Disusun Oleh:
Nama: Hj. Kordiah, AM.Kep
Nip: 19660807 199003 2 005
Kasus gangguan jiwa selalu meningkat dari tahun ke tahun. Angka prevalensi
penderita gangguan jiwa menurut data World Health Organization (WHO)
menyatakan ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah mental dan
diperkirakan ada 450 penderita gangguan jiwa di dunia ( Yosep, 2007). Kasus
gangguan jiwa di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 7,7 % dari seluruh penduduk
Indonesia, dengan pembagian gangguan jiwa berat 1,7 % dan gangguan mental
emosional sebasar 6 %.
Gangguan jiwa bisa diderita oleh individu dari berbagai kelompok dan
golongan sosial, ekonomi dan budaya tertentu di dalam masyarakat, bangsa dan
negara. Gangguan jiwa disebabkan oleh kelainan badaniah pada diri seseorang
atau somatogenetik, ketegangan yang terjadi di dalam keluarga yang
mempengaruhi anak dan penerapan pola asuh orang tua yang otoriter dalam
pembentukan karakter anak, yang ketiganya saling berkaitan satu sama lain
(Maramis, 2004).
Bahwa pelayanan kesehatan jiwa bagi setiap orang dan jaminan hak orang
dengan gangguan jiwa belum dapat di wujudkan secara optimal.
BAB II
2.1Tujuan
2.2Manfaat
ANALISA MASALAH
Gangguan jiwa adalah suatu sindroma atau pola psikologis atau perilaku
yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan
adanya distress (misalnya, gejala nyeri) atau disabilitas (yaitu kerusakan
pada satu atau lebih area fungsi yang penting) atau disertai peningkatan
risiko kematian yang menyakitkan, nyeri, disabilitas, atau sangat kehilangan
kebebasan (American Psychiatric Association, 1994 dalam Susanti, 2014).
Gejala utama atau gejala yang paling menonjol pada gangguan jiwa
terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin dibadan
(somatogenik), di lingkungan sosial (sosiogenik), ataupun psikis (psikogenik),
(Maramis, 2010). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi
beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling
mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbullah gangguan
badan ataupun gangguan jiwa.
Menurut Stuart & Sundeen (2008) penyebab gangguan jiwa dapat dibedakan
atas:
1) Keturunan
2) Tempramen
b. Faktor Psikologis
c. Faktor Narkoba
1. Lingkungan
2. Keluarga
3. Ketergantungan
Harga diri rendah dalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri sendiri. (Keliat, 2012).
b. Isolasi sosial
c. Halusinasi
1. Halusinasi Pendengaran
2. Halusinasi Penglihatan
4. Halusinasi Pengecapan
5. Halusinasi Perabaan
6. Halusinasi Cenesthetik :
7. Halusinasi Kinestetika :
d. Waham
1. Waham kebesaran.
2. Waham curiga
3. Waham agama
4. Waham somatik
5. Waham nihilistik
g. Defisit Perawatan
Diri Defisit perawatan diri pada pasien gangguan jiwa terjadi akibat
adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan
aktivitas perawatan diri menurun. Defisit perawatan diri tampak dari ketidak
mampuan merawat kebersihan diri, makan, berhias diri, dan eliminasi
(buang air besar dan buang air kecil) secara mandiri.
BAB IV
PERMASALAHAN
4.1 Kurangnya rasa peduli dan perhatian keluarga terhadap penderita gangguan jiwa
a. Sikap ini mengarah pada ketegangan dalam keluarga, dan isolasi dan
kehilangan hubungan yang bermakna dengan keluarga yang tidak
mendukung orang yang sakit. Tanpa informasi untuk membantu keluarga
belajar untuk mengatasi penyakit mental, keluarga dapat menjadi sangat
pesimis tentang masa depan.
4.2 Merasa malu membawa penderita gangguan jiwa ke Puskesmas untuk berobat
a. Keluarga merasa malu untuk mendampingi pasien karena penyakit gangguan
jiwa suatu penyakit yang dikucilkan oleh masyarakat.
BAB V
5.3.1 Melakukan scrining ulang kepada pasien gangguan jiwa minimal dua
minggu sekali baik pemeriksaan fisik dan mental.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang di dapat dari hasil inovasi yaitu bahwa setiap tahunnya
jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia terus meningkat, hal ini
disebabkan oleh kurangnya kepedulian lingkungan, terutama keluarga dalam
menangani penderita gangguan jiwa, padahal kepedulian keluarga sangatlah
penting dalam proses penyembuhan pasien.
Rumah sakit jiwa yang telah ada sekarang tidak menyediakan fasilitas
bagi keluarga untuk berperan aktip dalam proses penyembuhan pasien maka
dengan dirancangnya sebuah tempat pemulihan jiwa dapat mempercepat
proses penyebuhan pasien.
Pada tempat pemulihan gangguan jiwa didesain /diberi ruang khusus untuk
pasien dapat berkumpul dengan keluarganya. Selain itu dengan berkumpulnya
dengan keluarga rasa kebersamaan dan kepededulian antar sesama pasien
maupun antara pasien dengan orang lain, yang diharapkan dapat mempercepat
proses penyembuhan pasien dan dan menekankan peningkatan jumlah
penderita gangguaan jiwa setiap tahunnya di Indonesia.
6.2 Saran
NAN JITU)