Anda di halaman 1dari 16

MODEL APLIKASI KEPERAWATAN PROFESIONAL

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Manajemen & Kepemimpinan

Disusun oleh:
NOVIA LINA SIAHAAN
NIM : 2153027

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ADVENT INDONESIA
BANDUNG BARAT
2021
A. Definisi

Sistem MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan empat unsur, yakni:
standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem MAKP. Definisi tersebut
berdasarkan prinsip-prinsip nilai yang diyakini dan akan menentukan kualitas produksi/jasa
layanan keperawatan.Unsur-unsur dalam praktik keperawatan dapat dibedakan menjadi
empat, yaitu: standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem MAKP.

Proses keperawatan:
• pengkajian
Standar kebijakan institusi/nasional • perencanaan
• intervensi
• evaluasi

Pendidikan pasien: Sistem MAKP:


• pencegahan penyakit • fungsional
• mempertahankan kesehatan • tim
• informed consent • primer
• rencana pulang/ komunitas • modifikasi

B. Faktor-faktor yang Berhubungan dalam Perubahan MAKP


Setiap upaya untuk meningkatkan pelayanan keperawatan selalu berbicara mengenai
kualitas. Kualitas amat diperlukan untuk:
1. meningkatkan asuhan keperawatan kepada pasien/konsumen;
2. menghasilkan keuntungan (pendapatan) institusi;
3. mempertahankan eksistensi institusi;
4. meningkatkan kepuasan kerja;
5. meningkatkan kepercayaan konsumen/pelanggan;
6. menjalankan kegiatan sesuai aturan/standar.
 Standar Praktik Keperawatan

Standar praktik keperawatan di Indonesia terdiri atas beberapa standar, yaitu:

1. Menghargai hak-hak pasien;


2. Penerimaan sewaktu pasien masuk rumah sakit (SPMRS);
3. Observasi keadaan pasien;
4. Pemenuhan kebutuhan nutrisi;
5. Asuhan pada tindakan nonoperatif dan administratif;
6. Asuhan pada tindakan operasi dan prosedur invasif;
7. Pendidikan kepada pasien dan keluarga;
8. Pemberian asuhan secara terus-menerus dan berkesinambungan.

Standar intervensi keperawatan yang merupakan lingkup tindakan keperawatan dalam


upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia (14 Kebutuhan Dasar Manusia dari Henderson),
meliputi:
1. Oksigen;
2. Cairan dan elektrolit;
3. Eliminasi;
4. Kemananan;
5. Kebersihan dan kenyamanan fisik;
6. Istirahat dan tidur;
7. Aktivitas dan gerak;
8. Spiritual;
9. Emosional;
10. Komunikasi;
11. Mencegah dan mengatasi risiko psikologis;
12. Pengobatan dan membantu proses penyembuhan;
13. Penyuluhan;
14. Rehabilitasi.
 Model Praktik
o Praktik keperawatan rumah sakit.

Perawat profesional (Ners) mempunyai wewenang dan tanggung jawab


melaksanakan praktik keperawatan di rumah sakit dengan sikap dan kemampuannya.
Untuk itu, perlu dikembangkan pengertian praktik keperawatan rumah sakit dan
lingkup cakupannya sebagai bentuk praktik keperawatan profesional, seperti proses
dan prosedur registrasi, dan legislasi keperawatan.

o Praktik keperawatan rumah.

Bentuk praktik keperawatan rumah diletakkan pada pelaksanaan


pelayanan/asuhan keperawatan sebagai kelanjutan dari pelayanan rumah sakit.
Kegiatan ini dilakukan oleh perawat profesional rumah sakit, atau melalui
pengikutsertaan perawat profesional yang melakukan praktik keperawatan
berkelompok.

o Praktik keperawatan berkelompok.

Beberapa perawat profesional membuka praktik keperawatan selama 24 jam


kepada masyarakat yang memerlukan asuhan keperawatan dengan pola yang
diuraikan dalam pendekatan dan pelaksanaan praktik keperawatan rumah sakit dan
rumah. Bentuk praktik keperawatan ini dapat mengatasi berbagai bentuk masalah
keperawatan yang dihadapi oleh masyarakat dan dipandang perlu di masa depan.
Lama rawat pasien di rumah sakit perlu dipersingkat karena biaya perawatan di
rumah sakit diperkirakan akan terus meningkat.

o Praktik keperawatan individual.

Pola pendekatan dan pelaksanaan sama seperti yang diuraikan untuk praktik
keperawatan rumah sakit. Perawat profesional senior dan berpengalaman secara
sendiri/perorangan membuka praktik keperawatan dalam jam praktik tertentu untuk
memberi asuhan keperawatan, khususnya konsultasi dalam keperawatan bagi
masyarakat yang memerlukan. Bentuk praktik keperawatan ini sangat diperlukan oleh
kelompok/golongan masyarakat yang tinggal jauh terpencil dari fasilitas pelayanan
kesehatan, khususnya yang dikembangkan pemerintah.

C. Metode Pengelolaan Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Profesional

Keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada pasien sangat ditentukan oleh pemilihan
metode pemberian asuhan keperawatan profesional. Dengan semakin meningkatnya
kebutuhan masyarakat akan pelayanan keperawatan dan tuntutan perkembangan iptek, maka
metode sistem pemberian asuhan keperawatan harus efektif dan efisien. Ada beberapa
metode sistem pemberian asuhan keperawatan kepada pasien. Mc Laughin, Thomas, dan
Barterm (1995) mengidentifikasi delapan model pemberian asuhan keperawatan, tetapi
model yang umum digunakan di rumah sakit adalah asuhan keperawatan total, keperawatan
tim, dan keperawatan primer. Terdapat enam unsur utama dalam penentuan pemilihan
metode pemberian asuhan keperawatan.

 Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Metode Asuhan Keperawatan (MAKP)


1. Sesuai dengan visi dan misi institusi.Dasar utama penentuan model pemberian
asuhan keperawatan harus didasarkan pada visi dan misi rumah sakit.
2. Dapat diterapkannya proses keperawatan dalam asuhan keperawatan.Proses
keperawatan merupakan unsur penting terhadap kesinambungan asuhan
keperawatan kepada pasien. Keberhasilan dalam asuhan keperawatan sangat
ditentukan oleh pendekatan proses keperawatan.
3. Efisien dan efektif dalam penggunaan biaya.Setiap suatu perubahan, harus
selalu mempertimbangkan biaya dan efektivitas dalam kelancaran
pelaksanaannya. Bagaimana pun baiknya suatu model, tanpa ditunjang oleh
biaya memadai, maka tidak akan didapat hasil yang sempurna.
4. Terpenuhinya kepuasan pasien, keluarga, dan masyarakat.Tujuan akhir asuhan
keperawatan adalah kepuasan pelanggan atau pasien terhadap asuhan yang
diberikan oleh perawat. Oleh karena itu, model yang baik adalah model
asuhan keperawatan yang dapat menunjang kepuasan pelanggan.
5. Kepuasan dan kinerja perawat. Kelancaran pelaksanaan suatu model sangat
ditentukan oleh motivasi dan kinerja perawat. Model yang dipilih harus dapat
meningkatkan kepuasan perawat, bukan justru menambah beban kerja dan
frustrasi dalam pelaksanaannya.
6. Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan
lainnya. Komunikasi secara profesional sesuai dengan lingkup tanggung
jawab merupakan dasar pertimbangan penentuan model. Model asuhan
keperawatan diharapkan akan dapat meningkatkan hubungan interpersonal
yang baik antara perawat dan tenaga kesehatan lainnya.
 Jenis Model Metode Asuhan Keperawatan (MAKP).
1. Fungsional (bukan model MAKP).

Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan


keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat
itu, karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap
perawat hanya melakukan satu atau dua jenis intervensi keperawatan saja
(misalnya, merawat luka) kepada semua pasien di bangsal.

2. MAKP Tim.

Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda
dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat
ruangan dibagi menjadi 2–3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional,
teknikal, dan pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling membantu.
Metode ini biasa digunakan pada pelayanan keperawatan di unit rawat inap,
unit rawat jalan, dan unit gawat darurat.

3. MAKP Primer.

Metode penugasan di mana satu orang perawat bertanggung jawab penuh


selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk
sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian perawat, ada
kejelasan antara pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini
ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-menerus antara pasien dan
perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan koordinasi
asuhan keperawatan selama pasien dirawat.
4. MAKP Kasus.

Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat


ia dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap sif, dan
tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari
berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu
perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat/pribadi
dalam memberikan asuhan keperawatan khusus seperti kasus isolasi dan
perawatan intensif (intensive care).

 Metode Penghitungan Kebutuhan Tenaga Keperawatan


1. Metode Rasio (SK Menkes RI No. 262 Tahun 1979).

Metode penghitungan dengan cara rasio menggunakan jumlah tempat tidur


sebagai pembanding dari kebutuhan perawat yang diperlukan. Metode ini paling
sering digunakan karena sederhana dan mudah. Kelemahan dari metode ini adalah
hanya mengetahui jumlah perawat secara kuantitas tetapi tidak bisa mengetahui
produktivitas perawat di rumah sakit dan kapan tenaga perawat tersebut dibutuhkan
oleh setiap unit di rumah sakit. Metode ini bisa digunakan jika kemampuan dan
sumber daya untuk perencanaan tenaga terbatas, sedangkan jenis, tipe, dan volume
pelayanan kesehatan relatif stabil.

2. Metode Need.

Metode ini dihitung berdasarkan kebutuhan menurut beban kerja. Untuk


menghitung kebutuhan tenaga, diperlukan gambaran tentang jenis pelayanan yang
diberikan kepada pasien selama di rumah sakit. Sebagai contoh untuk pasien yang
menjalani rawat jalan, ia akan mendapatkan pelayanan, mulai dari pembelian karcis,
pemeriksaan perawat/dokter, penyuluhan, pemeriksaan laboratorium, apotek dan
sebagainya. Kemudian dihitung standar waktu yang diperlukan agar pelayanan itu
berjalan dengan baik.

a. Hudgins.

Penghitungan kebutuhan tenaga keperawatan di ruang rawat jalan


menggunakan metode dari Hudgins, yaitu menetapkan standar waktu
pelayanan pasien rawat jalan.
rata−rata jam perawatan /hari× jumlah rata−rata/ pasien
jumlah jam kerja /hari
b. Douglas.
Untuk pasien rawat inap standar waktu pelayanan pasien rawat
inap sebagai berikut.
 Perawatan minimal memerlukan waktu: 1−2 jam/24 jam.
 Perawatan intermediet memerlukan waktu: 3−4 jam/24
jam.
 Perawatan maksimal/total memerlukan waktu: 5−6 jam/24
jam.
Penerapan sistem klasifikasi pasien dengan tiga kategori tersebut adalah sebagai berikut.
 Kategori I: perawatan mandiri.
a. Dapat melakukan kebersihan diri sendiri, seperti mandi dan ganti pakaian.
b. Makan, dan minum dilakukan sendiri.
c. Pengawasan dalam ambulasi atau gerakan.
d. Observasi tanda vital setiap sif.
e. Pengobatan minimal, status psikologi stabil.
f. Persiapan prosedur pengobatan.
 Kategori II: perawatan intermediate.
a. Dibantu dalam kebersihan diri, makan dan minum, ambulasi.
b. Observasi tanda vital tiap 4 jam.
c. Pengobatan lebih dari satu kali.
d. Pakai kateter Foley.
e. Pasang infus intake-output dicatat.
f. Pengobatan perlu prosedur.
 Kategori III: perawatan total.
a. Dibantu segala sesuatunya, posisi diatur.
b. Observasi tanda vital tiap 2 jam.
c. Pemakaian slang NG.
d. Terapi intravena.
e. Pemakaian suction.
f. Kondisi gelisah/disorientasi/tidak sadar.
Douglas menetapkan jumlah perawat yang dibutuhkan dalam suatu unit perawatan berdasarkan klasifikasi pasien, di mana
masing-masing kategori mempunyai nilai standar per sif.

Klasifikasi Pasien
Jumlah
Minimal Parsial Total
Pasien
P S M P S M P S M

1 0,17 0,14 0,007 0,27 0,15 0,10 0,36 0,30 0,20

2 0,34 0,28 0,20 0,54 0,30 0,14 0,72 0,60 0,40

3 0,51 0,42 0,30 0,81 0,45 0,21 1,08 0,90 0,60

Dst
1. Metode Gilles.
a. Rumus kebutuhan tenaga keperawatan di satu unit perawatan adalah:

A×B×C F
= =H
(C−D)× E G

Keterangan:
A = rata-rata jumlah perawatan/pasien/hari
B = rata-rata jumlah pasien/hari
C = jumlah hari/tahun
D = jumlah hari libur masing-masing perawat
E = jumlah jam kerja masing-masing perawat
F = jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun
G = jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun
H = jumlah perawat yang dibutuhkan untuk unit tersebut

b. Jumlah tenaga yang bertugas setiap hari:


perawatan
rata−rata jam ×rata−rata jumlah jam perawatan /harin
hari
jumlah jam kerja efektif /hari

Prinsip perhitungan rumus Gillies:


Dalam memberikan pelayanan keperawatan ada tiga jenis bentuk pelayanan, yaitu sebagai
berikut.
a. Perawatan langsung, adalah perawatan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
pasien baik fisik, psikologis, sosial, dan spiritual. Berdasarkan tingkat ketergantungan
pasien pada perawat dapat diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu: self care,
partial care, total care dan intensive care. Rata-rata kebutuhan perawatan langsung
setiap pasien adalah empat jam perhari. Adapun waktu perawatan berdasarkan tingkat
ketergantungan pasien adalah:
o Self care dibutuhkan ½ × 4 jam : 2 jam
o Partial care dibutuhkan ¾ × 4 jam : 3 jam
o Total care dibutuhkan 1−1½ × 4 jam : 4−6 jam
o Intensive care dibutuhkan 2 × 4 jam : 8 jam.
b. Perawatan tak langsung, meliputi kegiatan-kegiatan membuat rencana perawatan,
memasang/menyiapkan alat, konsultasi dengan anggota tim, menulis dan membaca
catatan kesehatan, melaporkan kondisi pasien. Dari hasil penelitian RS Graha Detroit =
38 menit/pasien/hari, sedangkan menurut Wolfe dan Young = 60 menit/pasien/hari dan
penelitian di Rumah Sakit John Hopkins dibutuhkan 60 menit/pasien (Gillies, 1996).
c. Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada pasien meliputi: aktivitas, pengobatan serta
tindak lanjut pengobatan. Menurut Mayer dalam Gillies (1996), waktu yang dibutuhkan
untuk pendidikan kesehatan ialah 15 menit/ pasien/ hari.

