Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN KECEMASAN

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Stase Keperawatan Jiwa


Nama Dosen : Denny Paul Ricky S.Kep NS M.Kep Sp.Kep.J

Disusun oleh:
Rahel Nuraeni Natalia
NIM: 2153005
Lokasi : Universitas Advent Indonesia,Bandung

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ADVENT INDONESIA
BANDUNG
2021/2022
A. Pengertian
Cemas (ansietas) adalah sebuah emosi dan penglaman subjektif dri seseorang.
Pengertian lain cemas adalah suatu keadaan yang membuat seseorng tidak nyaman
dan terbagi dalam beberapa tingkatan. Jdi, cemas berkaitan dengan persaan tiidak
pasti dan tidak berdaya. (Kususmawati, 2010)
Ansietas (kecemasan) adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak
didukung oleh situasi. Tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus
ansietas (Videbeck, 2008)
Kecemasan adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena
ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai respon (penyebab tidak spesifik atau
tidak diketahui oleh individu). Perasaan takut dan tidak menentu sebagai sinyal yang
menyadarkan bahwa peringatan tentang bahaya akan datang memperkuat individu
mengambil tindakan menghadapi ancaman.

B. Jenis
Beberapa jenis kecemasan menurut Prabowo, 2014 yaitu :
1. Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan
membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu
individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir,
bertindak, merasakan, dan melindungi diri sediri.
2. Kecemasan Sedang
Kecemasan sedang merupakan perasaan yang mengganggu bahwa sesuatu yang
benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi.
3. Kecemasan Berat
Kecemasan berat yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman,
memperlihatkan respon takut dan distress.
4. Panik
Individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena kehilangan
kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah.
C. Etiologi
a. Faktor Predisposisi (pendukung)
Ketegangan dalam kehidupan dapat berupa hal-hal sebagai berikut:
 Peristiwa traumatik
 Konflik emosional
 Gangguan konsep diri
 Frutasi
 Gangguan fisik
 Pola mekanisme koping keluarga
 Riwayat gangguan kecemasan
 Medikasi
b. Faktor Presipitasi
1) Ancaman terhadap integritas fisik
 Sumber internal
 Sumber eksternal
2) Ancaman terhadap harga diri
 Sumber internal
 Sumber eksternal
Beberapa teori yang menyebabkan kecemasan yaitu :

a. Teori psikoanalatik
Terjadi karna adanya konflik yang terjadi antara emosinal elemen kepribadian ,
yaitu id dan super ego. Id mewakili insting, super ego mewakili hati nurani,
sedangkan ego berperan menengahi konflik yang terjadi antara dua elemen yang
bertentangan. Timbulnya kecemasn merupakan upaya peningkatan ego dan
bahaya.
b. Teori interpersonal
Kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap adanaya penolakan dan tidaka
adanya penerimaan interpersonal.
c. Teori perilaku (Bevarior)
Kecemasan merupakan perasaan frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu
kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan.
d. Teori prespektif keluarga
Kajian keluaraga menunjukkan pola interaksi yang terjadi dalam keluarga.
Kecemasan enunjukkan adanya pola interaksi yang maladaptive dalam system
keluarga.
e. Teori perspektif biologis
Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khususnya yang
mengatur kecamasan.

D. Proses Terjadinya Masalah


Menurut Eko Prabowo, 2014 proses terjadinya masalah ada beberapa, yaitu :
a. Faktor predisposisi
Strepredisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan. Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat
berupa:
1. Peristiwa trumatik yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan
krisis yang di alami individu baik krisis perkembangan atau situasiona.
2. Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik,
id dan super ego atau antar
3. Konsep diri tergangggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir
secara realitas sehinga akan menimbulkan kecemasan.
4. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidak berdayaan untuk mengambil
keputusan yang berdampak terhadap ego.
5. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman
terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
6. Pola mekanisme keluarga atau pola keluarga menangani stress akan
mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang di alami karena
polamekanisme koping individu banyak di pelajari dalam keluarga.
7. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons
individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasann.
b. Faktor prespitasi
Faktor prespitasi adalah semua ketgangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan timbulnya kecemasan. Stressor prespitasi kecemasan di
kelompokkan menjadi du abagian, yaitu :
1. Ancaman terhadap integritas kulit ketegangan yang mengancam integritas
fisik yang meliputi:
 Sumber internal meliputi kegagalan mekanisme fisisologis sistem
imun, regulasi suhu tubuh, perubhan biologis normal
 Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri,
polusi lingkunag, kecelakaan, kekuranagan nutrisi, tidakadekuatnya
tempat tinggal
2. Anacaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal
 Sumber internal kesulitan dalam berhubungan interpersonal dirumah
tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman
terhadap integritas fisisk juga dapat mengancam harga diri.
 Sumber eksternalorang yang dicinta berperan, perubahan status
pekerjaan tekanan kelompok social

E. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala kecemasan yang di tunjukkan atau di temukan oleh seseorang
bervariasi tergantung dari beratnya atatu tingkatan yang dirasakan oleh individu
tersebut (Hawari, 2004).
Keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang saat mengalami kecemasan secara
umum, antara lain adalah sebagai berikut:
 Cemas, kawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah
tersinggung
 Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
 Takut sendiriaan, takut pada keramaian, dan banyak orang.
 Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
 Gangguan kosentrasi daya ingat
 Gejala somatik rasa sakit pada otot dan tulang, berdebar-debar, sesak nafas,
gangguan pencernaan, sakit kepala, gangguan perkemihan, tangan terasa
dingin dan lembab, dan lain sebagainya.
F. Akibat
Dapat berasal dari sumber internal dan eksternal dapat diklasifikasikan dalam dua
jenis, yaitu :
a. Ancaman terhadap integitas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang
akan terjadi atau menurunkan kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup
seharihari. Pada ancaman ini stressor yang berasal dari sumber eksternal adalah
faktor-faktor yang dapat menyebabakan gangguan fisik (misal: infeksi virus dan
polusi udara). Sedangkan yang menjadi sumber internalanya adalah kegagalan
mekanisme fisisologi tubuh (misalnya: sitem jantung, sistem imun pengaturan
suhu dan perubahan fisologis selama kehamilan)
b. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan indetitas, harga diri
dan fungsi social yang teringretisasi seseorang. Ancaman yang berasal dari
sumber internal berupa gangguan hubungan interpersonal di rumah tempat kerja
atau menerima pesan baru (Eko prabowo, 2014).

G. Rentang Respon Kecemasan

Rentang Respons ansietas

Respon adaptif Respon maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Keterangan :

a. Kecemasan Ringan, Menurut Videbeck (2008), respon dari kecemasan ringan


adalah sebagai berikut:
1. Respon fisik dari kecemasan ringan adalah:
 Ketegangan otot ringan
 Sadar akan lingkungan
 Rileks atau sedikit gelisah
 Penuh perhatian
 Rajin
2. Respon kogniif dari kecemasan ringan adalah:
 Lapang persepsi luas
 Terlihat tenang, percaya diri
 Perasaan gagal sedikit
 Waspada dan memperhatikan banyak hal
 Mempertimbangkan informasi
 Tingkat pembelajaran optimal
3. Respon emosional dari kecemasan ringan adalah:
 Perilaku otomatis
 Sedikit tidak sadar
 Aktivitas mandiri
 Terstimulasi
 Tenang
b. Kecemasan Sedang, Menurut Videbeck (2008), respon dari kecemasan sedang
adalah sebagai berikut:
1. Respon fisik dari kecemasan sedang adalah:
 Ketegangan otot sedang
 Tanda-tanda vital meningkat
 Pupil dilatasi, mulai berkeringat
 Sering mondar-mandir, memukul tangan
 Suara berubah: bergetar, nada suara tinggi
 Kewaspadaan dan ketegangan meningkat
 Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung
2. Respon kognitif dari kecemasan sedang adalah:
 Lapang persepsi menurun
 Tidak perhatian secara selektif
 Fokus terhadap stimulus meningkat
 Rentang perhatian menurun
 Penyelesaian masalah menurun
 Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan

3. Respon emosional dari kecemasan sedang adalah:


 Tidak nyaman
 Mudah tersinggung
 Kepercayaan diri goyah
 Tidak sabar
 Gembira
c. Kecemasan Berat, Menurut Videbeck (2008), respon dari kecemasan berat adalah:
1. Respon fisik kecemasan berat adalah:
 Ketegangan otot berat
 Hiperventilasi
 Kontak mata buruk
 Pengeluaran keringat meningkat
 Bicara cepat, nada suara tinggi
 Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
 Rahang menegang, mngertakan gigi
 Mondar-mandir, berteriak
 Meremas tangan, gemetar
2. Respon kognitif kecemasan berat adalah:
 Lapang persepsi terbatas
 Proses berpikir terpecah-pecah
 Sulit berpikir
 Penyelesaian masalah buruk
 Tidak mampu mempertimbangkan informasi
 Hanya memperhatikan ancaman
 Preokupasi dengan pikiran sendiri
 Egosentris
3. Respon emosional kecemasan berat adalah:
 Sangat cemas
 Agitasi
 Takut
 Bingung
 Merasa tidak adekuat
 Menarik diri
 Penyangkalan
 Ingin beban
d. Panik, Menurut Videbeck (2008), respon dari panik adalah sebagai berikut:
1. Respon fisik dari panik adalah:
 Fight, fight, atau freeze
 Ketegangan otot sangat berat
 Agitasi motorik kasar
 Pupil dilatasi
 Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
 Tidak dapat tidur
 Hormon stress dan neurotransmitter berkurang
 Wajah menyeringai, mulut ternganga
2. Respon kognitif dari panik adalah:
 Persepsi sangat sempit
 Pikiran tidak logis, terganggu
 Kepribadian kacau
 Tidak dapat menyelesaikan masalah
 Fokus pada pikiran sendiri
 Tidak rasional
 Sulit memahami stimulus eksternal
 Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi 3
3. Respon emosional dari panik adalah:
 Merasa terbebani
 Merasa tidak mampu, tidak berdaya
 Lepas kendali
 Mengamuk, putus asa
 Marah, sangat takut
 Mengharapkan hasil yang buruk
 Kaget, takut, lelah

H. Pohon Masalah

Kerusakan Interaksi Sosial Effect

Gangguan suasana perasaan: Cemas Cor Problem

Koping individu inefektif Causa

I. Mekanisme Koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan
faktor utama yang membuat pasien berperilaku patologis atau tidak. Mekanisme
koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat, dan panik membutuhkan banyak
energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua
jenis, yaitu:
a. Task Oriented Reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang
ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi
kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif ditujukan untuk
mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
1) Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan
pemenuhan kebutuhan
2) Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk
memindahkan seseorang dari sumber stress
3) Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang
mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan
personal seseorang.
b. Ego Oriented Reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu
sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk
melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya
mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk
menili penggunaan mekanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak
adaptif, perlu dievalusi hal-hal berikut:
1) Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan
pasien
2) Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri tersebut apa pengaruhnya
terhadap disorganisasi kepribadian
3) Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan
pasien
4) Alasan pasien menggunakan mekanisme pertahanan.

J. Penatalaksanaan
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahan dan
terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencakup
fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial atau psikoreligius.
Selengkapnya seperti pada uraian berikut:
a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara:
 Makan makanan yang bergizi dan seimbang
 Tidur yang cukup
 Cukup olahraga
 Tidak merokok
 Tidak minum minuman keras.
b. Terapi psikofarmaka
Merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan yang
berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neurotransmitter (sinyal penghantar
saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka yang
sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam,
clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate, dan
alprazolam.
c. Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala atau akibat dari
kecemasan yang berkepanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik
(fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang
bersangkutan.
d. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain:
 Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan
agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi
keyakinan serta percaya diri.
 Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila
dinilai bahwa ketidakmampuan mengatasi kecemasan.
 Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudan memperbaiki kembali
(rekonstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat
stressor.
 Psikoterapi kognitif, untuk memulihakn fungsu kognitif pasien, yaitu
kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
 Psikoterapi psikodinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak
mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
 Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar
faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga
dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.
e. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan
kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbaga problem kehidupan yang
merupakan stressor psikososial

K. Alat Ukur Kecemasan


Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan,
sedang, berat, atau berat sekali (panik) orang menggunakan alat ukur (instrumen)
yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A). Alat ukur ini
terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan
gejala-gejala yang lebih spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian
angka (score) antara 0-4, yang artinya adalah:
0 = Tidak ada gejala atau keluhan
1 = Gejala ringan
2 = Gejala sedang
3 = Gejala berat
4 = Gejala berat sekali atau panik
Penilaian atau pemakaian alat ukur ini dilakukan oleh tenaga kesehatan atau
orang yang telah dilatih untuk menggunakannya melalui teknik wawancara langsung.
Masing-masing nilai angka (score) dari ke 14 kelompok gejala tersebut dijumlahkan
dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang,
yaitu: Total nilai (score):
< 14 = Tidak ada kecemasan
14 – 20 = Kecemasan ringan
21 – 27 = Kecemasan sedang
28 – 41 = Kecemasan berat
42 – 56 = Kecemasan berat sekali atau panik

Asuhan Keperawatan

1. Diagnosa keperawatan
a. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan cemas
b. Gangguan alam perasaan: cemas berhubungan dengan koping individu inefektif
2. Rencana Tindakan Keperawatan
 Tujuan umum : cemas berkurang atau hilang
 Tujuan khusus :
a. TUK 1 : Pasien dapat menjalin hubungan saling percaya
 Intervensi :
 Jadilah pendengar yang hangat dan responsi
 Beri waktu yang cukup pada pasien untuk berespon
 Beri dukungan pada pasien untuk berekspresikan perasaanya
 Identifikasi pola perilaku pasien atau pendekatan yang dapat
menimbulkan perasaan negatif
 Bersama pasien mengenali perilaku dan respon sehingga cepat belajar
dan berkembang.
b. TUK 2 : Pasien dapat mengenali ansietasnya
 Intervensi :
 Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan perasaanya
 Hubungkan perilaku dan perasaanya
 Validasi kesimpulan dan asumsi terhadap pasien
 Gunakan pertanyaan terbuka untuk mengalihkan dari topik yang
mengancam ke hal yang berkaitan dengan konflik
 Gunakan konsultasi untuk membantu pasien mengungkapkan perasaanya.

c. TUK 3 : Pasien dapat memperluas kesadaranya terhadap perkembangan


ansietas
 Intervensi :
 Bantu pasien menjelaskan situasi dan interaksi yang dapat segera
menimbulkan ansietas
 Bersama pasien meninjau kembali penilaian pasien terhadap stressor
yang dirasakan mengancam dan menimbulkan konflik
 Kaitkan pengalaman yang baru terjadi dengan pengalaman masa lalu
yang relevan
d. TUK 4 : Pasien dapat menggunakan mekanisme koping yang adaptif
 Intervensi :
 Gali cara pasien mengurangi ansietas dimasa lalu
 Tunjukan akibat maladaptif dan destruktif dari respon koping yang
digunakan
 Dorong pasien untuk menggunakan respon koping adaptif yang
dimilikinya
 Bantu pasien untuk menyusun kembali tujuan hidup, memodifikasi
tujuan, menggunakan sumber dan menggunakan ansietas sedang
 Latih pasien dengan menggunakan ansietas sedang
 Beri aktifitas fisik untuk menyalurkan energinya
 Libatkan pihak yang berkepentingan sebagai sumber dan dukungan
sosial dalam membantu pasien menggunakan koping adaptif yang baru
e. TUK 5 : Pasien dapat menggunakan tekhnik relaksasi
 Intervensi :
 Ajarkan pasien teknik relaksasi untuk meningkatkan kontrol dan rasa
percaya diri
 Dorong pasien untuk menggunakan relaksasi dalam menurunkan
tingkat ansietas
Daftar Pustaka
1. Kususmawati, F. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika. Prabowo, E. (2014). Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta:
2. Hawari, D. (2004). Manajemen stress, Cemas dan Depresi. Jakarta : Balai
Penerbit. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Nuha Medika.
3. Videbeck, Sheila L, (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai