Anda di halaman 1dari 86

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

keadaan fisik, mental dan sosial bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit

atau kelemahan. Menurut Undang-Undang Kesehatan Jiwa no. 3, kesehatan

jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,

intelektual, emosional, secara optimal dari seseorang, dan perkembangan ini

berjalan selaras dengan orang lain (Hartono, 2010).WHO (dalam Bagong. S,

dkk, 2008), mengatakan kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik

positifyang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.Kesehatan jiwa dan gangguan

jiwa seringkali sulit didefinisikan. Menurut Ngadiran (2010) karakteristik

dari sehat jiwa terdiri dari persepsi yang sesuai dengan realitas, mampu

menerima diri sendiri dan orang lain secara alami, mampu fokus dalam

memecahkan masalah, menunjukkan kemampuannya secara spontan,

mempunyai otonomi, mandiri, kreatif, puas dengan hubungan interpersonal,

kaya pengalaman yang bermanfaat, menganggap hidup ini sebagai sesuatu

yang indah.

Studi terbaru WHO menunjukkan 450 juta orang diseluruh dunia terkena

dampak permasalahan jiwa, syaraf maupun perilaku dan jumlahnya terus


2

meningkat. Pada negara-negara berkembang, sekitar 76-85% kasus gangguan

jiwa tidak dapat pengobatan apapun pada tahun pertama, (Hardian, 2008).

Data Departemen Kesehatan RI (2009), jumlah penderita gangguan jiwa saat

ini mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori gangguan jiwa ringan

11,6% dan 0,46 % persen menderita gangguan jiwa berat. Hasil penelitian

WHO di Jawa Tengah tahun 2009 menyebutkan dari setiap 1000 orang

terdapat 3 orang yang mengalami gangguan jiwa. Sementara 19 orang dari

setiap 1000 warga Jawa Tengah mengalami stress (Depkes RI, 2009).

Prevalensi gangguan jiwa di Jawa Tengah mencapai 3,3 % dari seluruh

populasi yang ada berdasarkan data dari dinas kesehatan Povinsi Jawa Tengah

tercatat ada 1.091 kasus.

Hasil survey Riskesdas (2013) jumlah penderita gangguan jiwa mencapai 1,7

juta. Di daerah pedesaan, proporsi rumah tangga dengan minimal salah satu

anggota rumah tangga mengalami gangguan jiwa berat dan pernah di pasung

mencapai 18,2 %. Sementara di daerah perkotaan, proporsinya hanya

mencapai 10,7 persen. Nampaknya, hal ini membuktikan bahwa tekanan

hidup yang dialami penduduk pedesaan lebih berat dibanding penduduk

perkotaan. Data dari 33 rumah sakit jiwa (RSJ) di seluruh Indonesia

menyebutkan hingga saat ini jumlah penderita gangguan jiwa berat

mencapai 2,5 juta orang.

Menurut data departemen kesehatan tahun 2012, Penderita sakit jiwa di

kabupaten Cilacap mencapai 1.485 orang. Sedangkan gangguan jiwa di


3

RSUD Banyumas gangguan jiwa berat, seperti Schizofrenia 1,7 per 1000

penduduk.

Videbeck (2008) mengatakan Skizofrenia adalah suatu penyakit yang

memepengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, gerakan,

dan perilaku yang aneh dan terganggu . Skizofrenia sebagai penyakit

neurologis yang mempengaruhi persepsi klien, cara berpikir, bahasa, emosi,

dan perilaku sosialnya (Melinda, 2008). Pasien dengan Skizofrenia biasanya

mendengar ada suara dalam dirinya atau halusinasi, pasien sulit

mengendalikan emosinya, kehilangan karakter manusia dalam kehidupan

sosialnya, tidak memiliki motivasi, dan tidak memiliki kepekaan tentang

perasaanya sendiri (Yosep, 2010).

Depkes (2006 dalam Purba,dkk 2008) mengemukakan masalah keperawatan

dari Skizofrenia yang sering di temukan adalah Perilaku Kekerasan,

Halusinasi, Menarik Diri, Harga Diri Rendah, Waham, Bunuh Diri,

Ketergantungan Napza, dan Defisit Perawatan Diri. Dari delapan masalah

keperawatan diatas akan mempunyai manifestasi yang berbeda dan sehingga

dibutuhkan penanganan yang berbeda pula. Kedelapan masalah itu dipandang

sama pentingnya, antara masalah satu dengan lainnya.

Perilaku kekerasaan sering disebut gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang

marah berespon terhadap stressor dengan gerakan motorik yang tidak

terkontrol ( Yosep, 2007 ). Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon

terhadap stresor yang dihadapi seseorang. Jadi perilaku kekerasan dapat


4

menimbulkan kerugian baik pada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan

(Kelliat, 2007). Resiko Perilaku Kekerasaan adalah Suatu keadaan dimana

seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik

diri sendiri maupun orang lain (Yosep, 2009).

Berdasarkan data di atas penulis tertarik untuk mengangkat kasus resiko

perilaku kekerasan. Penulis menggunakan proses Asuhan Keperawatan yang

meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, implementasi, dan evaluasi dalam

Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ Asuhan Keperawatan pada Masalah

Keperawatan dengan Resiko Perilaku Kekerasan di Instalasi Kesehatan Jiwa

Terpadu RSUD Banyumas 2016.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang diatas, dapat dirumuskan

masalahnya yaitu “ Bagaimanakah pengelolaan Asuhan Keperawatan Jiwa

Dengan Resiko Perilaku Kekerasandi Instalasi Kesehatan Jiwa Terpadu

RSUD Banyumas tahun 2016“

C. TUJUAN

1. Tujuan umum

Tujuan penulisan Karya Tulis ini, agar penulis mampu melaksanakan

dan mendeskripsikan Asuhan Keperawatan pada klien Resiko

Perilaku Kekerasan di Instalasi Jiwa Terpadu RSUD Banyumas tahun

2016.
5

2. Tujuan Khusus

a. Menggambarkan dan mendeskripsikan hasil pelaksanaan

pengkajian dengan mengumpulkan semua data dan anamnesa

ataupun pemeriksaan fisik dan penunjang yang dibutuhkan untuk

menilai keadaan pasien secara menyeluruh pada Asuhan

Keperawatan Jiwa Pada Sdr. A dengan Resiko Perilaku Kekerasan

di Instalasi Kesehatan Jiwa Terpadu RSUD Banyumas.

b. Menggambarkan dan mendeskripsikan hasil rumusan diagnosa

keperawatan pada Asuhan Keperawatan Pada Sdr. Adengan

Resiko Perilaku Kekerasan di Instalasi Kesehatan Jiwa Terpadu

RSUD Banyumas Tahun 2016 berdasarkan hasil pengkajian.

c. Menggambarkan dan mendeskripsikan hasil rencanatindakan

keperawatanberdasarkan diagnosa keperawatan pada Asuhan

Keperawatan Jiwa Pada Sdr. A dengan Resiko Perilaku Kekerasan

di Instalasi Kesehatan Jiwa Terpadu Banyumas Tahun 2016.

d. Menggambarkan dan mendeskripsikan hasil pelaksanaan sesuai

dengan rencana tindakan keperawatan pada Asuhan Keperawatan

Jiwa Pada Sdr. Adengan Resiko Perilaku Kekerasan di Instalasi

Kesehatan Jiwa Terpadu RSUD Banyumas Tahun 2016.


6

e. Menggambarkan dan mendeskripsikan hasil pendokumentasian

pelaksanaan asuhan keperawatan pada Asuhan Keperawatan Jiwa

Pada Sdr. Adengan Resiko Perilaku Kekerasan di Instalasi

Kesehatan Jiwa Terpadu RSUD Banyumas Tahun 2016.

D. MANFAAT

1. Bagi Penulis

Sebagai pengalaman dalam melakukan penulisan karya tulis ilmiah dan

menambah pengetahuan serta mengasah kemampuan dalam merawat

pasien dengan masalah Resiko Perilaku Kekerasan.

2. Bagi Pembaca

Hasil Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Resiko Perilaku Kekerasan ini

dapat sebagai tambahan wawasan, pengetahuan, dan tambahan dalam

pengembangan ilmu keperawatan jiwa di masa yang akan datang.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Karya tulis ini diharapkan dapat menjadi referensi di perpustakaan yang

dapat digunakan untuk menambah wawasan dan informasi bagi

mahasiswa dan STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN PERILAKU KEKERASAN

Perilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan,

memberi kata-kata ancaman-ancaman,melukai disertai melukai pada tingkat

ringan, dan yang paling berat adalah melukai/ merusak secara serius. Perilaku

kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau

mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku

tersebut (Purba dkk, 2008).

