Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI


TAHUN 2021

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Keperawatan Jiwa

Program Profesi Ners STIKes Kuningan


Dosen pengampu : TIM

Disusun Oleh:
REVITA AYU SELVIANA
JNR0200117

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Kasus (Masalah Utama)

Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran

B. Pengertian

Halusinasi adalah persepsi palsu yang terjadi pada respon neurobiologis yang

maladatif, klien mengalami distorsi yang nyata dan responnya, namun dalam halusinasi

simulusinternal dan eksternal tidak dapat di identifikasi. (Satrio, 2015).

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan

rangsangan interna (pikiran) dan rangsangan eksterna (dunia luar). Klien memberi

persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata.

Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal padahal tidak ada orang yang

berbicara (Direja, 2011).

Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indera

seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar/bangun, dasarnya mungkin organik,

fungsional, psikotik atapun histerik (Kosmita, 2017).

C. Etiologi

a. Faktor Predisposisi

1) Faktor perkembangan

Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan

kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah

frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan terhadap stress.


2) Faktor sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak diterima oleh lingkungan nya sejak bayi (unwanted

child) akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.

3) Faktor biokimia

Mempunyai pengaruh terhadap gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan

dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat

bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetrytranferase

(DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktifasinya

neurotransmitter otak. Misalnya terjadi tidak keseimbangan acetylcholin dan

dopamin.

3) Faktor psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada

penggunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam

mengambil keputusan yang tepat demi masa depan nya. Klienlebih memilih

kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.

4) Faktor genetik dan pola asuh

Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofernia

cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga

menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit

ini(Farida,Yudi,2018)
b. Faktor Presipitasi

1) Dimensi Fisik

Halusinasi dapat timbul oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar

biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan

kesulitan dalam waktu lama.

2) Dimensi Emosional

Perasaaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi

merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah

memaksa dan menakutkan.

3) Dimensi Intelektual

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi

akan memperlihatkan penurunan fungsi ego seseorang yang pada awalnya

halusinasi merupakan usaha dari ego itu sendiri untuk melawan implus yang

menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang

dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua

perilaku klien.

4) Dimensi Sosial

Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi sosial dan

menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan.

5) Dimensi Spriritual

Secara spriritual klien dengan halusinasi dimulai dengan kehampaan hidup,

rutinitas tidak bermakna, hilangnya keinginan untuk beribadah dan jarang

berupaya secara spriritual untuk menyucikan diri. Klien sering memaki takdir
tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang

lain yang menyebabkan memburuk (Kosmita, 2017).

D. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala seseorang yang mengalami halusinasi adalah :

1. Tahap 1 (Comforting)

a. Tertawa tidak sesuai dengan situasi

b. Menggerakkan bibir tanpa bicara

c. Bicara lambat

d. Diam dan pikirannya dipenuhi pikiran yang menyenangkan.

2. Tahap 2 (Condeming)

a. Cemas

b. Kosentrasi menurun

c. Ketidakmampuan membedakan realita

3. Tahap 3

a. Pasien cenderung mengikuti halusinasi

b. Kesulitan berhubungan dengan orang lain

c. Perhatian dan konsentrasi menurun

d. Efek labil

e. Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk)

4. Tahap 4 (Controlling)

a. Pasien mengikuti halusinasi

b. Pasien tidak mampu mengendalikan diri


Berisiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Kosmita, 2017).

