Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN ( LP )

PNEUMONIA

Disusun oleh:
JAMALUDIN
21220027

Dosen Pembimbing :
Marwan Riki Ginanjar., S.Kep.,Ns.,M.Kep

INSTITUTE KESEHATAN DAN TEKNOLOGI


MUHAMMADIYAH PALEMBANG
PROGRAM PROFESI NERS
TAHUN 2020-2021
LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA

1. Definisi Pneumonia
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan
akut yang banyak menyebabkan kematian pada anak di Indonesia
(Setyawati & Maryati, 2018). Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru
yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme termasuk bacteria,
mikobakteria, jamur, dan virus. Pneumonia diklasifikasikan sebagai
pneumonia didapat di komunitas, pneumonia didapat dirumah sakit,
pneumonia pada pejamu yang mengalami luluh imun, dan pneumonia
aspirasi (Brunner & Suddarth, 2014).
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) yang
mempengaruhi paru-paru, WHO mendefinisikan pneumonia sebagai episode
penyakit akut dengan batuk atau sulit bernapas dikombinasikan dengan
pernapasan cepat (WHO, 2010). Pneumonia adalah infeksi akut yang
menyerang jaringan paru-paru (alveoli) yang disebabkan oleh bakteri, virus
maupun jamur. Terjadinya pneumonia pada anak balita seringkali
bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut pada bronkus yang disebut
bronchopneumonia (Rasyid, 2013). Pneumonia adalah penyakit infeksi akut
yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan,
2014).
Pneumonia adalah keradangan pada parenkim paru yang terjadi pada
masa anak-anak dan sering terjadi pada masa bayi (Hidayat, 2006).
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pneumonia adalah
penyakit yang menyerang saluran pernapasan manusia didaerah jaringan
paru-paru, pneuomonia bisa menyerang siapa saja baik pada anak-anak atau
pun pada oarang dewasa.

2. Klasifikasi Pneumonia
Secara sederhana peneumonia dapat di klasifikasikan menjadi dua macam
(Hariadi , 2010):
a Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemiologi)
1) Pneumonia Komunitas (PK) adalah pneumonia infeksius pada
seseorang yang tidak menjalani rawat inap di rumah sakit.
2) Pneumonia Nosokomia l (PN) adalah pneumonia yang diperoleh
selama perawatan di rumah sakit atau sesudahnya karena
penyakit lain atau prosedur.
3) Pneumonia aspirasidisebabkan oleh aspirasioral atau bahan dari
lambung, baik ketika makan atau setelah muntah. Hasil
inflamasipada paru bukan merupakan infeksi tetapi dapat menjadi
infeksi karena bahan teraspirasimungkin mengandung bakteri
aerobic atau penyebab lain dari pneumonia.
4) Pneumonia pada penderita immunocompromised adalah
pneumonia yang terjadi pada penderita yang mempunyai daya
tahan tubuh lemah.
b Klasifikasi pneumonia berdasarkan letak anatomi
1) Pneumonia lobaris Pneumonia lobarismelibatkan seluruh atau
satu bagian besar dari satu atau lebih lobusparu. Bila kedua paru
terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau “ganda”.
2) Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)Bronkopneumoniaterjadi
pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat
mukopurulenuntuk membentuk bercak konsolidasidalam lobus
yang berada didekatnya.
3) Pneumonia interstisialProses implamasi yang terjadi di dalam
dinding alveolar (interstisium)dan jaringan peribronkialserta
interlobular.

