Anda di halaman 1dari 32

PROPOSAL SEMINAR KEPERAWATAN JIWA

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN Ny. DENGAN


DIAGNOSA ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI DI RUANG WIJAYA
KUSUMA RUMAH SAKIT JIWA MENUR SURABAYA

Penyusun :
Mahasiswa Profesi Ners
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2019

1
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan berbagai karakter positif yang menggambarkan
keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan
setiap individu (WHO dalam Kusumawati, 2010). Kesehatan jiwa merupakan
kondisi jiwa seseorang yang tersu tumbuh berkembang dan mempertahankan
keselarasan dalam mengendalikan diri, serta terbebas dari stress berlebih
(Kusumawati, 2010). Data Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi gangguan
mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan
kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau
6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa
berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7
per 1.000 penduduk. World Health Organizatin (WHO dalam Wakhid, 2013)
memperkirakan sebanyak 450 juta orang di seluruh dunia mengalami
gangguan mental. Terdapat sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan
jiwa saaat ini dan 25% penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan
jiwa pada usia tertentu selama hidupnya. Gangguan jiwa mencapai 13% dari
penyakit secara keseluruhan dan kemungkinan akan berkembang menjadi
25% di tahun 2030. Salah satu macam gangguan jiwa adalah Isolasi sosial :
menarik diri.
Isolasi sosial atau Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang
mengalami ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain
atau dengan lingkungan di sekitarnya secara wajar. Pada pasien dengan
perilaku menarik diri sering melakukan kegiatan yang ditunjukan untuk
mencapai kepuasan diri, dimana kegiatan yang ditunjukan untuk mencapai
pemuasan diri, dimana pasien melakukan usaha ditunjukan melindungi diri
sehingga ia jadi pasif dan berkepribadian kaku, pasien manarik diri juga
melakukan pembatasan (isolasi diri), termasuk juga kehidupan emosionalnya,
semakin sering pasien menarik diri, semakin banyak kesulitan yang dialami
dalam mengembangkan hubungan sosial dan emosional dengan orang lain
(Struat dan Sundeen, 2018). Dalam membina hubungan sosial, individu

2
berada dalam rentang respon yang adaptif sampai dengan maladaptive.
Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-orma
sosial dan kebudayaan yang berlaku, sedangkan respon maladaptive
merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah
yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosisal dan budaya.
Respon sosial dan emosional yang maladaptive sering sekali terjadi dalam
kehidupan sehari-hari, khususnya sering dialami pada pasien menarik diri
sehingga melalui pendekatan proses keperawatan yang komprensif penulis
berusaha memberikan asuhan keperawatan yang maksimal mungkin kepada
pasien dengan masalah keperawatan utama kerusakan interaksi sosial :
menarik diri. Menurut WHO hampir 20-30 persen pasien yang datang ke
pelayan kesehatan dasar menunjukan gejala gangguan jiwa. Bentuk yang
paling sering adalah kecemsan dan depresi.
Dari segi kehidupan sosial cultural, interaksi sosial adalah merupakan hal
yang utama dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai dampak adanya
kerusakan interaksi sosial : menarik diri akan menjadi satu masalah besar
dalam fenomena kehidupan, yaitu terganggu komunikasi yang merupakan
suatu elemen penting dalam mengadakan hubungan dengan orang lain atau
lingkungan disekitarnya (Carpenito, 2017).
Aktivitas kelompok dengan pendekatan pada pasien Isolasi sosial :
menarik diri yaitu dengan pemberian psikoterapi dan terapi aktivitas
kelompok. Terapi aktivitas kelompok dibagi menjadi 7, yaitu terapi aktivitas
kelompok kemampuan memperkenalkan diri, kemampuan berkenalan,
kemampuan bercakap-cakap, kemampuan bercakap-cakap topic tertentu,
kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi, kemampuan bekerja sama,
kemampuan sosialisasi.
Dari stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi
sensori, terapi aktivitas kelompok stimulasi realita dan terapi aktivitas
kelompok Dari empat jenis terapi aktivitas kelompok diatas yang paling
relevan dilakukan pada individu dengan gangguan konsep Isolasi sosial :
Menarik diri adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi adalah terapi yang
menggunakan terapi Modalitas Lingkungan : Musik terhadap Kemampuan

3
bersosialisasi pada pasien isolasi sosial dengan memasukan jadwal kegiatan
harian pasien bertujuan dalam sebagai stimulasi dan terkait dengan
pengalaman atau kehidupan bertujuan dengan pasien isolasi sosial : Menarik
diri dapat membantu penyelesaian masalah dengan mengungkapkan perasaan
yang dihadapi klien (Nurarif, 2015).
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja data fokus (analisa data) pada pasien gangguan jiwa dengan isolsi
sosial : menarik diri di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya?
2. Apa saja diagnosa keperawatan pada pasien gangguan jiwa dengan
masalah keperawatan isolasi sosial : menarik diri di Rumah Sakit Jiwa
Menur Surabaya?
3. Apa saja intervensi keperawatan pada pasien gangguan jiwa masalah
keperawatan isolasi sosial : menarik diri di Rumkital Rumah Sakit Jiwa
Menur Surabaya?
4. Bagaimana keberhasilan tindakan keperawatan pada pasien gangguan jiwa
dengan masalah keperawatan isolasi sosial : menarik diri di Rumah Sakit
Jiwa Menur Surabaya?
5. Bagaimana hasil evaluasi keperawatan pada pasien gangguan jiwa dengan
masalah keperawatan isolasi sosial : menarik diri di Rumah Sakit Jiwa
Menur Surabaya?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa pendidikan profesi ners mampu melaksanakan asuhan
keperawatan jiwa pada pasien dengan isolasi sosial : menarik diri di
Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi data fokus (analisa data) pada pasien gangguan
jiwa dengan masalah dengan isolasi sosial : menarik diri di Rumah
Sakit Jiwa Menur Surabaya
b. Mengidentifikasi diagnosa keperawatan pada pasien gangguan jiwa
dengan masalah keperawatan isolasi sosial : menarik diri di Rumah
Sakit Jiwa Menur Surabaya

4
c. Mengidentifikasi intervensi keperawatan pada pasien gangguan jiwa
masalah keperawatan isolasi sosial : menarik diri di Rumah Sakit
Jiwa Menur Surabaya
d. Mengidentifikasi keberhasilan tindakan keperawatapada pasien
gangguan jiwa masalah keperawatan isolasi sosial : menarik diri di
Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya
e. Mengidentifikasi hasil evaluasi keperawatan pada pasien gangguan
jiwa masalah keperawatan isolasi sosial : menarik diri di Rumah
Sakit Jiwa Menur Surabaya

5
BAB 2
TINJAUN TEORI

1. Masalah Utama
Isolasi Sosial : Menarik Diri

2. Proses Terjadinya Masalah


A. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya. Mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian,
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.
(Keliat, 2009)
Isolasi sosial merupakan kondisi ketika individu atau kelompok
mengalami, atau merasakan kebutuhan, atau keinginan untuk lebih
terlibat dalam aktivitas bersama orang lain, tetapi tidak mampu
mewujudkannya (Carpenito, 2009).
B. Etiologi
Menurut Budi Anna Keliat (2009), salah satu penyebab dari menarik
diri adalah harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang
pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai ideal
diri. Dimana gangguan harga diri dapat di gambarkan sebagai perasaan
negatif pada diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan.
C. Penyebab
Menurut Budi Anna Keliat (2009), salah satu penyebab dari menarik
diri adalah harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang
pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan
ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai
perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa
gagal mencapai keinginan.

6
Tanda dan Gejala :
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan
terhadap penyakit (rambut botak karena terapi).
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri
sendiri).
c. Gangguan hubungan sosial (menarik diri).
d. Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan).
e. Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan
yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya
Menurut Stuart dan Sundeen, perilaku menarik diri dipengaruhi oleh
faktor predisposisi atau faktor yang mungkin mempengaruhi terjadinya
gangguan jiwa.
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yaitu faktor yang bisa menimbulkan respon sosial
yang maladaptif. Faktor yang mungkin mempengaruhi termasuk:
1) Perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan
mencetuskan seseorang akan mempunyai masalah respon
maladaptif.
2) Biologik
Adanya keterlibatan faktor genetik, status gizi, kesehatan umum
yang lalu dan sekarang. Ada bukti terdahulu tentang terlibatnya
neurotransmiter dalam perkembangan gangguan ini, tetepi masih
perlu penelitian
3) Sosiokultural
Isolasi karena mengadopsi norma, prilaku dan sistem nilai yang
berbeda dari kelompok budaya mayoritas, seperti tingkat
perkembangan usia, kecacatan, penyakit kronik, pendidikan,
pekerjaan dan lain-lain.

7
b. Faktor Presipitasi
Stressor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan
yang penuh stress yang mempengaruhi kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas. Stressor
pencetus dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
1) Stressor sosiokultural
Menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah dari orang yang
berarti, misalnya perceraian, kematian, perpisahan kemiskinan,
konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan) dan
sebagainya.
2) Stressor Psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan dan bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya, misalnya
perasaan cemas yang mengambang, merasa terancam.
D. Tanda dan Gejala
Observasi yang ditemukan pada klien dengan perilaku menarik diri
akan ditemukan (data objektif), yaitu apatis, ekspresi sedih, afeks tumpul,
menghindari dari orang lain (menyendiri), klien tampak memisahkan diri
dari orang lain, misalnya pada saat makan, komunikasi kurang/tidak ada,
klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien atau perawat, tidak ada
kontak mata, klien lebih suka menunduk, berdiam diri di kamar/tempat
terpisah, klien kurang mobilitas, menolak berhubungan dengan orang lain,
klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap,
tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan
rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan, posisi janin pada saat tidur.
Data subjektif sukar didapat jika klien menolak berkomunikasi.
Beberapa data subjektif adalah menjawab dengan kata-kata singkat
dengan kata-kata “tidak”, “ya”, atau “tidak tahu”. Menurut buku panduan
diagnosa keperawatan NANDA (2005) isolasi sosial memiliki batasan
karakteristik meliputi:

8
Data Subyektif:
1. Mengekpresikan perasaan kesendirian
2. Mengekpresikan perasaan penolakan
3. Minat tidak sesuai dengan umur perkembangan
4. Tujuan hidup tidak ada atau tidak adekuat
5. Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
6. Ekspresi nilai sesuai dengan sub kultur tetapi tidak sesuai dengan
kelompok kultur dominant
7. Ekspresi peminatan tidak sesuai dengan umur perkembangan
8. Mengekpresikan perasaan berbeda dari orang lain
9. Tidak merasa aman di masyarakat
Data Obyektif :
1. Tidak ada dukungan dari orang yang penting (keluarga, teman,
kelompok)
2. Perilaku permusuhan
3. Menarik diri
4. Tidak komunikatif
5. Menunjukan perilaku tidak diterima oleh kelompok kultural
dominant
6. Mencari kesendirian atau merasa diakui di dalam sub kultur
7. Senang dengan pikirannya sendiri
8. Aktivitas berulang atau aktivitas yang kurang berarti
9. Kontak mata tidak ada
10. Aktivitas tidak sesuai dengan umur perkembangan
11. Keterbatasan mental/fisik/perubahan keadaan sejahtera
12. Sedih, afek tumpul
E. Akibat
Klien dengan perilaku menarik diri dapat berakibat adanya terjadinya
resiko perubahan sensori persepsi (halusinasi). Halusinasi ini merupakan
salah satu orientasi realitas yang maladaptive, dimana halusinasi adalah
persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya

9
klien menginterprestasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus/rangsangan
eksternal.
Tanda dan gejala :
1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
2. Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
3. Tidak dapat membedakan tidak nyata dan nyata.
4. Tidak dapat memusatkan perhatian.
5. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya), takut.
6. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
F. Rentang Respon
Adapun rentang sosial dari adaptif sampai terjadi respon yang maladaptif
(Stuart & Sundeen, 2006), yaitu :

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri Merasa sendiri Manipulasi

Otonomi Menarik diri Impulsif

Bekerjasama Tergantung Narcissisme

Saling tergantung

Keterangan:
Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan dengan cara
yang dapat diterima oleh norma-norma masyarakat. Menurut Sujono &
Teguh (2009) respon adaptif meliputi:
a. Solitude atau menyendiri
Respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa yang
telah terjadi atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam
menentukan rencana-rencana.
b. Autonomy atau otonomi

10
Kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran, perasaan dalam hubungan sosial. Individu mampu menetapkan
untuk interdependen dan pengaturan diri.
c. Mutuality atau kebersamaan
Kemampuan individu untuk saling pengertian, saling memberi, dan
menerima dalam hubungan interpersonal.
d. Interdependen atau saling ketergantungan
Suatu hubungan saling ketergantungan saling tergantung antar
individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
dengan cara-cara yang bertentangan dengan norma-norma agama dan
masyarakat. Menurut Sujono & Teguh (2009) respon maladaptif tersebut
adalah :
a. Manipulasi
Gangguan sosial dimana individu memperlakukan orang lain
sebagai obyek, hubungan terpusat pada masalah mengendalikan orang
lain dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri. Tingkah laku
mengontrol digunakan sebagai pertahanan terhadap kegagalan atau
frustasi dan dapat menjadi alat untuk berkuasa pada orang lain.
b. Impulsif
Respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subyek yang
tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu merencanakan,
tidak mampu untuk belajar dari pengalaman dan miskin penilaian.
c. Narkisisme
Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku
egosentris, harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha mendapatkan
penghargaan dan mudah marah jika tidak mendapat dukungan dari
orang lain.
G. Komplikasi
Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku
masa lalu primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan tingkah laku yang
tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi resiko gangguan

11
sensori persepsi: halusinasi, mencederai diri sendiri, orang lain serta lingkungan
dan penurunan aktivitas sehingga dapat menyebabkan defisit perawatan diri
(Dalami, 2009)
H. Mekanisme Koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi
kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam
dirinya. Kecemasan koping yang sering digunakan adalah Regrasi,
Represi, dan Isolasi. Sedangkan contoh sumber koping yang dapat
digunakan misalnya keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam
keluarga dan teman, hubungan dengan hewan peliharaan, menggunakan
kreatifitas untuk mngekspresikan stres interpersonal seperti kesenian
musik atau tulisan.

I. Penatalaksanaan

1. Terapi farmakologi
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat
norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-
fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan dan
perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam
fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan
sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek samping
gangguan otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut
kering, kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur,
tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung.
Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom
parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic
(Soundiee). Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk pemakaian
jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit
darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).

12
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi
mental serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek
samping seperti gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi,
hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi, gangguan
irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit
darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis
dan idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina
dan fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering,
penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi,
konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine.
Kontraindikasi terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP),
glaukoma sudut sempit, psikosis berat psikoneurosis.
2. Electri convulsive therapi
Electri Convulsive Therapy (ECT) atau yang lebih dikenal
dengan electroshock adalah suatu terapi psikiatri yang dengan
menggunakan energi shock listrik dalam usahan pengobatannya.
Biasanya ECT ditujukan untuk terapi pasien gangguan jiwa yang
tida berespon kepada obat psikiatri pada dosis terapinya.ECT
pertama kali diperkenalkan oleh 2 orang neurologist Italia Ugo
Cerletti dan Lucio Bini pada tahun 1930. Diperkirakan hampir 1
juta orang didunia mendapat terapi ECT setiap tahunnya dengan
intensitas antara 2-3 kali seminggu.
ECT bertujuan untuk menginduksi suatu kejang klonik
yang dapat memberi efek terapi (Therapeutic Clonic Seizure)
setidaknya selama 15 detik. Kejang yang dimaksud adalah suatu
kejang dimana seseorang kehilangan kesadarannya dan mengalami
rejatan. Tentang mekanisme pasti dari kerja ECT sampai saat ini
belum dapat dijelaskan dengan memuaskan. Namun beberapa
penelitin menunjukkan kalau ECT dapat meningkatkan kadar

13
serum Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF) pada pasien
depresi yang tidak responsif terhadap terapi farmakologis.

3. Terapi kelompok
Terapi kelopok merupakan suatu psikotherapy yang
dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan
berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh
seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa. Therapy ini
bertujuan memberi stimulus bagi klien dengan gangguan
interpersonal.
4. Therapy lingkungan
Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga
aspek lingkungan harus mendapatkan perhatian khusus dalam
kaitannya untuk menjaga dan memelihara kesehatan manusia.
Lingkungan berkaitan erat dengan stimulus psikologi seseorang
yang akan berdampak pada kesembuhan, karena lingkungan
tersebut akan memberikan dampak baik pada kondisi fisik maupun
kondisi psikologis seseorang.

3. Pohon Masalah

Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi

Isolasi sosial: Menarik diri


Core Problem

Gangguan konsep diri: Harga diri rendah

4. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji

a. Masalah keperawatan:
a) Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
b) Isolasi sosial: menarik diri

14
c) Gangguan konsep diri: harga diri rendah

b. Data yang perlu dikaji


Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi
Data Subjektif:
a) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata.
b) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata.
c) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus.
d) Klien merasa makan sesuatu.
e) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.
f) Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar.
g) Klien ingin memukul/melempar barang-barang.
Data Objektif:
a) Klien berbicara dan tertawa sendiri.
b) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.
c) Klien berhebti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu.
d) Disorientasi

Isolasi Sosial : menarik diri


Data Subyektif:
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri.
Data Obyektif:
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.

Gangguan konsep diri : harga diri rendah


Data subyektif:

15
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri.
Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri atau ingin mengakhiri hidup

5. Diagnosa Keperawatan
Isolasi sosial: menarik diri

6. Rencana Tindakan Keperawatan


SP 1 Pasien:
a. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
b. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan
orang lain
c. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi
dengan orang lain
d. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
e. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-
bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian

SP 2 Pasien:
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara
berkenalan dengan satu orang
c. Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang
dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian

SP 3 Pasien:
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Memberikan kesempatan kepada pasien berkenalan dengan dua
orang atau lebih

16
c. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP 1 Keluarga
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
b. Menjelaskan pengertian, tanda gejala isolasi sosial yang dialami
pasien beserta proses terjadinya
c. Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi sosial

SP 2 Keluarga
a. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan
isolasi sosial
b. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien
isolasi sosial

SP 3 Keluarga
a. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk
minum obat
b. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

17
BAB 3
TINJAUAN KASUS

FORMULIR PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA


RS. JIWA DAERAH MENUR SURABAYA

Ruangan Rawat: Pav VI Tanggal Dirawat: 16-09-2019

A. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Tanggal Pengkajian :
Umur : RM No. :
Informan :
B. ALASAN MASUK

C. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu ? √Ya
Tidak
2. Pengobatan sebelumnya Berhasil kurang berhasil
tidak berhasil
3. Pengalaman Pelaku/Usia Korban/Usia
Saksi/Usia
Aniaya fisik √ 16

Aniaya seksual

Penolakan

Kekerasan dalam keluarga √ 16

18
Tindakan kriminal

Jelaskan No. 1, 2, 3 :

Masalah Keperawatan :

4. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa √ Ya Tidak


Hubungan keluarga :
Gejala :
Riwayat pengobatan/perawatan :
Masalah Keperawatan :
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan

Masalah Keperawatan :

D. PEMERIKSAAN FISIK
0
1. Tanda Vital : TD : mmHg N : x/mnt S: C
RR : x/mnt
2. Ukur : TB : cm BB : kg
3. Keluhan Fisik (Ya) (Tidak)

Jelaskan :
Masalah Keperawatan :

E. PSIKOSOSIAL
1. Genogram

24
44
4

19
Keterangan :
: laki-laki
: perempuan
: laki-laki meninggal
: perempuan meninggal
: laki laki sakit jiwa
: pasien
: tinggal serumah
Jelaskan

Masalah Keperawatan :
2. Konsep diri
a. Gambaran Diri

b. Identitas

c. Peran

d. Ideal Diri

e. Harga Diri

Masalah Keperawatan :
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti

b. Peran serta dalam kegiatan kelompok

c. Hambatan dengan hubungan orang lain

20
Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan

b. Kegiatan ibadah

Masalah Keperawatan :

F. STATUS MENTAL
1. Penampilan
Tidak rapi Penggunaan pakaian Cara berpakaian tidak seperti
tidak sesuai biasanya
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
2. Pembicaraan
Cepat Keras Gagap Inkoheren

√ Apatis √ Lambat Membisu √ Tidak mampu memulai


Pembicaraan
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
3. Aktivitas Motorik:

√ Lesu Tegang √ Gelisah Agitasi


Tik Grimasen √ Tremor Kompulsif
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
4. Alam perasaaan
√ Sedih √ Ketakutan Putus asa Khawatir Gembira berlebihan
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
5. Afek
√ Datar Tumpul √ Labil Tidak sesuai

21
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
6. lnteraksi selama wawancara
bermusuhan √ Tidak kooperatif Mudah tersinggung

√ Kontak mata kurang Defensif Curiga


Jelaskan :
Masalah Keperawatan :

7. Persepsi
√ Pendengaran Penglihatan Perabaan
Pengecapan Penghidu
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
8. Proses Pikir
sirkumtansial tangensial kehilangan asosiasi
flight of idea blocking √ pengulangan
pembicaraan/persevarasi
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
9. Isi Pikir
Obsesi Fobia Hipokondria
√ depersonalisasi ide yang terkait pikiran magis

Waham
Agama Somatik Kebesaran Curiga
nihilistic sisip pikir Siar pikir Kontrol pikir

Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
10. Tingkat kesadaran
√ bingung sedasi stupor
Disorientasi

22
√ waktu √ tempat √ orang
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
11. Memori
Gangguan daya ingat jangka panjang Gangguan daya ingat jangka pendek

Gangguan daya ingat saat ini Konfabulasi


Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
√ Mudah beralih √ Tidak mampu konsentrasi
√ Tidak mampu berhitung sederhana

Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
13. Kemampuan penilaian
Gangguan ringan √ Gangguan bermakna
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
14. Daya tilik diri

√ Mengingkari penyakit yang diderita


Menyalahkan hal-hal diluar dirinya

Jelaskan :
Masalah Keperawatan :

VII. Kebutuhan Persiapan Pulang


1. Kemampuan klien memenuhi / menyediakan kebutuhan :
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Makanan √ Pakaian √ Uang
Keamanan Transportasi
Perawatan √ Tempat

23
Kes Tinggal

Jelaskan :
Masalah Keperawatan :

2. Kegiatan hidup sehari-hari


a. Perawatan Diri :

Bantuan Bantuan Bantuan Bantuan


minimal Total minimal Total

Mandi √ BAK / BAB √


Ganti
Kebersihan √ √
Pakaian
Makan √
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :

b. Nutrisi
Ya Tidak
Apakah anda puas dengan pola makan anda ? √
Apakan anda makan memisahkan diri ? √

Frekuensi makan sehari kali


Frekuensi udapan sehari kali
Meningkat Menurun Berlebih Sedikit-sedikit
Nafsu Makan √

BB tertinggi : kg BB terendah : kg
Diet Khusus :
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
c. Tidur

24
Ya Tidak
Apakah ada masalah ? √
Apakah anda merasa segar setelah bangun tidur ? √
Lamanya :
__5___
Apakah anda kebiasaan tidur siang √
Jam ( tidak
dihitung)
Apa yang menolong anda untuk tidur ?
Waktu tidur malam : Waktu bangun jam :

Beri tanda sesuai kondisi pasien


Sulit untuk tidur Terbangun saat tidur √
Bnagun terlalu pagi Gelisah saat tidur
Semnabolisme Berbicara dalam tidur
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :

3. Kemampuan klien dalam


Ya Tidak
Mengantisipasi kebutuhan sendiri √
Membuat keputusan berdasarkan keinginan sendiri √
Mengatur penggunaan obat √
Melakukan pemeriksaan kesehatan (folow up) √

Jelaskan :
Masalah Keperawatan :

4. Klien memiliki sistim pendukung


Ya Tidak Ya Tidak
Keluarga √ Temen Sejawat √

25
Profesional / Terapis √ Kelompok sosial √

Jelaskan :
Masalah Keperawatan :

5. Apakah klien menikmati saat bekerja kegiatan yang menghasilkan


hobi

Ya Tidak

Jelaskan :

Masalah Keperawatan :

VIII. Mekanisme Koping


Adaptif Maladaptif
√ Bicara dengan orang lain Minum alkohol
Mampu menyelesaikan masalah reaksi lambat/berlebih
Teknik relaksasi bekerja berlebihan
Aktivitas konstruktif menghindar
Olahraga mencederai diri
Lainnya _______________ lainnya : menyendiri
Masalah Keperawatan :
IX. Masalah Psikososial dan Lingkungan:
Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik

Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik

Masalah dengan pendidikan, spesifik

Masalah dengan pekerjaan, spesifik

26
Masalah dengan perumahan, spesifik

Masalah ekonomi, spesifik

Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifik

Masalah lainnya, spesifik

Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah

X. Pengetahuan Kurang Tentang:


Penyakit jiwa system pendukung
Faktor presipitasi penyakit fisik
√ Koping obat-obatan
Lainnya :
Masalah Keperawatan :
XI. DATA LAIN-LAIN
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 16 September 2019
Nama
Hasil Satuan Nilai Normal
Pemeriksaan
CBC
WBC (leukosit) 5,7 10^3/ul 4,8-10,8
RBC (eritrosit) 5,19 10^6/ul 4,2-6,1
HGB (hemoglobin) 14,7 g/dl 12-18
HCT (hematokrit) 44,6 % 37-52
PLT (trombosit) 188 10^3/ul 150-450

XII. ASPEK MEDIK

Diagnosa Medik :
Terapi Medik : -

27
XIII. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN

1.
2.

IX. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN


Isolasi Sosial : Menarik Diri

28
BAB 3
PEMBAHASAN JURNAL

29
BAB 4
PENUTUP

A. Kesimpulan
Isolasi sosial merupakan keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya. Mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain. (Keliat, 2009)
Menurut Budi Anna Keliat (2009), salah satu penyebab dari menarik diri
adalah harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang
pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai ideal diri.
Dimana gangguan harga diri dapat di gambarkan sebagai perasaan negatif
pada diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri
seseorang. Dalam tinjuan life span history klien. Penyebab terjadinya harga
diri rendah adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas
keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang
dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal
sering gagal di sekolah, pekerjaan atau pergaulan. Harga diri rendah muncul
saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari
kemampuannya (Yosep, 2009). Menurut Stuart & Sundeen (2006), faktor-
faktor yang mengakibatkan harga diri rendah kronik meliputi faktor
predisposisi dan faktor presipitasi.
Tanda dan gejala Isolasi sosial : Menarik diri Adalah Apatis, ekspresi
sedih, afek tumpul, Menghindar dari orang lain, Komunikasi kurang (tidak
ada), Kontak mata kurang, sering menunduk (tidak ada), Berdiam diri di

30
suatu tempat dalam waktu lama, Tidak mau melakukan kegiatan sehari-hari,
Napsu makan kurang atau naik drastic, Posisi janin pada saat tidur, Sulit
mengambil keputusan, Sikap mematung, Cemas. Penatalksanaanya isolasi
sosial : Menarik diri yaitu terapi farmakologi, Electri convulsive therapy,
Terapi kelompok, Terapi lingkungan.
Asuhan keperawatan pada pasien di Ruang Jiwa Dr. Ramelan Surabaya
dimulai dari pengkajian Tn. M pada tanggal 16 September 2019. Klien
dibawa oleh saudaranya pada tanggal 16 sepetember 2019. Pasien bertingkah
laku aneh tidak seperti biasanya, pasien selalu menyendiri sejak 4 hari yang
lalu, pasien tidak mau berbicara, dan tidak mau makan.
Intervensi keperawatan meliputi Strategi Pelaksanaan (SP) pada pasien
isolasi sosial yaitu kemampuan memperkenalkan diri, kemampuan
berkenalan, kemampuan bercakap-cakap, kemampuan bercakap-cakap topic
tertentu, kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi, kemampuan bekerja
sama, evaluasi kemampuan sosialisasi.
B. Saran
Dalam kesimpulan diatas maka penulis dapat mengemukakan saran-saran
sebagai berikut:
1. Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
isolasi sosial : menarik diri, perawat harus memahami konsep dasar asuhan
keperawatan isolasi sosial : menarik diri sehingga asuhan keperawatan
dapat terlaksana dengan baik.
2. Dalam melakukan tindakan keperawatan harus melibatkan pasien
dan keluarganya serta tim kesehatan lainnya. Sehingga data yang diperoleh
sesuai dengan tindakan yang dilakukan.
3. Dalam melakukan tindakan keperawatan disarankan untuk
mengevaluasi tindakan tersebut secara terus menerus.

31
DAFTAR PUSTAKA

Herdman. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Iskandar, M. D. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

Keliat, C. 2016. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Yogyakarta: EGC.

Prabowo, E. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :


Nuhamedika.

Kusumawati, F, Yudi, H. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba


Medika

Wakhid A, et al. (2013). Penerapan Terapi Latihan Ketrampilan Sosial Pada


Klien Isolasi Sosial Dan Harga Diri Rendah Dengan Pendekatan Model
Hubungan Interpersonalpeplau Di Rs Dr Marzoeki Mahdi Bogor. Jurnal
Keperawatan Jiwa. Vol.1. No. 1, Mei 2013;34-48

Sundeen, S. &. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda. Yogyakarta : Mediaction

32

Anda mungkin juga menyukai