KEPERAWATAN JIWA
GANGGUAN ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI
DI SUSUN OLEH:
1. Ayu Febrianti (2122.0008)
2. Ayu Marliani (2122.0009)
3. Indri Ramadanti (2122.0026)
4. Jonandi Herwanto (2122.0029)
5. Kurnia Ulfah Shoviyati (2122.0030)
6. Mutia (2122.0042)
7. Rexy Septadiansyah (2122.0055)
8. Supriyanto (2122.0066)
9. Tara Puteri Rizkiyah (2122.0067)
Dosen Pembimbing:
Agus Suryaman,S.Kep.,Ns.,M.Kep
Assalamu’alaikumWr.Wb
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT, karena atas
segala rahmat dan karunia-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
seminar ini. Makalah ini akan membahas tentang “Gangguan Isolasi Sosial :
Menarik Diri”.
Walaupun kami menyadari banyak kekurangan dalam makalah yang kami
buat. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik maupun saran dari semua pihak
untuk perbaikan sehingga makalah ini dapat menjadi lebih baik.
Demikianlah makalah ini kami buat semoga dapat bermaanfaat bagi yang
membaca khususnya mahasiswa/iIKesT Muhammadiyah Palembang .
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB1 PENDAHULUAN................................................................................
A. Latar Belakang.................................................................................
B. Tujuan...............................................................................................
BAB IITINJAUAN TEORI
A. Konsep Gangguan Isolasi Sosial......................................................
B. Konsep Keperawatan........................................................................
BAB III TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN....................................
A. Skenario Kasus.................................................................................
B. Pengkajian Analisa Data..................................................................
C. Analisa Data.....................................................................................
D. Intervensi Keperawatan....................................................................
F. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan.........................................
BAB IV PEMBAHASAN...............................................................................
A. Pembahasan....................................................................................
BAB V PENUTUP..........................................................................................
A. Kesimpulan......................................................................................
B. Saran.................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan
manusia, karena tanpa kesehatan manusia sulit untuk menjalankan aktivitas.
Menurut undang-undang no.36 tahun 2009 tentang kesehatan, kesehatan
adalah suatu keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis.
Berdasarkan Undang-Undang No.3 tahun 1966, kesehatan jiwa adalah
suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan
emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu selaras dengan
keadaan orang lain. Sedangkan menurut American Nurses Associations
(ANA) keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktik keperawatan yang
menggunakan ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri
sendiri secara terapeutik dalam meningkatkan, mempertahankan, serta
memulihkan kesehatan mental klien dan kesehatan mental masyarakat di
mana klien berada. Selain keterampilan teknik dan alat-alat klinik, perawat
juga berfokus pada proses terapeutik menggunakan dirinya sendiri (use self
therapeutic) (Kusumawati F dan Hartono Y, 2010).
Gangguan jiwa menurut Undang-Undang No 3 tahun 1966 tentang
kesehatan jiwa adalah adanya gangguan pada fungsi kejiwaan. Fungsi
kejiwaan adalah proses, emosi, kemauan dan perilaku psikomotorik termasuk
bicara (Suliswati, 2005).
Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil.
Gangguan jiwa berat terbanyak di Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali,
dan Jawa Tengah. Proporsi Rumah Tangga (RT) yang pernah memasung
Anggota Rumah Tangga (ART) gangguan jiwa berat 14,3 persen dan
terbanyak pada penduduk yang tinggal di perdesaan (18,2%), serta pada
kelompok penduduk dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah (19,5%).
Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia 6,0 persen.
Provinsi dengan prevalensi ganguan mental emosional tertinggi adalah
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Nusa
Tenggara Timur (Riskesdes, 2013). S
Salah satu bentuk dari gangguan kesehatan jiwa adalah Skizofrenia.
Skizofrenia merupakan suatu penyakit otak persisten dan serius yang
mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam
memproses informasi, hubungan interpersonal, seta memecahkan masalah,
menurut Gail W. Stuart (2007). Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berupa
perubahan pada psikomotor, kemauan, afek emosi dan persepsi. Akibat dari
gejala yang muncul, timbul masalah-masalah bagi klien meliputi, kurang
perawatan diri, resiko menciderai diri dan orang lain, menarik diri, dan harga
diri rendah (Townsend, 1998).
2. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini
tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan
selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan
pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang
lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan
dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak
aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa
ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku
curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak
tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.
b. Faktor Komunikasi dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
1) Sikap bermusuhan/hostilitas
2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan
untuk mengungkapkan pendapatnya.
4) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga,
kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam
pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan
musyawarah.
5) Ekspresi emosi yang tinggi
6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat
bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya
meningkat)
c. Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang
anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil
penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya
menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot
persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
d. Faktor Sosial-Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan
faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga
disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh
satu keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan dari
lingkungan sosial.
2. Faktor Presipitasi
a. Stressor Sosiokultural
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian,
berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada
usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau
dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
b. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas
kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan
berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
c. Stressor Intelektual
1) Kurangnya pemahaman diri dalam ketidakmampuan untuk
berbagi pikiran dan perasaan yang mengganggu pengembangan
hubungan dengan orang lain
2) Ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan dengan
orang lain akan memicu persepsi yang menyimpang dan
berakibat terjadinya isolasi sosial pada individu tersebut.
d. Stressor Fisik
Seseorang dengan kekurangan fisik dapat memicu terjadinya isolaso
sosial dikarenakan individu menarik diri terhadap lingkungan
sekitar (Sutejo, 2018).
3. Tanda Dan Gejala
1. Gejala subjektif
a) Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b) Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c) Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang
lain
d) Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
e) Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
f) Pasien merasa tidak berguna
g) Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
2. Gejala objektif
a) Klien banyak diem dan tidak mau bicara
b) Tidak mengikuti kegiatan
c) Banyak berdiam diri dikamar
d) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang dekat
e) Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
f) Kontak mata kurang
g) Apatis (acuh terhadap lingkungan)
h) Ekspresi wajah yang kurang berseri
i) Tidsk merawat diri dan tidak meperhatikan kebersihan diri
j) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar
k) Aktivitas menurun
l) Rendah diri
m) Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada
posisi tidur)
4. Akibat
Saling ketergantungan
6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping digunakan kien sebagai usaha mengatasi ansietas yang
dialami akibat dari kesepian yang nyata hingga mengancam dirinya.
Mekanisme koping yang sering digunakan adalah proyeksi, splitting
(memisah) dan isolasi.
1. Proyeksi: keinginan yang tidak mampu ditoleransi dan klien
mencurahkan emosi kepada orang lain karena kesalahan sendiri.
2. Splitting: kegagalan individu dalam menginterprestasikan dirinya
dalam menilai baik dan buruk.
3. Isolasi: perilaku mengasingkan diri dari orang lain maupun
lingkungan.
7. Pohon Masalah
DIAGNOSA PERENCANAAN
KEPERAWATAN
Tujuan (Tuk/Tum) Kriteria evaluasi Intervensi Rasional
TUM:
Klien dapat
berinteraksi dengan
orang lain
Isolasi Sosial TUK: 1 Setelah dilakukan 3x Bina hubungan saling Hubungan saling percaya
Kklien dapat interaksi selama 10 menit percaya dengan merupakan dasar terjadinya
membina dan klien dapat menunjukkan menggunakan prinsip komunikasi sehingga akan
mempertahankan ekspresi wajah: komunikasi terapeutik: memfasilitasi dalam
hubungan saling a. Ekspresi wajah yang a. Sapa klien dengan pengungkapan perasaan,
percaya bersahabat dengan ramah emosi dan harapan klien
menunjukkan rasa b. Perkenalkan diri
senang dengan sopan
b. Ada kontak mata c. Tanyakan nama
c. Mau menyebutkan nama lengkap klien dan
d. Mau menjawab salam nama panggilan yang
e. Klien mau berdampingan disukainya
dengan perawat d. Jelaskan tujuan
f. Mau mengutarakan pertemuan
masalah yang dihadapi e. Jujur dan menepati
janji setiap berinteraksi
dengan klien
TUK: 2 Klien dapat menyebutkan Tanyakan pada klien Dengan mengetahui tanda
Klien mampu minimal 1 penyebab tentang: dan gejala isolasi social
menyebutkan menarik diri dengan orang a. Orang yang tinggal yang muncul, perawat dapat
penyebab menarik lain dan lingkungan serumah menentukan intervensi
diri b. Orang yang paling selanjutnya.
terdekat dengan pasien
c. Apa yang membuat
klien dekat dengan
orang tersebut
d. Beri pujian terhadap
kemampuan klien
dalam mengungkapkan
perasaan
1. klien dapat menyebutkan 1. Tanyakan pada klien
TUK: 3 keuntungan berhubungan tentang manfaat Setelah klien mengetahui
Klien mampu social seperti: hubungan social keuntungan dan kerugian
menyebutkan a. Banyak teman kerugian menarik diri dan sosialisasi/ interaksi
keuntungan b. Tidak kesepian 2. Diskusikan bersama dengan orang lain serta
berhubungan social c. Bisa diskusi klien tentang manfaat kerugian maka klien akan
dan kerugian d. Saling menolong berhubungan social berfikir untuk memilih
menarik diri 2. Klien dapat dan kerugian menarik alternative yang positif yang
menyebutkan kerugian diri bisa di dalam upayanya
menarik diri, seperti: 3. Beri kemampuan
a. Sendiri terhadap klien
b. Kesepian mengenai hasil yang
c. Tidak bisa diskusi dicapai
3. Strategi Pelaksanaan
Pada Pasien
- SP 1: Bantu Pasien menyadari Perilaku Isolasi Sosial
1) BHSP (Bina Hubungan Saling Percaya) dengan pasien
2) Menanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi
dengan orang lain
3) Menanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin
berinteraksi dengan orang lain
4) Mendiskusikan keuntungan bila pasien memiliki teman dan
bergaul akrab dengan teman
5) Mendiskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan
tidak bergaul dengan orang lain.
6) Latih cara berkenalan dengan pasien dan perawat atau tamu
7) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan.
- SP 2: Latih pasien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
1) Evaluasi kegiatan berkenalan dengan beberapa orang. Beri pujian
2) Latih cara berbicara saat melakukan 2 kegiatan
3) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan dengan
beberapa orang dan berbicara saat melakukan kegiatan harian.
- SP 3: Latih pasien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
1) Evaluasi latihan berkenalan dengan beberapa orang dan bicara saat
melakukan 2 kegiatan . Beri pujian
2) Latih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian dan
tambahkan 2 kegiatan baru. Beri pujian
3) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan 4-5
orang
- SP 4: Latih pasien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
1) Evaluasi kegiatan latihan berkenalan, bicara saat melakukan 4
kegiatan harian. Beri pujian
2) Latih cara bicara sosial seperti meminta sesuatu, menjawab
pertanyaan. Beri pujian
3) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan > 5
orang baru, berbicara saat melakukan kegiatan harian dan
sosialisasi.
- SP 5: Evaluasi kemampuan sosialisasi klien
1) Evaluasi kegiatan latihan berkenalan, berbicara saat berkenalan,
berbicara saat melakukan kegiatan dan sosialisasi. Beri pujian
2) Latih kegiatan harian
3) Nilai kemampuan yang telah dilakukan secara mandiri
4) Nilai apakah isolasi sosial teratasi.
Pada Keluarga
- SP 1:
1) Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
2) Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya isolasi
sosial
3) Jelaskan cara merawat isolasi sosial
4) Latih 2 cara merawat berkenalan, berbicara saat melakukan
kegiatan harian
5) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian
saat besuk.
