Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN

ANSIETAS / KECEMASAN

Disusun Oleh :
RIZAL GUNAWAN
113221002

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS AL-IRSYAD CILACAP 2021
I. TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Ansietas merupakan keadaan ketika individu atau kelompok
mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivasi sistem saraf
autonom dalam berespons terhadap ancaman yang tidak jelas, nonspesifik
(Carpenito, 2007).
Banyak para ahli yang menguraikan definisi ansietas, namun dari
sekian banyak definisi yang dikemukakan pada dasarnya pengertian
ansietas akan mengarah pada suatau kesimpulan yang sama. Kata ansietas
berasal dari bahasa latin, angere yang berarti tercekik atau tercekat.
Gangguan ansietas adalah keadaan tegang yang berlebihan atau tidak pada
tempatnya yang ditandai oleh perasaan khawatir, tidak menentu atau takut
(Maramis, 2009).
Cemas (ansietas) adalah sebuah emosi dan pengalaman subjektif
dari seseorang. Pengertian lain cemas adalah suatu keadaan yang membuat
seseorang tidak nyaman dan terbagi dalam beberapa tingkatan. Jadi, cemas
berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berbahaya
(Kusumawati & Hartono, 2012).
Kecemasan dapat didefininisikan suatu keadaan perasaan
keprihatinan, rasa gelisah, ketidak tentuan, atau takut dari kenyataan atau
persepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal (Stuart
& Sundeen, 2014).
Berdasarkan definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan, tidak enak, khawatir
dan gelisah. Keadaan emosi ini tanpa objek yang spesifik, dialami secara
subjektif dipacu oleh ketidaktahuan yang didahului oleh pengalaman baru,
dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal.
Kecemasan mungkin hadir pada beberapa tingkat dalam kehidupan
setiap individu, tetapi derajat dan frekuensi dengan yang memanifestasikan
berbeda secara luas. Respon masing-masing individu memiliki kecemasan
berbeda. Tepi emosional yang memprovokasi kecemasan untuk
merangsang kreativitas atau kemampuan pemecahan masalah, yang lainnya
dapat menjadi bergerak ke tingkat patologis. Perasaan umumnya
dikategorikan menjadi empat tingkat untuk tujuan pengobatan: ringan,
sedang, berat, dan panik. Perawat dapat menemukan pasien cemas di mana
saja di rumah sakit atau lingkup masyarakat.
Kecemasan dan gangguannya dapat muncul dalam berbagai tanda
dan gejala fisik dan psikologik seperti gemetar, rasa goyah, nyeri
punggung dan kepala, ketegangan otot, napas pendek, mudah lelah, sering
kaget, hiperaktivitas autonomik seperti wajah merah dan pucat,
berkeringat, tangan rasa dingin, diare, mulut kering, sering kencing, rasa
takut, sulit konsentrasi, insomnia, libido turun, rasa mengganjal di
tenggorok, rasa mual di perut dan sebagainya. Gejala utama dari depresi
adalah efek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya
energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang
nyata sesudah kerja sedikit saja) serta menurunnya aktivitas. Beberapa
gejala lainnya dari depresi adalah:
1. Konsentrasi dan perhatian berkurang;
2. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang;
3. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna;
4. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis;
5. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri;
6. Tidur terganggu;
7. Nafsu makan berkurang.
Keadaan cemas biasanya disertai dan diikuti dengan gejala depresi.
Untuk diagnosis dibutuhkan penentuan kreteria yang tepat antara berat
ringannya gejala, penyebab serta kelangsungan dari gejala apakah
sementara atau menetap. Pada gangguan cemas lainnya biasanya depresi
adalah bentuk akhir bila penderita tidak dapat menyelesaikan masalah
yang dihadapi. Pada cemas menyeluruh depresi biasanya bersifat
sementara dan lebih ringan gejalanya dibanding kecemasan, gangguan
penyesuaian memiliki gejala yang jelas berkaitan erat dengan stres
kehidupan.

B. Etiologi
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kecemasan, antara lain faktor
organ biologi, faktor psikoedukatif. Faktor organ biologi adalah
ketidakseimbangan zat kimia pada otak yang disebut neurotransmitter yang
disebabkan karena kurangnya oksigen. Faktor psikoedukatif adalah faktor
faktor psikologi yang berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian
seseorang, baik hal yang menentramkan, menyenangkan dan menyedihkan.
1. Faktor Predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang
dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Ketegangan dalam
kehidupan tersebut dapat berupa :
a) Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan
berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis
perkembangan atau situasional.
b) Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak
terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan superego atau
antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan
kecemasan pada individu.
c) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan
individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan
kecemasan.
d) Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk
mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego.
e) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena
merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat
mempengaruhi konsep diri individu.
f) Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga
menangani stress akan mempengaruhi individu dalam
berespon terhadap konflik yang dialami karena pola
mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.
g) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan
mempengaruhi respons individu dalam berespons terhadap
konflik dan mengatasi kecemasannya.
h) Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah
pengobatan yang mengandung benzodizepin, karena
benzodiazepine dapat menekan neurotransmiter gamma amino
butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di
otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

2. Faktor presipitasi
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang
dapat mencetuskan timbulnya kecemasan. Stressor presipitasi
kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
a) Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang
mengancam integritas fisik yang meliputi :
1) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme
fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan
biologis normal (misalnya : hamil).
2) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus
dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan
nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
b) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan
eksternal.
1) Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan
interpersonal di rumah dan tempat kerja, penyesuaian
terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap
integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
2) Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai,
perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan
kelompok, sosial budaya.
(Elvira, 2008)
C. Pohon Masalah

Insomnia Akibat

Ansietas

Koping individu tak efektif Core Problem

Penyebab
Stressor (Kondisi sekarang)

D. Klasifikasi Ansietas
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek
membahayakan, yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas
yang dialami, dan seberapa baik individu melakukan koping terhadap
ansietas. Menurut Videbeck (2008) ada empat tingkat kecemasan yang
dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.
a. Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan
membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan
membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar,
menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan
melindungi diri sendiri.
1) Respons fisik
a) Ketegangan otot ringan
b) Sadar akan lingkungan
c) Rileks atau sedikit gelisah
d) Penuh perhatian
e) Rajin
2) Respon kognitif
a) Lapang persepsi luas
b) Terlihat tenang, percaya diri
c) Perasaan gagal sedikit
d) Waspada dan memperhatikan banyak hal
e) Mempertimbangkan informasi
f) Tingkat pembelajaran optimal
3) Respons emosional
a) Perilaku otomatis
b) Sedikit tidak sadar
c) Aktivitas menyendiri
d) Terstimulasi
e) Tenang

b. Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada


sesuatu yang benar-benar berbeda, individu menjadi gugup atau
agitasi. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah
sebagai berikut :
1) Respon fisik :
a) Ketegangan otot sedang
b) Tanda-tanda vital meningkat
c) Pupil dilatasi, mulai berkeringat
d) Sering mondar-mandir, memukul tangan
e) Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
f) Kewaspadaan dan ketegangan meningkat
g) Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri
punggung
2) Respons kognitif
a) Lapang persepsi menurun
b) Tidak perhatian secara selektif
c) Fokus terhadap stimulus meningkat
d) Rentang perhatian menurun
e) Penyelesaian masalah menurun
f) Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
3) Respons emosional
a) Tidak nyaman
b) Mudah tersinggung
c) Kepercayaan diri goyah
d) Tidak sabar
e) Gembira

c. Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman,
memperlihatkan respons takut dan distress. Menurut Videbeck (2008),
respons dari ansietas berat adalah sebagai berikut :
1) Respons fisik
a) Ketegangan otot berat
b) Hiperventilasi
c) Kontak mata buruk
d) Pengeluaran keringat meningkat
e) Bicara cepat, nada suara tinggi
f) Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
g) Rahang menegang, mengertakan gigi
h) Mondar-mandir, berteriak
i) Meremas tangan, gemetar
2) Respons kognitif
a) Lapang persepsi terbatas
b) Proses berpikir terpecah-pecah
c) Sulit berpikir
d) Penyelesaian masalah buruk
e) Tidak mampu mempertimbangkan informasi
f) Hanya memerhatikan ancaman
g) Preokupasi dengan pikiran sendiri
h) Egosentris
3) Respons emosional
a) Sangat cemas
b) Agitasi
c) Takut
d) Bingung
e) Merasa tidak adekuat
f) Menarik diri
g) Penyangkalan
h) Ingin bebas

d. Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena


hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun
dengan perintah. Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah
sebagai berikut :
1) Respons fisik
a) Flight, fight, atau freeze
b) Ketegangan otot sangat berat
c) Agitasi motorik kasar
d) Pupil dilatasi
e) Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
f) Tidak dapat tidur
g) Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
h) Wajah menyeringai, mulut ternganga
2) Respons kognitif
a) Persepsi sangat sempit
b) Pikiran tidak logis, terganggu
c) Kepribadian kacau
d) Tidak dapat menyelesaikan masalah
e) Fokus pada pikiran sendiri
f) Tidak rasional
g) Sulit memahami stimulus eksternal
h) Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
3) Respon emosional
b) Merasa terbebani
c) Merasa tidak mampu, tidak berdaya
d) Lepas kendali
e) Mengamuk, putus asa
f) Marah, sangat takut
g) Mengharapkan hasil yang buruk
h) Kaget, takut
i) Lelah

Selain itu, tingkat kecemasan sebagai berikut:


1. Kecemasan ringan.
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan
menyebabkan seseorang menjadi waspada dan menghasilkan lahan
persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi bekpar dan menghasilkan
pertumbuhan dan kreatifitas.
2. Kecemasan sedang.
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting
dan mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang mengalami
perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih
terarah. Dengan kata lain, lapang persepsi terhadap lingkungan
menurun. Individu lebih memfokuskan pada hal yang penting saat itu
dan mengesampingkan hal lain.
3. Kecemasan berat.
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung
untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak
dapat berfikir pada hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk
mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak
pengarahan untuk dapat memusatkan pada satu area lain.
4. Tingkat panik dari kecemasan.
Berhubungan dengan terperangah, ketakutan dari orang yang
mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan
pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian. Dengan
panik, terjadi peningkatan aktifitas motorik, menurunnya
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang
menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat
kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan juga berlangsung
terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat,
bahkan kematian. Pada tingkat ini individu sudah tidak dapat
mengontrol diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa lagi
walaupun sudah diberi pengarahan.

E. Rentang Respon Kecemasan

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Gambar 1. Rentang Respon Kecemasan (Direja, 2011).

D. Skala Kecemasan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)


Kecemasan dapat diukur dengan alat ukur kecemasan yang disebut
Hars (Hamilton Anxiety Rating Scale). Skala HARS merupakan skala
pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya symptom
pada individu yang mengalami kecemasan. Setiap item yang
diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0 sampai dengan 4. Skala
HARS pertama kali digunakan pada tahun 1959 yang diperkenalkan
oleh Max Hamilton. Scala HARS dalam penilaian kecemasan terdiri
dari 14 item, meliputi :
a. Perasaan cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah
tersinggung.
b. Merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah tergaggu dan lesu.
c. Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang lain, bila tinggal sendiri
dan takut pada binatang besar.
d. Gangguan tidur, sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur
tidak pulas dan mimpi buruk.
e. Gangguan kecerdasan : penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit
konsentrasi.
f. Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada
hobby, sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.
g. Gejala somatic : nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara tidak
stabil dan gertakan otot.
h. Gejala sensorik : perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah
dan pucat, serta merasa lemah.
i. Gejala kardiovaskuler : takikardi, nyeri dada, denyut nadi mengeras dan
detak jantung hilang sekejap.
j. Gejala pernafasan : rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering
menarik nafas panjang dan merasa nafas pendek.
k. Gejala gastrointestinal : sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun,
mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan
panas perut.
l. Gejala urogenital : sering kencing, tidak dapat menahan kencing,
aminorea, ereksi lemah atau impotensi.
m. Gejala vegative : mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu
roma berdiri, pusing atau sakit kepala.
n. Perilaku sewaktu wawancara : gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan
dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat dan napas pendek
cepat.
Cara Penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan
kategori:
0 = tidak ada gejala sama sekali
1 = Satu dari gejala yang ada
2 = Sedang/ separuh dari gejala yang ada
3 = berat/lebih dari ½ gejala yang ada
4 = sangat berat semua gejala ada

