi yang dapat menimbulkan stresberat pada orang lain. Adapun factor-
faktor yang mempengaruhi ansietas adalah :

1. Faktor predisposisi
Berbagai teori yang di kembangkan untuk menjelaskan penyebab ansietas adalah:
a. Teori psikionalitik
Ansietas merupakan konflik emosional antara dua elemen
kepribadian yaitu ide, ego dan Super ego. Ide melambangkan dorongan
insting atau impuls primitif. Super ego mencerminkan hati nurani
seseorang dan dikendalikan oleh norma- norma budaya seseorang,
sedangkan Ego digambarkan sebagai mediator antara ide dan super ego.
Ansietas berfungsi untuk memperingatkan ego tentang suatu budaya yang
perlu segera diatasi.
b. Teori interpersonal
Ansietas terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal.
Berhubunganjuga dengan trauma masa perkembangan seperti kehilangan,
perpisahan. Individu dengan harga diri rendah biasanya sangat mudah
mengalami ansietas berat.
c. Teori perilaku
Ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang
menggangukemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

d. Kajian biologis
Otak mengandung reseptor spesifik untuk benzodiazepines.
Reseptor ini diperkirakan turut berperan dalam mengatur ansietas.
2. Faktor presipitasi
Bersumber dari eksternal dan internal seperti:
a. Ancaman terhadap integritas fisik meliputi ketidakmampuan fisiologis atau
menurunnya kemampuan melaksanakan fungsi kehidupan sehari-hari.
b. Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga diri dan
integritas fungsi sosial.
3. Perilaku
Ansietas dapat diekspresikan langsung melalui perubahan fisiologis dan
perilaku secara tidak langsung timbulnya gejala atau mekanisme koping dalam
upaya mempertahankan diri dari ansietas. Intensitas perilaku akan meningkat
sejalan denganpeningkatan ansietas (Ermawati dkk, 2009).

C. Rentang Respon Ansietas

A. Tanda dan Gejala Ansietas


1. Ansietas ringan
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan
sehari- hari. Pada tingkat ini lapangan persepsi melebar dan individu akan berhati-
hati dan waspada. Individu terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan
pertumbuhan dankreatifitas.
a. Respon fisiologi:
1) Sesekali napas pendek
2) Nadi dan tekanan darah naik
3) Gejala ringan pada lambung
4) Muka berkerut dan bibir bergetar
b. Respon kognitif:
1) Lapang persepsi melebar
2) Mampu menerima rangsangan yang kompleks
3) Konsentrasi pada masalah
4) Menjelaskan masalah secara efektif
c. Respon Perilaku dan Emosi:
1) Tidak dapat duduk tenang
2) Tremor halus pada tangan
3) Suara kadang-kadang meninggi
2. Ansietas sedang
Pada tingkat ini lapangan persepsi terhadap lingkungan menurun. Individu
lebih memfokuskan hal-hal penting saat itu dan mengenyampingkan hal lain.
a. Respon Fisiologi:
1) Nadi (ekstra systole) dan tekanan darah naik
2) Mulut kering
3) Anorexia
4) Diare/konstipasi
5) Gelisah
b. Respon Kognitif:
1) Lapang persepsi menyempit
2) Rangsang luar tidak mampu diterima
3) Berfokus pada apa yang menjadi perhatian
c. Respon Perilaku dan Emosi:
1) Gerakan tersentak-sentak (meremas tangan)
2) Bicara banyak dan lebih cepat
3) Susah tidur
4) Perasaan tidak aman
3. Ansietas berat
Pada ansietas berat lapangan persepsi menjadi sangat sempit, individu
cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal lain. Individu
tidak mampu lagi berpikir realistis dan membutuhkan banyak pengarahan untuk
memusatkan perhatian pada area lain.
a. Respon Fisiologi:
1) Sering napas pendek
2) Nadi (ekstra systole) dan tekanan darah naik
3) Berkeringat dan sakit kepala
4) Penglihatan kabur
5) Ketegangan
b. Respon Kognitif:
1) Lapang persepsi sangat sempit
2) Tidak mampu menyelesaikan masalah
c. Respon Perilaku dan Emosi:
1) Perasaan ancaman meningkat
2) Verbalisasi cepat
3) Blocking
4. Panik
Pada tingkatan ini lapangan persepsi individu sudah sangat menyempit dan
sudah terganggu sehingga tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat
melakukan apa-apa walaupun telah di berikan pengarahan.
a. Respon Fisiologi:
1) Napas pendek
2) Rasa tercekik dan palpitasi
3) Sakit dada
4) Pucat
5) Hipotensi
6) Koordinasi motorik rendah
b. Respon Kognitif:
1) Lapang persepsi sangat sempit
2) Tidak dapat berpikir logis
c. Respon Perilaku dan Emosi:
1) Agitasi, mengamuk dan marah
2) Ketakutan, berteriak-teriak, blocking
3) Kehilangan kendali atau kontrol diri
4) Persepsi Kacau
Respon Fisiologi yang mempengaruhi system yang ada dalam tubuh manusia
adalah:

a. Sistem Kardiovaskuler
1) Palpitasi
2) Jantung berdebar
3) Tekanan darah meningkat
4) Denyut nadi menurun
5) Rasa mau pingsan
b. Sistem respirasi
1) Napas cepat
2) Pernapasan dangkal
3) Rasa tertekan pada dada
4) Pembengkakan pada tenggorokan
5) Rasa tercekik
6) Terengah-engah
c. Sistem kardiovaskuler
1) Peningkatan reflex
2) Reaksi kejutan
3) Insomnia
4) Ketakutan
5) Gelisah
6) Wajah tegang
7) Kelemahn secara umum
8) Gerakan lambat
9) Gerakan yang janggal
d. Sistem Gastrointestinal
1) Kehilangan nafsu makan
2) Menolak makanan
3) Perasaan dangkal
4) Rasa tidak nyaman pada abdominal
5) Rasa terbakar pada jantung
6) Diare
e. Sistem Perkemihan
1) Inkontensia urine
2) Sering miksi
f. Sistem integumen
1) Rasa terbakar
2) Berkeringat banyak di telapak tangan
3) Gatal-gatal
4) Perasaan panas atau dingin pada kulit
5) Muka pucat
6) Berkeringat seluruh

tubuh Respon perilaku kognitif:

a. Perilaku
1) Gelisah
2) Ketegangan fisik
3) Tremor
4) Gugup bicara cepat
5) Tidak ada koordinasi
6) Kecenderungan untuk celaka
7) Menarik diri
8) Menghindar
9) Terhambat melakukan aktifitas
b. Kognitif
1) Gangguan perhatian
2) Konsentrasi hilang
3) Pelupa
4) Salah tafsir
5) Adanya bloking pada fikiran
6) Bingung
7) Rasa khawatir yang berlebihan
8) Kehilangan penilaian objektifitas
9) Takut akan kehilangan kembali
10) Takut berlebihanTingkat ansietas (Dalami, 2009).
B. Indikator Tingkat Ansietas

C. Patofisiologi
Berdasarkan ansietas dibagi sesuai proses perkembangannya:
1. Bayi/anak-anak
a. Berhubungan dengan perpisahan
b. Berhubungan dengan lingkungan atau orang yang tidak dikenal
c. Berhubungan dengan perubahan dalam hubungan teman sebaya
2. Remaja, berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri sekunder akibat:
a. Perkembangan seksual
b. Perubahan hubungan dengan teman sebaya
3. Dewasa, berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri sekunder akibat:
a. Kehamilan
b. Menjadi orang tua
c. Perubahan karir
d. Efek penuaan
4. Lanjut usia, berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri sekunder akibat:
a. Penurunan sensori
b. Penurunan motorik
c. Masalah keuangan
d. Perubahan pada masa pensiun

D. Mekanisme Koping
Ketika klien mengalami ansietas, individu menggunakan bermacam-macam
mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya. Dalam bentuk ringan ansietas
bentuk ringan ansietas dapat di atasi dengan menangis, tertawa, tidur, olahraga atau
merokok. Bila terjadi ansietas berat sampai panik akan terjadi ketidakmampuan
mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan penyebab utama perilaku yang
patologis, individu akan menggunakan energy yang lebih besar untuk dapat mengatasi
ancaman tersebut. Mekanisme koping untuk mengatasi ansietas adalah:
1. Reaksi yang berorientasi pada tugas (task oriented reaction)
Merupakan pemecahan masalah secara sadar yang digunakan untuk
menanggulangiancaman stressor yang ada secara realistis yaitu:
a. Perilaku menyerang (Agresif), biasanya digunakan individu untuk mengatasi
rintangan agar memenuhi kebutuhan.
b. Perilaku menarik diri, digunakan untuk menghilangkan sumber ancaman
baiksecara fisik maupun psikologis.
c. Perilaku kompromi, digunakan untuk merubah tujuan yang akan dilakukan
ataumengorbankan kebutuhan personal untuk mencapai tujuan.
2. Mekanisme pertahanan ego (Ego oriented reaction)
Mekanisme ini membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang yang
digunakan untuk melindungi diri dan dilakukan secara sadar untuk
mempertahankan keseimbangan. Mekanisme pertahanan ego:
a. Disosiasi adalah pemisahan dari proses mental atau perilaku dari kesadaran
atau identitasnya.
b. Identifikasi (identification) adalah proses dimana seseorang untuk menjadi
yang ia kagumi berupaya dengan mengambil/meniru pikiranpikiran, perilaku
dan selera orang tersebut.
c. Intelektualisasi (intellectualization) adalah penggunaan logika dan alasan yang
berlebihan untuk menghindari pengalaman yang mengganggu perasaannya.
d. Introjeksin (introjection) adalah suatu jenis identifikasi yang dimana seseorang
mengambil dan melebur nilai-nilai dan kualitas seseorang atau suatu
kelompok kedalam struktur egonya sendiri, berupa hati nurani, contohnya rasa
benci atau kecewa terhadap kematian orang yang dicintai, dialihkan dengan
cara menyalahkandiri sendiri.
e. Kompensasi adalah proses dimana seseorang memperbaiki penurunan citra
diri dengan secara tegas menonjolkan keistimewaan/kelebihan yang
dimilikinya. Penyangkalan (Denial) adalah menyatakan ketidaksetujuan
terhadap realitas dengan mengingkari realitas tersebut. Mekanisme pertahanan
ini adalah penting, sederhana, primitif.
f. Pemindahan (displacement) adalah pengalihan emosi yang semula ditujukan
pada seseorang/benda kepada orang lain/benda lain yang biasanya netral atau
kurang mengancam dirinya.
g. Isolasi adalah pemisahan unsur emosional dari suatu pikiran yang menggangu
dapatbersifat sementara atau berjangka lama.
h. Proyeksi adalah pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri kepada
orang lain terutama keinginan, perasaan emosional dan motivasi yang tidak
dapat ditoleransi.
i. Rasionalisasi adalah mengemukakan penjelasan yang tampak logis dan dapat
diterima masyarakat untuk membenarkan perasaan perilaku dan motif yang
tidak dapat diterima.
j. Reaksi formasi adalah pengembangan sikap dan pola perilaku yang ia sadari
yang bertentangan dengan apa yang sebenarnya ia rasakan atau ingin
dilakukan.
k. Regresi adalah kemunduran akibat stress terhadap perilaku dan merupakan ciri
khasdari suatu taraf perkembangan yang lebih dini.
l. Represi adalah pengenyampingkan secara tidak sadar tentang-tentang pikiran,
ingatan yang menyakitkan atau bertentangan ,dari kesadaran seseorang
merupakan pertahanan ego yang primer yang cenderung diperkuat oleh
mekanisme lain.
m. Pemisahan (spiliting) adalah sikap mengelompokkan orang dianggap
semuanya baik atau semuanya buruk, kegagalan untuk memajukan nilainilai
positif dan negatif di dalam diri seseorang.
n. Sublimasi penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami halangan normal.
o. Supresi suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan
sebetulnya merupakan analog represi yang di sadari, pengesampingan yang
disengaja tentang suatu bahan dari kesadaran seseorang. Tindakan/perilaku
atau komunikasi yang menghapuskan sebagian dari tindakan /perilaku atau
komunikasi sebelumnya merupakan mekanisme pertahanan primitive (Dalami,
2009).
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahaan dan terapi memerlukan
suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik),
psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius (Hawari & Dadang, 2008)
selengkapnya seperti pada uraian berikut :
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
a. Makan yang bergizi dan seimbang
b. Istirahat yang cukup
c. Cukup olahraga
d. Jangan merokok
2. Terapi psikofarmaka, merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-
obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal
penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi
psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu
seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl,
meprobamate dan alprazolam.
3. Terapi somatic. Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala
ikutan atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan
keluhankeluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan
pada organ tubuh yang bersangkutan.
4. Psikoterapi, diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar
pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta
percaya diri.
b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai
bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali
(rekonstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.
d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu
kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu
menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor
keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat
dijadikan sebagai faktor pendukung.
F. Proses Keperawatan
a. Pengkajian pada klien dengan Ansietas
Batasan karakteristik gangguan psikososial ansietas menurut NANDA (2013)
adalah sebagai berikut:
1) Perilaku; menunjukkan konsentrasi menurun, kurangnya produktivitas,
pemecahan masalah yang buruk, perubahan terhadap pandangan hidup,
wajah tegang, perilaku berpindah-pindah, gelisah, insomnia, kurangnya
kontak mata, waspada, perilaku yang tidak menentu, kebingungan dan
sedih.
2) Afektif; memperlihatkanketakutan, merasa tersiksa, merasa tertekan,
gugup, gelisah, merasa tidak berdaya, hanya fokus terhadap diri sendiri,
peningkatan rasa cemas, cepat tersinggung, dan terlihat lesu.
3) Psikologikal; menunjukkan ketengangan ringan, tremor, keringat berlebih,
peningkatan tegangan darah, goyah, dan suara terdengan gemetar.
4) Simpatetik; menunjukkan anoreksia, peningkatan denyut jantung, diare,
mulut kering, frekwensi nafas meningkat, vasokontriksi superfisial, adn
kelemahan
5) Parasimpatetik; menunjukkan nyeri abdomen, peningkatan tekanan darah,
gangguan pola tidur, pingsan, mual, perubahan pola kemih.
6) Cognitiv; menunjukkan gejala psikologi, blocking, bingung, penurunan
persepsi, sulit untuk konsentrasi, berkurangnya kemampuan untuk belajar
dan menyelesaikan masalah, merasa ketakutan yang tidak spesifik, cepat
lupa, dan berkurangnya perhatian terhadap suatu hal.

Apabila individu sudah mengalami koping individu yang tidak efektif


maka tanda dan gejala yang dijumpai adalah:

a. Mengungkapkan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah atau meminta


bantuan
b. Penggunaan mekanisme pertahanan yang tidak sesuai
c. Ketidakmampuan memenuhi peran yang diharapkan
d. Rasa khawatir kronis
e. Mengungkapkan tentang kesulitan dengan stress kehidupan
f. Ketidakmampuan menyelesaikan masalah
g. Perubahan dalam interaksi sosial
h. Perilaku destruktif
i. Sering sakit
j. Berbohong atau memanipulasi
k. Tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar
l. Tidak mampu asertif
m. Perubahan dalam pola komunikasi

Tanda dan Gejala

Subyektif :

a. Tidak nafsu makan


b. Diare/konstipasi
c. Gelisah
d. Berkeringat
e. Tangan gemetar
f. Sakit kepala dan sulit tidur
g. Lelah
h. Sulit berfikir
i. Mudah lupa
j. Merasa tidak berharga
k. Perasaan tidak aman
l. Merasa tidak bahagia
m. Sedih dan sering menangis
n. Sulit menikmati kegiatan harian
o. Kehilangan minat gairah

Obyektif :

a. nadi dan tekanan darah naik


b. tidak mampu menerima informasi dari luar
c. berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya
d. Ketakutan atas sesuatu yang tidak spesifik/jelas
e. Pekerjaan sehati-hari terganggu
f. Tidak mampu melakukan kegiatan harian a
g. Gerakan meremas tangan
h. Bicara berlebihan dan cepat
b. Diagnosa Keperawatan: Ansietas
c. Tindakan Keperawatan untuk klien
1) Tujuan
Klien mampu :
a) Pasien mampu mengenal ansietas
b) Pasien mampu mengatasi ansietas melalui teknik relaksasi
c) Pasien mampu mengatasi ansietas melalui distraksi
d) Pasien mampu mengatasi ansietas melalui hipnotis lima jari
e) Pasien mampu mengatasi ansietas melalui kegiatan spiritual
2) Tindakan keperawatan pada klien ansietas
a) SP 1 Klien: Membina hubungan saling percaya, membantu
klien mengenalansietas, dan mengajarkan teknik relaksasi
dengan pengalihan situasi
b) SP 2 Klien: mengajarkan dan melatih latihan relaksasi tarik napas dalam
c) SP 3 Klien: mengajarkan dan melatih latihan hipnotis lima jari
d) SP 4 Klien: mengajarkan dan melatih latihan mengatasi ansietas
melaluikegiatan spiritual
d. Tindakan keperawatan pada keluarga klien ansietas
1) Tujuan
Keluarga mampu :
a) Keluarga mampu mengenal masalah ansietas pasien dan masalah
merawatpasien ansietas
b) Keluarga mampu mengambil keputusan merawat klien dengan ansietas
c) Merawat klien dengan ansietas
d) Keluarga mampu menciptakan lingkungan yang nyaman dengan ansietas
e) Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk follow-up dan
menccegah kekambuhan klien dengan ansietas
2) Tindakan keperawatan pada keluarga ansietas
a) SP 1 Keluarga: Membina hubungan saling percaya,
menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, penyebab
m ansietas pada klien
b) SP 2 Keluarga: mengajarkan cara merawat klien
dengan latihan relaksasi 4 cara: pengalihan situasi,
tarik napas dalam, relaksasi otot, dan hipnotis lima
jari
c) SP 3 Keluarga: melatih keluarga merawat klien cara tarik
napas dalam
d) SP 4 Keluarga: mengedukasi keluarga untuk merujuk klien
dengan ansietas

e. Evaluasi
1) Berkurangnya ancaman terhadap integritas fisik dan sistem diri
2) Respon fisiologis, perilaku, kognitif dan afektif dalam batas normal
3) Sumber koping adekuat
4) Individu mengenali ansietasnya
5) Menggunakan koping adaptif
6) Keluarga memahami dan membantu perawatan pasien

f. Dokumentasi
DAFTAR PUSTAKA

Annisa, D., & Ifdil. (2016). Konsep Kecemasan (Anxiety) Pada Lanjut Usia
(Lansia). Jurnal Konselor Universitas Padang, 5(2), 93-99.
Asmadi. (2013). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta. EGC
Barbara, K. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep Proses dan
Praktik edisi VII Volume I. Jakarta : EGC.
Ermawatin, dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.
Jakarta: CV. Trans Info Media.
Hawari, Dadang. (2008). Menajemen Stres Cemas Dan Depresi. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis KeperawatanDefinisi &
Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC.
NANDA, NIC NOC. (2013). Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan
Profesional: Edisi Revisi Jilid 1 dan Jilid 2. Jakata: Mediaction
publishing.
Videbeck & Sheila (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa (Renata Komalasari,
penerjemah). Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN GANGGUAN PSIKOSOSIAL: BERDUKA DI WILAYAH
PUSKESMAS KUTA BAROACEH BESAR

OLEH :

DIAN INDRIANI, S.Kep

2012501010104

KEPANITERAAN KLINIK KEPERAWATAN SENIOR (K3S)


BAGIAN KEPERAWATAN JIWA PROGRAM STUDI PROFESI
NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
TAHUN 2022
KONSEP BERDUKA DAN KEHILANGAN

A. Pengeritian Berduka & Kehilangan

Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan


sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi
sebagian atau keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah
dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir
individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya
kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.

Kehilangan (loss) adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang


dapat dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada,
baik sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga
terjadi perasaan kehilangan (Hidayat, 2012). Kehilangan merupakan
pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang
kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang
berbeda. Setiap individu akan bereaksi terhadap kehilangan. Respons terakhir
terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh respon individu terhadap
kehilangan sebelumnya (Potter dan Perry, 1997).

Seseorang dapat kehilangan citra tubuh, orang terdekat, perasaan


sejahtera, pekerjaan, barang milik pribadi, keyakinan, atau sense of self baik
sebagian atau pun keseluruhan. Peristiwa kehilangan dapat terjadi secara tiba-
tiba atau bertahap sebagai sebuah pengalaman traumatik. Kehilangan sendiri
dianggap sebagai kondisi krisis, baik krisis situasional atau pun krisis
perkembangan. Dalam hal ini persepsi individu, tahap perkembangan,
mekanisme koping, dan sistem pendukungnya sangatlah berpengaruh
terhadap respons individu dalam menghadapi proses kehilangan tersebut.
Apabila proses kehilangan tidak dibarengi dengan koping yang positif atau
penanganan yang baik, pada akhirnya akan berpengaruh pada perkembangan
individu atau port of being matur-nya (Mubarak dan Chayatin, 2007).
Menurut Hidayat (2012) terdapat beberapa jenis kehilangan yakni

sebagai berikut.
a. Kehilangan objek eksternal, misalnya kecurian atau kehancuran
akibat

bencana alam.
b. Kehilangan lingkungan yang dikenal misalnya berpindah rumah,
dirawat

di rumah sakit, atau berpindah pekerjaan.


c. Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti misalnya
pekerjaan,

anggota keluarga, dan teman dekat.


d. Kehilangan suatu aspek diri misalnya anggota tubuh dan fungsi
psikologis

atau fisik.
e. Kehilangan hidup misalnya kematian anggota keluarga di rumah
dan dirI sendiri.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kehilangan


merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi pada orang- orang
yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan
yang sebelumya ada menjadi tidak ada). Terlepas dari penyebab kehilangan
yang dialami setiap individu akan berespon terhadap situasi kehilangan,
respon terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh kehilangan
sebelumnya.

B. Berduka

Dalam Hidayat (2012), grieving (berduka) adalah reaksi emosional


dari kehilangan dan terjadi bersamaan dengan kehilangan baik karena
perpisahan maupun kematian. Sedangkan istilah bereavement adalah keadaan
berduka yang ditunjukan selama individu melewati rekasi atau masa
berkabung (mourning). Berikut ini jenis berduka menurut Hidayat (2012) :
a. Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal
terhadap kehilangan. Misalnya, kesedihan, kemarahan, menangis,

kesepian, dan menarik diri dari aktivitas untuk sementara.


b. Berduka antisipatif, yaitu proses ‘melepaskan diri’ yang muncul sebelum
kehilangan atau kematian yang sesungguhnya terjadi. Misalnya, ketika
menerima diagnosis terminal, seseorang akan memulai proses
perpisahan dan menyelesaikan berbagai urusan di dunia sebelum ajalnya
tiba.
c. Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke
tahap berikutnya, yaitu tahap kedukaan normal. Masa berkabung
seolah-olah tidak kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan
orang yang bersangkutan dengan orang lain.
d. Berduka tertutup, yaitu kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat
diakui secara terbuka. Contohnya, kehilangan pasangan karena AIDS,
anak yang mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan
anaknyadi kandungan atau ketika bersalin.

C. Respon Berduka

Menurut Kubler-Ross dalam Potter dan Perry (1997), respon berduka


seseorang terhadap kehilangan dapat melalui tahap-tahap seperti
pengingkaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.
Rentang Respon Kehilangan (Hidayat, 2012)

Pengingkaran Marah Tawar-menawar Depresi


Penerimaan

(Gambar rentang respon individu terhadap kehilangan menurut Kubler-Ross)

a. Fase Pengingkaran

Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok,


tidak percaya atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang
benar terjadi, dengan mengatakan “Tidak, saya tidak percaya itu terjadi”
atau “itu tidak mungkin terjadi”. Bagi individu atau keluarga yang
didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus mencari informasi
tambahan.

Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat,
diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan
tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa
menit atau beberapa tahun.
b. Fase Marah

Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan


terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat
yang sering diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri.
Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak
pengobatan, menuduh dokter-perawat yang tidak becus. Respon fisik yang
sering terjadi antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur,
tangan mengepal.
c. Fase Tawar-menawar

Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara


intensif, maka ia akan maju ke fase tawar-menawar dengan memohon
kemurahan pada Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata “
kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa”.
Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering keluar
adalah “ kalau saja yang sakit, bukan anak saya”.
d. Fase Depresi

Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri,


kadang sebagai klien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan
keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada keinginan bunuh diri, dan
sebagainya. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan,
susah tidur, letih, dorongan libido manurun.
e. Fase Penerimaan

Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran


yang selalu berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai
berkurang atau hilang. Individu telah menerima kehilangan yang
dialaminya. Gambaran tentang obyek atau orang yang hilang mulai
dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan beralih kepada obyek
yang baru. Fase ini biasanya dinyatakan dengan “saya betul-betul
kehilangan baju saya tapi baju yang ini tampak manis” atau “apa yang
dapat saya lakukan agar cepat sembuh”. Apabila individu dapat memulai
fase ini dan menerima dengan perasaan damai, maka dia akan mengakhiri
proses berduka serta mengatasi perasaan kehilangannya dengan tuntas.
Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka ia akan mempengaruhi
kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.

D. Sifat Kehilangan
1. Tiba-tiba (tidak dapat diramalkan)

Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada


pemulihan dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan,

bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit diterima.


2. Berangsur-angsur (dapat Diramalkan) Penyakit yang sangat menyulitkan,
berkepanjangan, dan menyebabkan yang ditinggalkan mengalami keletihan
emosional (Rando, 1984).

E. Tipe Kehilangan
1. Actual Loss

Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama
dengan individu yang mengalami kehilangan. Contoh : kehilangan
anggota badan, uang, pekerjaan, anggota keluarga.
2. Perceived Loss (Psikologis)

Kehilangan Sesuatu yang dirasakan oleh individu bersangkutan namun


tidak dapat dirasakan/dilihat oleh orang lain. Contoh : Kehilangan masa
remaja, lingkungan yang berharga.
3. Anticipatory Loss\

Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi. Individu


memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan
yang akan berlangsung. Sering terjadi pada keluarga dengan klien
(anggota) menderita sakit terminal.

F. Lima Kategori Kehilangan


1. Kehilangan objek eksternal

Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah


menjadi usang berpinda tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam.
Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang
hilang bergantung pada nilai yang dimiliki orng tersebut terhadap nilai
yangdimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut.
2. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal

Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang


telah dikenal mencakup lingkungan yang telah dikenal Selama periode
tertentu atau kepindahan secara permanen. Contohnya pindah ke kota
baruatau perawatan diruma sakit.
3. Kehilangan orang terdekat

Orang terdekat mencakup orangtua, pasangan, anak-anak, saudara


sekandung, guru, teman, tetangga, dan rekan kerja. Artis atau atlet
terkenal mungkin menjadi orang terdekat bagi orang muda. Riset
membuktikan bahwa banyak orang menganggap hewan peliharaan
sebagai orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan atau
kematian.
4. Kehilangan aspek diri

Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi


fisiologis, atau psikologis. Orang tersebut tidak hanya mengalami
kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan
permanen dalam citra tubuh dan konsep diri.
5. Kehilangan hidup

Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana


orang tersebut akan meninggal.

G. Tahapan Proses Kehilangan Dan Berduka

Menurut Kubler Ross (1969) terdapat 5 tahapan proses kehilangan :


1. Denial (Mengingkari)
a. Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah
syok, tidak percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu
terjadi, dengan mengatakan “Tidak, saya tidak percaya bahwa itu
terjadi”, ”itu tidak mungkin”.
b. Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal,
akan terus menerus mencari informasi tambahan.
c. Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih,
lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung
cepat, menangis gelisah, tidak tahu harus berbuat apa.
2. Anger (Marah)
a. Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan
terjadinya kehilangan.
b. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering
diproyeksikan kepada orang yang ada di lingkungannya, orang
tertentuatau ditujukan kepada dirinya sendiri.
c. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar,
menolak pengobatan, dan menuduh dokter dan perawat yang
tidak becus.
d. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka
merah,nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
3. Bergaining (Tawar-Menawar)
a. Fase ini merupakan fase tawar menawar dengan memohon
kemurahan Tuhan.
b. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata ”kalau saja
kejadian itubisa ditunda maka saya akan sering berdoa”.
c. Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga maka
pernyataannya sebagai berikut sering dijumpai ”kalau yang sakit
bukan anak saya”.
d. Cenderung menyelesaikan urusan yang bersifat pribadi, membuat
suratwarisan, mengunjungi keluarga dan sebagainya.
4. Depression (Bersedih yang mendalam)
a. Klien dihadapkan pada kenyataan bahwa ia akan mati dan hal itu
tidak bisa di tolak.
b. Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain
menarik diri, tidak mudah bicara, kadang-kadang bersikap sebagai
klien yang sangat baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang
menyatakankeputusasaan, perasaan tidak berharga.
c. Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makanan,
sulit tidur, letih, dorongan libido menurun.
5. Acceptance (menerima)
a. Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan.
b. Menerima kenyataan kehilangan, berpartisipasi aktif, klien
merasa damai dan tenang, serta menyiapkan dirinya menerima
kematian.
c. Klien tampak sering berdoa, duduk diam dengan satu focus
pandang, kadang klien ingin ditemani keluarga/perawat.
d. Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti
”saya betul-betul menyayangi baju saya yang hilang tapi baju
baru sayamanis juga”, atau “Sekarang saya telah siap untuk pergi
dengan tenangsetelah saya tahu semuanya baik”.
H. Tanda dan Gejala
a. Ungkapan kehilangan
b. Menangis
c. Gangguan tidur
d. Kehilangan nafsu makan
e. Sulit berkonsentrasi
f. Karakteristik berduka yang berkepanjangan :
1. Mengingkari kenyataan kehilangan dalam waktu yang lama
2. Sedih berkepanjangan
3. Adanya gejala fisik yang berat
4. Keinginan untuk bunuh diri

I. Faktor Predisposisi

Dalam Hidayat (2012), faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang


respon kehilangan adalah sebagai berikut.
a. Faktor genetik. Individu yang dilahirkandan dibesarkan dalam keluarga
dengan riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam
menghadapi suatu permasalahan, termasuk dalam menghadapu perasaan
kehilangan.
b. Faktor fisik. Individu dengan fisik, mental, serta pola hidup yang teratur
cenderung mempunyai kemampuan dalam mengatasi stres yang lebih
tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan jasmani.
c. Faktor mental. Individu yang mengalami gangguan jiwa, terutama yang
mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya
dan pesimis.
d. Pengalaman kehilangan di masa lalu. Kehilangan atau perpisahan dengan
orang yang dicintai pada masa kanak-kanak akan mempengaruhi
kemampuan individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa
dewasa.
e. Struktur kepribadian. Individu dengan konsep diri negatif dan perasaan
rendah diri akan menyebabkan rasa percaya diri rendah dan tidak objektif
terhadap stres yang dihadapi.
J. Faktor Presipitasi

Ada beberapa stresor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan.


Stresor ini dapat berupa stresor yang nyata ataupun imajinasi individu itu
sendiri, seperti kehilangan biopsikososial yang meliputi kehilangan harga diri,
pekerjaan, seksualitas, posisi dalam masyarakat, milik pribadi (harta benda,
dan lain-lain). Berikut beberapa stresor kehilangan tersebut.
a. Kehilangan kesehatan
b. Kehilangan fungsi seksualitas
c. Kehilangan peran dalam keluarga
d. Kehilangan posisi dalam masyarakat
e. Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
f. Kehilangan kewarganegaraan

K. Sumber Koping

Cara individu mengatasi proses kehilangan amat bergantung pada


sumber yang tersedia. Sumber koping tersebut dapat berupa kemampuan dan
bakat mengatasi kedukaan, teknik pertahanan, dukungan sosial, dan motivasi.
Sumber koping lainnya adalah dukungan spiritual, keyakinan positif,
pemecahan masalah, kemampuan sosial, kesehatan fisik, sumber materi dan
sosial, keluarga, kerabat dekat, dan perawat.

L. Mekanisme Koping

Mekanisme koping yang sering dipakai individu dengan respon


kehilangan antara lain : pengingkaran, regresi, intelektualisasi, disosiasi,
supresi, dan proyeksi yang digunakan untuk menghindari intesitas stres yang
dirasakan sangat menyakitkan. Dalam keadaan patologi, mekanisme koping
sering dipakai secara berlebihan atau tidak memadai.
Konsep Asuhan Keperawatan Kehilangan dan Berduka
A. Pengkajian

Pengkajian keperawatan adalah kumpulan data yang berisikan status


kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan
keperawatannya terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis
atauprofesi kesehatan lainnya. Hal-hal yang perlu dikaji adalah :
a. Pengkajian tanda klinis berupa adanya distres somatis seperti
gangguanlambung, rasa sesak, sering mengeluh.
b. Faktor Presdiposisi
c. Respon klien terhadap kehilangan, diantaranya :
a) Respon spiritual
1. Kecewa dan marah terhadap Tuhan
2. Penderitaan karena ditinggalkan
3. Tidak memiliki harapan, kehilangan makna
b) Respon fisiologis
1. Sakit kepala, insomnia
2. Gangguan nafsu makan
3. Berat badan turun
4. Tidak bertenaga
5. Gangguan pencernaan
6. Perubahan sistem imun dan endokrin
c) Respon emosional
1. Merasa sedih dan cemas
2. Kebencian
3. Merasa bersalah
4. Perasaan mati rasa
5. Emosi yang berubah
6. Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan
individuatau benda yang hilang
7. Depresi, apatis, putus asa selama fase disorganisasi
8. Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri
d) Respon kognitif
1. Gangguan asumsi dan keyakinan
2. Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan
3. Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
4. Percaya pada kehidupan dan seolah-olah orang yang meninggal
menjadi pembimbing.
Data subjek5t.if :
Data objektif :
-- Menangis
Merasa sedih
-- Mengingkari kehilangan
Merasa putus asa dan kesepian Kesulitan mengekspresikan perasaan
-- Tidak berminat dalam berinteraksi
Konsentrasi menurun
dengan orang lain
-Merenungkan perasaan bersalah
-
secara berlebihan

- Adanya perubahan dalam


kebiasaan polatidur,
makan,
tingkat aktivitas

B. Masalah keperawatan yang muncul

Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan kehilangan


dan berduka antara lain:
a. Berduka (disfungsional, antisipatif)
b. Kehilangan
c. Gangguan Konsep Diri

C. Diagnosa

Setelah melakukan pengkajian diperoleh masalah keperawatan yang


akan disusun menjadi diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan adalah
penilaian klinis tentang respons individu, keluarga, atau komunitas terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang actual dan potensial. Diagnosa
keperawatan memberikan dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk
mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat. Berikut ini disebutkan
beberapa diagnosa keperawatan berkaitan dengan kehilangan dan berduka
dalam Hidayat (2012) :
1. Berduka berhubungan dengan kehilangan aktual atau kehilangan yang

dirasakan.
2. Berduka antisipatif berhubungan dengan perpisahan atau kehilangan.
3. Berduka disfungsional berhubungan dengan kehilangan orang/benda
yangdicintai atau memiliki arti besar.

D. Rencana Tindakan Keperawatan

Setelah dirumuskan diagnosa keperawatan maka disusun rencana


tindakan keperawatan. Rencana tindakan keperawatan adalah preskripsi untuk
prilaku spesifik yang diharapkan dari klien dan/atau tindakan yang harus
dilakukan oleh perawat. Tindakan/intervensi keperawatan dipilih untuk
membantu klien dalam mencapai hasil klien yang diharapkan dan tujuan
pemulangan.
a. Tujuan TUM : klien berperan aktif melalui proses berduka secara tuntas
TUK :
1. Klien mampu membina hubungan saling percaya
2. Mampu mengungkapkan perasaan berduka
3. Menjelaskan makna kehilangan
4. Klien dapat mengungkapkan kemarahannya secara verbal
5. Klien dapat mengatasi kemarahannya dengan koping yang adaptif
6. Klien dapat mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takutnya
7. Klien dapat mengidentifikasi tingkat depresi
8. Klien dapat menghindari tindakan yang dapat menghindari tindakan
yang dapat merusak diri
9. Klien dapat menerima kehilangan
10. Klien dapat bersosialisasi kembali dengan keluarga atau orang lain
Secara umum, perencanaan dan intervensi keperawatan yang dilakukan
untuk menghadapi kedukaan adalah :
1. Membina dan meningkatkan hubungan saling percaya dengan cara :
➢ Mendengarkan klien berbicara.
➢ Memberi dorongan agar klien mau mengungkapkan perasaannya.
➢ Menjawab pertanyaan klien secara langsung, menunjukkan
sikap menerima dan empati.
2. Mengenali faktor-faktor yang mungkin menghambat dengan cara :
➢ Bersama klien mendiskusikan hubungan klien dengan orang atau
objek yang hilang.
➢ Menggali pola hubungan klien dengan orang yang berarti.
3. Mengurangi atau menghilangkan faktor penghambat dengan cara :
➢ Bersama klien mngingat kembali cara mengatasi perasaan berduka
di masa lalu.
➢ Memperkuat dukungan serta kekuatan yang dimiliki klien
dan keluarga.
➢ Mengenali dan menghargai sosial budaya agama serta
kepercayaan yang dianut klien dan keluarga dalam mengatasi proses
kehilangan.
4. Memberi dukungan terhadap respons kehilangan klien dengan cara :
➢ Menjelaskan kepada klien atau keluarga bahwa sikap
mengingkari, marah, tawar-menawar, depresi, dan menerima
adalah wajar dalamkeadaan kehilangan.
➢ Memberi gambaran tentang cara mengungkapkan perasaan yang
bisa diterima.
➢ Menguatkan dukungan keluarga atau orang yang berarti.
5. Meningkatkan rasa kebersamaan antar anggota keluarga dengan cara:
➢ Menguatkan dukungan keluarga atau orang yang berarti.
➢ Mendorong klien untuk menggali perasaanya bersama anggota
keluarga lainnya, mengenali masing-masing anggota keluarga.
➢ Menjelaskan manfaat hubungan dengan orang lain.
➢ Mendorong keluarga untuk mengevaluasi perasaan.
6. Menentukan tahap keberadaan klien dengan cara :
➢ Mengamati perilaku klien.
➢ Menggali pikiran perasaan klien yang selalu timbul dalam dirinya.
Selain itu, secara khusus bentuk intervensi tahap/rentang respons

individual terhadap kedukaan adalah sebagai berikut.


a. Tahap Pengingkaran
1. Memberi kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaannyadengan cara :
➢ Mendorong klien untuk mengungkapkan perasaan
berdukanya.
➢ Meningkatkan kesabaran klien secara bertahap tentang
kenyataan dan kehilangan, apabila sudah siap secara
emosional.
2. Menunjukkan sikap menerima dengan ikhlas dan mendorong
klienuntuk berbagi rasa dengan cara :
➢ Mendengarkan dengan penuh perhatian dan minat
mengenai hal yang dikatakan oleh klien tanpa menghukum
atau menghakimi.
➢ Menjelaskan kepada klien bahwa sikap tersebut biasa
terjadi pada orang yang mengalami kehilangan.
3. Memberikan jawaban jujur terhadap pertanyaan klien tentang
sakit, pengobatan, dan kematian dengan cara :
➢ Menjawab pertanyaan klien dengan bahasa yang
mudah dimengerti, jelas, dan tidak berbeli-belit.
➢ Mengamati dengan cermat renspons klien selama berbicara.
➢ Meningkatkan kesadaran secara bertahap.
b. Tahap Marah

Mengizinkan dan mendorong klien mengungkapkan rasa marah

secara verbal tanpa melawan kemarahan tersebut dengan cara :


1. Menjelaskan kepada keluarga bahwa kemarahan klien
sebenarnya tidak ditujukan kepada mereka.
2. Membiarkan klien menangis.
3. Mendorong klien untuk membicarakan kemarahannya.
c. Tahap Tawar-Menawar

Membantu klien mengungkapkan rasa bersalah dan takut dengan cara:


1. Mendengarkan ungkapan dengan penuh perhatian.
2. Mendorong klien untuk membicarakan rasa takut atau rasa
bersalahnya.
3. Bila klien selalu mengungkapkan kata “kalau” atau
“seandainya,” Beritahun klien bahwa perawat hanya dapat
melakukan sesuatu yang nyata.
4. Membahas bersama klien mengenai penyebab rasa bersalah
atau rasa takutnya.
d. Tahap Depresi
1. Membantu klien mengidentifikasi rasa bersalah dan takut dengan
cara :
➢ Mengamati perilaku klien dan bersama dengannya
membahas perasaannya.
➢ Mencegah tindakan bunuh diri atau merusak diri sesuai
derajat risikonya.
2. Membantu klien mengurangi rasa bersalah dengan cara :
➢ Menghargai perasaan klien.
➢ Membantu klien menemukan dukungan yang positif
denganmengaitkan terhadap kenyataan.
➢ Memberi kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan

perasaannya.
➢ Bersama klien membahas pikiran negatif yang selalu timbul.
e. Tahap Depresi

Membantu klien menerima kehilangan yang tidak bisa dielakkan


dengan cara :
1. Membantu keluarga mengunjungi klien secara teratur.
2. Membantu keluarga berbagi rasa, karena setiap anggota
keluarga tidak berada pada tahap yang sama pada saat
bersamaan.
3. Membahas rencana setelah masa berkabung terlewati.
4. Memberi informasi akuran tentang kebutuhan klien dan
keluarga.

E. Implementasi

Setelah membuat rencana tindakan, maka dilakukan implementasi


keperawatan. Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan
yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan
kriteria hasil yang diharapkan. Implementasi keperawatan dilaksanakan
berdasarkan rencana tindakan yang telah dibuat.

F. Evaluasi

Evaluasi terhadap masalah kehilangan dan berduka secara umum dapat


dinilai dari kemampuan untuk menghadapi atau memaknai arti kehilangan,
reaksi terhadap kehilangan, dan perubahan perilaku yang menerima arti
kehilangan.

Strategi Pelaksanaan Keperawatan pada Klien Kehilangan dan Berduka


(SP 1)

Masalah : kehilangan dan berduka (respon mengingkari terhadap kematian

anak)

Pertemuan : ke-1
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien

Klien sedang duduk di luar kamar jenazah. Klien tampak lemah dengan
kondisi terus-menerus menangis. Klien meluapkan emosi dengan
memarahi dokter dan perawat yang tidak becuh merawat anaknya. Selain
itu, klien sering mengatakan bahwa ialah penyebab dari semua ini, bila
saja ia memiliki biaya yang cukup untuk mengobati anaknya maka ia tidak
akan kehilangan anaknya.
2. Diagnosa keperawatan

Berduka disfungsional berhubungan dengan kehilangan orang yang


dicintai.
3. Tujuan Khusus
➢ Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
➢ Klien mampu mengungkapkan perasaan berduka.
4. Tindakan keperawatan
a. Memberikan salam terapeutik
b. Memperkenalkan diri kepada klien
c. Menjelaskan tujuan interaksi kepada klien
d. Membuat kontrak waktu bersama klien dengan tepat
e. Menciptakan lingkungan yang aman dan tenang bagi klien untuk

berinteraksi
f. Mendorong dan memberi kesempatan pada klien untuk
mengungkapkan perasaanya
g. Mendengarkan ungkapan klien dengan empati
h. Menjawab pertanyaan klien secara langsung, menunjukkan sikap

menerima dan empati


i. Memberi reinforcement positif atas kemampuan klien
mengungkapkan perasaan.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A, Aziz Alimul. ( 2012). Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan jilid 1. Jakarta : Salemba Medika.
Kozier, B., Erb., & Oliver, R. (2004). Fundamental Of Nursing; Consept, Process
And Practice Edisi 4. California : Addison-Wesley Publishing CO.
Mubarak dan Chayatin. ( 2007). Kebutuhan Dasar Manusia : Teori dan Aplikasi
Dalam Praktik. Jakarta : EGC
Potter and Perry. (2005). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik
Edisi 4 Volume 2. Jakarta : EGC.
Stuart and Sundeen. (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta : ECG.
Suseno, Tutu April. ( 2004). Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan,
Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.

Townsend, Mary C. ( 1998). Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri,


Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai