Anda di halaman 1dari 12

PROGRAM INOVASI

MEKANISME PELAYANAN KESEHATAN JIWA TERPADU (MANIS


NAN JITU)

Disusun Oleh:
Nama: Hj. Kordiah, AM.Kep
Nip: 19660807 199003 2 005

UPT PUSKESMAS AIR BALUI


KECAMATAN SANGA DESA
KABUPATEN MUSI BANYUASIN
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan jiwa merupakan suatu masalah kesehatan yang masih sangat


penting untuk diperhatikan, hal itu dikarenakan penderita tidak mempunyai
kemampuan untuk menilai realitas yang buruk. Gejala dan tanda yang ditunjukkan
oleh penderita gangguan jiwa antara lain gangguan kognitif, gangguan proses pikir,
gangguan kesadaran, gangguan emosi, kemampuan berpikir, serta tingkah laku
aneh ( Nasir, 2011).

Kasus gangguan jiwa selalu meningkat dari tahun ke tahun. Angka prevalensi
penderita gangguan jiwa menurut data World Health Organization (WHO)
menyatakan ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah mental dan
diperkirakan ada 450 penderita gangguan jiwa di dunia ( Yosep, 2007). Kasus
gangguan jiwa di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 7,7 % dari seluruh penduduk
Indonesia, dengan pembagian gangguan jiwa berat 1,7 % dan gangguan mental
emosional sebasar 6 %.

Gangguan jiwa bisa diderita oleh individu dari berbagai kelompok dan
golongan sosial, ekonomi dan budaya tertentu di dalam masyarakat, bangsa dan
negara. Gangguan jiwa disebabkan oleh kelainan badaniah pada diri seseorang
atau somatogenetik, ketegangan yang terjadi di dalam keluarga yang
mempengaruhi anak dan penerapan pola asuh orang tua yang otoriter dalam
pembentukan karakter anak, yang ketiganya saling berkaitan satu sama lain
(Maramis, 2004).

Gangguan jiwa berdampak pada individu, keluarga dan kehidupan di


masyarakat. Dampak yang timbul pada individu yaitu dijauhi oleh teman-temannya
dan kehilangan pekerjaan. Gangguan jiwa juga berdampak pada keluarga seperti
kurang berjalannya peran orang tua dalam menentukan pola asuh pada anaknya
sehingga anak suka berperilaku tidak wajar, anak mulai menarik diri dari aktivitas
sosial dalam kehidupan bermasyarakat, pembicaraaan anak menjadi tidak jelas,
sehingga penderita dan keluarganya sering dikucilkan oleh masyarakat ( Maramis,
2004).

Undang-undang Republik Indonesia No 18 Tahun 2014 tentang kesehatan


jiwa, bahwa Negara menjamin setiap orang hidup sejahtera yang merupakan
amanat UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Bahwa pelayanan kesehatan jiwa bagi setiap orang dan jaminan hak orang
dengan gangguan jiwa belum dapat di wujudkan secara optimal.

BAB II

TUJUAN DAN MANFAAT

2.1Tujuan

2.1.1 Tujuan Umum

Menganalisis gambaran peran dan problematika keluarga terhadap


penderita gangguan jiwa

2.1.2 Tujuan Khusus

a. Menganalisis gambaran problematika keluarga penderita gangguan jiwa

b. Menganalisis gambaran peran keluarga penderita gangguan jiwa

c. mengurangi jumlah angka peningkatan jumlah pasien gangguan jiwa

2.2Manfaat

2.2.1 Bagi instansi

Harapan kepada pemerintah dan instansi kesehatan agar memberikan


perhatian khusus kepada penderita gangguan jiwa.

2.2.2 Bagi Masyarakat

Sebagai informasi yang baik bagi masyarakat tentang gangguan jiwa


skizofrenia agar masyarakat menurunkan stigma dan diskriminasi terhadap
pasien gangguan jiwa dan keluarga penderita.

2.2.3 Bagi Keluarga Pasien

Diharapkan dapat memberikan pengetahuan tambahan tentang betapa


pentingnya hubungan keluarga terhadap penyakit gangguan jiwa.
BAB III

ANALISA MASALAH

3.1 Konsep Gangguan Jiwa

3.1.1 Defenisi Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa adalah suatu sindroma atau pola psikologis atau perilaku
yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan
adanya distress (misalnya, gejala nyeri) atau disabilitas (yaitu kerusakan
pada satu atau lebih area fungsi yang penting) atau disertai peningkatan
risiko kematian yang menyakitkan, nyeri, disabilitas, atau sangat kehilangan
kebebasan (American Psychiatric Association, 1994 dalam Susanti, 2014).

3.1.2 Faktor Yang Menyebabkan Gangguan Jiwa

Gejala utama atau gejala yang paling menonjol pada gangguan jiwa
terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin dibadan
(somatogenik), di lingkungan sosial (sosiogenik), ataupun psikis (psikogenik),
(Maramis, 2010). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi
beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling
mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbullah gangguan
badan ataupun gangguan jiwa.

Menurut Stuart & Sundeen (2008) penyebab gangguan jiwa dapat dibedakan
atas:

a. Faktor Biologis /Jasmaniah

1) Keturunan

2) Tempramen

3) Penyakit dan cedera tubuh

b. Faktor Psikologis

c. Faktor Narkoba

1. Lingkungan
2. Keluarga
3. Ketergantungan

3.1.3 Jenis Gangguan Jiwa

Dalam buku Keliat, 2012 menyebutkan berdasarkan survei masalah yang


dilakukan di beberapa rumah sakit jiwa, ditemukan 7 diagnosa keperawatan
utama tentang gangguan jiwa, yaitu :

a. Harga diri rendah

Harga diri rendah dalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri sendiri. (Keliat, 2012).

b. Isolasi sosial

Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu yang mengalami


penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berintekasi dengan orang
lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.
(Keliat, 2012)

c. Halusinasi

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang


dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasa sensasi berupa suara,
penglihatan, pengcapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus nyata.
Suatu penghayatan yang dialami seperti melalui panca indra tanpa stimulus
ekternal: persepsi palsu (Keliat, 2012).

Jenis-jenis halusinasi dalam buku Kusumawati, 2010 ,yaitu :

1. Halusinasi Pendengaran

2. Halusinasi Penglihatan

3. Halusinasi Penghidu atau Penciuman

4. Halusinasi Pengecapan

5. Halusinasi Perabaan

6. Halusinasi Cenesthetik :

7. Halusinasi Kinestetika :

d. Waham

Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara


kuat/terus menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan. Berbagai
kehilangan dapat terjadi pada pasca bencana, baik kehilangan harta benda,
keluarga maupun orang yang bermakna. Tanda dan gejala waham
berdasarkan jenis waham meliputi:

1. Waham kebesaran.

2. Waham curiga

3. Waham agama

4. Waham somatik
5. Waham nihilistik

e. Resiko Perilaku Kekerasan

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk


melukai seseorang seseorang secara fisik maupun psikologis. Perilaku
kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang
lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasa dapat terjadi dalam 2 bentuk yaitu
saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat perilaku
kekerasan (Keliat, 2012).

f. Resiko Bunuh Diri

Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh


pasien untuk mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya
kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, ada tiga macam perilaku bunuh
diri, yaitu isyarat bunuh diri, ancaman bunuh diri, dan percobaan bunuh diri
(Keliat, 2012).

g. Defisit Perawatan

Diri Defisit perawatan diri pada pasien gangguan jiwa terjadi akibat
adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan
aktivitas perawatan diri menurun. Defisit perawatan diri tampak dari ketidak
mampuan merawat kebersihan diri, makan, berhias diri, dan eliminasi
(buang air besar dan buang air kecil) secara mandiri.

BAB IV
PERMASALAHAN
4.1 Kurangnya rasa peduli dan perhatian keluarga terhadap penderita gangguan jiwa

a. Sikap ini mengarah pada ketegangan dalam keluarga, dan isolasi dan
kehilangan hubungan yang bermakna dengan keluarga yang tidak
mendukung orang yang sakit. Tanpa informasi untuk membantu keluarga
belajar untuk mengatasi penyakit mental, keluarga dapat menjadi sangat
pesimis tentang masa depan.

4.2 Merasa malu membawa penderita gangguan jiwa ke Puskesmas untuk berobat
a. Keluarga merasa malu untuk mendampingi pasien karena penyakit gangguan
jiwa suatu penyakit yang dikucilkan oleh masyarakat.

b. Merasa malu untuk menceritakan riwayat penyakit.

c. Malu dengan keadaan pasien.

4.3 Malu mengambil obat untuk pasien gangguan jiwa

a. Malu untuk mengambil obat ke fasilitas kesehatan

4.4 Putus asa terhadap penderita gangguan jiwa

a. Pasrah terhadap penyakit yang diderita karena tidak kunjung sembuh

b. Kurangynya dukungan dari pihak keluarga

c. selalu mendapat cemohan orang lain

4.5 Biaya/ pembekalan untuk berobat pasien gangguan jiwa

a. Minimnya perekonomian keluarga

b. Jauhnya jarak untuk ke fasilitas kesehatan.

BAB V

TINDAK LANJUT INOVASI

5.1 Memberikan edukasi

5.1.1 Memberikan edukasi kepada keluarga pasien tentang / masalah penyakit


yang di derita (gangguan jiwa). Sangat penting bahwa keluarga
menemukan sumber informasi yang membantu mereka untuk memahami
bagaimana penyakit itu mempengaruhi orang tersebut. Mereka perlu tahu
bahwa dengan pengobatan, psikoterapi atau kombinasi keduanya,
mayoritas orang kembali ke gaya kehidupan normal.

5.2 Membantu pihak keluarga

5.2.1 Membantu pihak keluarga dalam jadwal pengambilan obat dan


menemani keluarga dalam pengambilan (diantar) petugas kesehatan
secara tepat waktu.

5.3 Melakukan scrining ulang

5.3.1 Melakukan scrining ulang kepada pasien gangguan jiwa minimal dua
minggu sekali baik pemeriksaan fisik dan mental.

5.4 Konsultasi kepada dokter

5.4.1 Konsultasi kepada dokter penanggung jawab pelayanan dan memberikan


hasil scrining tentang perkembangan pasien gangguan jiwa

5.5 Merujuk pasien

5.5.1 Merujuk pasien gangguan jiwa ke RSUD/ ERNALDI Bahar Palembang di


damping oleh petugas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan yang
lebih baik.

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang di dapat dari hasil inovasi yaitu bahwa setiap tahunnya
jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia terus meningkat, hal ini
disebabkan oleh kurangnya kepedulian lingkungan, terutama keluarga dalam
menangani penderita gangguan jiwa, padahal kepedulian keluarga sangatlah
penting dalam proses penyembuhan pasien.

Rumah sakit jiwa yang telah ada sekarang tidak menyediakan fasilitas
bagi keluarga untuk berperan aktip dalam proses penyembuhan pasien maka
dengan dirancangnya sebuah tempat pemulihan jiwa dapat mempercepat
proses penyebuhan pasien.

Pada tempat pemulihan gangguan jiwa didesain /diberi ruang khusus untuk
pasien dapat berkumpul dengan keluarganya. Selain itu dengan berkumpulnya
dengan keluarga rasa kebersamaan dan kepededulian antar sesama pasien
maupun antara pasien dengan orang lain, yang diharapkan dapat mempercepat
proses penyembuhan pasien dan dan menekankan peningkatan jumlah
penderita gangguaan jiwa setiap tahunnya di Indonesia.

6.2 Saran

6.2.1 Saran untuk masyrakat umum

Saran untuk masyrakat umum adalah jangan mengangap bahwa penderita


gangguan jiwa itu berbahaya dan terus di jauhi atau bahkan dikucilkan, tetapi
justru mereka (Penderita gangguan jiwa) sangat membutuhkan kepedulian
dan dukungan lingkungan sekitar terutama keluarga.

6.2.2 Instansi dinas kesehatan

Memberikan dukungan dan fasilitas kepada pasien gangguan jiwa agar


mendapatkan pengobatan dan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan
pasien. Serta mendukung tenaga kesehatan dalam pengobatan dan
pelayanan pasien gangguan jiwa di wilayah binaan puskesmas.
DOKUMENTASI MEKANISME PELAYANAN KESEHATAN JIWA TERPADU (MANIS

NAN JITU)

Anda mungkin juga menyukai