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan


item 1-14 dengan hasil:
1. Skor kurang dari 6 = tidak ada kecemasan.
2. Skor 7 – 14 = kecemasan ringan.
3. Skur 15 – 27 = kecemasan sedang.
4. Skor lebih dari 27 = kecemasan berat.

F. Tanda dan Gejala


1. Respons fisik :
a) Kardiovaskular : palpitasi, jantung bedebar, tekanan
darah meninggi, denyut nadi cepat
b) Pernafasan : napas cepat, napas pendek, tekanan pada
dada napas dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, terengah-
engah
c) Neuromuskular : refleks meningkat, insomnia, tremor,
gelisah, wajah tegang, kelemahan umum, kaki goyah, gerakan
yang janggal
d) Gastrointestinal : anoreksia, diare/konstipasi, mual, rasa tidak
nyaman pd abdomen
e) Traktur urinarius : sering berkemih dan tidak dapat menahan
kencing
f) Kulit : wajah kemerahan, berkeringat, gatal, rasa
panas pada kulit
2. Respons Kognitif :
Lapang persepsi menyempit, tidak mampu menerima rangsang luar,
berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya
3. Respons Perilaku :
Gerakan tersentak-sentak, bicara berlebihan dan cepat, perasaan
tidakaman
4. Respons Emosi :
Menyesal, iritabel, kesedihan mendalam, takut, gugup, sukacita
berlebihan, ketidakberdayaan meningkat secara menetap,
ketidakpastian, kekhawatiran meningkat, fokus pada diri sendiri,
perasaan tidak adekuat, ketakutan, distressed, khawatir, prihatin

G. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang


Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang ansietas yaitu:
a. Pemerikasaan laboratorium, pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
peningkatan fungsi adrenal, peningkatan glukosa dan menurunnya fungsi
paratiroid, tingkat oksigen dan kalsium.
Uji psikologis

H. Penatalaksanaan
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan ansietas pada tahap
pencegahaan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang
bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik), psikologik atau
psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian
berikut :
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
a. Makan makanan yang berigizi dan seimbang
b. Tidur yang cukup
c. Olahraga yang teratur
d. Tidak merokok dan tidak minum minuman keras
2. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas
(anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam,
lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.
3. Terapi somatic
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala
ikutan atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk
menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan
obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara
lain:
a. Psikoterapi suportif
b. Psikoterapi re-edukatif
c. Psikoterapi re-konstruktif
d. Psikoterapi kognitif
e. Psikoterapi psikodinamik
f. Psikoterapi keluarga
5. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya
dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai
problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial.

I. Komplikasi
a. Depresi
b. Somatoform
c. Skizofrenia Hibefrenik
d. Skizofrenia Simplek
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Faktor Predisposisi.
Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal ansietas :
a) Teori Psikoanalitik
Ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua
elemen kepribadian, ID dan superego. ID mewakili dorongan
insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego
mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh
norma- norma budaya seseorang. Ego atau Aku, berfungsi
menengahi hambatan dari dua elemen yang bertentangan dan
fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
b) Teori Interpersonal.
Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya
penerimaan dari hubungan interpersonal. Ansietas juga
berhubungan dengan perkembangan, trauma seperti perpisahan
dan kehilangan sehingga menimbulkan kelemahan spesifik.
Orang dengan harga diri rendah mudah mengalami
perkembangan ansietas yang berat.
c) Teori Perilaku.
Ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Daftar tentang pembelajaran meyakini bahwa
individu yang terbiasa dalam kehidupan dininya dihadapkan
pada ketakutan yng berlebihan lebih sering menunjukkan
ansietas pada kehidupan selanjutnya.
d) Kajian Keluarga.
Menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang
biasa ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam
gangguan ansietas dan antara gangguan ansietas dengan
depresi.
e) Kajian Biologis.
Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus
benzodiazepine. Reseptor ini mungkin membantu mengatur
ansietas penghambat dalam aminobutirik. Gamma
neuroregulator (GABA) juga mungkin memainkan peran utama
dalam mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas
sebagaimana halnya endorfin. Selain itu telah dibuktikan
kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai
predisposisi terhadap ansietas. Ansietas mungkin disertai
dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas
seseorang untuk mengatasi stressor.

2. Faktor Presipitasi.
Stressor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal.
Stressor pencetus dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori :
a) Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi
ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau
menurunnya kapasitas untuk melakukan aktifitas hidup
sehari- hari.
b) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat
membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial yang
terintegrasi seseorang.
3. Perilaku.
Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan
fisiologi dan perilaku dan secara tidak langsung melalui timbulnya
gejala atau mekanisme koping dalam upaya melawan kecemasan.
Intensietas perilaku akan meningkat sejalan dengan peningkatan tingkat
kecemasan.

Sistem Tubuh Respons


Kardiovaskuler a) Palpitasi.
b) Jantung berdebar.
c) Tekanan darah meningkat dan denyut nadi
menurun.
d) Rasa mau pingsan dan pada akhirnya
pingsan.

Pernafasan a) Napas epat.


b) Pernapasan dangkal.
c) Rasa tertekan pada dada.
d) Pembengkakan pada tenggorokan.
e) Rasa tercekik.
f) Terengah-engah.

Neuromuskular a) Peningkatan reflek.


b) Reaksi kejutan.
c) Insomnia.
d) Ketakutan.
e) Gelisah.
f) Wajah tegang.
g) Kelemahan secara umum.
h) Gerakan lambat.
i) Gerakan yang janggal.
a) Kehilangan nafsu makan.
b) Menolak makan.
c) Perasaan dangkal.
d) Rasa tidak nyaman pada abdominal.
e) Rasa terbakar pada jantung.
f) Nausea.
g) Diare.

Perkemihan a) Tidak dapat menahan kencing.


b) Sering kencing.

Kulit a) Rasa terbakar pada mukosa.


b) Berkeringat banyak pada telapak tangan.
c) Gatal-gatal.
d) Perasaan panas atau dingin pada kulit.
e) Muka pucat dan bekeringat diseluruh tubuh
Tabel 1. Respon Fisiologis Terhadap Ansietas.
Sistem Respons
Perilaku a) Gelisah.
b) Ketegangan fisik.
c) Tremor.
d) Gugup.
e) Bicara cepat.
f) Tidak ada koordinasi.
g) Kecenderungan untuk celaka.
h) Menarik diri.
i) Menghindar.
j) Terhambat melakukan aktifitas.
Kognitif a) Gangguan perhatian.
b) Konsentrasi hilang.
c) Pelupa.
d) Salah tafsir.
e) Adanya bloking pada pikiran.
f) Menurunnya lahan persepsi.
g) Kreatif dan produktif menurun.
h) Bingung.
i) Khawatir yang berlebihan.
j) Hilang menilai objektifitas.
k) Takut akan kehilangan kendali.
l) Takut yang berlebihan.
Afektif a) Mudah terganggu.
b) Tidak sabar.
c) Gelisah.
d) Tegang.
e) Ketakutan.
f) Alarm.
g) Tremor.
k) Gugup.
l) Gelisah.
Tabel 2. Respon Perilaku Kognitif.

4. Sumber Koping.
Individu dapat mengalami stress dan ansietas dengan
menggerakkan sumber koping tersebut di lingkungan. Sumber
koping tersebut sebagai modal ekonomok, kemampuan
penyelesaian masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya
dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang
menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.
5. Mekanisme Koping.
Ketika mengalami ansietas individu menggunakan berbagai
mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya dan
ketidakmampuan mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan
penyebab utama terjadinya perilaku patologis. Ansietas tingkat
ringan sering ditanggulangi tanpa yang serius.
Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan 2 jenis mekanisme
koping:
a) Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya yang
disadari dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi
secara realitis tuntutan situasi stress.
b) Mekanisme pertahanan ego, membantu mengatasi ansietas
ringan dan sedang, tetapi jika berlangsung pada tingkat
sadar dan melibatkan penipuan diri dan distorsi realitas,
maka mekanisme ini dapat merupakan respon maladaptif
terhadap stress. Sebuah sumber menjelaskan bahwa ada dua
mekanisme koping yang dikategorikan untuk mengatasi
ansietas :
c) Reaksi yang berorientasi pada tugas (Task Oriented
Reaction).
Merupakan pemecahan masalah secara sadar digunakan
untuk menanggulangi ancaman stressor yang ada secara
realistis, yaitu :
1) Perilaku menyerang (agresif).
Biasanya digunakan individu untuk mengatasi
rintangan agar memenuhi kebutuhan.
2) Perilaku menarik diri.
Digunakan untuk menghilangkan sumber ancaman
baik secara fisik maupun secara psikologis.
3) Perilaku kompromi.
Digunakan untuk mengubah tujuan-tujuan yang
akan dilakukan atau mmengorbankan kebutuhan
personal untuk mencapai tujuan.
d) Mekanisme pertahanan ego (Ego Oriented Reaction).
Mekanisme pertahanan Ego membantu mengatasi ansietas
ringan maupun sedang yang digunakan untuk melindungi
diri dan dilakukan secara tidak sadar untuk
mempertahankan ketidakseimbangan.
Adapun mekanisme pertahanan Ego adalah :
1) Kompensasi.
Adalah proses dimana seseorang memperbaiki
penurunan citra diri dengan secara tegas menonjolkan
keistimewaan/kelebihan yang dimilikinya.
2) Penyangkalan (Denial).
Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan
mengingkari realitas tersebut. Mekanisme pertahanan
ini paling sederhana dan primitif.
3) Pemindahan (Displacemen).
Pengalihan emosi yag semula ditujukan pada
seseorang/benda tertentu yang biasanya netral atau
kurang mengancam terhadap dirinya.
4) Disosiasi
Pemisahan dari setiap proses mental atau prilaku dari
kesadaran atau identitasnya.
5) Identifikasi (Identification).
Proses dimana seseorang mencoba menjadi orang yang
ia kagumi dengan mengambil/menirukan pikiran-
pikiran,prilaku dan selera orang tersebut.
6) Intelektualisasi (Intelektualization).
Penggunaan logika dan alasan yang berlebihan untuk
memghindari pengalaman yang mengganggu
perasaannya.
7) Introjeksi (Intrijection).
Mengikuti norma-norma dari luar sehingga ego tidak
lagi terganggu oleh ancaman dari luar (pembentukan
superego)
8) Fiksasi.
Berhenti pada tingkat perkembangan salah satu aspek
tertentu (emosi atau tingkah laku atau pikiran)s ehingga
perkembangan selanjutnya terhalang.
9) Proyeksi.
Pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri
kepada orang lain terutama keinginan. Perasaan
emosional dan motivasi tidak dapat ditoleransi.
10) Rasionalisasi.
Memberi keterangan bahwa sikap/tingkah lakunya
menurut alasan yang seolah-olah rasional, sehingga
tidak menjatuhkan harga diri.
11) Reaksi formasi.
Bertingkah laku yang berlebihan yang langsung
bertentangan dengan keinginan-keinginan,perasaan
yang sebenarnya.
12) Regressi.
Kembali ketingkat perkembangan terdahulu (tingkah
laku yang primitif), contoh; bila keinginan terhambat
menjadi marah, merusak, melempar barang, meraung,
dsb.
13) Represi.
Secara tidak sadar mengesampingkan pikiran, impuls,
atau ingatan yang menyakitkan atau bertentangan,
merupakan pertahanan ego yang primer yang cenderung
diperkuat oleh mekanisme ego yang lainnya.
14) Acting Out.
Langsung mencetuskan perasaan bila keinginannya
terhalang.
15) Sublimasi.
Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya
dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang
mengalami halangan dalam penyalurannya secara
normal.
16) Supresi.
Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme
pertahanan tetapi sebetulnya merupakan analog represi
yang disadari;pengesampingan yang disengaja tentang
suatu bahan dari kesadaran seseorang;kadang-kadang
dapat mengarah pada represif berikutnya.
17) Undoing.
Tindakan/perilaku atau komunikasi yang
menghapuskan sebagian dari tindakan/perilaku atau
komunikasi sebelumnya merupakan mekanisme
pertahanan primitif.
(Kusumawati & Hartono, 2012)
B. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa yang biasanya muncul pada kecemasan adalah :
1. Penyelesaian kerusakan.
2. Kecemasan.
3. Pola napas tidak efektif.
4. Koping individu tidak efektif.
5. Diam.
6. Gangguan pembagian bidang energi.
7. Ketakutan.
8. Inkontinensial.
9. Stres.
10. Cedera resiko terhadap......
11. Perubahan nutrisi.
12. Respon pasca trauma.
13. Ketidakberdayaan.
14. Gangguan harga diri.
15. Gangguan pola tidur.
16. Isolasi sosial.
17. Perubahan proses berfikir.
18. Gangguan eliminasi urine.
C. Intervensi Keperawatan
Dx Kep Perencanaan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Ansietas TUM : Setelah 1 X 15 menit 1. Bina hubungan saling percaya
(Kecemasan) Pasien tidak merasa interaksi, pasien dengan menerapkan prinsip
cemas lagi . menunjukkan tanda- komunikasi terapeutik.
tanda percaya kepada 2. Sapa pasien dengan ramah baik
TUK 1 : perawat: verbal maupun nonverbal
Pasien dapat 1) Wajah cerah, 3. Perkenalkan diri secara sopan
membina hubungan tersenyum 4. Tanyakan nama lengkap pasien
saling percaya 2) Mau berkenalan dan nama panggilan yang di sukai
3) Ada kontak mata pasien
5. Jelaskan tujuan pertemuan
6. Jujur dan menepati janji
7. Tunjukkan sikap empati dan
menerima pasien apa adanya

TUK 2 : pasien Setelah 1 X 15 menit 1. Bina hubungan saling percaya :


dapat interaksi, pasien dapat salam terapeutik, perkenalan diri,
mempertahankan mengungkapkan rasa jelaskan tujuan, lingkungan yang
kontak mata dan cemasnya dengan cara : terapeutik, kontrak yang jelas.
pasien dapat 1) Melakukan kontak 2. Dorong dan beri kesempatan
mengenal mata pasien untuk mengungkapkan
ansietasnya 2) Bersedia perasaannya.
menceritakan 3. Dengarkan ungkapan pasien
perasaannya secara dengan empati.
jujur 4. Beri reinforcement yang positif
3) Wajah tenang atas kemampuan pasien
4) Bersedia mengungkapkan perasannya.
menceritakan 5. Beri pengetahuan terhadap pasien
perasaan mengenai penyakitnya
5) Bersedia
mengungkapkan
masalahnya

TUK 3: pasien Setelah 1 X 15 menit 1. Bina hubungan saling percaya :


dapat mengurangi pasien mampu salam terapeutik, perkenalan
rasa cemas dan mengurangi rasa diri, jelaskan tujuan, lingkungan
mengetahui cara- cemasnya dan yang terapeutik, kontrak yang
cara mengurangi mengetahui cara-cara jelas.
cemasnya. menguranginya dengan 2. Dorong pasien mengungkapkan
criteria : apa yang dilakukan jika cemas
1) pasien tetap kontak terjadi
mata 3. Dorong pasien mengungkapkan
2) Pasien mampu caranya untuk mengurangi
mengatakan kecemasannya
kecemasannya 4. Dengarkan ungkapan pasien
3) Bisa mempraktekkan dengan empati.
cara 5. Motivasi pasien agar
menanggulanginya. mempertahankan kontak mata
saat berbicara

TUK 4 : Pasien Setelah diberikan asuhan 1. Bina hubungan saling percaya :


mendapat dukungan keperawatan selama 1 x salam terapeutik, perkenalan diri,
keluarga mengontrol 15 menit dalam 1x jelaskan tujuan, lingkungan yang
tingkat kecemasan pertemuan diharapkan terapeutik, kontrak yang jelas.
pasien dapat dukungan 2. Tanyakan kepada pasien apa yang
keluarga dalam dilakukan keluarganya saat pasien
mengontrol perilaku mengalami kecemasan.
kekerasan dengan kriteria
hasil:
1. Keluarga pasien dapat
menyebutkan :
Cara merawat pasien
yang mengalami
kecemasan dan
mengungkapkan rasa
puas dalam merawat
pasien

TUK 5 : Pasien Setelah diberikan asuhan 1. Bina hubungan saling percaya :


dapat menggunakan keperawatan selama 1 x salam terapeutik, perkenalan diri,
obat dengan benar ( 15 menit dalam 1x jelaskan tujuan, lingkungan yang
sesuai dengan pertemuan diharapkan terapeutik, kontrak yang jelas.
program ) penggunaan obat 2. Tanyakan kepada pasien apakah
dilakukan dengan benar pasien mengetahui obat yang di
sesuai programnya minumnya.
dengan kriteria hasil: 3. Tanyakan kepada pasien apa yang
1. Pasien dapat dilakukan pasien jika obat tidak
menyebut kan obat – diberikan saat waktunya minum
obat yang di minum obat
dan kegunaanya (jenis 4. Berikan pujian jika pasien
,waktu,dosis,dan efek. mengetahui dengan benar
2. Pasien dapat minum pemberian obat
obat sesuai program
pengobatan
3. Pasien meminta obat
saat waktunya minum
obat
D. IMPLEMENTASI
Merupakan tahap pelaksanaan rencana tindakan yang telah
ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal
dalam pelaksanaan disesuaikan dengan rencana keperawatan dan kondisi
pasien.

E. EVALUASI
Merupakan proses berkelanjutan untuk menilai aspek dari tindakan
yang dilakukan secara terus menerus terhadap respon pasien evaluasi
adalah hasil yang dilihat dan perkembangan persepsi pasien pertumbuhan
perbandingan perilakunya dengan kepribadian yang sehat.
Evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP:
S: respon subyektif pasien terhadap keperawatan yang telah dilaksanakan
O: respon objektif pasien terhadapa keperawatan yang dilaksanakan
A: analisa ulang atas data subyektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakah masih tetap atau masuk giliran baru.
P: Perencanaan untuk tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respom
pasien.
Hasil yang diharapkan setelah melakukan intervensi pada pasien
dengan ansietas/cemas yaitu :
a. Pasien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
b. Pasien mengetahui atau mengenal ansietasnya
c. Pasien dapat mengontrol cemas dengan relaksasi nafas dalam.
DAFTAR PUSTAKA

Bickley, Lynn S. 2009. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan
Bates. Jakarta: EGC

Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika

Elvira, Sylvia D. 2008. Gangguan Panik. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI

Hawari, D. 2008. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI

Kusumawati & Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika

Maramis, Willy F & Maramis Albert A. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.
Surabaya: Airlangga UniversityPress.

Nurjannah. 2004. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa Manajemen,


Proses Keperawatan dan Hubungan Terapeutik Perawat-Pasien.
Yogyakarta : Penerbit MocoMedia

Stuart & Sundeen. 2014. Buku Saku Keperawatan Jiwa ( Edisi 3). Jakarta : EGC

Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keprawatan Jiwa.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai