PENDAHULUAN
A. Latar belakang
akibat adanya distrosi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran dalam bertingkah laku.
Gangguan jiwa berat ada tiga macam yaitu Schizofrenia, gangguan bipolar dan psikosis
akut. Dengan Schizofrenia yang paling dominan yaitu sejumlah 1% hingga 3% warga
dunia (Nasir & Muhith, 2011). Skizofrenia adalah gangguan multifaktorial perkembangan
saraf yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan serta ditandai dengan gejala
positif, negatif dan kognitif. Gejala psikotik ditandai oleh abnormalitas dalam bentuk dan
isi pikiran, persepsi, dan emosi serta perilaku. Gejala yang dapat diamati pada pasien
perilaku, gangguan afek, gangguan persepsi, dan gangguan pikiran. Gejala kognitif sering
mendahului terjadinya psikosis. Gejala positif (nyata) meliputi waham, halusinasi, gaduh
gelisah, perilaku aneh, sikap bermusuhan dan gangguan berpikir formal. Gejala negatif
berkurangnya atensi, pasif, apatis dan penarikan diri secara sosial dan rasa tak nyaman
(Videbeck, 2008). Pasien dengan skizofrenia cenderung menarik diri secara sosial
(Maramis, 2009).
Gambaran menurut penelitian WHO (2009), prevalensi masalah kesehatan jiwa saat
ini cukup tinggi, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25%
penduduk dunia diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu hidupnya.
Usia ini biasanya terjadi pada dewasa muda antara 18-20 tahun 1% diantaranya adalah
gangguan jiwa berat, potensi seseorang mudah terserang gangguan jiwa memang tinggi,
1
setiap saat 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa,
saraf maupun perilaku. Salah satu bentuk gangguan jiwa yang paling banyak terjadi di
seluruh dunia adalah gangguan jiwa skizofrenia. Prevalensi skizofrenia didunia 0,1 per mil
Di Indonesia jumlah prevalensi gangguan jiwa berat (psikosis atau skizofrenia) sebesar
1,7 per mil dengan jumlah seluruh responden sebanyak 1.728 orang (Riskesdas, 2013).
Berdasarkan hasil data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 prevalensu gangguan jiwa
terbanyak yaitu 2,7 per mil adalah DI Yogyakarta dan Aceh, sedangkan Provinsi Riau
berada pada urutan ke empat yaitu 0,9 per mil mengalami gangguan jiwa berat. Di ruang
Siak RSJ Tampan Pekanbaru selama 2018 sebanyak 18% yang menderita isolasi sosial,
pada bulan mei sebanyak 3 (9,67%), pada bulan juni sebanyak 3 (15%), dan pada bulan juli
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan jiwa, disebutkan dalam pasal 149
ayat (2) mengatakan bahwa Pemerintah dan masyarakat wajib melakukan pengobatan dan
perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan bagi penderita gangguan jiwa yang terlantar,
Salah satu gejala negatif dari skizofrenia sendiri adalah dapat menyebabkan klien
mengalami gangguan fungsi sosial dan isolasi sosial: menarik diri. Kasus pasien gangguan
jiwa yang mengalmi gejala isolasi sosial sendiri tergolong tinggi yaitu 72 % (Maramis,
2009). Isolasi sosial sebagai salah satu gejala negatif pada skizofrenia dimana klien
menghindari diri dari orang lain agar pengalaman yang tidak menyenangkan dalam
berhubungan dengan orang lain tidak terulang lagi. Klien akan mengalami penurunan atau
2
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi sosial dengan orang lain disekitarnya.
Perasaan ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang
berarti dengan orang lain akan dirasakan oleh klien dengan isolasi sosial (Yosep, 2014).
Klien dengan isolasi sosial dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain yang
terdiri dari faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Faktor predisposisi yang dapat
menyebabkan seseorang mengalami isolasi sosial adalah adanya tahap pertumbuhan dan
perkembangan yang belum dapat dilalui dengan baik, adanya gangguan komunikasi
didalam keluarga, selain itu juga adanya norma-norma yang salah yang dianut dalam
keluarga serta factor biologis berupa gen yang diturunkan dari keluarga yang menyebabkan
gangguan jiwa. Selain faktor predisposisi ada juga faktor presipitasi yang menjadi
penyebab adalah adanya stressor sosial budaya serta stressor psikologis yang dapat
Akibat yang akan ditimbulkan dari perilaku isolasi sosial yaitu perubahan persepsi
sensori: halusinasi, resiko tinggi terhadap kekerasan, dan harga diri rendah kronis. (Keliat,
2011).
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan gambaran masalah di atas maka penulis tertarik mengangkat judul “Asuhan
keperawatan jiwa dengan gangguan isolasi sosial di Ruang Siak Rumah Sakit Jiwa Tampan
Pekanbaru Riau
C. Tujuan penulisan
a. Tujuan umum
3
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa mampu melakukan asuhan
keperawatan jiwa pada klien dengan Gangguan Isolasi Sosial pada Ny.A di Rumah
menarik diri”.
2. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny.A dengan masalah
menarik diri.
4. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada Ny.A dengan masalah
Isolasi Sosial: menarik diri sesuai dengan keperawatan yang telah disusun.
5. Mampu melakukan evaluasi sesuai implementasi yang dilakukan pada Ny.A