3. Etiologi
Menurut Hariadi, et al. (2010), pneumonia dapat disebabkan oleh
berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur dan
protozoa. Pneumonia dapat disebabkan oleh kuman dan yang paling
umum ialah bakteri dan virus yang masuk ke dalam tubuh melalui udara.
Tubuh biasanya mencegah kuman yang masuk untuk menginfeksi paru-
paru, dan terkadang dapat mengalahkan sistem kekebalan tubuh
meskipun kesehatan pada umumnya baik (Mayo Clinic, 2016).
Menurut Leung, et al. (2016), Pneumonia disebabkan oleh :
a Bakteri
b Streptococcu pneumoniae (vaksin tersedia), Haemophilus influenzae
(vaksin tersedia), Mycoplasma pneumonia, Staphylococcus aureus
c Virus
Respiratory syntical virus, Influenza A or B virus (vaksin tersedia),
Human rhinovirus, Human merapneumovirus, Adenovirus,
parainfluenza virus.
Penelitian yang dilakukan pada1 0 negara besar sejak 25
tahun lalu menunjukkan bahwa penyebab utama pneumonia akibat
virus pada masa anak- anak adalah respiratory synctical virus,
sedangkan untuk pneumonia yang disebabkan oleh bakteri paling
banya disebabkan oleh bakteri streptococcus pneumoniae dan
haemophillus influenzae.
b Fungi (mycoplasma)
d Aspirasi substansi asing
Penyebab selain bakteri antara lain seperti aspirasi (makanan
atau asam lambung, benda asing, hidrokarbon dan substansi lipoid),
reaksi hipersensitifitas, obat atau radiasi yang menginduksi
pneumonitis (Kliegman, 2016).
Menurut (Anwar dan Dharmayanti, 2014), Penyebab dari
pneumonia adalah bakteri, virus, jamur pajanan bahan kimia atau
kerusakan fisik dari paru-paru maupun pengaruh dari penyakit lainnya.
Bakteri yang biasa menye-babkan pneumonia adalah Streptococcusdan
Mycoplasma pneumonia, sedangkan virus yang menyebabkan pneumonia
adalah adenoviruses, rhinovirus, influenza virus, respiratory
syncytialvirus (RSV) dan parainfluenza virus.

Menurut Hariadi (2010) dan Bradley dkk (2011) pneumonia dibagi


berdasarkan kuman penyebab yaitu :
1) Pneumonia bacterial/tipikal adalah pneumonia yang dapat terjadi
pada semua usia. Bakteri yang biasanya menyerang pada balita dan
anak-anak yaitu Streptococcus pneumonia, Haemofilus influenza,
Mycobacterium tuberculosa dan Pneumococcus.
2) Pneumonia atipikal adalah pneumonia yang disebabkan oleh
Mycoplasma. Organisme atipikal yang biasanya menyerang pada
balita dan anak-anak yaitu Chlamidia trachomatis, Mycoplasma
pneumonia, C. pneumonia dan Pneumocytis.
3) Pneumonia Virus, adalah Virus yang biasanya menyerang pada
balita dan anak-anak yaitu Virus parainfluenza, Virus influenza,
Adenovirus, Respiratory Syncytial Virus (RSV) dan
Cytomegalovirus.
4) Pneumonia Jamur, adalah pneumonia yang sering, merupakan
infeksi sekunder, terutama pada penderita dengan daya tahan tubuh
lemah (Immunocompromised).
4. Anatomi Fisiologi
a Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan
Menurut Syaifuddin tahun 2010, Secara umum sistem respirasi dibagi
menjadi saluran nafas bagian atas, saluran nafas bagian bawah, dan paru-
paru”.
1) Saluran pernapas bagian atas
Saluran pernapasan bagian atas berfungsi menyaring, menghangatkan,
dan melembapkan udara yang terhirup. Saluran pernapasan ini terdari
atas sebagai berikut:

Gambar 2.1 Saluran Pernapasan Manusia

Gambar 2.2 Anatomi Alat Pernapasan Bagian Atas


(a)Hidung
Hidung (nasal) merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat
pernapasan (respirasi) dan indra penciuman (pembau). Bentukdan
struktur hidung menyerupai piramid atau kerucut dengan alasnya
pada prosesus palatinus osis maksilaris dan pars horizontal osis
palatum (Patwa, 2015).
(b)Faring
Faring (tekak) adalah suatu saluran otot selaput kedudukannya
tegak lurus antara basis kranii dan vertebrae servikalis VI.
(c) Laring (Tenggorokan)
Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri
atas bagian dari tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan
membran, terdiri atas dua lamina yang bersambung di garis
tengah.
(d)Epiglotis
Epiglotis merupakan katup tulang rawan yang bertugas membantu
menutup laring pad asaat proses menelan.

2) Saluran pernapas bagian bawah


Saluran pernapasan bagian bawah berfungsi mengalirkan udara dan
memproduksi surfaktan, saluran ini terdiri atas sebagai berikut:

Gambar 2.3 Saluran Pernapasan Bagian Bawah


(a) Trakea
Trakea atau disebut sebagai batang tenggorok, meliki panjang
kurang lebih sembilan sentimeter yang dimulai dari laring sampai
kira-kiraketinggian vertebra torakalis kelima. Trakea tersusun atas
enam belas sampai dua puluh lingkaran tidak lengkap berupa
cincin, dilapisi selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia
yang dapat mengeluarkan debu atau benda asing.
(b) Bronkus
Bronkus merupakan bentuk percabangan atau kelanjutan dari
trakea yang terdiri atas dua percabangan kanan dan kiri. Bagian
kanan lebih pendek dan lebar yang daripada bagian kiri yang
memiliki tiga lobus atas, tengah, dan bawah, sedangkan bronkus
kiri lebih panjang dari bagian kanan yang berjalan dari lobus atas
dan bawah.
(c) Bronkiolus
Bronkiolus merupakan percabangan setelah bronkus.
(d)Paru-paru
Paru merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Paru
terletak dalam rongga toraks setinggi tulang selangka sampai
dengan diafragma. Paru terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi
oleh pleura parietalis danpleura viseralis, serta dilindungi oleh
cairan pleura yang berisi cairan surfaktan.
Paru kanan terdiri dari tiga lobus dan paru kiri dua lobus. Paru
sebagai alat pernapasan terdiri atas dua bagian, yaitu paru kanan
dan kiri. Pada bagian tengah organ ini terdapat organ jantung
beserta pembuluh darah yang berbentuk yang bagian puncak
disebut apeks. Paru memiliki jaringan yang bersifat elastis berpori,
serta berfungsi sebagi tempat pertukaran gas oksigen dan karbon
dioksida yang dinamakan alveoulus.
5. Patofisiologi dan Patoflow
Pneumonia dapat terjadi karenaa penyebaran kuman dalam
bentuk droplet ke udara pada saat batuk atau bersin. Untuk sela
njutnya, kuman penyebab pneumonia masuk ke saluran
pernapasan melalui proses inhalasi (udara yang dihirup), atau
dengan cara penularan langsung, yaitu percikan droplet yang
dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin, dan berbicara
langsung terhirup oleh orang di sekitar penderita, atau memegang
dan menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran
pernapasan penderita (Anwar dan Dharmyanti, 2014).
Proses patogenesis pneumonia terkait dengan tiga faktor
yaitu keaadan (imunitas) pasien, mikroorganisme yang
menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama
lain. Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi
pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh
adanya mekanisme pertahanan paru. Adanyanya bakteri di paru
merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh,
mikroorganisme dan lingkungan, sehingga mikroorganisme dapat
berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit. Ada beberapa
cara mikroorganisme mencapai permukaan. Inokulasi langsung,
Penyebaran melalui darah, Inhalasi bahan aerosol, dan
Kolonosiasi di permukaan mukosa (Wunderink RG & Watever
GW, 2014).
Dari keempat cara tersebut, cara yang terbanyak adalah
dengan kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada virus,
mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan
bakteria dengan ikuran 0,5-2,0 mikron melalui udara dapat
mencapai brokonsul terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi
proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas
(hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas
bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan
permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru.
Fatoflow Pneumonia

Virus Bakteri Jamur Aspirasi

Saluram Nafas Bagian Bawah

Pneumoni Kurangnya informasi Defisit Pengetahuan


a tentang penyakit

Penyebaran Bakteri
Meningkatnya metabolisme dalam tubuh untuk
secara limfa melawan infeksi
hematogen
Peningkatan produksi Reaksi Radang pada
sekret
brokus dan Kompensasi cadangan lemak
Raksi menggil Kelelahan Keletihan
Akumulasi Sekret alveoulus digunakan tubuh
Atelektasis
Reaksi Suhu
Defisit
Obstruksi Jalan Napas Tubuh
Gangguan Difusi Perawatan diri

Ketidakseimbangan Nutrisi
kurang dari Kebutuhan Tubuh
6. Manifestasi Klinis
Gejala umum pneumonia pada anak meliputi:
a Hidung terasa penuh atau pilek, sakit kepala.
b Batuk
c Demam (ringan atau tinggi) dengan menggigil dan berkeringat.
d Napas cepat.
e Mengi.
e Nyeri dada (tajam atau tertusuk) saat bernapas dalam atau
batuk. g Energi berkurang dan malaise (tidak enak badan).
h Muntah atau kehilangan nafsu makan.
Gejala umum terjadi pada anak-anak dengan infeksi yang lebih parah yaitu
biru-biru pada bibir dan kuku, kebingungan atau sangat sulit untuk bangun
(Kaneshiro & Zieve, 2016).
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendukung diagnosis
pneumonia (Mani & Murray, 2010) yaitu:
a Oksimetri: saturasi oksigen mungkin turun secara signifikan atau dalam
kisaran normal.
b Rontgen dada: bervariasi sesuai dengan usia pasien dan agen penyebab.
a Kultur sputum: bermanfaat untuk menentukan bakteri penyebab
pneumonia.
b Laboratorium:
1) Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000-40.000/ul,
Leukosit polimorfonuklear dengan banyak bentuk. Meskipun dapat
pula ditemukanleukopenia. Hitung jenis menunjukkan shift to the left,
dan LED meningkat (Luttfiya, dkk, tahn 2010).
2) Mikrobiologi Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum
dan kultur darah untuk mengetahui adanya S. Pneumonia dengan
pemeriksaan koagulasi antigen polisakarida pneumokokkus.
3) Analisa Gas Darah Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada
beberapa kasus, tekanan parsial karbondioksida (PCO2) menurun dan
pada stadium lanjut menunjukkan asidosis respiratorik (Luttfiya, dkk,
tahun 2010).
8. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penatalaksaan utama pneumonia adalah memberikan
antibiotik tertentu terhadap kuman tertentu infeksi pneumonia. Pemberian
antibitotik bertujuan untuk memberikan terapi kausal terhadap kuman
penyebab infeksi, akan tetapi sebelum antibiotika definitif diberikan
antibiotik empiris dan terapi suportif perlu diberikan untuk menjaga kondisi
pasien (Dahlan, 2009).
Terapi antibiotika empiris menggambarkan tebakan terbaik
berdasarkan pada klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme,
karena hasil mikrobiologis umumnya tidak tersedia selama 12-72 jam. Maka
dari itu membedakan jenis pneumonia (CAP atau HAP) dan tingkat
keparahan berdasarkan kondisi klinis pasien dan faktor predisposisi
sangatlah penting, karena akan menentukan pilihan antibiotika empirik yang
akan diberikan kepada pasien (Jeremy, 2007).
Tindakan suportif meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8
kPa (SaO2 > 92%) dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan
stabilitas hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya
tekanan jalan napas positif kontinu (continous positive airway pressure), atau
ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas. Bila demam atau
nyeri pleuritik dapat diberikan antipiretik analgesik serta dapat diberika
mukolitik atau ekspektoran untuk mengurangi dahak.
Prioritas awal pada anak-anak dengan pneumonia meliputi identifikasi
dan pengobatan distres pernapasan, hipoksemia, dan hiperkarbia.
Mendengkur, mengembang, takipnea parah, dan retraksi harus segera
mendapat dukungan pernafasan. Anak-anak yang mengalami gangguan
pernafas-an parah harus menjalani intubasi trakea jika tidak dapat
mempertahankan oksigenasi atau memiliki tingkat kesadaran yang menurun.
Peningkatan kebutuhan dukungan pernapasan seperti peningkatan
konsentrasi oksigen inhalasi, ventilasi tekanan positif, atau CPAP
(Continuous Positive Airway Pressure) biasanya diperlukan sebelum
pemulihan dimulai (Bannett & Steele, 2017).
Penanganan pneumonia pada anak dengan komplikasi meliputi
ultrasonogram atau CT scan untuk diagnosis, antibiotik berdasarkan pola
sensitivitas, dan torakotomi dengan drainase tabung. Sebagian besar pasien
menanggapi intervensi ini dan jarang memerlukan intervensi 19 tambahan
seperti injeksi agen fibrinolitik ke dalam ruang pleura (Nield & Kamat,
2012).

9. Komplikasi
Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa menimbulkan
komplikasi. Akan tetapi, beberapa pasien, khususnya kelompok pasien
risiko tinggi, mungkin mengalami beberapa komplikasi seperti bakteremia
8 (sepsis), abses paru, efusi pleura, dan kesulitan bernapas (Djojodibroto,
2013).
Bakteremia dapat terjadi pada pasien jika bakteri yang menginfeksi
paru masuk ke dalam aliran darah dan menyebarkan infeksi ke organ lain,
yang berpotensi menyebabkan kegagalan organ. Pada 10% pneumonia
pneumokokkus dengan bakteremia dijumpai terdapat komplikasi
ektrapulmoner berupa meningitis, arthritis, endokarditis, perikarditis,
peritonitis, dan empiema (Dahlan, 2009). Pneumonia juga dapat
menyebabkan akumulasi cairan pada rongga pleura atau biasa disebut
dengan efusi pleura. Efusi pleura pada pneumonia umumnya bersifat
eksudatif. Pada klinis sekitar 5% kasus efusi pleura yangdisebabkan oleh P.
pneumoniaedengan jumlah cairan yang sedikit dan sifatnya sesaat (efusi
parapneumonik). Efusi pleura eksudatif yang mengandung mikroorganisme
dalam jumlah banyak beserta dengan nanah disebut empiema. Jika sudah
terjadi empiema maka cairan perlu di drainagemenggunakan chest tubeatau
dengan pembedahan (Djojodibroto, 2013).
Menurut Misnadiarly tahun 2008, kompilkasi yang dapat terjadi pada
klien yang terkena pneumonia adalah, Abses paru-paru, Edusi pleural,
Empisema, Gagal nafas, Perikarditis, Meningitis, Atelektasis hipotensi,
Delirium, Asidosis metabolik, Dehidrasi.
A. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
Menurut NANDA fase pengkajian merupakan sebuah komponen
utama untuk mengumpulkan informasi ,data, memvalidasi data,
mengorganisasikan data, dan mendokumentasikann data. Pengumpulan data,
antara lain meliputi :

a Biodata
1) Identitas pasien (Nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa,
nomor register, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian dan
diangnosa medis).
2) Identitas penanggung jawab (Nama, umur, pekerjaan, alamat, hubungan
dengan pasien).
b Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Biasanya keluhan utama yang dirasakan pasien saat dilakukan
pengkajian. Adanya keluhan rasa kesemutan pada kaki/ tungkai bawah,
rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh- sembuh dan
berbau , adanya nyeri pada luka.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Data diambil saat pengkajian berisi tentang perjalanan penyakit pasien
dari sebelum masuk rumah sakit sampai sudah dirawat dibangsal rumah
sakit.

3) Riwayat kesehatan dahulu


Data diambil saat pengkajian pasien tidak ada riwayat penyakit
terdahulu.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga tidak terdapat salah satu anggota keluarga yang
yang menderita Pneumonia atau penyakit keturunan
c Pola Fungsional Gordon
1) Pola promosi kesehatan
Kaji adalah riwayat infeksi sebelumnya, persepsi pasien dan keluarga
mengenai pentingnya kesehatan bagi anggota keluarganya.
2) Pola nutrisi
Kaji pola makan dan minum sehari- hari , jumlah makanan dan minuman
yang dikonsumsi, jenis makanan dan minuman, frekuensi makan dan minum
perhari, nafsu makan menurun atau tidak, jenis makanan yang disukai
,penurunan berat badan.
3) Pola eliminasi dan pertukaran
Kaji pola BAB dan BAK sebelum dan setelah sakit , mencatat
konsistensi, warna, bau, frekeunsi sehari, konstipasi.
4) Pola aktivitas/ istirahat
Kaji reaksi setelah beraktivitas (muncul keringat dingin/ tidak, kelelahan
dan keletihan) , perubahan pola nafas setelah aktivitas, kemampuan pasien
dalam aktivitas secara mandiri. Kaji berapa jam tidur dalam sehari ,kebiasaan
tidur siang, gangguan selama tidur (sering terbangun), nyenyak dan nyaman.
5) Pola persepsi kognitif
Kaji konsentrasi, daya ingat dan kemampuan mengetahui penyebab
penyakitnya.
6) Pola persepsi dan konsep diri
Kaji aadalah perasaan terisolasi diri atau perasaan tidak percaya diri karena
sakit yang diderita
7) Pola hubungan peran
Kaji hubungan antar keluarga, interaksi dan komunikasi
8) Pola seksualitas
9) Pola koping/toleransi stres
Kaji pengendalian emosi, kecemasan yang muncul tanpa alasan yang
jelas, takut terhadap penyakitnya.
10) Pola prinsip hidup
Kaji pengambilan keputusan dalam keluarga, gnagguan beribadah salam,
kataatan berdoa dan beribadah
11) Pola keamanan/perlindungan
Kaji adanya cedera fisik, resiko jatuh, suhu tubuh hipertermi/hipotermi
12) Pola kenyamanan
Kaji ada kelihan nyeri/tidak, mual, muntah

d Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Meliputi keadaan pasien, kesadaran, tinggi badan, berat badan dan tanda
tanda vital.
2) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kdang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah
sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah
bengkak dan berdarah, apakah penglihan kabur/ganda, diplopia, lensa mata
keruh.
3) Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna ke merahan bekas luka
post operasi, kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar operasi, kemerahan
pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
4) Sistem pernafasan
Tidak ada sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada.
5) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi dan aritmia.
6) Sistem pencernaan
Terdapat poliphagia, polidipsia, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrasi,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen.
7) Sistem perkemihan
Poliuria, retensi urine, inkontinensia unrie, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
8) Sistem muskuloskletal
9) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensori, mengantuk, reflek lambat, kacau mental,
disorientasi.
b Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:
a) Pemeriksaan darah
b) Pemeriksaan dahak.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut SDKI Masalah keperawatan yang muncul pada anak dengan
pneumonia sebagai berikut:
1. Pola Nafas Tidak Efektif b.d Hambatan upaya napas
2. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d Benda asing dalam jalan napas (sputum,
Dahak).
3. Hipertermi b.d Proses penyakit
4. Defisit Pengetahuan b.d kurang terpapar informasi
Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Pola Nafas Tidak Efektif SLKI :Tujuan SIKI : Intervensi 1. Pola napas
1
merupakan
Definisi: Setelah dilakukan tindakan  Manajemen Jalan
Napas inspirasi dan
keperawatan selama 3 x 24
ekspirasi yang
jam maka pola napas tiak
Inspirasi atau ekspirasi yang tidak 1. Monitor pola napas membrikan
efektif teratasi dengan KH :
memberikan ventilasi adekuat. (Frekuensi kedalaman ventilasi yang
Pola Napas usaha napas). adekuat (PPNI,
Tanda Mayor
2018) dan untuk
Subjektif : No Kriteria A T 2. Monitor bunyi napas mengetahui
1. Dispnea 1 Dispnea 2 5
normal atau
Objektif: 2 Penggunaan 2 5 3. Posisikan semi-fowler
tidaknya pola
1. Penggunaan otot bantu otat bantu atau fowler
napas pada pasien
pernapasan napas
3 Frekuensi 2 5 4. Lakukan fisio terapi tersebut.
2. Pola napas abnormal
Pernapasan dada jika diperlukan. 2. Memonitor bunyi
(Takipnea)
napas sangat
Indikator : 5. Berikan Oksigen penting agar kita
Tanda Minor:
jika diperlukan menegtahui
Subjektif: 1. Berat
apakah ada suara
1. Pernapsan Cuping Hidung 2. Cukup 6. Ajarkan teknik napas tambahan
3. Sedang batuk efektif atau tidak yang
4. Ringan
abnormal
5. Tidak ada 7. Kolaborasi
3. Posisi semi
fowler adalah
pemberian obat untuk
bronkodilator menurunakan
konsumsi O2 dan
menormalkan
ekspansi paru
yang maksimal
serta
memepertahankan
kenyamanan
(Musrifatul tahun
2012, dalam Aini
2017).
4. Fisioterapi dada
dilakukan untuk
mendorong keluar
sekresi yang
tertimbun dengan
bantuan
menggetarkan
dinding thorak
pada waktu batuk
dan merangsang
terjadinya batuk
(Hendra &
Huriah, 2011).
5. Untuk memenuhi
kebutuhan
oksigen pada
tubuh pasien.
6. Dalam teori
yang
dikemukakan oleh
(Apriyadi, 2013
dalam Sitorus
tahun 2018) batuk
efektif dalam
kalangan medis
adalah sebagai
terapi untuk
menghilangkan
lendir atau secret
yang menyumbat
saluran
pernapasan akibat
sejumlah
penyakit.
7. The National
Patient Safety
Agencydalam
Great Ormond
Street Hospital for
Children (2010)
dalam Ilahi Debby
tahun 2018,
mengungkapkan,
pada saat proses
pemberian
nebuliser
berlangsung,
maka harus
disertai dengan
pemberian
oksigen sebesar 6-
8 lpm. Hal ini
bertujuan
untuk
meminimalkan
efek hipoksemia
sementara saat
pemberian
nebuliser.
Bersihan jalan napas tidak SLKI :Tujuan SIKI : Intervensi 1. Teknik batuk dengan
2.
efektif benar, dapat
menghemat energi
Definisi: Setelah dilakukan tindakan  Latihan Batuk
pasien sehingga tidak
keperawatan selama 3 x 24 Efektif
mudah lelah
jam maka Bersihan jalan napas
Ketidakmampuan membersihkan 1. Identifikasi (Permatasari, dkk tahun
tidak efektif
sekret atau obstruksi kemampuan 2017).
jalan napas untuk teratasi dengan KH : batuk 2. Keadaan dimana pasien
memeprtahankan jalan napas tetap tidak dapat
2. Monitor adanya membersihkan sputum
paten.  Kepatenan jalan napas retensi sputum dari saluran pernapsan
Tanda Mayor No Kriteria A T 3. Posisi semi fowler
3. Atur posisi
Objektif: 1 Produksi 2 5 adalah untuk
semi- fowler atau
2. Batuk tidak efektif Sputum menurunakan
fowler
3. Tidak mampu batuk 2 Mengi 2 5 konsumsi O2 dan
4. Sputum berlebih 3 Dispnea 2 5 4. Anjurkan tarik menormalkan
5. Terdapat suara tambahan 4 Frekuensi 2 5
napas dalam ekspansi paru yang
Peernapasan
melalui hidung maksimal serta
Tanda Minor 5 Pola Napas 2 5
selama 4 detik, memepertahankan
Subjetif: Indikator :
ditahan selama 2 kenyamanan
1. Dispnea Objektif:
1. Berat detik kemudian (Musrifatul tahun
1. Frekuensi pernapasan
2. Cukup keluarkan dari
berubah-ubah 3. Sedang 2012, dalam Aini
2. Pola napas berubah-ubah mulut dengan 2017).
4. Ringan
bibir mencucu 4. Teknik napas dalam
5. Tidak ada
selama 8 detik. teknik napas dalam
digunakan tujuannya
5. Kolaborasi
pemberian obat untuk mengatur
brokudilator pernapasan agar irama
ritmenya teratur untuk
mengurani sesak
diakibatkan oleh
sputum yang
meningkat.
5. Pemberian obat
sedangkan pemilihan
dan penggunaan obat
terapi yang
tepat/efektif akan
menentukan
keberhasilan
pengobatan serta
menghindari hal- hal
yang merugikan
(Nugroho dkk, 2011
dalam Meriyani, dkk
tahun 2016 ).
Hipertermia SLKI :Tujuan SIKI: Intervensi
3.
Definisi: 1. Agar menegtahui
Setelah dilakukan tindakan 1. Manajeman
penyebab terjadinya
Suhu tubuh meningkat diatas keperawatan selama 3 x 24 Termolegura
suhu abnormal dan
rentang normal tubuh. jam maka Hipertermia teratasi si
bisa dihindari jika bisa.
dengan KH :
Tanda Mayor 2. Monitor suhu tubuh
Objektif:  Termoregulasi
3. Longgarkan pakaian Memonitor suhu tubuh
6. Suhu tubuh diatas nilai
No Kriteria A T atau lepaskan pakaian pada pasien hipertemi
normal bertujuan gara kita dapat
1 Menggil 2 5 4. Kompres air hangat
2 Suhu Tubuh 2 5 5. Anjurkan Tirah Baring mengetahui normal atau
Tanda Minor 6. Kolaborasi pemberian tidaknya suhu tubunya.
3 Pucat 2 5
Objektif: cairan, elektrolit
4 Kejang 2 5 intravena.
1. Kulit merah Indikator :
3. Peningkatan
2. kulit terasa hangat 1. Berat pengeluaran panas
2. Cukup tubuh dapat dilakukan
3. Sedang dengan meningkatkan
4. Ringan radiasi, konduksi,
5. Tidak ada konveksi, dan evaporasi,

diantaranya membuka
pakaian atau selimut
yang tebal dan ganti
dengan pakaian tipis
agar terjadi radiasi dan
evaporasi.
Meningkatkan aliran
udara dengan
meningkatkan ventilasi
ke dalam rumah akan
menyebabkan
terjadinya mekanisme
konveksi. Selain itu,
dapat dilakukan upaya
melebarkan pembuluh
darah perifer dengan
cara menyeka kulit
dengan air hangat
(tepid- sponging) atau
kompres hangat
(Susanti, 2012).

Menurut penelitian
Wardiyah, et. al, (2016)
dalam Muthahharah &
Nia, 2019, ketika tubuh
panas kemudian
diberikan tindakan tepid
sponge panas dari darah
berpindah melalui
dinding pembuluh darah
kepermukaan kulit dan
hilang ke lingkungan
melalui

mekanisme kehilangan
panas sehingga terjadi
mengalami penurunan
suhu tubuh.

5. Tirah baring bertujuan


untuk meminimalkan
fungsi semua sistem
oragan tubuh pasien
(Rosita, 2014).

Pemberian cairan eletrolit


atau intarvena tujuannya
untuk menggantikan
cairan yang hilang.
DAFTAR PUSTAKA

Aini, dkk. (2017). Pengaruh Pemberian Posisi semi fowler terhadap


respiratory rate pasien TB di Ruang Flamboyan RSUD
Soewondo kendal.

Anwar Athen, dharmayanti. (2014). Pneumonia pada anak bvalita


indonesia.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol. 8 no 8.

Apriza. (2017). Pengaruh Biblioterapi Dengan Buku Cerita Bergambar


Terhadap Tingkat Kecemasan Efek Hospitalisasi Pada Anak
Prasekolah. Jurnal Obsesi Vol. 1(2) Hal 105-110.

Bannet, N. J. (2017). Pediatric Pneumonia. Diakses pada 21 Juni


2017, dari http://emedicine.medscape.com/article/967822-
overview#a6.

Center of Disease Control and Prevention. Pneumonia: Pneumococcal


disease. (2015). Diunduhdari:
http://www.cdc.gov/pneumococcal/clinicians/clinical-
features.html.
Diunduh pada 06 Maret 2020

Choddijah Siti, Syahreni Elfi. (2015). Pengalaman Hospitalisasi Anak


usia Sekolah. Jurnal Keperawatan. Vol 18 (1). Hal 45-50.

Dahlan Z. (2009). Pneumonia, dalam Sudoyo AW, dkk (editor). Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia.

Djojodibroto, R.D. (2013). Respirologi : Respiratory Medicine.


Jakarta : ECG.

Hammitt, L. L., Murdoch, D. R., Scott, A. G., Driscoll, A., Karron, R.


A, & O’Brien, K., L. (2012). Specimen Collection for the
Diagnosis of Pediatric Pneumonia: SUPPLEMENT ARTICLE.
54(S2), S132–139. DOI: 10.1093/cid/cir1068.

Hariadi, dkk. (2010). Buku ajar ilmu penyakit paru. Surabaya:


Departemen Ilmu penyakit paru FK Unair RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.

Hendra, Huriah Emil. (2011). Pengaruh Mobilisasi Dan Fisioterapi


Dada Terhadap Kejadian Ventilator Associated Pneumonia Di
Unit Perawatan Intensif. NERS Jurnal Keperawatan. Vol
7(2).

Ilahi Debby. (2018). Pengaruh Pemberian Nebuliser Terhadap Saturasi


Oksigen, Respirasi Rate, Dan Denyut Nadi Pada Anak
Dengan Pneumonia Di Rsu Aminah Blitar.

Jeremy, P.T. 2007.At Glance Sistem Repiratory Edisi II. Jakarta :


Erlangga Medical Series.

Anda mungkin juga menyukai