Yosep (2011) mengatakan Perilaku Kekerasan adalah suatu keadaan dimana

seorang individu mengalami perilaku yang yang dapat melukai secara fisik baik

terhadap diri sendiri ataun orang lain, sedangkan menurut Keliat (1994) marah

atau perilaku kekerasan adalah perasaan marah dan bermusuhan yang kuat

disiertai kehilangan kontrol diri individu, sehingga dapat merusak diri sendiri,

orang lain dan lingkungan.

B. RENTANG RESPON MARAH

Rentang respon marah menurut keliat (dalam Yosep, 2007) adalah sebagai

berikut :
8

Respon adaptif Respon maladaptive

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Penjelasan tentang rentang respon diatas terdapat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.1 Rentang Respon Marah

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Mengungkapkan Gagal dalam Merasa tidak Mengekspres Perasaan

marah tanpa mencapai dapat ikan secara marah dan

menyalahkan tujuan mengungkap fisik, tapi bermusuhan

orang lain dan kepuasan/saat kan masih yang kuat

memberikan marah dan perasaannya, terkontrol, dan hilang

kelegaan tidak dapat tidak berdaya mendorong control,

menemukan dan orang lain disertai

alternative menyerah dengan amuk,

ancaman merusak

lingkungan

C. MACAM – MACAM PERILAKU KEKERASAN :

Perilaku kekerasan memiliki 2 macam/ jenis, yaitu:

a. Verbal

b. Fisik
9

D. MEKANISME TERJADINYA MARAH

Mekanisme terjadinya marah menurut Keliat (1997 dalam Yosep 2009)

Individu merasakan adanya sebuah ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi
Menimbulkan stress
Timbul Kecemasan
Rasa Marah akan di lampiaskan dengan tiga cara berikut :
Merasa Kuat Mengungkapkan secara verbal Merasa tidak adekuat
Menantang masalah Menjaga perasaan orang lainMelarikan diri dari masalah
Masalah tidak selesai ketegangan akan menurun akan mengingkari masalah
Marah berkepanjangan Rasa marah teratasi perasaan tidak terungkap

Muncul rasa bermusuhan

Rasa bermusuhan akan menahun


Rasa marah akan di lampiaskan kepada :

Diri sendiri orang lain atau lingkungan


Timbul depresi Timbul Agresif/ mengamuk
10

E. ETIOLOGI

Faktor predisposisi dan presipitasi dari resiko perilaku kekerasan menurut Yosep,

(2009) adalah sebagai berikut :

1. Faktor predisposisi

a) Teori biologic

1) Neurologic factor, beragam komponen dari system syaraf seperti

synap, neurotransmitter, dendrite, axon terminalis mempunyai peran

memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan yang

akan mempengaruhi sifat agresif. System limbic sangat terlibat

dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respons

agresif.

2) Genetic factor, adanya faktor gen yang di turunkan melalui orang

tua, menjadi potensi perilaku agresif. Menurut riset Kazuo

Murakami (2007) dalam gen manusia terdapat dormant (potensi)

agresif yang sedang tidur dan akan bangun jika terstimulasi oleh

factor eksternal. Menurut penelitian genetic tipe karyotype XYY,

pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak criminal serta

orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku agresif.

3) Cyrcardian Rhytm (irama sirkardian tubuh), memegang peranan

pada individu. Menurut penelitian pada jam-jam tertentu manusia

mengalami peningkatan cortisol terutama pada jam-jam sibuk

seperti menjelang masuk kerja dan menjelang berakhirnya


11

pekerjaan sekitar jam 9 dan jam 13. Pada jam tertentu orang lebih

mudah terstimulasi untuk bersikap agresif.

4) Biochemistry factor (faktor biokimia tubuh) seperti

neurotransmitter di otak (epinephrine. Norepinephrin, dopamine,

asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam penyampaian

informasi melalui system persyarafan dalam tubuh, adanya

stimulus dari luar tubuh yang di anggap mengancam atau

membahayakan akan di hantar melalui impuls neurotransmitter ke

otak dan meresponnya melalui serabut efferent. Peningkatan

hormone androgen dan norepinephrin serta penurunan serotonin

dan GABA pada cairan cerebrospinal vertebra dapat menjadi

factor predisposisi terjaadinya perilaku agresif.

