Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata
keadaan penyakit atau kelemahan (Videbeck, 2008). Menurut Undang Undang No 36
tahun 2009 tentang kesehatan, kesehatan adalah suatu keadaan sehat, baik secara
fisik,mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang hidup untuk
produktif secara sosial dan ekonomis.
Berdasarkan Undang Undang No. 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa,
kesehatan jiwa adalah suatu kondisi dimana seorang individu dapat berkembang
secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja, secara produktif, dan
mampu memberikan kontribusi pada komunitasnya.
Menurut American Nurses Association (ANA) tentang keperawatan jiwa,
keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan
ilmu dan tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri sendiri secara
terapeutik dalam meningkatkan, mempertahankan, serta memulihkan kesehatan mental
klien dan kesehatan mental masyarakat dimana klien berada. Selain keterampilan
teknik dan alat klinik, perawat juga berfokus pada proses terapeutik menggunakan diri
sendiri (use self therapeutic) (Kusumawati & Hartono , 2010).
Berdasarkan data dari WHO diperkirakan 450 juta orang di seluruh dunia
mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa
saat ini dan 25% penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia
tertentu selama hidupnya. Usia ini biasanya terjadi pada dewasa muda antara usia 18
sampai 21 tahun. Menurut National Institute Of Mental Health gangguan jiwa
mencapai 13% dari penyakit secara keseluruhan dan diperkirakan akan berkembang
menjadi 25% di tahun 2030, kejadian tersebut akan memberikan andil meningkatnya
prevalensi gangguan jiwa dari tahun ke tahun di berbagai negara. Berdasarkan hasil
sensus penduduk Amerika Serikat tahun 2004, diperkirakan 26,2% penduduk yang
berusia 18 sampai 30 tahun atau lebih mengalami gangguan jiwa (Hidayati, 2012).
Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1.7 per mil.
Gangguan jiwa berat terbanyak di Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali dan Jawa
Tengah. Proporsi Rumah Tangga (RT) yang pernah memasung Anggota Rumah
Tangga (ART) gangguan jiwa berat 14,3 % dan terbanyak pada penduduk yang tinggal
1

di pedesaan (18,2%), serta pada kelompok yang penduduk dengan kuintal indeks
kepemilihan terbawah (19,5%). Prevalensi gangguan mental emosional pada
penduduk Indonesia 6,0 %. Provinsi dengan pravalensi gangguan mental emosional
tertinggi adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Di Yogyakarta dan
Nusa Tenggara Timur (Riskesdas,, 2013).
Perkembangan zaman menurut kehidupan manusia semakin modern, begitu
juga semakin bertambahnya bertambahnya stressor psikososial akibat budaya
masyarakat modern yang cenderung lebih sekuler, hal ini dapat menyebabkan manusia
semakin sulit menghadapi tekanan-tekanan hidup yang datang. Kondisi kritis ini juga
membawa dampak terhadap peningkatan kualitas maupun kuantitas penyakit mentalemosional manusia. Sebagai akibat maka akan timbul gangguan jiwa khususnya pada
ganggguan isolasi sosial: Menarik diri dalam tingkat ringan ataupun berat yang
memerlukan penanganan dirumah sakit baik dirumah sakit jiwa atau diunit perawatan
jiwa dirumah sakit umum (Nurjannah, 2005).
Salah satu masalah keperawatan yang terjadi pada pasien gangguan jiwa
diantaranya ialah isolasi sosial atau menarik diri. Isolasi sosial adalah keadaan dimana
seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang
lain (Yosep, 2010).
Perilaku yang diperlihatkan pada pasien dengan isolasi sosial yaitu menarik
diri disebabkan karena seseorang menilai dirinya rendah, sehingga timbul perasaan
malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak dilakukan intervensi lebih lanjut,
maka akan menyebabkan perubahan persepsi sensori: halusinasi dan resiko tinggi
menciderai diri, orang lain bahkan lingkungan (Fitria, 2009). Dampak yang dapat
ditimbulkan oleh isolasi sosial adalah, gangguan hubungan interpersonal dan
gangguan interaksi sosial. Bila klien isolasi sosial (menarik diri) tidak cepat teratasi
maka akan dapat membahayakan keselamatan diri sendiri maupun orang lain (Keliat,
2006)
Dampak isolasi sosial dari segi sosial misalnya adanya penolakan,pengucilan,
dan diskriminasi serta dari segi ekonomi yaitu ketidakmampuan keluarga untuk
membiayai perawatan bagi penderita. Pengetahuan keluarga yang kurang juga
menjadikan mereka beranggapan bahwa penderita isolasi sosial adalah kiriman dari
roh-roh halus dan adanya karma sehingga membuat keluarga dan orang disekitarnya
menjauhi, mengucilkan dirinya bahkan ada pihak keluarga yang tega untuk

memasungnya. Isolasi sosial tidak hanya berdampak pada penderita sendiri namun
juga pada keluarga dan masyarakat disekitarnya. Faktor yang mempengaruhi isolasi
sosial adalah kehilangan, kesehatan fisik yang buruk, penyakit mental, moral yang
rendah, pekerjaan, lingkungan sekitar, komunikasi dan transportasi yang sulit (Wiyati,
2010 & Hasriana, 2013)
Stigma yang diciptakan oleh masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa
secara tidak langsung menyebabkan keluarga atau masyarakat di sekitar penderita
gangguan jiwa tidak memberikan penangan yang tepat terhadap keluarga atau tetangga
mereka yang mengalamai gangguan jiwa. Sehingga akan mengakibatkan penderita
gangguan jiwa tidak tertangani melakukan tindakan tidak terkontrol yang meresahkan
keluarga, masyarakat serta lingkungan (Juliansyah, 2009)
Berdasarkan hasil pencatatan buku registrasi pasien rawat inap Rumah Sakit
Jiwa Grhasia DIY pada bulan Juli sampai Oktober tahun 2016 khususnya di Wisma
Gatot Kaca terdapat pasien rawat inap sebanyak 143 pasien. Masalah keperawatan
pada pasien rawat inap yaitu halusinasi sebanyak 47 pasien, isolasi sosial sebanyak 11
pasien, defisit Perawatan diri sebanyak 6 pasien, harga diri rendah sebanyak 9 pasien,
perilaku kekerasan sebanyak 65 pasien, sedangkan waham sebanyak 5 pasien.
Dari data tersebut didapatkan masalah isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa
Grhasia DIY khususnya di Wisma Gatot Kaca menempati posisi ke tiga. Dampak yang
akan ditimbulkan dari perilaku isolasi sosial yaitu perubahan persepsi sensori:
halusinasi, resiko tinggi terhadap kekerasan, dan harga diri rendah kronis (Keliat,
2011). Perasaan tidak berharga menyebabkan pasien semakin sulit dalam
mengembangkan hubungan dengan orang lain. Hal ini menyebabkan pasien menjadi
regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam aktivitas dan kurangnya perubahan
terhadap penampilan dan kebersihan diri. Pasien akan semakin tenggelam dalam
perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah laku yang tidak sesuai dengan
kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi defisit perawatan diri, halusinasi
sehingga menyebabkan kekerasan dan tindakan bunuh diri (Dalami, 2009). Perawat
berperan serta bertanggung jawab dalam meningkatkan derajat kemampuan jiwa
pasien seperti meningkatkan percaya diri dan mengajarkan untuk berinteraksi dengan
orang lain. Memberikan pengertian tentang kerugian menyendiri dan keuntungan dari
berinteraksi dengan orang lain sehingga diharapkan mampu terjadi peningkatan
interaksi pada pasien.Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik mengangkat masalah
isolasi sosial: menarik diri menjadi masalah keperawatan utama dalam pembuatan
karya ilmiah akhir ners.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah keperawatan tersebut, maka penulis
merumuskan masalah keperawatan Bagaimanakah laporan kasus asuhan keperawatan
pasien dengan masalah utama isolasi sosial di Wisma Gatot Kaca Rumah Sakit Jiwa
Grhasia DIY.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah penulis mampu melakukan
laporan kasus asuhan keperawatan pasien dengan gangguan maslah utama isolasi
sosial di Wisma Gatot Kaca Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah agar penulis mampu:
a. Melaksanakan pengkajian pada pasien dengan masalah utama isolasi sosial
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan isolasi sosial
c. Merencanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan isolasi sosial
d. Mengimplemntasikan rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan
isolasi sosial
e. Mengevaluasi tindakan keperawatan pada pasien dengan isolasi sosial.
D. Manfaat
1. Teoritis
Sebagai tambahan refrensi dalam peningkatan mutu pendidikan kesehatan pada
mata ajar keperawatan jiwa khususnya gangguan isolasi sosial.
2. Praktis
Bagi perawat dapat sebagai media pembelajaran dan sebagai salah satu pemecahan
sebuah permasalahan yang berkaitan dengan gangguan kesehatan jiwa pada pasien
isolasi sosial.
E. Ruang Lingkup
1. Pasien
Pasien dalam Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah pasien dengan isolasi sosial:
menarik diri di Wisma Gatot Kaca Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY
2. Tempat
Tempat pelaksanaan Karya Ilmiah Akhir Ners adalah di Wisma Gatot Kaca Rumah
Sakit Jiwa Grhasia DIY.

3. Materi
Materi Karya Ilmiah Akhir Ners ini termasuk lingkup materi keperawatan jiwa.
Masalah keperawatan yang akan dibahas dalam karya tulis ilmiah ini adalah isolasi
sosial: menarik diri di Wisma Gatot Kaca Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY.
4. Waktu
Karya Ilmiah Akhir Ners ini dilakukan mulai pada bulan Juli 2016 sampai
Desember 2016 mulai dari penyusunan Bab I sampai laporan hasil karya ilmiah
akhir ners.

Anda mungkin juga menyukai