E. Pohon Masalah

Gangguan sensori perseptual : Halusinasi


dengar

Harga diri rendah

F. Masalah Keperawatan dan Data Yang Dikaji

Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji


Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi Subjektif:
(pendengaran) 1. Klien mengatakan mendengar
sesuatu.
Objektif:
1. Klien terlihat bicara atau tertawa
sendiri saat dikaji.
2. Bersikap seperti mendengarkan
sesuatu.
3. Berhenti bicara di tengah- tengah
kalimat untuk mendengarkan sesuatu.
4. Disorientasi.
5. Kosentrasi rendah.
6. Pikiran cepat berubah-ubah.
7. Kekacauan alur pikiran.
Isi Halusinaasi Data dikaji dengan menanyakan suara
siapa yang didengar,berkata apabila
halusinasi yang dialami adalah halusinas
dengar, atau apa bentuk bayangan yang
dilihat oleh klien bila jenis halusinasi
adalah halusinasi penglihatan, bau apa
yang tercium untuk halusinasi penghidu,
rasa apa yang dikecap untuk halusinasi
pengecapan, atau merasakan apa di
permukaan tubuh bila halusinasi perabaan.
Waktu dan Frekuensi Halusinasi Data yang dikaji dengan menanyakan
kepada klien kapan pengalaman halusinasi
muncul, berapa kali sehari, seminggu atau
bulan, pengalaman halusinasi itu muncul,
bila mungkin klien diminta menjelaskan
kapan persisnya waktu terjadi halusinasi
tersebut. Informasi ini penting untuk
mengidentifasi pencetus halusinasi dan
menentukan bilamana klien perlu
diperhatikan saat mengalami halusinasi.
Situasi Pencetus Halusinasi Perlu diidentifikasi situasi yang dialami
klien sebelum mengalami halusinasi. Data
dapat dikaji dengan menanyakan kepada
klien peristiwa atau kejadian yang dialami
sebelum halusinasi muncul. Selain itu,
juga bisa mengobservasi apa yang
dialamai klien menjelang muncul
halusinasi untuk memvalidasi klien.
Respon Klien Untuk menentukan sejauh mana halusinasi
telah mempengaruhi klien bisa dikaji
dengan menanyakan apa yang dilakukan
oleh klien saat mengalami pengalaman
halusinasi. Apakah klien masih bisa
mengontrol stimulus halusinasi atau sudah
tidak berdaya lagi terhadap halusinasi.

G. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan persepsi sensori b.d gangguan pendengaran d.d klien mendengar suara
bisikan, berbicara dan tertawa sendiri (D.0085)
2. Risiko harga diri rendah kronis b.d ketidakefektifan mengatasi masalah kehilangan
(D.0101)
H. Rencana Tindakan Keperawatan

No Standar Diagnosa Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan


Keperawatan Indonesia (SDKI) Indonesia (SLKI) Indonesia (SIKI)

1. Gangguan persepsi sensori Setelah dilakukan intervensi Intervensi : Manajemen Halussinasi


berhubungan dengan gangguan keperawatan selama 1 x 24 jam
pendengaran d.d klien diharapkan halusinasi pendengaran Observasi :
mendengar suara bisikan bisiskan menurun atau pasien dapat 1. Monitor perilaku yang mengindikasi
(D. 0085) tenang dengan kriteria hasil : halusinasi
Kategori : Psikologis 1. tidak lagi mendengar bisikan 2. Monitor dan sesuaikan tingkat aktivitas
Subkategori : Integritas Ego 2. perilaku halusinasi membaik dan stimulasi lingkungan
3. tidak lagi melamun 3. Monitor isi halusinasi (mis. Kekerasan
Definisi : 4. tidak lagi mondar-mandir atau membahayakan diri)
Perubahan persepsi terhadap
stimulus baik internal maupun Terapeutik :
eksternal yang disertai dengan 1. Pertahankan lingkungan aman.
respon yang berkurang, 2. Lakukan tindakan
berlebihan atau terdistorsi. keselamatan ketika tidak dapat
mengontrol perilaku.
Penyebab : 3. Diskusikan perasaan dan respon
1. Gangguan pendengaran terhadap halusinasi
4. Hindari perdebatan tentang validasi
Gejala dan Tanda Mayor : halusinasi.
Subjektif :
1. Mendengar suara bisikan Edukasi :
Objektif 1. Anjurkan memonitor sendiri situasi
1. Respons tidak sesuai terjadinya halusinasi
Bersikap seolah mendengar 2. Anjurkan bicara pada orang yang
suara bisikan. dipercaya untuk memberi dukungan dan
umpan balik korektif terhadap
Gejala dan Tanda Minor halusinasi.
Subjektif : 3. Anjurkan melakukan distraksi (mis.
1. Menyatakan kesal Melakukan aktivitas, dan teknik
relaksasi).
Objektif : 4. Ajarkan pasien dan keluarga cara
1. Menyendiri mengontrol halusinasi.
2. Melamun
3. Konsentrasi buruk Kolaborasi :
4. Disorientasi waktu, tempat, Kolaborasi pemberian obat
orang atau situasi
5. Curiga
6. Melihat ke satu arah
7. Mondar-mandir
8. Bicara sendiri

Kondisi Klinis Terkait :


1. Gangguan psikotik

2. Risiko harga diri rendah kronis Setelah dilakukan intervensi Intervensi : Dukungan pengungkapan
b.d ketidakefektifan mengatasi keperawatan selama 1 x 24 jam perasaan
masalah kehilangan diharapkan harga diri meningkat atau
(D.0101) pasien dapat percaya diri dengan Observasi :
kriteria hasil : 1. Identifikasi tingkat emosi
Definisi : 1. Meningkatkan menerima 2. Identifikasi isyarat verbal dan non
Beresiko mengalami evaluasi kehilangan verbal
atau perasaan negatif terhadap 2. Meningkatkan verbalisasi harapan 3. Identifikasi perasaan saat ini
diri sendiri sendiri atau 3. Meningkatkan perasaan berguba 4. Identifikasi hubungan antara apa yang
kemampuan klien yang 4. Meningkatkan konsentrasi dirasakan dan perilaku
berlangsung dalam waktu lama 5. Meningkatkan imunitas Terapeutik :
dan terus meneus. 6. Menurunkan perasaan sedih 1. Fasilitasi mengungkapkan pengalaman
7. Menurunkan perasaan bersalah emosional yang menyakitkan
Faktor Risiko : 8. Tidak lagi bersedih (menangis) 2. Fasilitasi mengidentifikasi asumsi
1. Gangguan psikiatrik 9. Menurunkan perasaan marah interpersonal yang melatarbelakangi
2. Kegagalan berulang 10.Pola tidur membaik pengalaman emosional
3. Ketidaksesuaian budaya 3. Fasilitasi pertimbangan menunda
4. Ketidaksesuaian spiritual perilaku dalam merespons emosi yang
5. Ketidakefektifan koping menyakitkan
terhadap kehilangan 4. Fasilitasi membedakan pengungkapan
6. Kurang mendapat kasih ekspresi emosi yang kuat diperbolehkan
sayang dan yang merusak hubungan
7. Kurang keterlibatan dalam 5. Fasilitasi menetralkan kembali emosi
kelompok/masyarakat yang negative
8. Kurang penghargaan dari Edukasi :
orang lain 1. Ajarkan mengekspresikan perasaan
9. Ketidakmampuan secara asertif
menunjukkan perasaan 2. Informasikan menekan perasaan dapat
10. Perasaan kurang didukung mempengaruhi hubungan interpersonal
orang lain
11. Pengalaman traumatik

Kondisi Klinis
1. Gangguan Mental
I. Trend Issue Keperawatan Jiwa Di Masa Pandemi

PERMASALAHAN KESEHATAN MENTAL AKIBAT PANDEMI COVID-19

Permasalahan kesehatan mental menjadi isu yang tidak terelakkan di tengah pandemi

Covid-19. Tulisan ini bertujuan menggambarkan permasalahan kesehatan mental di

Indonesia akibat pandemi Covid-19 dan upaya pemerintah dalam mencegah serta

mengatasinya. Permasalahan kesehatan mental seperti cemas, depresi, dan trauma karena

Covid-19 dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Terhadap permasalahan ini, pemerintah

memiliki layanan Sejiwa untuk membantu masyarakat mengatasi ancaman psikologi

akibat pandemi Covid-19. Selain itu, pemerintah juga meluncurkan Pedoman mengenai

Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial pada Pandemi Covid-19, di samping berupaya

mengembangkan Desa Siaga Covid-19. Dalam hal ini, DPR RI, khususnya Komisi IX,

perlu mendukung upaya yang telah dilakukan Kementerian Kesehatan terkait

pencegahan, penanganan, serta pelaksanaan tindak lanjut permasalahan kesehatan mental

akibat pandemi Covid-19 (Winurini, 2020).


Daftar Pustaka

Damayanti, N. (2012). Buku Bimbingan Konseling. Yogyakarta: Araska

Direja. (2011). Asuhan Keperawan Jiwa Yogyakarta : Nuha Medik

Kosmita. (2017). Laporan Pendahuluan Halusinasi Pendengaran.


https://www.scribd.com/document/342136493/Lp-Halusinasi-Pendengaran

Satrio, dkk (2015). Buku ajar keperawatan jiwa. Lampung: LP2M.

PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi Indikator Diagnostik. Ed. 1.
Jakarta : DPP PPNI.

PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriterian Hasil Keperawatan.
Ed. 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tibdakan Keperawatan.
Ed. 1. Jakarta : DPP PPNI.

Winurini (2020). Permasalahan Status Mental Akibat Covid-19. Journal Pusat Penelitian Badan
Keahlian DPR RI. Vol. XII No. 15
http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-XII-15-I-P3DI-
Agustus-2020-217.pdf

Yosep. (2010). Keperawatan Jiwa. Jakarta : Reflika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai