Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PSIKOSOSIAL

ANSIETAS, GANGGUAN CITRA TUBUH, KETIDAKBERDAYAAN,


KEPUTUSASAAN, & HARGA DIRI RENDAH SITUASIONAL

DI PUSKESMAS TAMALANREA

OLEH:

NURUL ILMI YANTI ALIMUDDIN


R014221016

Mengetahui

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

( ) (Akbar Harisa, S.Kep.Ns.PMNC.MN.)

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN JIWA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2022
ANSIETAS

A. Kasus (Masalah Utama)


Ansietas
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
Ansietas atau kecemasan merupakan perasaan takut atau khawatir yang samar-
samar atau dapat diartikan sebagai respons terhadap rangsangan eksternal atau
internal yang memiliki gejala perilaku, emosional, kognitif, dan gejala fisik.
Kecemasan dianggap normal jika memang sesuai dengan situasi dan menghilang
Ketika situasi telah diselesaikan

2. Tingkat Ansietas
Ansietas terbagi dalam beberapa tingkatan. yaitu :
a. Ansietas ringan. Ansietas ringan sering kali berhubungan dengan ketegangan
dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
memperluas pandangan persepsi. Ansietas ringan memiliki aspek positif yaitu
memotivasi individu untuk belajar dan menghasilkan serta meningkatkan
pertumbuhan dan kreativitas.
Manifestasi yang muncul pada ansietas ringan antara lain:
1) Respon fisiologis seperti sesekali nafas pendek, mampu menerima rangsang
yang pendek, muka berkerut dan bibir bergetar. Pasien mengalami ketegangan
otot ringan
2) Respon kognitif seperti koping persepsi luas, mampu menerima rangsang
yang kompleks, konsentrasi pada masalah, dan menyelesaikan masalah.
3) Respon perilaku dan emosi seperti tidak dapat duduk tenang, tremor halus
pada lengan, dan suara kadang meninggi.
b. Ansietas sedang. Pada ansietas tingkat ini, memungkinkan seseorang untuk
memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga
seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu
yang lebih terarah.
Manifestasi yang muncul pada ansietas sedang antara lain:
(a) Respon fisiologis seperti sering napas pendek, nadi dan tekanan darah naik,
mulut kering, diare atau konstipasi, tidak nafsu makan, mual, dan berkeringat
setempat.
(b) Respon kognitif seperti respon pandang menyempit, rangsangan luas mampu
diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatian dan bingung.
(c) Respon perilaku dan emosi seperti bicara banyak, lebih cepat, susah tidur dan
tidak aman.
c. Ansietas Berat. Pada ansietas berat pasien lapangan persepsi pasien menyempit.
Seseorang cendrung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci, spesifik dan
tidak dapat berfikir tentang hal lain. Semua perilaku pasien hanya ditujukan untuk
mengurangi ketegangan.
Manifestasi yang muncul pada ansietas berat antara lain:
(a) Respon fisiologis seperti napas pendek, nadi dan tekanan darah
naik, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur, dan
ketegangan.
(b) Respon kognitif seperti lapang persepsi sangat sempit, dan tidak
mampu menyelesaikan masalah.
(c) Respon perilaku dan emosi seperti perasaan terancam meningkat,
verbalisasi cepat, dan menarik diri dari hubungan interpersonal.
d. Tingkat Panik. Perilaku yang tampak pada pasien dengan ansietas tingkat panik
adalah pasien tampak ketakutan dan mengatakan mengalami teror, tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan serta disorganisasi
kepribadian. Terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan
berhubungan dengan orang lain, persepsi menyimpang, kehilangan pemikiran
rasional. Manifestasi yang muncul terdiri dari:
(a) Respon fisiologis seperti napas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada,
pucat, hipotensi, dan koordinasi motorik rendah.
(b) Respon kognitif seperti lapang persepsi sangat sempit, dan tidak dapat
berfikir logis.
(c) Respon perilaku dan emosi seperti mengamuk- amuk dan marah, ketakutan,
berteriak, menarik diri dari hubungan interpersonal, kehilangan kendali atau
kontrol diri dan persepsi kacau
3. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Biologis
Otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepine, yang
membantu mengatur ansietas. Penghambat GABA juga berperan utama dalam
mekanisme biologis timbulnya ansietas sebagaimana halnya dengan endorfin.
Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan
kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor.
2) Faktor Psikologis
(a) Pandangan Psikoanalitik
Ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara 2 elemen
kepribadian – id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls
primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang yang
dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego atau aku berfungsi
menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan dan fungsi ansietas
adalah mengingatkan ego bahwa akan bahaya.
(b) Pandangan Interpersonal
Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap penerimaan dan
penolakan interpersonal. Ansietas berhubungan dengan kejadian trauma,
seperti perpisahan dan kehilangan dari lingkungan maupun orang yang
berarti bagi pasien. Individu dengan harga diri rendah sangat mudah
mengalami perkembangan ansietas yang berat.
(c) Pandangan Perilaku
Ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yangdiinginkan.
Pakar perilaku menganggap ansietas sebagai dorongan belajar dari dalam
diri unntuk menghindari kepedihan. Individu yang sejak kecil terbiasa
menghadapi ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas
dalam kehidupan selanjutnya dibandingkan dengan individu yang jarang
menghadapi ketakutan dalam kehidupannya.
3) Sosial budaya.
Ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam keluarga. Faktor
ekonomi, latar belakang pendidikan berpengaruh terhadap terjadinya ansietas.
b. Faktor Presipitasi
1) Ancaman terhadap integritas seseorang seperti ketidakmampuan atau
penurunan fungsi fisiologis akibat sakit sehingga menganggu individu untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari
2) Ancaman terhadap sistem diri seseorang. Ancaman ini akan menimbulkan
gangguan terhadap identitas diiri, harga diri, dan fungsi sosial individu.

4. Rentang Respon
Rentang respon ansietas berfluktuasi antara respon adaptif dan maladaptif seperti
terlihat pada gambar berikut ini :

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Respon adaptif adalah suatu keadaan dimana terjadi stresor dan individu mampu
untuk menghambat dan mengatur hal tersebut, maka akan menghasilkan hal yang positif
seperti dapat memecahkan masalah dan konflik, adanya dorongan untuk bermotivasi dan
terjadinya peningkatan prestasi. Sedangkan respon maladaptif adalah suatu keadaan
dimana tidak terjadi pertahanan perilaku individu secara otomatis terhadap ancaman
kecemasan. Apabila terjadi ancaman terhadap individu, kemudian individu tersebut
menggunakan respon adaptif, maka ia dapat beradaptasi terhadap ancaman tersebut
dengan demikian maka kecemasan tidak terjadi. Tetapi apabila menggunakan respon
maladaptif, maka yang akan terjadi adalah individu akan menggalami kecemasan secara
bertahap, mulai dari sedang, ke tingkat berat dan akhirnya menjadi panik.
C. Pohon Masalah

Harga Diri Rendah


Effect
Gangguan Citra

Core Problem
Tubuh Ansietas

Etiology
Koping Individu Tidak Efektif

Kurang Pengetahuan Perubahan status kesehatan

D. Diagnosis Keperawatan
1. Ansietas
2. Koping individu tidak efektif
3. Harga diri rendah

E. Rencana Tindakan
a. Tujuan Tindakan
1. Klien dapat mengenal ansietas
2. Klien dapat mengatasi ansietas melalui latihan relaksasi
3. Klien dapat memperagakan dan menggunakan latihan relaksasi untuk
mengatasi ansietas.
4. Melibatkan Keluarga dalam latihan yang telah disusun
b. Tindakan Keperawatan
1. Membina hubungan saling percaya
2. Membantu klien mengenal ansietas
3. Mengajarkan teknik nafas dalam
Prosedur teknik relaksasi napas dalam
a) Ciptakan lingkungan yang tenang
b) Usahakan tetap rileks dan tenang
c) Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan
udara melalui hitungan 1,2,3
d) Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil
merasakan ekstrimitas atas dan bawah rileks
e) Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali
f) Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui
mulut secara perlahan-lahan
g) Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks
h) Usahakan agar tetap konsentrasi / mata sambil terpejam
i) Pada saat konsentrasi pusatkan pada hal-hal yang nyaman
j) Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga ansietas terasa berkurang
4. Mengajarkan relaksasi otot
a) Identifikasi tingkat cemas
b) Kaji kesiapan pasien, perasaan pasien.
c) Ruang yang sejuk, tidak gaduh dan alami
d) Siapkan tempat tidur atau kursi yang dapat menopang bahu pasien
1. Jelaskan kembali tujuan terapi dan prosedur yang akan dilakukan
2) Pasien berbaring atau duduk bersandar (ada sandaran untuk kaki dan bahu)
3) Lakukan latihan nafas dalam dengan menarik nafas melalui hidung dan
dihembuskan melalui mulut
4) Bersama pasien mengidentifikasi (pasien dianjurkan dan dibimbing untuk
mengidentifikasi) daerah-daerah otot yang sering tegang misalnya dahi,
tengkuk, leher, bahu, pinggang, lengan, betis
5) Bimbing pasien untuk mengencangkan otot tersebut selama 5 sampai 7
detik, kemudian bimbing pasien untuk merelaksasikan otot 20 sampai 30
detik.
6) Kencangkan dahi (kerutkan dahi keatas) selama 5-7 detik,kemudian
rilekskan 20-30 detik. Pasien disuruh merasakan rileksnya.
7) Kencangkan bahu, tarik keatas selama 5-7detik, kemudian relakskan 20-30
detik. Pasien disuruh merasakan rileksnya dan rasakan aliran darah
mengalir secara lancar.
8) Kepalkan telapak tangan dan kencangkan otot bisep selama 5-7 detik,
kemudian relakskan 20-30 detik. Pasien disuruh merasakan rileksnya dan
rasakan aliran darah mengalir secara lancar.
9) Kencangkan betis, ibu jari tarik kebelakang bisep selama 5-7 detik,
kemudian relakskan 20-30 detik. Minta Pasien untuk merasakan rileksnya
dan rasakan aliran darah mengalir secara lancar.
10) Selama kontraksi pasien dianjurkan merasakan kencangnya otot dan
selama relaksasi anjurkan pasien konsentrasi merasakan rilaksnya otot.
DAFTAR PUSTAKA

Nurhalimah. (2016). Keperawatan jiwa. Kemenkes RI : Jakarta

Supinganto, A., Yani, A., Darmawan, K., Paula, V., Nasution, T., Mukarromah, I., Agustine, U.
Florensa, M., Mukhoirotin, R., Mawarti, H., Jaya, M. (2021). Keperawatan jiwa dasar. [e-
book], diakses tanggal 20 desember 2022, dari
<https://www.google.co.id/books/edition/Keperawatan_Jiwa_Dasar/fl8sEAAAQBAJ?hl=id
&gbpv=1&dq=Videbeck,+S.+L.+(2015).+Buku+Ajar+Keperawatan+Jiwa.+Jakarta:+EGC.
&pg=PA239&printsec=frontcover
GANGGUAN CITRA TUBUH
1. Kasus (Masalah Utama)
Gangguan Citra Tubuh
2. Proses Terjadinya Masalah
a. Definisi
Gangguan citra tubuh merupakan perasaan berbeda dan tidak mampu menerima
penampilan yang baru atau dapat pula diartikan sebagai perasaan tidak puas terhadap
perubahan struktur, bentuk dan fungsi tubuh karena tidak sesuai dengan yang
diinginkan.
b. Etiologi
1) Eksisi bedah atau gangguan bagian tubuh
2) Amputasi
3) Luka bakar
4) Trauma pada wajah
5) Gangguan makan
6) Obesitas
7) Gangguan musculoskeletal
8) Gangguan integument
9) Lesi otak
10) Gangguan afektif seperti depresi atau skizofrenia
11) Penyalahgunaan bahan kimia
12) Nyeri
13) Respon masyarakat terhadap penuaan
c. Manifestasi Klinis
1) Data obyektif yang dapat diobservasi:
(a) Perubahan dan hilangnya anggota tubuh, baik struktur, bentuk dan fungsi
(b) Menyembunyikan atau memamerkan bagian tubuh yang terganggu
(c) Menolak melihat bagian tubuh
(d) Menolak menyentuh bagian tubuh
(e) Aktifitas social menurun
2) Data subyektif klien dengan gangguan citra tubuhbiasanya mengungkapkan
(a) Penolakkan terhadap :
 Perubahan anggota tubuh saat ini, misalnya tidak puas dengan hasil operasi
 Anggota tubuhnya yang tidak berfungsi
 Interaksi dengan orang lain
(b) Perasaan tidak berdaya, tidak berharga dan keputusasaan
(c) Keinginan yang terlalu tinggi terhadap bagian tubuh yang terganggu
(d) Sering mengulang-ulang mengatakan kehilangan yang terjadi
(e) Merasa asing terhadap bagian tubuh yang hilang
3. a. Pohon Masalah

Effect Harga Diri Rendah Situasional

Core Problem Gangguan Citra Tubuh

Etiology Koping Individu Tidak Efektif

Penyakit fisik, pembedahan, efek pengobatan, proses


tumbunh kembang, perubahan hormonal

b. Masalah Keperawatan

4. Diagnosis Keperawatan
a. Gangguan citra tubuh
b. Koping individu tidak efektif
c. Harga diri rendah situasional
5. Rencana Tindakan
a. Tujuan Tindakan
1) Pasien mampu mengidentifikasi citra tubuhnya
2) Pasien mampu meningkatkan penerimaan terhadap citra tubuhnya
3) Pasien mampu mengidentifikasi aspek positif diri
4) Pasien mampu mengetahui cara-cara untuk meningkatkan citra tubuh
5) Pasien mampu melakukan cara-cara untuk meningkatkan citra tubuh
6) Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain tanpa terganggu
b. Tindakan Keperawatan
1) Diskusikan persepsi pasien tentang citra tubuhnya, dulu dan saat ini.,
perasaan tentang citra tubuhnya dan harapan tentang citra tubuhnya saat ini
2) Motivasi pasien untuk melihat/meminta bantuan keluarga dan perawat
untuk melihat dan menyentuh bagian tubuh secara bertahap
3) Diskusikan aspek positif diri
4) Bantu pasien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang terganggu
(misalnya menggunakan anus buatan dari hasil kolostomi)
5) Ajarkan Pasien meningkatkan citra tubuh dengan cara :
(a) Motivasi Pasien untuk melakukan aktivitas yang mengarah pada
pembentukkan tubuh yang ideal
(b) Gunakan protese, wig (rambut palsu),kosmetik atau yang lainnya
sesegera mungkin,gunakan pakaian yang baru.
(c) Motivasi pasien untuk melihat bagian yang hilang secara bertahap.
(d) Bantu pasien menyentuh bagian tersebut.
6) Lakukan interaksi secara bertahap dengan cara:
 Susun jadwal kegiatan sehari-hari
 Motivasi untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan terlibat dalam
aktivitas keluarga dan social
 Motivasi untuk mengunjungi teman atau orang lain yang berarti
atau mempunyai peran penting baginya
 Berikan pujian terhadap keberhasilan pasien dalam melakukan interaksi
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B., Helena, N., Farida, P. (2018). Manajemen keperawatan psikososial & kader Kesehatan
jiwa. EGC : Jakaerta

Nurhalimah. (2016). Keperawatan jiwa. Kemenkes RI : Jakarta

Zaini, M. (2021). Asuhan keperawatan jiwa masalah psikososial di pelayanan klinis dan komunitas.
[e-book], diaksestanggal 20 Desember 2022, dari
<https://www.google.co.id/books/edition/Asuhan_Keperawatan_Jiwa_Masalah_Psikosos
/ZhKfDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=masalah+psikososial+keperawatan+jiwa&prints
ec=frontcover
KETIDAKBERDAYAAN
A. Kasus (Masalah Utama)
Ketidakberdayaan
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
Ketidakberdayaan merupakan ketidakmampuan dalam memobilisasi energi
dan ketiadaan campur tangan terhadap penyakit. Ketidakberdayaan (powerlessness
/helplessness) merupakan keadaan Ketika seseorang atau kelompok merasakan
kurangnya control pribadi atau peristiwa atau situasi tertentu.
2. Etiologi
1) Kurangnya pengetahuan
2) Ketidakadekuatan koping sebelumnya
3) Kurangnya kesempatan untuk membuat keputusan
4) Kesehatan lingkungan : Hilangnya privasi, milik pribadi dan kontrol terhadap terapi
5) Hubungan interpersonal : Penyalahgunaan kekuasaan, hubungan yang kasar
6) Penyakit yang berhubungan dengan regimen : Penyakit kronis atau
yang melemahkan kondisi
7) Gaya hidup : Mengulangi kegagalan dan ketergantungan
3. Tanda dan Gejala
Karakteristik ketidakberdayaan terdiri dari karakteristik utama (mayor) dan
karakteristik tambahan (minor).
a. Karakteristik utama (Mayor)
1) Ekspresi (kemarahan, apatis) secara terbuka atau terselubung tentang
ketidakmampuan untuk mengendalikan situasi (misalnya; kerja, penyakit,
prognosis, perawatan, tingkat pemulihan) yang secara negative mempengaruhi
pandangan, tujuan dan gaya hidup.
2) Rasa tidak berharga, terjebak dalam situasi hidup yang negatif, dan penderitaan
emosional.
b. Karakteristik tambahan (Minor)
1) Kurangnya perilaku mencari informasi
2) Ketergantungan yang tidak memuaskan pada orang lain
3) Pengunduran diri
4) Kepasifan
C. Pohon Masalah

Effect Keputusasaan

Core Problem Ketidakberdayaan

Etiology Harga Diri Rendah Situasional Koping Individu Tidak Efektif

D. Diagnosis Keperawatan
a. Ketidakberdayaan
b. HDR situasional
c. Koping individu tidak efektif
d. Keputasaan
E. Rencana Tindakan
a. Tujuan
1. Tujuan umum : Klien mampu menyelesaikan masalah-masalah dengan cara-
cara yang efektif untuk mengontrol situasi kehidupannya, dengan demikian
menurunkan perasaan ketidakberdayaan.
2. Tujuan khusus : Klien berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang
berkenaan dengan perawatan kesehatannya sendiri dalam waktu (misalnya) 5
hari.
b. Tindakan Keperawatan
1) Biarkan klien mengambil sebanyak mungkin tanggung jawab untuk praktik-
praktik perawatan dirinya sendiri.
Contoh :
a) Libatkan pasien dalam menetapkan tujuan-tujuan perawatan dirinya
yang ingin dicapai
b) Biarkan pasien menetapkan sendiri jadwal aktifitas perawatan dirinya.
c) Berikan pasien privasi sesuai kebutuhan yang ditentukan.
d) Berikan umpan balik positif untuk keputusan yang dibuat. Hargai hak
pasien dalam membuat keputusan-keputusan tersebut secara mandiri, dan
menahan
diri dari usaha-usaha untuk mempengaruhinya terhadap hal-hal
yang kelihatannya lebih logis.
2) Lakukan pendekatan yang hangat, menerima pasien apa adanya dan bersifat empati.
3) Mawas diri dan cepat mengendalikan perasaan dan reaksi diri perawat
sendiri misalnya rasa marah, frustasi dan simpati).
4) Dukung aktifitas secara bertahap, tingkatkan sejalan dengan mobilisasi energi
pasien.
5) Sediakan waktu untuk berdiskusi dan bina hubungan yang sifatnya supportif.
6) Beri waktu untuk pasien berespons.
7) Tunjukkan respons emosional dan menerima pasien.
8) Gunakan teknik komunikasi terapeutik terbuka, eksplorasi dan klarifikasi.
9) Berikan program yang nyata dan berstruktur.
10) Tetapkan tujuan yang realistik, relevan dengan kebutuhan dan minat
pasien, fokuskan pada aktivitas positif.
11) Bantu pasien mengidentifikasi area-area situasi kehidupannya yang tidak
berada dalam kemampuannya untuk mengontrol.
12) Dorong untuk menyatakan secara verbal perasaan-perasaan yang
berhubungan dengan ketidakmampuan.
13) Bantu pasien untuk meningkatkan pemikiran yang positif.
14) Bantu pasien untuk menyadari nilai-nilai yang dimilikinya atau perilakunya dan
perubahan yang terjadi.
15) Evaluasi ketepatan persepsi, logika dan kesimpulan yang dibuat pasien.
16) Motivasi pada keluarga untuk berperan aktif dalam membantu pasien
menurunkan perasaan tidak berdaya.
17) Libatkan keluarga untuk mendukung respons emosional adaptif pasien
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. H., and S. Kamitsuru. (2015). Diagnosa keperawatan definisi & klasifikasi 2015-
2017 edisi 10. EGC : Jakarta.

Sutejo. (2019). Keperawatan jiwa : konsep dan praktik asuhan keperawatan kesehatan jiwa
gangguan jiwa dan psikososial. PB : Jakarta
KEPUTUSASAAN
A. Kasus (Masalah Utama)
Keputusasaan
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
Keputusasaan merupakan kondisi subjektif yang ditandai dengan individu
memandang hanya ada sedikit atau abhkan tidak ada alternatif maupun pilihan pribadi
dan tidak mampu memobilisasi energi demi kepentingannya sendiri.
2. Etiologi
Ada beberapa factor yang terkait dengan keputusasaan seperti perasaan terbuang,
adanya penurunan kondisi fisiologis, kehilangan kepercayaan pada kekuatan spiritual,
kehilanagn kepercayaan pada nilai penting, stress jangka Panjang, pembatasan
aktivitas jangka Panjang yang mengakibatkan isolasi sosial.
Berdasarkan berbagai aspek, kondisi keputusasaan dapat disebabkan oleh :
a. Aspek biologis. Kondisi biologis yang menyebabkan terjadinya keputusasaan yaitu,
adanya riwayat keluarga dengan depresi, status nutrisi (Riwayat anoreksia, dan
BB kurang atau berlebih), status Kesehatan secara umum (adanya riwayat
penyakit kronis, ketidakseimbangan system saraf dan elektrolit, paparan terhadap
racun atau alkohol).
b. Aspek psikologis. Kondisi psikologis yang menyebabkan terjadinya keputusasaan
yaitu, gangguan dalam komunikasi verbal, adanya pengalaman yang tidak
menyenangkan (perpisahan atau penolakan), gangguan konsep diri, ideal diri yang
tidak realistis, kurang motivasi atau tidak ada dukungan sosial, self control yang
kurang.
c. Aspek sosial. Kondisi sosial yang menyebabkan terjadinya keputusasaan yaitu,
riwayat pendidikan (tidak sekolah atau putus sekolah), pekerjaan dan pendapatan
(tidak bekerja atau pernah bekerja tapi diberhentikan serta sosial ekonomi yang
rendah), belum menikah atau kegagalan dalam berumah tangga, spiritualitas yang
kurang, pengalaman sosial masyarakat (pernah ditolah kelompok sebaya).
3. Tanda dan Gejala
Klien dengan keputusasaan menunjukkan beberapa tanda dan gejala, yaitu :
a. Ungkapan klien terhadap situasi kehidupannya tanpa harapan dan terasa hampa
b. Sering mengeluh dan tampak murunga atau blue mood
c. Nampak kurang bicara atau tidak mau bicara sama sekali
d. Menunjukkan kesedihan
e. Afek datar atau tumpul
f. Menarik diri dari lingkungan
g. Kontak mata kurang
h. Mengangkat bahu tanda masa bodoh
i. Menunjukkan gejala fisik kecemasan (takikardia, takipneu)
j. Selera makan menurun atau tidak ada sama sekali
k. Peningkatan waktu tidur
l. Penurunan keterlibatan dalam perawatan atau bersifat pasif dalam perawatan
m. Penurunan keterlibatan atau perhatian pada orang lain yang bermakna
C. Pohon Masalah

Effect Isolasi Sosial

Core Problem Keputusasaan

Etiology Ketidakberdayaan

D. Diagnosis Keperawatan
1. Keputusasaan
2. Ketidakberdayaan
3. Isolasi Sosial
E. Rencana Tindakan
1. Tujuan Umum :
Klien mampu mengekpresikan harapan positif tentang masa depan, mengekpresikan
tujuan dan arti kehidupan.
2. Tujuan Khusus
: Klien mampu :
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengenal masalah keputusasaan
c. Berpartisipasi dalam aktifitas
d. Menggunakan keluarga sebagai system pendukung
3. Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya
1) Ucapkan salam
2) Perkenalkan diri : sebutkan nama dan panggilan yang disukai
3) Tanyakan nama klien dan panggilan yang disukai
4) Jelaksan tujuan pertemuan
5) Dengarkan klien dengan penuh perhatian
6) Bantu klien penuhi kebutuhan dasarnya.
b. Klien mengenal masalah keputusasaannya
1) Beri kesempatan bagi klien untuk mengungkapkan perasaan
sedih/kesendirian/keputusasaannya.
2) Tetapkan adanya perbedaan antara cara pandang klien terhadap kondisinya
dengan cara pandang perawat terhadap kondisi klien
3) Bantu klien mengidentifikasikan tingkah laku yang mendukung putus asa :
pembicaraan abnormal/negative, menghindari interaksi dengan kurangnya
partisipasi dalam aktifitas.
4) Diskusikan dengan klien cara yang biasa dilakukan untuk atasi masalahnya,
tanyakan manfaat dari cara yang digunakan.
5) Dukung klien untuk menggunakan koping efektif yang selama ini digunakan
oleh klien.
6) Beri alternative penyelesaian masalah atau solusi.
7) Bantu klien identifikasi keuntungan dn kerugian dari tiap alternative.
8) Identifikasi kemungkinan klien untuk bunuh diri (putus asa adalah faktor
resiko terbesar dalam ide untuk bunuh diri): tanyakan tentang rencana,
metode dan cara bunuh diri.
c. Klien berpartisipasi dalam aktifitas
1) Identifikasi aspek positif dari dunia klien
2) Dorong klien untuk berfikir yang menyenangkan dan melawan rasa putus asa.
3) Dukung klien untuk mengungkapkan pengalaman yang mendukung
pikiran dan perasaan yang positif.
4) Berikan penghargaan yang sungguh-sungguh terhadap usaha klien dalam
mencapai tujuan, memulai perawatan diri, dan berpartisipasi dalam
aktifitas.
d. Klien menggunakan keluarga sebagai system pendukung
1) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga
2) Identifikasi masalah yang dialami keluarga terkait kondisi putus asa klien.
3) Diskusikan upaya yang telah dilakukan keluarga untuk membantu klien
atasi masalah dan bagaimana hasilnya.
4) Tanyakan harapan keluarga tentang keputusasaan.
5) Diskusikan dengan keluaga tentang keputusasaan:
a) Arti, penyebab, tanda-tanda, akibat lanjut bila tidak diatasi.
b) Psikofarmaka yang diperoleh klien : manfaat, dosis, efek samping,
akibat bila tidak patuh minum obat.
c) Cara keluarga merawat klien.
d) Askes bantuan bila keluarga bila tidak dapat mengatasi kondisi klien.
DAFTAR PUSTAKA

Sutejo. (2019). Keperawatan jiwa : konsep dan praktik asuhan keperawatan kesehatan jiwa
gangguan jiwa dan psikososial. PB : Jakarta

Zaini, M. (2021). Asuhan keperawatan jiwa masalah psikososial di pelayanan klinis


dan komunitas. [e-book], diaksestanggal 20 Desember 2022, dari
<https://www.google.co.id/books/edition/Asuhan_Keperawatan_Jiwa_Masalah_Psikosos/
ZhKfDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=masalah+psikososial+keperawatan+jiwa&prints
ec=frontcover
HARGA DIRI RENDAH SITUASIONAL
A. Kasus (Masalah Utama)
Harga Diri Rendah Situasional
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan rendah diri
yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan
diri. Harga diri rendah adalah evaluasi perasaan diri negatif atau merasa tidak mampu
yang berlangsung dalam rentang waktu lama. Harga diri rendah situasional adalah
terjadi trauma yang tiba –tiba, misalnya baru operasi kecelakaan, dicerai suami, putus
sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu terjadi (korban
perkosaan, dituduh KKN, di penjara tiba-tiba).
2. Etiologi
Harga diri rendah disebabkan karena adanya ketidakefektifan koping individu
akibat kurangnya umpan balik yang positif. Penyebab harga diri rendah juga dapat
terjadi pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya.
Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi
kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal disekolah,
pekerjaan atau pergaulan. Faktor yang mempengaruhi harga diri rendah meliputi
faktor Predisposisi dan faktor Presipitasi yaitu :
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri rendah meliputi penolakan dari orang
tua, seperti tidak dikasih pujian, dan sikap orang tua yang terlalu mengekang,
sehingga anak menjadi frustasi dan merasa tidak berguna lagi serta merasa
rendah diri
2) Faktor yang mempengaruhi harga diri rendah juga meliputi ideal diri seperti
dituntut untuk selalu berhasil dan tidak boleh berbuat salah, sehingga anak
kehilangan rasa percaya diri.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal misalnya ada
salah satu anggota yang mengalami gangguan mental sehingga keluarga merasa
malu dan rendah diri. Pengalaman traumatik juga dapat menimbulkan harga diri
rendah seperti penganiayaan seksual, kecelakaan yang menyebabkan seseorang
dirawat di rumah sakit dengan pemasangan alat bantu yang tidak nyaman baginya.
Respon terhadap trauma umumnya akan mengubah arti trauma dan kopingnya
menjadi represi dan denial.
3. Tanda dan Gejala
1) Mengungkapkan rasa malu/bersalah
2) Menjelek-jelekkan diri / hal-hal negatif tentang diri (misalnya,
ketidakberdayaan dan ketidakbergunaan)
3) Menyalahkan diri secara episodik terhadap permasalahan hidup yang
(sebelumnya evaluasi diri positif)
4) Sulit membuat keputusan
C. Pohon Masalah

Isolasi Sosial
Effect
Harga Diri Rendah

Core Problem Kronik

Etiology Harga Diri Rendah Situasional

Gangguan Citra Tubuh

D. Diagnosis Keperawatan
a. Harga diri rendah situasional
b. Koping individu tidak efektif
c. Harga diri rendah kronik
d. Isolasi sosial
F. Rencana Tindakan
a. Tujuan Tindakan, pasien mampu :
1) Membina hubungan saling percaya
2) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3) Menilai kemampuan yang dapat digunakan
4) Menetapkan/ memilih kegiatan yang sesuai kemampuan
5) Melatih kegiatan yang telah dipilih sesuai kemampuan
6) Merencanakan kegiatan yang telah dilatihnya
b. Tindakan keperawatan :
1) Membina hubungan saling percaya
(a) Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien
(b) Perkenalkan diri dengan klien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang
perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan pasien yang
disukai
(c) Tanyakan perasaan dan keluhan pasiensaat ini
(d) Buat kontrak asuhan: apa yang Perawat akan lakukan bersama klien,
berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya dimana
(e) Jelaskan bahwa Perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh
untuk kepentingan terapi
(f) Tunjukkan sikap empati terhadap klien
(g) Penuhi kebutuhan dasar pasienbila memungkinkan
2) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
(a) Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif
pasien(buat daftar kegiatan)
(b) Beri pujian yang realistik dan hindarkan memberikan penilaian yang
negatif setiap kali bertemu dengan klien
3) Membantu pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
(a) Bantu pasienmenilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (pilih dari
daftar kegiatan): buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat ini
(b) Bantu pasienmenyebutkannya dan memberi penguatan terhadap
kemampuan diri yang diungkapkan klien
4) Membantu pasien dapaat memilih/ menetapkan kegiatan berdasarkan
daftar kegiatan yang dapat dilakukan
(a) Diskusikan kegiatan yang akan dipilih untuk dilatih saat pertemuan
(b) Bantu pasienmemberikan alasan terhadap pilihan yang ia tetapkan
(c) Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukannya)
(d) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan dua kali per hari
(e) Berikan dukungan dan pujian yang nyata setiap kemajuan yang
diperlihatkan klien
5) Membantu pasien dapat merencanakan kegiatan sesuai kemampuannya
dan menyusun rencana kegiatan
(a) Beri kesempatan pada pasienuntuk mencoba kegiatan yang telah dilatihkan
(b) Beri pujian atas aktivitas/kegiatan yang dapat dilakukan pasiensetiap hari
(c) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan
setiap aktivitas
(d) Susun daftar aktivitas yang sudah dilatihkan bersama pasiendan keluarga
(e) Beri kesempatan pasienuntuk mengungkapkan perasaannya setelah
pelaksanaan kegiatan
(f) Yakinkan bahwa keluarga mendukung setiap aktivitas yang dilakukan klien
DAFTAR PUSTAKA

Nurhalimah. (2016). Keperawatan jiwa. Kemenkes RI : Jakarta

Zaini, M. (2021). Asuhan keperawatan jiwa masalah psikososial di pelayanan klinis


dan komunitas. [e-book], diaksestanggal 20 Desember 2022, dari
<https://www.google.co.id/books/edition/Asuhan_Keperawatan_Jiwa_Masalah_Psikoso
s/ZhKfDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=masalah+psikososial+keperawatan+jiwa&pri
nts ec=frontcover

Anda mungkin juga menyukai