D. Penghitungan Beban Kerja


Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan beban kerja perawat antara
lain:
1. Jumlah pasien yang dirawat setiap hari/bulan/tahun di unit tersebut;
2. Kondisi atau tingkat ketergantungan pasien;
3. Rata-rata hari perawatan;
4. Pengukuran keperawatan langsung, perawatan tidak langsung dan
pendidikan kesehatan;
5. Frekuensi tindakan perawatan yang dibutuhkan pasien;
6. Rata-rata waktu perawatan langsung, tidak langsung dan pendidikan
kesehatan.
Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk menghitung beban kerja secara personel antara
lain sebagai berikut.
1. Work sampling.
Teknik ini dikembangkan pada dunia industri untuk melihat beban kerja
yang dipangku oleh personel pada suatu unit, bidang maupun jenis tenaga
tertentu. Pada metode work sampling dapat diamati hal-hal spesifik tentang
pekerjaan antara lain:
a. aktivitas apa yang sedang dilakukan personel pada waktu jam
kerja;
b. apakah aktivitas personel berkaitan dengan fungsi dan tugasnya
pada waktu jam kerja;
c. proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif atau
tidak produktif;
d. pola beban kerja personel dikaitkan dengan waktu dan jadwal jam
kerja.
Untuk mengetahui hal-hal tersebut perlu dilakukan survei tentang kerja personel dengan
langkah-langkah sebagai berikut.
a. menentukan jenis personel yang akan disurvei.
b. bila jumlah personel banyak perlu dilakukan pemilihan sampel
sebagai subjek personel yang akan diamati dengan mengunakan
metode simple random sampling untuk mendapatkan sampel yang
representatif.
c. membuat formulir kegiatan perawat yang dapat diklasifikasikan
sebagai kegiatan produktif dan tidak produktif dapat juga
dikategorikan sebagai kegiatan langsung dan tidak langsung.
d. melatih pelaksana peneliti tentang cara pengamatan kerja dengan
menggunakan work sampling.
e. pengamatan kegiatan personel dilakukan dengan interval 2–15
menit tergantung karakteristik pekerjaan yang dilakukan.
Pada teknik work sampling kita akan mendapatkan ribuan pengamatan kegiatan dari
sejumlah personel yang kita amati. Oleh karena besarnya jumlah pengamatan kegiatan penelitian
akan didapatkan sebaran normal sampel pengamatan kegiatan penelitian. Artinya data cukup
besar dengan sebaran sehingga dapat dianalisis dengan baik. Jumlah pengamatan dapat dihitung.
2. Time and motion study.
Pada teknik ini kita mengamati dan mengikuti dengan cermat tentang
kegiatan yang dilakukan oleh personel yang sedang kita amati. Melalui teknik
ini akan didapatkan beban kerja personel dan kualitas kerjanya. Langkah-
langkah untuk melakukan teknik ini yaitu:
a. menentukan personel yang akan diamati untuk menjadi sampel
dengan metode purposive sampling;
b. membuat formulir daftar kegiatan yang dilakukan oleh setiap
personel;
c. daftar kegiatan tersebut kemudian diklasifikasikan seberapa
banyak personel yang melakukan kegiatan tersebut secara baik dan
rutin selama dilakukan pengamatan;
d. membuat klasifikasi atas kegiatan yang telah dilakukan tersebut
menjadi kegiatan medis, kegiatan keperawatan dan kegiatan
administrasi;
e. menghitung waktu objektif yang diperlukan oleh personel dalam
melakukan kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
Penelitian dengan menggunakan teknik ini dapat digunakan untuk melakukan evaluasi
tingkat kualitas suatu pelatihan atau pendidikan yang bersertifikat atau bisa juga digunakan untuk
mengevaluasi pelaksanaan suatu metode yang ditetapkan secara baku oleh suatu instansi seperti
rumah sakit.
Dari metode work sampling dan time and motion study maka akan dihasilkan output sebagai
berikut.
a. Deskripsi kegiatan menurut jenis dan alokasi waktu untuk masing-masing pekerjaan
baik yang bersifat medis, perawatan maupun administratif. Selanjutnya dapat
dihitung proporsi waktu yang dibutuhkan untuk masing-masing kegiatan selama jam
kerja.
b. Pola kegiatan yang berkaitan dengan waktu kerja, kategori tenaga atau karakteristik
demografis dan sosial.
c. Kesesuaian beban kerja dengan variabel lain sesuai kebutuhan penelitian. Beban
kerja dapat dihubungkan dengan jenis tenaga, umur, pendidikan, jenis kelamin atau
variabel lain.
d. Kualitas kerja pada teknik ini juga menjadi perhatian karena akan menentukan
kompetensi atau keahlian yang harus dimiliki oleh personel yang diamati.
3. Daily log.
Daily log atau pencatatan kegiatan sendiri merupakan bentuk sederhana
work sampling yaitu pencatatan dilakukan sendiri oleh personel yang diamati.
Pencatatan meliputi kegiatan yang dilakukan dan waktu yang diperlukan
untuk melakukan kegiatan tersebut. Penggunaan ini tergantung kerja sama dan
kejujuran dari personel yang diamati. Pendekatan ini relatif lebih sederhana
dan biaya yang murah. Peneliti biasa membuat pedoman dan formulir isian
yang dapat dipelajari sendiri oleh informan. Sebelum dilakukan pencatatan
kegiatan peneliti menjelaskan tujuan dan cara pengisian formulir kepada
subjek personal yang diteliti, tekankan pada personel yang diteliti yang
terpenting adalah jenis kegiatan, waktu dan lama kegiatan, sedangkan
informasi personel tetap menjadi rahasia dan tidak akan dicantumkan pada
laporan penelitian.Menuliskan secara rinci kegiatan dan waktu yang
diperlukan merupakan kunci keberhasilan dari pengamatan dengan daily log.

E. Aplikasi Model Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)


Sejalan dengan perkembangan dan perubahan pelayanan kesehatan yang terjadi di
Indonesia, model sistem asuhan keperawatan juga harus berubah menuju praktik
keperawatan profesional. Model sistem asuhan keperawatan yang dapat dikembangkan
adalah metode tim, primer, kasus, dan gabungan (moduler).
1. Langkah Pengelolaan MAKP
a. Pengumpulan Data
 Sumber daya manusia
 Jumlah tenaga (Keperawatan& Non-Keperawatan)
 Kebutuhan tenaga (Rasio,Douglas dan Gillies)
 BOR
 Diagnosis penyakit terbanyak
 Penghitungan beban kerja perawata (Time motion study; Work sampling; Daily
log)
b. Pengisian angket 5M
 Man (Ketenagaan/Manusia)
 Material (Sarana dan Prasarana)
 Metode Asuhan Keperawatan
o Penerapan MAKP
o Timbang Terima
o Ronde Keperawatan
o Pengolaan Logistik dan Obat
o Penerimaan Pasien Baru
o Discharge Planning
o Supervisi
o Dokumentasi
 Money
Difokuskan pada berikut.
1. Pemasukan.
2. RAB, yang meliputi dana untuk kegiatan berikut.
3. Operasional (kegiatan pelayanan).
4. Manajemen (pembayaran pegawai, listrik, air, telepon, dan lainnya).
5. Pengembangan (sarana prasarana dan sumber daya manusia).
 Mutu
1. Patient safety (medication error, flebitis, dicubitus, jatuh, restrains, injuri,
ILO, INOS).
2. Kepuasan pasien.
3. Kenyamanan.
4. Kecemasan.
5. Perawatan diri.
6. Pengetahuan/perilaku pasien.
c. ALOS (Average Lenght of Stay?)
1. ALOS secara umum.
Lama rawat inap pasien di ruang bedah X mulai bulan Januari sampai April rata-
rata 6–10 hari dengan presentase 30% dari total pasien 230 orang.
2. ALOS secara khusus.
Lama rawat inap pasien diruang bedah X berdasarkan divisi medis yaitu sebagai
berikut.
a. Urologi.
Lama rawat inap pasien di ruangan bedah X mulai bulan Januari sampai April
pada divisi urologi rata-rata 6−10 hari dengan presentase 30,16% dari total
pasien 126 orang.
b. Digestif.
Lama rawat inap pasien di ruangan bedah X mulai bulan Januari sampai April
pada divisi digestif rata-rata 6−10 hari dengan presentase 26,67% dari total
pasien 45 orang.
c. Bedah plastik.
Lama rawat inap pasien di ruangan bedah X mulai bulan Januari sampai April
pada divisi bedah plastik rata-rata 6−10 hari dengan presentase 59,14% dari
total pasien 7 orang.
2. Langkah Analisis SWOT
3. Langkah Identifikasi Masalah
4. Langka Perencanaan ( Rencana Strategis)
5. Langkah Pelaksanaan
6. Langkah Evaluasi

Daftar Pustaka:
Nursalam. 2014. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional. Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai