Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH SEMINAR KASUS

KEPERAWATAN JIWA
GANGGUAN ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI

DI SUSUN OLEH:
1. Ayu Febrianti (2122.0008)
2. Ayu Marliani (2122.0009)
3. Indri Ramadanti (2122.0026)
4. Jonandi Herwanto (2122.0029)
5. Kurnia Ulfah Shoviyati (2122.0030)
6. Mutia (2122.0042)
7. Rexy Septadiansyah (2122.0055)
8. Supriyanto (2122.0066)
9. Tara Puteri Rizkiyah (2122.0067)

Dosen Pembimbing:
Agus Suryaman,S.Kep.,Ns.,M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS


INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWr.Wb
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT, karena atas
segala rahmat dan karunia-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
seminar ini. Makalah ini akan membahas tentang “Gangguan Isolasi Sosial :
Menarik Diri”.
Walaupun kami menyadari banyak kekurangan dalam makalah yang kami
buat. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik maupun saran dari semua pihak
untuk perbaikan sehingga makalah ini dapat menjadi lebih baik.
Demikianlah makalah ini kami buat semoga dapat bermaanfaat bagi yang
membaca khususnya mahasiswa/iIKesT Muhammadiyah Palembang .

Palembang, Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB1 PENDAHULUAN................................................................................
A. Latar Belakang.................................................................................
B. Tujuan...............................................................................................
BAB IITINJAUAN TEORI
A. Konsep Gangguan Isolasi Sosial......................................................
B. Konsep Keperawatan........................................................................
BAB III TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN....................................
A. Skenario Kasus.................................................................................
B. Pengkajian Analisa Data..................................................................
C. Analisa Data.....................................................................................
D. Intervensi Keperawatan....................................................................
F. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan.........................................
BAB IV PEMBAHASAN...............................................................................
A. Pembahasan....................................................................................
BAB V PENUTUP..........................................................................................
A. Kesimpulan......................................................................................
B. Saran.................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan
manusia, karena tanpa kesehatan manusia sulit untuk menjalankan aktivitas.
Menurut undang-undang no.36 tahun 2009 tentang kesehatan, kesehatan
adalah suatu keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis.
Berdasarkan Undang-Undang No.3 tahun 1966, kesehatan jiwa adalah
suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan
emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu selaras dengan
keadaan orang lain. Sedangkan menurut American Nurses Associations
(ANA) keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktik keperawatan yang
menggunakan ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri
sendiri secara terapeutik dalam meningkatkan, mempertahankan, serta
memulihkan kesehatan mental klien dan kesehatan mental masyarakat di
mana klien berada. Selain keterampilan teknik dan alat-alat klinik, perawat
juga berfokus pada proses terapeutik menggunakan dirinya sendiri (use self
therapeutic) (Kusumawati F dan Hartono Y, 2010).
Gangguan jiwa menurut Undang-Undang No 3 tahun 1966 tentang
kesehatan jiwa adalah adanya gangguan pada fungsi kejiwaan. Fungsi
kejiwaan adalah proses, emosi, kemauan dan perilaku psikomotorik termasuk
bicara (Suliswati, 2005).
Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil.
Gangguan jiwa berat terbanyak di Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali,
dan Jawa Tengah. Proporsi Rumah Tangga (RT) yang pernah memasung
Anggota Rumah Tangga (ART) gangguan jiwa berat 14,3 persen dan
terbanyak pada penduduk yang tinggal di perdesaan (18,2%), serta pada
kelompok penduduk dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah (19,5%).
Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia 6,0 persen.
Provinsi dengan prevalensi ganguan mental emosional tertinggi adalah
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Nusa
Tenggara Timur (Riskesdes, 2013). S
Salah satu bentuk dari gangguan kesehatan jiwa adalah Skizofrenia.
Skizofrenia merupakan suatu penyakit otak persisten dan serius yang
mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam
memproses informasi, hubungan interpersonal, seta memecahkan masalah,
menurut Gail W. Stuart (2007). Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berupa
perubahan pada psikomotor, kemauan, afek emosi dan persepsi. Akibat dari
gejala yang muncul, timbul masalah-masalah bagi klien meliputi, kurang
perawatan diri, resiko menciderai diri dan orang lain, menarik diri, dan harga
diri rendah (Townsend, 1998).

Perkembangan jaman menuntut kehidupan manusia semakin modern,


begitu pula semakin bertambahnya stressor psikososial akibat budaya
masyarakat modern yang cenderung lebih sekuler, hal ini dapat menyebabkan
manusia semakin sulit menghadapi tekanan-tekanan hidup yang datang.
Kondisi kritis ini juga membawa dampak terhadap peningkatan kualitas
maupun kuantitas penyakit mental-emosional manusia. Sebagai akibat maka
akan timbul gangguan jiwa khususnya pada gangguan isolasi sosial: menarik
diri dalam tingkat ringan ataupun berat yang memerlukan penanganan di
rumah sakit baik di rumah sakit jiwa atau di unit perawatan jiwa dirumah
sakit umum (Nurjannah, 2005).
Menurut Dermawan D dan Rusdi (2013), isolasi sosial: menarik diri
adalah keadaan dimana seseorang mengalami atau tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain di sekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan
orang lain.
Berdasarkan hasil pencatatan Rekam Medik (RM) Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta pada bulan Januari dan Februari 2014, ditemukan masalah
keperawatan pada klien rawat inap dan rawat jalan yaitu Halusinasi mencapai
5.077 klien, Resiko Perilaku Kekerasan 4.074 klien, Defisit Perawatan Diri
1.634 klien, Isolasi Sosial 1.617 klien, Harga Diri Rendah 1.087 klien dan
Waham 363 klien.
Dari data tersebut didapatkan masalah isolasi sosial di Rumah Sakit
Jiwa Daerah Surakarta menempati posisi ke empat dan perawat berperan serta
bertanggung jawab dalam meningkatkan derajat kemampuan jiwa klien
seperti meningkatkan percaya diri klien dan mengajarkan untuk berinteraksi
dengan orang lain. Memberikan pengertian tentang kerugian menyendiri dan
keuntungan dari berinteraksi dengan orang lain sehingga diharapkan mampu
terjadi peningkatan interaksi pada klien. Berdasarkan hal tersebut penulis
tertarik untuk mengangkat masalah isolasi sosial: menarik diri menjadi
masalah keperawatan utama dalam pembuatan karya tulis ilmiah.

B. Tujuan Laporan Kasus


Adapun tujuan dari pembuatan laporan ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Umum: Tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah penulis
mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan menarik
diri di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. 5
2. Tujuan Khusus: Tujuan khusus penulisan Karya Tulis Ilmiah ini
adalah agar penulis mampu:
a) Melaksanakan pengkajian data pada klien dengan masalah utama
isolasi sosial: menarik diri.
b) Menganalisa masalah pada klien dengan isolasi sosial: menarik
diri.
c) Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan isolasi
sosial: menarik diri.
d) Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan isolasi
sosial: menarik diri.
e) Mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan pada klien
dengan isolasi sosial: menarik diri.
f) Mengevaluasi tindakan keperawatan pada klien dengan isolasi
sosial: menarik diri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Gangguan isolasi sosial


1. Pengertian
Isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana seseorang individi
mengalami bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan oarang lain
disekitarnya, pasien mungkin merasa ditolak, tidak terima, kespian dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dan tidak mampu membina
hubungan dengan orang lain (Klliat, 2006).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan
mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara
menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk.
2009). Isolasi sosial merupakan gangguan hubungan interpersonal yang
terjadi akibat adanya keperibadian yang tidak flaksibel yang menimbulkan
perilaku maldaftif menganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial
(Depkes, 2000).
Isolasi social adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurun atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Isolasi social merupakan keadaan ketika individu atau kelompok
memiliki kebutuhan atau hasrat untuk memiliki keterlibatan kontak dengan
orang, tetapi tidak mampu membuat kontak tersebut (Carpenito-Moyet,
2009).

2. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini
tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan
selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan
pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang
lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan
dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak
aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa
ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku
curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak
tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.
b. Faktor Komunikasi dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
1) Sikap bermusuhan/hostilitas
2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan
untuk mengungkapkan pendapatnya.
4) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga,
kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam
pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan
musyawarah.
5) Ekspresi emosi yang tinggi
6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat
bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya
meningkat)
c. Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang
anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil
penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya
menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot
persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
d. Faktor Sosial-Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan
faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga
disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh
satu keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan dari
lingkungan sosial.
2. Faktor Presipitasi
a. Stressor Sosiokultural
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian,
berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada
usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau
dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
b. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas
kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan
berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
c. Stressor Intelektual
1) Kurangnya pemahaman diri dalam ketidakmampuan untuk
berbagi pikiran dan perasaan yang mengganggu pengembangan
hubungan dengan orang lain
2) Ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan dengan
orang lain akan memicu persepsi yang menyimpang dan
berakibat terjadinya isolasi sosial pada individu tersebut.
d. Stressor Fisik
Seseorang dengan kekurangan fisik dapat memicu terjadinya isolaso
sosial dikarenakan individu menarik diri terhadap lingkungan
sekitar (Sutejo, 2018).
3. Tanda Dan Gejala
1. Gejala subjektif
a) Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b) Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c) Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang
lain
d) Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
e) Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
f) Pasien merasa tidak berguna
g) Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

2. Gejala objektif
a) Klien banyak diem dan tidak mau bicara
b) Tidak mengikuti kegiatan
c) Banyak berdiam diri dikamar
d) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang dekat
e) Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
f) Kontak mata kurang
g) Apatis (acuh terhadap lingkungan)
h) Ekspresi wajah yang kurang berseri
i) Tidsk merawat diri dan tidak meperhatikan kebersihan diri
j) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar
k) Aktivitas menurun
l) Rendah diri
m) Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada
posisi tidur)

4. Akibat

Klien dengan isolasi sosial dapat berakibat terjadinya resiko


perubahan persepsi sensori persepsi halusinasi. Perubahan persepsi sensori
halusinasi adalah persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus
eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita/kenyataan
seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara yang sebenarnya
tidak ada.
5. Rentang Respon
Menurut Stuart Sundeen rentang respon klien di tinjau dari reaksinya dengan
lingkungan sosial merupakan suatu kontinum yang terbentang antara respon
adaptif dengan maladaptif.

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri Kesepian Manipulasi

Otonimi Menarik diri Impulsif

Kebersamaan ketergantungan Narsisme

Saling ketergantungan

Gambar 1. Rentang Respon Sosial

(Sumber: Stuart, 2013)

6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping digunakan kien sebagai usaha mengatasi ansietas yang
dialami akibat dari kesepian yang nyata hingga mengancam dirinya.
Mekanisme koping yang sering digunakan adalah proyeksi, splitting
(memisah) dan isolasi.
1. Proyeksi: keinginan yang tidak mampu ditoleransi dan klien
mencurahkan emosi kepada orang lain karena kesalahan sendiri.
2. Splitting: kegagalan individu dalam menginterprestasikan dirinya
dalam menilai baik dan buruk.
3. Isolasi: perilaku mengasingkan diri dari orang lain maupun
lingkungan.
7. Pohon Masalah

Effect Risiko perubahan sensori persepsi: halusinasi

Core Problem Isolasi social: menarik diri

Cause Gangguan konsep diri: harga diri rendah

(Sumber : Sutejo, 2018)


Gambar 2. Pohon Masalah
B. Konsep Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan
2. Resiko perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri
3. Isolasi sosial berhubungan dengan harga diri rendah
4. Gangguan konsep diri berhubungan dengan tidak efektifan koping
individu :koping densensif
2.Rencana Keperawatan

DIAGNOSA PERENCANAAN
KEPERAWATAN
Tujuan (Tuk/Tum) Kriteria evaluasi Intervensi Rasional

TUM:
Klien dapat
berinteraksi dengan
orang lain

Isolasi Sosial TUK: 1 Setelah dilakukan 3x Bina hubungan saling Hubungan saling percaya
Kklien dapat interaksi selama 10 menit percaya dengan merupakan dasar terjadinya
membina dan klien dapat menunjukkan menggunakan prinsip komunikasi sehingga akan
mempertahankan ekspresi wajah: komunikasi terapeutik: memfasilitasi dalam
hubungan saling a. Ekspresi wajah yang a. Sapa klien dengan pengungkapan perasaan,
percaya bersahabat dengan ramah emosi dan harapan klien
menunjukkan rasa b. Perkenalkan diri
senang dengan sopan
b. Ada kontak mata c. Tanyakan nama
c. Mau menyebutkan nama lengkap klien dan
d. Mau menjawab salam nama panggilan yang
e. Klien mau berdampingan disukainya
dengan perawat d. Jelaskan tujuan
f. Mau mengutarakan pertemuan
masalah yang dihadapi e. Jujur dan menepati
janji setiap berinteraksi
dengan klien

TUK: 2 Klien dapat menyebutkan Tanyakan pada klien Dengan mengetahui tanda
Klien mampu minimal 1 penyebab tentang: dan gejala isolasi social
menyebutkan menarik diri dengan orang a. Orang yang tinggal yang muncul, perawat dapat
penyebab menarik lain dan lingkungan serumah menentukan intervensi
diri b. Orang yang paling selanjutnya.
terdekat dengan pasien
c. Apa yang membuat
klien dekat dengan
orang tersebut
d. Beri pujian terhadap
kemampuan klien
dalam mengungkapkan
perasaan
1. klien dapat menyebutkan 1. Tanyakan pada klien
TUK: 3 keuntungan berhubungan tentang manfaat Setelah klien mengetahui
Klien mampu social seperti: hubungan social keuntungan dan kerugian
menyebutkan a. Banyak teman kerugian menarik diri dan sosialisasi/ interaksi
keuntungan b. Tidak kesepian 2. Diskusikan bersama dengan orang lain serta
berhubungan social c. Bisa diskusi klien tentang manfaat kerugian maka klien akan
dan kerugian d. Saling menolong berhubungan social berfikir untuk memilih
menarik diri 2. Klien dapat dan kerugian menarik alternative yang positif yang
menyebutkan kerugian diri bisa di dalam upayanya
menarik diri, seperti: 3. Beri kemampuan
a. Sendiri terhadap klien
b. Kesepian mengenai hasil yang
c. Tidak bisa diskusi dicapai
3. Strategi Pelaksanaan
Pada Pasien
- SP 1: Bantu Pasien menyadari Perilaku Isolasi Sosial
1) BHSP (Bina Hubungan Saling Percaya) dengan pasien
2) Menanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi
dengan orang lain
3) Menanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin
berinteraksi dengan orang lain
4) Mendiskusikan keuntungan bila pasien memiliki teman dan
bergaul akrab dengan teman
5) Mendiskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan
tidak bergaul dengan orang lain.
6) Latih cara berkenalan dengan pasien dan perawat atau tamu
7) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan.
- SP 2: Latih pasien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
1) Evaluasi kegiatan berkenalan dengan beberapa orang. Beri pujian
2) Latih cara berbicara saat melakukan 2 kegiatan
3) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan dengan
beberapa orang dan berbicara saat melakukan kegiatan harian.
- SP 3: Latih pasien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
1) Evaluasi latihan berkenalan dengan beberapa orang dan bicara saat
melakukan 2 kegiatan . Beri pujian
2) Latih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian dan
tambahkan 2 kegiatan baru. Beri pujian
3) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan 4-5
orang
- SP 4: Latih pasien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
1) Evaluasi kegiatan latihan berkenalan, bicara saat melakukan 4
kegiatan harian. Beri pujian
2) Latih cara bicara sosial seperti meminta sesuatu, menjawab
pertanyaan. Beri pujian
3) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan > 5
orang baru, berbicara saat melakukan kegiatan harian dan
sosialisasi.
- SP 5: Evaluasi kemampuan sosialisasi klien
1) Evaluasi kegiatan latihan berkenalan, berbicara saat berkenalan,
berbicara saat melakukan kegiatan dan sosialisasi. Beri pujian
2) Latih kegiatan harian
3) Nilai kemampuan yang telah dilakukan secara mandiri
4) Nilai apakah isolasi sosial teratasi.

Pada Keluarga
- SP 1:
1) Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
2) Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya isolasi
sosial
3) Jelaskan cara merawat isolasi sosial
4) Latih 2 cara merawat berkenalan, berbicara saat melakukan
kegiatan harian
5) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian
saat besuk.
- SP 2:
1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat atau melatih pasien
berkenalan dan berbicara saat melakukan kegiatan harian. Beri
pujian
2) Jelaskan kegiatan rumah tangga yang dapat melibatkan pasien
berbicara seperti makan dan sholat bersama di rumah
3) Latih cara membimbing pasien berbicara dan memberi pujian
4) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal besuk
- SP 3:
1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat dan melatih pasien
berkenalan, berbicara saat melakukan kegiataan harian. Beri pujian
2) Jelaskan cara melatih pasien melakukan kegiatan sosial seperti
berbelanja, meminta sesuatu, dll.
3) Latih keluarga mengajak pasien belanja saat besuk
4) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan berikan pujian saat
besuk
- SP 4:
1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat dan melatih pasien
berkenalan, berbicara saat melakukan kegiatan harian atau rumah
tangga, berbelanja. Beri pujian
2) Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, dan rujukan
3) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal kegiatan dan
memberikan pujian
- SP 5:
1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat dan melatih pasien
berkenalan, berbicara saat melakukan kegiatan harian atau rumah
tangga, berbelanja dan kegiatan lain dan follow up. Beri pujian
2) Nilai kemampuan keluarga merawat pasien
3) Nilai kemampuan keluarga melakukan kontrol ke RSJ/PKM.
BAB III
TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

A. Skenario Kasus
Seorang laki-laki berusia 18 tahun, masuk ke RSJ tanggal 23 Okt 2020
dengan diagnosis medis skizofrenia paranoid. Klien dibawa ke rumah sakit
karena mengamuk di rumah, meresahkan keluarga karena hanya mengurung
diri didalam kamar, berperilaku aneh, sering marah-marah dan bicara sendiri.
Klien mengalami gejala berperilaku aneh sejak 1 tahun yang lalu setelah klien
gagal diterima masuk ke Universitas Negeri impian klien. Keluarga klien
mencoba membawa klien berobat secara tradisional namun tidak ada
perubahan. Saat dilakukan pengkajian tanggal 26 Oktober 2018 klien tampak
melamun, sering menatap ke satu arah dalam waktu yang lama, mulut
berkomat kamit dengan suara yang pelan, tubuh tampak membungkuk,
pakaian tidak rapi, celana miring, rambut panjang dan tidak rapi, gigi kotor,
kuku panjang dan kotor, kontak mata kurang. klien tidak mampu berinteraksi
dalam waktu yang lama, tidak mampu berkonsentrasi, kehilangan rasa tertarik
pada kegiatan sosial, klien tidak mampu memulai pembicaraan, menjawab
pertanyaan seadanya, dan cenderung menghindari pembicaraan dengan cara
pergi meninggalkan perawat tanpa sebab. TTV: TD : 120/80 nadi 82x/menit,
suhu 36C, RR 20x/menit.

Klien belum pernah masuk rumah sakit jiwa pada masa lalu Klien
mempunyai riwayat melakukan kekerasan fisik yaitu dengan merusak kaca
dikamarnya dan mengamuk tanpa sebab yang jelas. Riwayat anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa tidak ada, namun klien ketika ditanya
pengalaman tidak menyenangkan klien dahulu suka dibuli teman sekolahnya
dan diejek culun. Ketika ditanya apakah klien merasa puas dirinya sebagai
laki-laki klien menjawab puas. Klien berperan sebagai anak ketika di rumah.
Klien merasa gagal sebagai anak dan siswa karena tidak mampu masuk ke
universitas yang diimpikan dan diharapkan orang tuanya. Ketika ditanya
harapan klien menjawab ingin sembuh dan cepat pulang. Keluarga klien
mengatakan klien merupakan anak yang pintar dan berprestasi selama
sekolah, klien juga memang dari dulu mempunyai sifat pemalu dan memang
lebih suka tinggal di rumah saja, namun masih mau berinteraksi dengan
teman-teman dan keluarganya yang lain. Sejak gagal masuk ke universitas
tersebutlah klien mulai menjadi sangat pendiam, hanya mengurung diri
dikamar, sama sekali tidak mau bertemu temannya dan tidak mau keluar
rumah.

B. Pengkajian
FORMULIR PENGKAJIANKEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

RUANGAN RAWAT : Kenanga


TANGGAL DIRAWAT : 28 Oktober 2020

. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Tn. M (L)
Tanggal Pengkajian : 28 Oktober 2020
Umur : 18 Tahun
RM No : 551325
Informan : Perawat

II. ALASAN MASUK


Klien mengamuk di rumah, meresahkan keluarga karena mengurung diri
didalam kamar, berperilaku aneh, sering marah-marah dan bicara sendiri.
III. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu ? - Ya √ Tidak
2. Pengobatan sebelumnya. - Berhasil - kurang berhasil - tidak berhasil
3. Pelaku/Usia Korban/Usia Saksi/Usia
Aniaya fisik √ - - - - -
- - √ - - -
Aniaya seksual
- - - - - -
Penolakan
- - - - - -
Kekerasan dalam keluarga
Tindakan kriminal Jelaskan No. 1, 2, 3 :
a. klien sebelumya tidak pernah mengalami gangguan jiwa
b. klien sebelumya tidak ada pengobatan karena kalien sebelumya tidak
pernah mengalami gangguan jiwa.
c. Aniaya fisik : klien pernah melakukan kekerasan fisik dengan merusak
kaca dikamarnya dan mengamuk tanpa sebab yang jelas,
Aniaya seksual : klien mengatakan tidak pernah mengalami pelecehan
Penolakan : klien dahulu suka dibuli teman sekolahnya dan diejek
culun.
Kekerasan da;am keluarga : klien mengatakan tidak pernah mengalami
kekerasan dalam keluarganya
Tindakan criminal : klien mengatakan tidak pernah mencuri
MasalahKeperawatan : Resiko prilaku kekerasan

4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa - Ya √ Tidak


Hubungan keluarga Gejala Riwayat pengobatan/perawaran
- - -
- - -

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan


5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
klien dahulu suka dibuli teman sekolahnya dan diejek culun.
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah

IV.FISIK
1. Tanda vital : TTV: TD:120/80, Nadi 82x/menit, T: 36C, RR 20x/menit.

2. Ukur : TB : 168 cm BB : 55 kg
3. Keluhan fisik : - Ya - Tidak
Jelaskan : Klien mengatakan dirinya tidak ada keluhan fisik
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
V.PSIKOSOSIAL

1. Genogram

Keterangan :

= Laki-Laki = Menikah

= Prempuan = Turunan

= Klien = Tinggal satu rumah

Jelaskan :
- Klien adalah anak ke tiga dari 4 bersaudara
- klien merupakan anak yang pintar dan berprestasi selama sekolah

Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

2. Konsep diri

a Gambaran diri : Klien merasa gagal sebagai anak dan siswa karena tidak
mampu masuk ke universitas yang diimpikan dan
diharapkan orang tuanya.

b. Identitas :Klien adalah anak ke tiga dari empat bersaudara

c. Peran : Klien berperan sebagai anak adalam keluarga

d. Ideal diri : Klien mengatakan ingin cepat sembuh agar bisa pulang
e. Harga diri : klien adalah orang yang pemalu dan memang lebih suka
tinggal di rumah saja

Masalah Keperawatan : Harga diri rendah

3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti :
- klien mengatakan orang tua adalah orang yang sangat berarti baginya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat :
- klien tidak pernah melakukan kegiatan di luar rumah
c.Hambatan dalam berbuhungan dengan orang lain :
- klien memang dari dulu mempunyai sifat pemalu dan memang lebih
suka tinggal di rumah saja, namun masih mau berinteraksi dengan
teman-teman dan keluarganya yang lain
Masalah keperawatan : Kerusakan interaksi sosial

4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Klien beragama islam
b. Kegiatan ibadah : Klien tidak pernah melakukan ibadah saat di rumah
sakit
Masalah Keperawatan :Distress Spiritual

VI. STATUS MENTAL

1. Penampilan

√ Tidak rapi - Penggunaan pakaian - Cara berpakaian tidak


tidak sesuai seperti biasanya
Jelaskan :
- klien tampak tidak rapi, celana miring, rambut panjang dan tidak rapi,
gigi kotor, kuku panjang dan kotor.
Masalah Keperawatan : Defisit keperawatan diri
2. Pembicaraan
- Cepat - Keras - Gagap - Inkoheren
- Apatis √ Lambat - Membisu √ Tidak mampu
Memulai pembicaraan
Jelaskan :
klien tidak mampu memulai pembicaraan, menjawab pertanyaan seadanya, dan
cenderung menghindari pembicaraan dengan cara pergi meninggalkan perawat
tanpa sebab
Masalah Keperawan : Kerusakan komunikasi verbal

3. Aktivitas Motorik:

√ Lesu - Tegang √ Gelisah- Agitasi


- Tik - Grimasen - Tremor - Kompulsif
Jelaskan :
klien tampak melamun, sering menatap ke satu arah dalam waktu yang lama,
mulut berkomat kamit dengan suara yang pelan

Masalah Keperawatan: ISOS

4. Alam perasaaan
- Sedih - Ketakutan - Putus asa √ Khawatir

- Gembira berlebihan

Jelaskan : klien mengatakan sedih karena pernah dibully


Masalah Keperawatan : Harga diri rendah

5. Afek
- Datar √ Tumpul - Labil - Tidak sesuai

Jelaskan :
klien tidak mampu berinteraksi dalam waktu yang lama, tidak mampu
berkonsentrasi, kehilangan rasa tertarik pada kegiatan sosial, klien tidak
mampu memulai pembicaraan, menjawab pertanyaan seadanya, dan
cenderung menghindari pembicaraan dengan cara pergi meninggalkan
perawat tanpa sebab.
Masalah Keperawatan : Isolasi Sosial

6. lnteraksi selama wawancara

- bermusuhan - Tidak kooperatif - Mudah tersinggung

√ Kontak mata (-) - Defensif - Curiga

Jelaskan :

kontak mata kurang. klien tidak mampu berinteraksi dalam waktu yang lama,
tidak mampu berkonsentrasi,

Masalah Keperawatan : Isolasi sosial

7. Persepsi

- Pendengaran - Penglihatan - Perabaan

- Pengecapan - Penghidu

Jelaskan : Klien tidak ada masalah persepsi pendengaran, penglihatan,


perabaan, pengecapan, dan penghidu

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

8. Proses Pikir

- sirkumtansial - tangensial - kehilangan asosiasi

- flight of idea - blocking - pengulangan pembicaraan/ persevarasi

Jelaskan :

Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

9. Isi Pikir

- Obsesi - Fobia - Hipokondria

- depersonalisasi - ide yang terkait - pikiran magis


Waham

- Agama - Somatik - Kebesaran - Curiga

- nihilistic - sisip pikir - Siar pikir - Kontrol pikir


Jelaskan :
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

10. Tingkat kesadaran


- bingung - sedasi - stupor

Disorientasi

- waktu - tempat - orang

Jelaskan :
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

11. Memori
- Gangguan daya ingat jangka panjang - Gangguan daya ingat jangka
Pendek
- Gangguan daya ingat saat ini - Konfabulasi
Jelaskan :
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

12. Tingkat konsentrasi dan berhitung


- mudah beralih √ tidak mampu konsentrasi - Tidak mampu
berhitung sederhana
Jelaskan :
Klien menyebutkan perhitungan 1-10. untuk kemapuan berhitung klien
kurang mampu dibuktikan dengan jawaban 2 + 2 = 4, 10 – 7 = 11, 3 + 2 = 5,
tetapi saat di katakan salah, klien sudah mampu memberikan jawaban yang
benar
Masalah Keperawatan : Perubahan proses pikir

13. Kemampuan penilaian


- Gangguan ringan - gangguan bermakna
Jelaskan :
Tidak ada gangguan, klien mampu mengabil keputusan yang sederhana
misalnya ketika diberikan pilihan seperti duluan mana antara mandi atau
makan, klien manjawab mandi dulu baru makan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

14. Daya tilik diri


√ mengingkari penyakit yang diderita - menyalahkan hal-hal diluar
dirinya
Jelaskan :
Klien menyadari keadaannya dan alasan mengapa dia masuk ke rumah
sakit jiwa,dan membutuhkan perawatan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

VII. Kebutuhan Persiapan Pulang

1. Makan

√ Bantuan minimal - Bantuan total

2. BAB/BAK

√ Bantuanminimal - Bantual total

Jelaskan :
- Klien mampu makan dengan mandiri dan dilakukan dengan baik seperti
biasanya, klien makan 3 x sehari, pagi, siang, sore. Minum ± 7 gelas.
- Klien BAB x 1 sehari, BAK ± 10 x sehari. kliem mapu melakukan
eliminasi dengan baik, menjaga kebersihan setelah BAB dan BAK

MasalahKeperawatan : Tidak ada masalah keperawatan


3. Mandi

√ Bantuanminimal - Bantuan total

4. Berpakaian/berhias

√ Bantuanminimal - Bantual total

5. Istirahat dan tidur

√ Tidur siang lama : 11.00 WIB s/d 12.00 WIB

√ Tidur malam lama : 21.00 WIB s/d 05.00 WIB

- Kegiatan sebelum / sesudah tidur

6. Penggunaan obat

√ Bantuan minimal - Bantual total

7. Pemeliharaan Kesehatan

Perawatan lanjutan - Ya - tidak

Perawatan pendukung - Ya - tidak

8. Kegiatan di dalam rumah

Mempersiapkan makanan - Ya √ tidak

Menjaga kerapihan rumah - Ya √ tidak

Mencuci pakaian - Ya √ tidak

Pengaturan keuangan - Ya √ tidak

9. Kegiatan di luar rumah

Belanja - Ya - tidak

Transportasi - Ya - tidak

Lain-lain - Ya - tidak

Jelaskan : klien tidak mampu untuk membersihkan dirinya sendiri

Masalah Keperawatan : Defisit Perawatan Diri


VIII. Mekanisme Koping

Adaptif Maladaptif

- Bicara dengan orang lain - Minum alkohol

- Mampu menyelesaikan masalah √ reaksi lambat/berlebih

- Teknik relaksasi - bekerja berlebihan

- Aktivitas konstruktif √ menghindar

- Olahraga - mencederai diri

- Lainnya: - lainnya:

Masalah Keperawatan : Koping tidak efektif/ maldaptif

IX. Masalah Psikososial dan Lingkungan:

- Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik : klien tidak masuk


organisasi kelompok

- Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik : klien memang dari


dulu mempunyai sifat pemalu dan memang lebih suka tinggal di rumah
saja, namun masih mau berinteraksi dengan teman-teman dan keluarganya
yang lain

Masalah dengan pendidikan, spesifik : Klien gagal masuk ke Universitas



Negeri yang diimpikannya

Masalah dengan pekerjaan, spesifik : Klien Belum Bekerja, Karena hal itu
-
klien tidak malah dengan hal pekerjaan

Masalah dengan perumahan, spesifik : klien tinggak dengan orang tua dan

kakak adiknya

Masalah ekonomi, spesifik :klien tidak ada masalh dalam hal keuangan
-
Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifik : Klien tidak ada masalah
-
dalam kesehatan dirinya

- Masalah lainnya, spesifik : Klien tidak ada masalah dala hal lainya
Masalah Keperawatan : Gangguan interaksi sosial
X. Pengetahuan Kurang Tentang:

- Penyakit jiwa - system pendukung

- Faktor presipitasi - penyakit fisik

√ Koping √ obat-obatan

- Lainnya :

Masalah Keperawatan : Defisit Penegetahuan

XI. Aspek Medik


Diagnosa Medik : Skizofrenia
Terapi Medik :

Nama Cara Golongan Kontra


No Dosis Indikasi
Terapi Pemberian Obat Indikasi

1. 50 mg Oral Antipsikotik Menangani Hipotensi


Chlorproma x 8 gejala psikosis
jam
zine

2. Lorazep 1-4 Oral Antipsikotik Mengatasi Penyakit


am /hari (antikonvuls kecemasan liver
an)
3. Rispirid 2 x Oral Antipsikotik Menangani Penyakit
one 50mg gejala psikosis jantung

XIII. Daftar Masalah


1. Resiko prilaku kekerasan
2. Harga diri rendah
3. Kerusakan interaksi sosial
4. Distress spiritual
5. Kerusakan komunikasi verbal
6. Isolasi sosial
7. Perubahan proses fikir
8. Deficit keperawatan diri
9. Koping tidak efektif
10. Defisitt pengetahuan
XIV. Pohon masalah
Defisit perawatan diri (Effect)

Isolasi sosial (Problem)

Resiko Perilaku Kekerasan (Cause)

Harga diri rendah, (Cause)

C. Analisis data

No DATA MASALAH
1. DS: Harga diri rendah
- Klien merasa gagal sebagai anak dan siswa
karena tidak mampu masuk ke universitas yang
diimpikan dan diharapkan orang tuanya

DO :
- klien tampak melamun, sering menatap ke satu
arah dalam waktu yang lama, mulut berkomat
kamit dengan suara yang pelan, tubuh tampak
membungkuk

2. DS: ISOLASI SOSIAL


- keluarga pasien mengatakan klien mengurung
diri didalam kamar
- keleuarga pasien mengatakan sejak tidak lulus
universitas yang diimpikan klien jadi angat
pendiam, hanya mengurung diri dikamar, sama
sekali tidak mau bertemu temannya dan tidak
mau keluar rumah.

DO:
- Klien tampak melamun,
- Sering menatap ke satu arah dalam waktu yang
lama
- Kontak mata kurang
- Klien tidak mampu berinteraksi dalam waktu
yang lama
- Tidak mampu berkonsentrasi
- Kehilangan rasa tertarik pada kegiatan sosial
- Klien tidak mampu memulai pembicaraan
- Menjawab pertanyaan seadanya, dan cenderung
menghindari pembicaraan dengan cara pergi
meninggalkan perawat tanpa sebab
- Afek tumpul
3. DS : Defisit perawatan diri
DO :
- Pakaian tidak rapi
- Celana miring
- Rambut panjang dan tidak rapi
- Gigi kotor
- Kuku panjang dan kotor
- Kontak mata kurang
- Klien tidak mampu berinteraksi dalam waktu
yang lama
- Tidak mampu berkonsentrasi
D. Intervensi Keperawatan
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

Nama Klien : Tn. M DX Medis : Skizofrenia paranoid


RM No. : 551325

Perencanaan
Tgl No Dx Dx Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
1. Isolasi Sosial TUM:
DS: Klien mampu
- keluarga pasien bersosialisasi dengan
mengatakan klien orang dan
mengurung diri
lingkungan sekitar
didalam kamar
- keleuarga pasien
mengatakan sejak TUK: Setelah 1 kali interaksi,
tidak lulus 1. Bina hubungan saling
1. Klien dapat klien menunjukkan percaya dengan meng-
universitas yang
membina eskpresi wajah gunakan prinsip
diimpikan klien
hubungan saling komunikasi terapeutik :
jadi angat bersahabat, menun-
percaya dengan
pendiam, hanya  Sapa klien dengan
perawat. jukkan rasa senang,
mengurung diri ramah baik verbal
dikamar, sama ada kontak mata, mau maupun non verbal.
sekali tidak mau berjabat tangan, mau  Perkenalkan diri
bertemu dengan sopan.
menyebutkan nama,
temannya dan  Tanyakan nama
mau menjawab salam, lengkap dan nama
tidak mau keluar
panggilan yang
rumah. klien mau duduk
disukai klien.
berdampingan dengan  Jelaskan tujuan
DO:
pertemuan.
perawat, mau
- Klien tampak  Jujur dan menepati
mengutarakan masalah janji.
melamun,
 Tunjukan sikap
yang dihadapi.
- Sering menatap ke empati dan
menerima klien apa
satu arah dalam
adanya.
waktu yang lama  Beri perhatian dan
perhatikan
- Kontak mata
kebutuhan dasar
kurang klien.
2. Klien mampu Setelah 2x interaksi
- Klien tidak
menyebutkan klien dapat
mampu keuntungan 2. Diskusi dengan pasien
menyebutkan tentang keuntungan
berinteraksi dalam punya teman dan
keuntungan berteman punya teman dan
waktu yang lama bercakap-cakap bercakap-cakap
dan bercakap-cakap
- Tidak mampu
berkonsentrasi
3. Klien mampu
- Kehilangan rasa menyebutkan
Setelah 2x interaksi
tertarik pada kerugian tidak
kegiatan sosial punya teman dan klien dapat 3. Diskusi dengan pasien
bercakap-cakap kerugian tidak punya
- Klien tidak menyebutkan kerugian
teman dan bercakap-
mampu memulai tidak punya teman dan cakap
pembicaraan bercakap-cakap
- Menjawab 4. Klien dapat
pertanyaan melakukan
hubungan sosial
seadanya, dan Setelah 2x interaksi
secara bertahap
4. Ajarkan pasien cara
cenderung klien dapat melakukan berkenalan, anjurkan
menghindari hubungan sosial secara kegiatan latihan
berkenalan berbicara saat
pembicaraan bertaha melakukan hubungan
dengan cara pergi 5. Klien dapat sosial
meninggalkan mempraktekkan
cara berkenalan
perawat tanpa
berbicara saat Setelah 2x interaksi
sebab melakukan klien dapat berkenalan
- Afek tumpul kegiatan harian 5. Evaluasi kegiatan latihan
dan berbicara saat
sosialisasi berkenalan, dan
melakukan interaksi berbicara saat melakukan
kegiatan harian
sosialisasi, ajarkan
kegiatan harian.
E. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI TINDAKAN
KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

Nama Klien : Tn. M DX Medis : Skizofrenia


Residual
RM No. : 21220021
Tanggal/ Implementasi
Diagnosa Evaluasi
Waktu Tindakan Keperawatan
S:
Isolasi 29 1. Membina Hubungan Saling Percaya - Klien hanya menjawab sedikit
Sosial Oktober 2. Mendiskusikan penyebab klien tidak ingin pertanyaan perawat sambil menunduk
2020 berinteraksi dengan orang lain O:
3. Mendiskusikan keuntungan jika klien memiliki - Klien tampak gelisah
teman - Klien tidak bisa konsentrasi dan kontak
4. Mendiskusikan kerugian jika klien hanya mata kurang pada pasien
mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang
lain A:
5. Mendiskusikan dengan klien cara berkenalan - Perilaku Isolasi Sosial belum teratasi
6. Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan - BHSP belum Ada
berkenalan P:
Intervensi dilanjutkan Perawat:
- Membangun BHSP
Klien:
- Identifikasi Penyebab dari menarik diri
Isolasi 30 1. Membina Hubungan Saling Percaya S:
Sosial Oktober 2. Mendiskusikan penyebab klien tidak ingin - Klien mencoba menjawab pertanyaan
2020 berinteraksi dengan orang lain dari perawat dengan terbata-bata
3. Mendiskusikan keuntungan jika klien memiliki - Klien takut dan malu untuk berbicara
teman pada orang baru
4. Mendiskusikan kerugian jika klien hanya - Klien mampu menyebutkan keuntungan
mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang dan kerugian tidak memiliki teman
lain - Klien mengatakan mau belajar untuk
5. Mendiskusikan dengan klien cara berkenalan berkenalan dengan orang lain
6. Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan O:
berkenalan - Klien tampak gelisah
- Kontak mata mulai terjalin
A:
- Perilaku Isolasi Sosial belum teratasi
- BHSP mulai terjalin

P: Intervensi dilanjutkanPerawat:

- Membangun BHSP
- Mengajarkan klien cara berkenalan

Klien:

- Melaksanakan kegiatan yaitu latihan


berkenalan
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pembahasan
Saat pemberian penerapan terapi kognitif akan diuraikan
permasalahan yang terjadi dalam kasus serta perbandingan antara teori
dengan kenyataan pada saat melakukan asuhan keperawatan, untuk
memudahkan pemahaman pada kasus ini diperlukan asuhan keperawatan
yang dimulai dari: pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi, dan evaluasi keperawatan. Hasil pengkajian yang
dilakukan pada tanggal 26 Oktober 2020 dengan diagnosa: Isolasi sosial
Pada saat pengkajian diperoleh:
Data subyektif:
“Klien mengatakan merasa gagal sebagai anak dan siswa karena tidak mampu
masuk ke Universitas yang diimpikan dan diharapkan orangtuanya”.
“Keluarga mengatakan klien mengurung diri di kamar”
“Keluarga mengatakan klien tidak mau bertemu temannya”
“Keluarga mengatakan klien tidak mau keluar rumah”
Data obyektifnya:
Klien terlihat tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri,
kontak mata kurang, tidak mampu berkonsentrasi, kehilangan rasa tertarik
pada kegiatan sosial, tidak mampu memulai pembicaraan, menjawab
pertanyaan seadanya, menghindari pembicaraan dengan cara meninggalkan
perawat tanpa sebab.
Isolasi Sosial adalah Kesepian yang dialami oleh individu dan
dirasakan saat didorong oleh keberadaaan orang lain dan sebagai penyataan
negatif atau mengancam (Nanda, 2012). Menurut keliat (2011) isolasi sosial
adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya.
Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain.
Menurut Damaiyanti (2012) tanda gejala (manifestasi klinik)
diantaranya: Kurang spontan, apatis (kurang acuh terhadap lingkungan),
ekspresi wajah kurang berseri (sedih), menyendiri, komunikasi verbal
menurun bahkan tidak ada, klien terlihat memisahkan diri dengan lingkungan.
Pada penelitian Fadly (2018) menyebutkan tanda dan gejala isolasi sosial
pada data subyektif: klien mengatakan takut bertemu orang lain dan data
obyektif: klien bicara pelan, kontak mata kurang, mudah beralih, menghindari
pembicaraan dan suara pelan, tidak mampu berinteraksi dalam waktu yang
lama, klien tidak mampu memulai pembicaraan, klien menjawab pertanyaan
seadanya, menghindari pembicaraan dengan pergi. Data tersebut sesuai
dengan teori dari Purwanto (2015) yang menyebutkan salah satu dampak
maladaptif dari isolasi sosial adalah menarik diri, klien sering menyendiri,
tidak mau berinteraksi dengan orang lain.

Diagnosa Isolasi Sosial diangkat sebagai prioritas diagnosa pertama


karena dalam pengkajian pada tanggal 26 Oktober 2020 didapatkan data–data
yang menunjukkan tanda–tanda klien mengalami Isolasi Sosial. Data–data
diatas tersebut data subyektif dan obyektif saat dilakukan pengkajian. Oleh
sebab itu, kami menarik diagnosa Isolasi Sosial sebagai diagnosa prioritas.
Dan data yang diperoleh saat pengkajian maupun dari data empiris (teori),
tidak terdapat perbedaan yang mencolok. Data Subyektif dan data Obyektif
yang diperoleh saat pengkajian sudah memenuhi batasan karakteristik dari
Damaiyanti (2012), Fadly (2018), Keliat (2011), NANDA (2012) dan
Purwanto (2015).

Pendapat dari Dermawan (2013) rencana tindakan keperawatan yang


tepat untuk mengatasi isolasi sosial akan lebih efektif dan meningkatkan
kemampuan klien dalam melakukan interaksi sosial secara adekuat, membina
hubungan saling percaya, membantu klien mengenal penyebab isolasi sosial
dan penerapan terapi modalitas. Terapi modalitas yaitu terapi utama yang
digunakan dalam gangguan jiwa yang bertujuan untuk mengubah dari
perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif. Ada berbagai jenis terapi
modalitas seperti: terapi psikoanalisis, terapi modalitas perilaku, terapi
kelompok, terapi keluarga dan terapi lingkungan (Kusumawati, 2010).

Tujuan dari Asuhan Keperawatan dengan Penerapan Terapi Kognitif


pada klien dengan diagnosa keperawatan Isolasi Sosialyaitu tujuan umumnya
adalah: klien memiliki konsep pikir dari negatif menjadi positif sedangkan
tujuan khususnya adalah: klien dapat membina hubungan saling percaya
dengan perawat, klien dapat mengidentifikasikan penyebab dari Isolasi Sosial
yang dialami, klien dapat menyebutkan keuntungan dan kerugian dari Isolasi
Sosial, klien dapat berkenalan / berinteraksi dengan orang lain, dalam
kelompok dan lingkungan, klien dapat melakukan kegiatan sesuai rencana
yang telah ditentukan.

Dalam pemberian asuhan keperawatan perawat juga tetap


menggunakan strategi pelaksanaan (SP): SP 1 yaitu membina hubungan
saling percaya antara klien dengan perawat dan melatih klien berinteraksi,
membantu klien mengenal penyebab isolasi sosial, menanyakan orang yang
paling dekat dengan klien dirumah maupun di RSJ, membantu klien
mengatahui keuntungan mempunyai banyak teman dan bercakap
cakap.membantu klien mengenal kerugian tidak mempunyai teman dan tidak
bercakap cakap, melatih klien berkenalan. SP 2 yaitu melatih klien bercakap
cakap saat melakukan 2 kegiatan harian, SP 3 yaitu melatih klien berinteraksi
secara bertahap (pasien dengan 4-5 orang), latihan bercakap cakap saat
melakukan kegiatan harian baru, SP 4 mengevaluasi kemampuan
berinteraksi .melatih cara bicara saat melakukan kegiatan sosial.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Damanik (2020) dengan judul
“Terapi Kognitif Terhadap Kemampuan Interaksi Pasien Skizofrenia Dengan
Isolasi Sosial”. Terapi kognitif merupakan salah satu terapi yang efektif bagi
klien dengan Isolasi Sosial diawali dari pengkajian berdasarkan konsep dan
diagnosa keperawatan yang dirumuskan berdasarkan data yang ditemukan
pada pengkajian, intervensi yang dapat diberikan sampai dengan terapi
spesialis berdasarkan konsep, implementasi, sesuai kebutuhan klien dan
evaluasi terhadap pencapaian asuahan keperawatan pada klien. Hasil dari
pemberian terapi kognitif pada klien dengan Isolasi Sosial yaitu: dapat
merubah pikiran dari negatif menjadi positif, klien memiliki persepsi yang
positif dan klien mengetahui pentingnya ineraksi sosial.
Berdasarkan hal tersebutlah yang mendasari kami mengambil
implementasi pada klien isolasi sosial yaitu strategi pelaksanaan dan terapi
kognitif. Srategi pelaksanaan pada klien isolasi sosial mencakup: SP 1 yaitu
membina hubungan saling percaya dan melatih klien berinteraksi, SP 2 yaitu
melatih klien bercakap-cakap saat melakukan 2 kegiatan harian, SP 3 yaitu
melatih klien berinteraksi secara bertahap (pasien dengan 4-5 orang), latihan
bercakap cakap saat melakukan kegiatan harian baru, SP 4 mengevaluasi
kemampuan berinteraksi .melatih cara bicara saat melakukan kegiatan sosial.
BAB V
PENUTUB
A. Kesimpulan
Isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana seseorang individi mengalami
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan oarang lain
disekitarnya, pasien mungkin merasa ditolak, tidak terima, kespian dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dan tidak mampu membina
hubungan dengan orang lain. Salah satu gangguan berhubungan sosial
diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi sosial yang tidak disebabkan
oleh perasaan tidak berharga yang bisa di alami klien dengan latar belakang
yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan, dan kecemasan.
jika hal ini di biarkan biarkan terus menuras dapat beresiko perubahan
persepsi sensori : halusunasin. biasanya hal ini di sebabkan kerana faktor
predisposisi maupun faktor presipitasi. oleh karena itu, klien yang menderita
isolasi sosial perlu perhatian khusus yaitu di berikan terapi latihan
keterampilan sosial sosial dengan tujuan klien dapat atau mampu berinteraksi
dengan orang lain maupun lingkungan.
B. Saran
1. Diharapkan keluarga da klien yang sudah sembuh dari gangguan
kejiwaan tetap melakukan kontrol ke dokter maupun ke rumah sakit.
2. Di harapkan keluarga sering mengunjungi salah satu anggota keluarga
yang mengalami masalah gangguan jiwa di rsj karena dapat membantu
proses penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Stuart dan Sundeen. (2005). Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .

Anna Budi Keliat, SKp. (2006). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial
Menarik Diri, Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.

Sutejo. (2017). Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Pustaka Baru Press

Dermawan, Deden. (2018). Modul Laboratorium Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Gosyen Publishing

Berhimpong, Eyvin., Rompas, Sefty., Kerundeng,, Michael. (2016). Pengaruh


Latihan Keterampilan Sosialisasi Terhadap Kemampuan Berinteraksi
Klien Isolasi Sosialdi Rsj Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado. E-
Journal Keperawatan (EKP) Volome 4 Nomor 1,

Mathews Dkk. (2015). Social Isolation and Mental Health at Primary and
Secondary School Entry: A Longitudinal Cohort Study. New Research

Ma,Ruimin.,dkk. (2019). The Effectiveness Of Interventions For Reducing


Subjective And Objective Social Isolation Among People With Mental
Health Problems: A Systematic Review.

Anda mungkin juga menyukai