- SP 2:
1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat atau melatih pasien
berkenalan dan berbicara saat melakukan kegiatan harian. Beri
pujian
2) Jelaskan kegiatan rumah tangga yang dapat melibatkan pasien
berbicara seperti makan dan sholat bersama di rumah
3) Latih cara membimbing pasien berbicara dan memberi pujian
4) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal besuk
- SP 3:
1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat dan melatih pasien
berkenalan, berbicara saat melakukan kegiataan harian. Beri pujian
2) Jelaskan cara melatih pasien melakukan kegiatan sosial seperti
berbelanja, meminta sesuatu, dll.
3) Latih keluarga mengajak pasien belanja saat besuk
4) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan berikan pujian saat
besuk
- SP 4:
1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat dan melatih pasien
berkenalan, berbicara saat melakukan kegiatan harian atau rumah
tangga, berbelanja. Beri pujian
2) Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, dan rujukan
3) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal kegiatan dan
memberikan pujian
- SP 5:
1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat dan melatih pasien
berkenalan, berbicara saat melakukan kegiatan harian atau rumah
tangga, berbelanja dan kegiatan lain dan follow up. Beri pujian
2) Nilai kemampuan keluarga merawat pasien
3) Nilai kemampuan keluarga melakukan kontrol ke RSJ/PKM.
BAB III
TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN
A. Skenario Kasus
Seorang laki-laki berusia 18 tahun, masuk ke RSJ tanggal 23 Okt 2020
dengan diagnosis medis skizofrenia paranoid. Klien dibawa ke rumah sakit
karena mengamuk di rumah, meresahkan keluarga karena hanya mengurung
diri didalam kamar, berperilaku aneh, sering marah-marah dan bicara sendiri.
Klien mengalami gejala berperilaku aneh sejak 1 tahun yang lalu setelah klien
gagal diterima masuk ke Universitas Negeri impian klien. Keluarga klien
mencoba membawa klien berobat secara tradisional namun tidak ada
perubahan. Saat dilakukan pengkajian tanggal 26 Oktober 2018 klien tampak
melamun, sering menatap ke satu arah dalam waktu yang lama, mulut
berkomat kamit dengan suara yang pelan, tubuh tampak membungkuk,
pakaian tidak rapi, celana miring, rambut panjang dan tidak rapi, gigi kotor,
kuku panjang dan kotor, kontak mata kurang. klien tidak mampu berinteraksi
dalam waktu yang lama, tidak mampu berkonsentrasi, kehilangan rasa tertarik
pada kegiatan sosial, klien tidak mampu memulai pembicaraan, menjawab
pertanyaan seadanya, dan cenderung menghindari pembicaraan dengan cara
pergi meninggalkan perawat tanpa sebab. TTV: TD : 120/80 nadi 82x/menit,
suhu 36C, RR 20x/menit.
Klien belum pernah masuk rumah sakit jiwa pada masa lalu Klien
mempunyai riwayat melakukan kekerasan fisik yaitu dengan merusak kaca
dikamarnya dan mengamuk tanpa sebab yang jelas. Riwayat anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa tidak ada, namun klien ketika ditanya
pengalaman tidak menyenangkan klien dahulu suka dibuli teman sekolahnya
dan diejek culun. Ketika ditanya apakah klien merasa puas dirinya sebagai
laki-laki klien menjawab puas. Klien berperan sebagai anak ketika di rumah.
Klien merasa gagal sebagai anak dan siswa karena tidak mampu masuk ke
universitas yang diimpikan dan diharapkan orang tuanya. Ketika ditanya
harapan klien menjawab ingin sembuh dan cepat pulang. Keluarga klien
mengatakan klien merupakan anak yang pintar dan berprestasi selama
sekolah, klien juga memang dari dulu mempunyai sifat pemalu dan memang
lebih suka tinggal di rumah saja, namun masih mau berinteraksi dengan
teman-teman dan keluarganya yang lain. Sejak gagal masuk ke universitas
tersebutlah klien mulai menjadi sangat pendiam, hanya mengurung diri
dikamar, sama sekali tidak mau bertemu temannya dan tidak mau keluar
rumah.
B. Pengkajian
FORMULIR PENGKAJIANKEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Tn. M (L)
Tanggal Pengkajian : 28 Oktober 2020
Umur : 18 Tahun
RM No : 551325
Informan : Perawat
IV.FISIK
1. Tanda vital : TTV: TD:120/80, Nadi 82x/menit, T: 36C, RR 20x/menit.
2. Ukur : TB : 168 cm BB : 55 kg
3. Keluhan fisik : - Ya - Tidak
Jelaskan : Klien mengatakan dirinya tidak ada keluhan fisik
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
V.PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Keterangan :
= Laki-Laki = Menikah
= Prempuan = Turunan
Jelaskan :
- Klien adalah anak ke tiga dari 4 bersaudara
- klien merupakan anak yang pintar dan berprestasi selama sekolah
2. Konsep diri
a Gambaran diri : Klien merasa gagal sebagai anak dan siswa karena tidak
mampu masuk ke universitas yang diimpikan dan
diharapkan orang tuanya.
d. Ideal diri : Klien mengatakan ingin cepat sembuh agar bisa pulang
e. Harga diri : klien adalah orang yang pemalu dan memang lebih suka
tinggal di rumah saja
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti :
- klien mengatakan orang tua adalah orang yang sangat berarti baginya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat :
- klien tidak pernah melakukan kegiatan di luar rumah
c.Hambatan dalam berbuhungan dengan orang lain :
- klien memang dari dulu mempunyai sifat pemalu dan memang lebih
suka tinggal di rumah saja, namun masih mau berinteraksi dengan
teman-teman dan keluarganya yang lain
Masalah keperawatan : Kerusakan interaksi sosial
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Klien beragama islam
b. Kegiatan ibadah : Klien tidak pernah melakukan ibadah saat di rumah
sakit
Masalah Keperawatan :Distress Spiritual
1. Penampilan
3. Aktivitas Motorik:
4. Alam perasaaan
- Sedih - Ketakutan - Putus asa √ Khawatir
- Gembira berlebihan
5. Afek
- Datar √ Tumpul - Labil - Tidak sesuai
Jelaskan :
klien tidak mampu berinteraksi dalam waktu yang lama, tidak mampu
berkonsentrasi, kehilangan rasa tertarik pada kegiatan sosial, klien tidak
mampu memulai pembicaraan, menjawab pertanyaan seadanya, dan
cenderung menghindari pembicaraan dengan cara pergi meninggalkan
perawat tanpa sebab.
Masalah Keperawatan : Isolasi Sosial
Jelaskan :
kontak mata kurang. klien tidak mampu berinteraksi dalam waktu yang lama,
tidak mampu berkonsentrasi,
7. Persepsi
- Pengecapan - Penghidu
8. Proses Pikir
Jelaskan :
9. Isi Pikir
Disorientasi
Jelaskan :
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
11. Memori
- Gangguan daya ingat jangka panjang - Gangguan daya ingat jangka
Pendek
- Gangguan daya ingat saat ini - Konfabulasi
Jelaskan :
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
1. Makan
2. BAB/BAK
Jelaskan :
- Klien mampu makan dengan mandiri dan dilakukan dengan baik seperti
biasanya, klien makan 3 x sehari, pagi, siang, sore. Minum ± 7 gelas.
- Klien BAB x 1 sehari, BAK ± 10 x sehari. kliem mapu melakukan
eliminasi dengan baik, menjaga kebersihan setelah BAB dan BAK
4. Berpakaian/berhias
6. Penggunaan obat
7. Pemeliharaan Kesehatan
Belanja - Ya - tidak
Transportasi - Ya - tidak
Lain-lain - Ya - tidak
Adaptif Maladaptif
- Lainnya: - lainnya:
Masalah dengan pekerjaan, spesifik : Klien Belum Bekerja, Karena hal itu
-
klien tidak malah dengan hal pekerjaan
Masalah dengan perumahan, spesifik : klien tinggak dengan orang tua dan
√
kakak adiknya
Masalah ekonomi, spesifik :klien tidak ada masalh dalam hal keuangan
-
Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifik : Klien tidak ada masalah
-
dalam kesehatan dirinya
- Masalah lainnya, spesifik : Klien tidak ada masalah dala hal lainya
Masalah Keperawatan : Gangguan interaksi sosial
X. Pengetahuan Kurang Tentang:
√ Koping √ obat-obatan
- Lainnya :
C. Analisis data
No DATA MASALAH
1. DS: Harga diri rendah
- Klien merasa gagal sebagai anak dan siswa
karena tidak mampu masuk ke universitas yang
diimpikan dan diharapkan orang tuanya
DO :
- klien tampak melamun, sering menatap ke satu
arah dalam waktu yang lama, mulut berkomat
kamit dengan suara yang pelan, tubuh tampak
membungkuk
DO:
- Klien tampak melamun,
- Sering menatap ke satu arah dalam waktu yang
lama
- Kontak mata kurang
- Klien tidak mampu berinteraksi dalam waktu
yang lama
- Tidak mampu berkonsentrasi
- Kehilangan rasa tertarik pada kegiatan sosial
- Klien tidak mampu memulai pembicaraan
- Menjawab pertanyaan seadanya, dan cenderung
menghindari pembicaraan dengan cara pergi
meninggalkan perawat tanpa sebab
- Afek tumpul
3. DS : Defisit perawatan diri
DO :
- Pakaian tidak rapi
- Celana miring
- Rambut panjang dan tidak rapi
- Gigi kotor
- Kuku panjang dan kotor
- Kontak mata kurang
- Klien tidak mampu berinteraksi dalam waktu
yang lama
- Tidak mampu berkonsentrasi
D. Intervensi Keperawatan
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL
Perencanaan
Tgl No Dx Dx Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
1. Isolasi Sosial TUM:
DS: Klien mampu
- keluarga pasien bersosialisasi dengan
mengatakan klien orang dan
mengurung diri
lingkungan sekitar
didalam kamar
- keleuarga pasien
mengatakan sejak TUK: Setelah 1 kali interaksi,
tidak lulus 1. Bina hubungan saling
1. Klien dapat klien menunjukkan percaya dengan meng-
universitas yang
membina eskpresi wajah gunakan prinsip
diimpikan klien
hubungan saling komunikasi terapeutik :
jadi angat bersahabat, menun-
percaya dengan
pendiam, hanya Sapa klien dengan
perawat. jukkan rasa senang,
mengurung diri ramah baik verbal
dikamar, sama ada kontak mata, mau maupun non verbal.
sekali tidak mau berjabat tangan, mau Perkenalkan diri
bertemu dengan sopan.
menyebutkan nama,
temannya dan Tanyakan nama
mau menjawab salam, lengkap dan nama
tidak mau keluar
panggilan yang
rumah. klien mau duduk
disukai klien.
berdampingan dengan Jelaskan tujuan
DO:
pertemuan.
perawat, mau
- Klien tampak Jujur dan menepati
mengutarakan masalah janji.
melamun,
Tunjukan sikap
yang dihadapi.
- Sering menatap ke empati dan
menerima klien apa
satu arah dalam
adanya.
waktu yang lama Beri perhatian dan
perhatikan
- Kontak mata
kebutuhan dasar
kurang klien.
2. Klien mampu Setelah 2x interaksi
- Klien tidak
menyebutkan klien dapat
mampu keuntungan 2. Diskusi dengan pasien
menyebutkan tentang keuntungan
berinteraksi dalam punya teman dan
keuntungan berteman punya teman dan
waktu yang lama bercakap-cakap bercakap-cakap
dan bercakap-cakap
- Tidak mampu
berkonsentrasi
3. Klien mampu
- Kehilangan rasa menyebutkan
Setelah 2x interaksi
tertarik pada kerugian tidak
kegiatan sosial punya teman dan klien dapat 3. Diskusi dengan pasien
bercakap-cakap kerugian tidak punya
- Klien tidak menyebutkan kerugian
teman dan bercakap-
mampu memulai tidak punya teman dan cakap
pembicaraan bercakap-cakap
- Menjawab 4. Klien dapat
pertanyaan melakukan
hubungan sosial
seadanya, dan Setelah 2x interaksi
secara bertahap
4. Ajarkan pasien cara
cenderung klien dapat melakukan berkenalan, anjurkan
menghindari hubungan sosial secara kegiatan latihan
berkenalan berbicara saat
pembicaraan bertaha melakukan hubungan
dengan cara pergi 5. Klien dapat sosial
meninggalkan mempraktekkan
cara berkenalan
perawat tanpa
berbicara saat Setelah 2x interaksi
sebab melakukan klien dapat berkenalan
- Afek tumpul kegiatan harian 5. Evaluasi kegiatan latihan
dan berbicara saat
sosialisasi berkenalan, dan
melakukan interaksi berbicara saat melakukan
kegiatan harian
sosialisasi, ajarkan
kegiatan harian.
E. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI TINDAKAN
KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL
P: Intervensi dilanjutkanPerawat:
- Membangun BHSP
- Mengajarkan klien cara berkenalan
Klien:
A. Pembahasan
Saat pemberian penerapan terapi kognitif akan diuraikan
permasalahan yang terjadi dalam kasus serta perbandingan antara teori
dengan kenyataan pada saat melakukan asuhan keperawatan, untuk
memudahkan pemahaman pada kasus ini diperlukan asuhan keperawatan
yang dimulai dari: pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi, dan evaluasi keperawatan. Hasil pengkajian yang
dilakukan pada tanggal 26 Oktober 2020 dengan diagnosa: Isolasi sosial
Pada saat pengkajian diperoleh:
Data subyektif:
“Klien mengatakan merasa gagal sebagai anak dan siswa karena tidak mampu
masuk ke Universitas yang diimpikan dan diharapkan orangtuanya”.
“Keluarga mengatakan klien mengurung diri di kamar”
“Keluarga mengatakan klien tidak mau bertemu temannya”
“Keluarga mengatakan klien tidak mau keluar rumah”
Data obyektifnya:
Klien terlihat tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri,
kontak mata kurang, tidak mampu berkonsentrasi, kehilangan rasa tertarik
pada kegiatan sosial, tidak mampu memulai pembicaraan, menjawab
pertanyaan seadanya, menghindari pembicaraan dengan cara meninggalkan
perawat tanpa sebab.
Isolasi Sosial adalah Kesepian yang dialami oleh individu dan
dirasakan saat didorong oleh keberadaaan orang lain dan sebagai penyataan
negatif atau mengancam (Nanda, 2012). Menurut keliat (2011) isolasi sosial
adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya.
Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain.
Menurut Damaiyanti (2012) tanda gejala (manifestasi klinik)
diantaranya: Kurang spontan, apatis (kurang acuh terhadap lingkungan),
ekspresi wajah kurang berseri (sedih), menyendiri, komunikasi verbal
menurun bahkan tidak ada, klien terlihat memisahkan diri dengan lingkungan.
Pada penelitian Fadly (2018) menyebutkan tanda dan gejala isolasi sosial
pada data subyektif: klien mengatakan takut bertemu orang lain dan data
obyektif: klien bicara pelan, kontak mata kurang, mudah beralih, menghindari
pembicaraan dan suara pelan, tidak mampu berinteraksi dalam waktu yang
lama, klien tidak mampu memulai pembicaraan, klien menjawab pertanyaan
seadanya, menghindari pembicaraan dengan pergi. Data tersebut sesuai
dengan teori dari Purwanto (2015) yang menyebutkan salah satu dampak
maladaptif dari isolasi sosial adalah menarik diri, klien sering menyendiri,
tidak mau berinteraksi dengan orang lain.
Anna Budi Keliat, SKp. (2006). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial
Menarik Diri, Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.
Mathews Dkk. (2015). Social Isolation and Mental Health at Primary and
Secondary School Entry: A Longitudinal Cohort Study. New Research