5) Brain area disorder, gangguan pada system limbic dan lobus

temporal, sindrom otak organic, tumor otak, trauma otak, penyakit

ensepalitis, epilepsy di temukan sangat berpengaruh terhadap

perilaku agresif dan tindak kekerasan.

b) Teori psikologik

1) Teori psikoanalisa

Agresivitas dan kekerasan dapat di pengaruhi oleh riwayat tumbuh

kembang seseorang (life span hystori). Teori ini menjelaskan bahwa

adanya ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak

tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu


12

yang cukup cenderung mengembangkan sikap agresif dan

bermusuhan setelah dewasa sebagai kompensasi adanya

ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan

dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan

membuat konsep diri yang rendah. Perilaku agresif dan tindak

kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa

ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri pelaku tindak

kekerasan.

2) Imitation, modeling, and information processing theory

Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam

lingkungan yang menolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan

perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar

memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam suatu

penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menonton tayangan

pemukulan pada boneka dengan reward positif pula (makin keras

pukulannya akan diberi coklat), anak lain menonton tayangan cara

mengasihi dan mencium boneka tersebut dengan reward positif pula

(makin baik belaiannya mendapat hadiah coklat). Setelah anak-anak

keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku

sesuai dengan tontonan yang pernah dialaminya.

3) Learning theory
13

Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap

lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah saat

menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respons ibu saat

marah. Ia juga belajar bahwa dengan agresivitas lingkungan sekitar

menjadi peduli, bertanya, menanggapi, dan menganggap bahwa

dirinya eksis dan patut untuk diperhitungkan.

c) Teori sosiokultural

Dalam budaya tertentu seperti rebutan berkah, rebutan uang receh, sesaji

atau kotoran kerbau dikeraton, serta ritual-ritual yang cenderung

mengarah pada kemusrikan secara tidak langsung turut memupuk sikap

agresif dan ingin menang sendiri. Control masyarakat yang rendah dan

kecenderungan menerima perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian

masalah dalam masyarakat merupakan factor predisposisi terjadinya

perilaku kekerasan. Hal ini dipicu juga dengan maraknya demonstrasi,

film-film kekerasan, mistik, tahayul dan perdukunan (santet, teluh)

dalam tayangan televisi.

d) Aspek religiusitas

Dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan agresivitas merupakan

dorongan dan bisikan syetan yang sangat menyukai kerusakan agar

manusia menyesal (devil support). Semua bentuk kekerasan adalah

bisikan syetan melalui pembuluh darah ke jantung, otak dan organ vital

manusia lain yang dituruti manusia sebagai bentuk kompensasi bahwa


14

kebutuhan dirinya terancam dan harus segera dipenuhi tetapi tanpa

melibatkan akal (ego) dan norma agama (super ego).

2. Faktor presipitasi

Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan seringkali

berkaitan dengan :

a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau symbol

solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng

sekolah, perkelahian missal dan sebagainya.

b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi social

ekonomi.

c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta

tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung

melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.

d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan

ketidakmampuan menempatkan dirinya sebagai seorang yang dewasa.

e. Adanya riwayat perilaku anti social meliputi penyalahgunaan obat dan

alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat

menghadapi rasa frustasi.

f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,

perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan

keluarga.
15

F. TANDA DAN GEJALA

Menurut Yosep (2009) tanda dan gejala dari perilaku kekerasanadalah sebagai

berikut :

1. Fisik

a. Muka merah dan tegang

b. Mata melotot atau pandangan tajam

c. Tangan menggempal

d. Rahang mengatup

e. Postur tubuh fakuk

f. Jalan mondar-mandir

2. Verbal

a. Bicara kasar

b. Suara tinggi

c. Mengancam

3. Perilaku

a. Melempar atau memukul benda ke orang lain

b. Menyerang orang lain

c. Melukai diri sendri

d. Merusak lingkungan

e. Mengamuk atau agresif

4. Emosi
16

Tidak adekuat, tidak nyaman dan aman, rasa terganggu, dendam dan jengkel,

tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan

menuntut.

5. Inteleketual

Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.

6. Spiritual

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat lain,

menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli dan kasar

7. Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran

8. Perhatian

Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

G. MEKANISME KOPING

Mekanisme koping adalah upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan

stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme

pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. (Stuart dan Sundeen, 2005 hal

33). Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya

ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk

melindungi diri antara lain : (Maramis, 2002, hal 83)

1. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata

masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya

secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan


17

kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju

tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan

akibat rasa marah.

2. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau

keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang

menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan

sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,

mencumbunya.

3. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk

ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang

tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang

diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang

tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya

dan akhirnya ia dapat melupakannya.

4. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,

dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan

menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada

teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.

5. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan,

pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang

membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia


18

baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding

kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya

H. POHON MASALAH

Perilaku Kekerasan

Resiko perilaku kekerasan

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko perilaku kekerasan

2. Gangguan harga diri : Harga diri rendah

J. FOKUS INTERVENSI

1. Perilaku kekerasan

a. Tujuan umum (TUM)

Klien dapat melanjutkan peran sesuai tanggung jawab.

b. Tujuan khusus (TUK)

1) TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.

Kriteria hasil :

a) Klien mau menjawab salam.

b) Klien mau berjabat tangan.

c) Klien mau menyebutkan nama.


19

d) Klien ada kontak mata.

e) Klien mau mengetahui nama perawat.

f) Klien mau menyediakan waktu untuk kontak mata.

Intervensi :

a) Memberi salam atau panggil nama klien.

b) Menunjukkan perawat sambil berjabat tangan.

c) Menjelaskan tentang maksud dan tujuan interaksi.

d) Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.

e) Beri sikap aman dan empati.

f) Melakukan kontrak sikap tapi sering.

2) TUK 2 : Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.

Kriteria hasil : Klien dapat menceritakan penyebab perilaku

kekerasan.

Intervensi :

a) Klien mengungkapkan perasaannya.

b) Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan jengkel dan kesal.

3) TUK 3 : Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.

Kriteria hasil : Klien dapat menceritakan tanda-tanda perilaku

kekerasan.
20

Intervensi :

a) Klien dapat mengungkapkan perasaan marahnya.

b) Klien dapat mengungkapkan saat emosi.

4) TUK 4 : Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang bisa

dilakukan.

Kriteria hasil : Klien dapat menceritakan perilaku kekerasan yang

bisa dilakukan.

Intervensi :

a) Anjurkan kepada klien untuk melakukan perilaku kekerasan yang

bisa dilakukan.

b) Jika dengan melakukan perilaku kekerasan apakah masalah dapat

terselesaikan.

5) TUK 5: Klien dapat mengidentifikasi akibat dari perilaku kekerasan.

Kriteria hasil : Klien dapat menceritakan akibat dari perilaku

kekerasan.

Intervensi :

a) Bicarakan akibat/ kerugian dari cara yang dilakukan klien.

b) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan

oleh klien.

c) Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru

yang sehat.
21

6) TUK 6 : Klien dapat mengidentifikasi cara konstruksi dalam

merespon terhadap kemarahan.

Kriteria hasil : Klien dapat menceritakan cara konstruksi dalam

merespon terhadap kemarahan.

Intervensi :

a) Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru

yang sehat.

b) Berikan pujian jika klien mengetahui cara lain yang sehat.

c) Diskusikan kepada kien cara yang sehat antara lain :

d) Tarik nafas dalam , jika sangat kesal lalu pukulkan bantal.

e) Anjurkan klien untuk berdoa.

7) TUK 7 : Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku

kekerasan.

Kriteria hasil : Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol

perilaku kekerasan dengan tarik nafas dalam, memukul bantal dan

kasur.

Intervensi :

a) Anjurkan klien menggunakan cara yang dipelajari saat marah.

b) Susun jadwal melakukan cara yang telah dipelajari.

8) TUK 8 : Klien dapat menggunakan obat dengan benar.

Kriteria hasil : Klien dapat menyebutkan obat-obat yang diminum dan

kegunaannya.
22

Intervensi :

a) Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minm obat

tanpa seizin dokter.

b) Jelaskan jenis obat yang diminum kepada klien.

c) Anjurkan klien minum obat tepat waktu.

d) Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek

samping obat.

e) Beri pujian yang positif.

9) TUK 9 : Klien mendapat dukungan keluarga mengontrol perilaku

kekerasan.

Kriteria hasil : Klien dan keluarga dapat menyebutkan cara merawat

dan mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien.

Intervensi :

a) Mengidentifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari

sikap apa yang telah dialkukan keluarga terhadap klien selama ini.

b) Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.

2. Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah

a. Tujuan umum (TUM)

Klien memiliki konsep diri yang positif.

b. Tujuan khusus (TUK)

1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.

Kriteria hasil :
23

a) Ekspresi wajah bersahabat.

b) Menunjukkan rasa senang dan ada kontak mata.

c) Mau berjabat tangan.

d) Menyebutkan nama dan mau duduk berdampingan dengan

perawat.

e) Mau menjawab salam.

f) Mau mengutarakan masalah yang dihadapi.

Intervensi :

a) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip

komunikasi terapeutik.

b) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.

c) Perkenalkan diri dengan sopan.

d) Tanyakan nama lengkap dan nama pangilan yang disukai klien.

e) jelaskan tujuan pertemuan

2) Klien dapat mengidentifikasi aspek positif dan kemampuan yang

dimiliki.

Kriteria hasil :

a) Aspek positif dan kemampuan klien yang dimiliki klien.

b) Aspek Positif keluarga.

c) Aspek positif lingkungan klien.

Intervensi :

a) Aspek positif yang dimiliki klien, keluarga dan lingkungan.


24

b) Kemampuan yang dimiliki klien.

3) Klien dapat menilai kemampuan yang dimiliki untuk dilaksanakan.

Kriteria hasil :

a) klien mampu menyebutkan kemampuan yang dapat

dilaksanakan dirumah sakit.

b) Kien mampu menyebutkan kemampuan yang dapat

dilaksanakan dirumah.

Intervensi :

a) Diskusikan dengan klien kemampuan yang dapat

dilaksanakan.

b) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan.

c) Beri pujian.

4) klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan

yang dimiliki.

Kriteria hasil :

a) Klien mampu rencana kegiatan harian.

b) Klien mencoba.

c) Susun jadwal harian.

Intervensi :

a) Meminta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau

dilakukan dirumah sakit.


25

b) Bantu klien melakukan kegiatan tersebut jika perlu diberi

contoh.

c) Beri pujian atas keberhasilan klien.

5) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan

kemampuannya.

Kriteria hasil :

a) Klien melakukan kegiatan yang telah dilatih.

b) Klien mampu melakukan beberapa kegiatan mandiri.

Intervensi :

a) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah

direncanakan.

b) Beri pujian kepada klien

6) Klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada.

Kriteria hasil :

a) Keluarga dapat memberikan dukungan.

b) Keluarga dapat memahami jadwal kegiatan klien.

Intervensi :

a) Beri pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang car

merawat klien dengan harga diri rendah.

b) Beri pujian kepada klien setiaap kali berhasil.


26

J. STRATEGI PELAKSANAAN

1. Resiko perilaku kekerasan

SP PADA PASIEN

SP I

1. Mengidentifikasi penyebab PK

2. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK

3. Mengidentifikasi PK yang dilakukan

4. Mengidentifikasi akibat PK

5. Mengajarkan cara mengontrol PK

6. Melatih pasien cara kontrol PK fisik I (nafas dalam).

7. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian..

SP II

1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

2. Menjelaskan cara kontrol PK dengan minum obat (prinsip 5 benar minum

obat).

3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

SP III

1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

2. Melatih pasien cara kontrol PK secara verbal (meminta, menolak dan

mengungkapkan marah secara baik).

3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

SP IV
27

1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

2. Melatih pasien cara kontrol PK secara spiritual (berdoa, berwudhu, sholat).

3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

SP PADA KELUARGA

SP I

1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.

2. Menjelaskan pengertian PK, tanda dan gejala, serta proses terjadinya PK.

3. Menjelaskan cara merawat pasien dengan PK.

SP II

1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan PK.

2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien PK.

SP III

1. Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat

(discharge planning).

2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.

2.Harga diri rendah

SP PADA PASIEN

SP I

1. Mengidenfikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien

2. Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat digunakan

3. Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan

kemampuan pasien
28

4. Melatih pasien kegiatan yang dipilih sesuai kemampuan

5. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

SP II

1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

2. Melatih kegiatan kedua (atau selanjutnya) yang dipilih sesuai kemampuan

3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP III

4. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

5. Melatih kegiatan kedua (atau selanjutnya) yang dipilih sesuai kemampuan

6. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP PADA KELUARGA

SP I

1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien

2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah yang dialami

pasien beserta proses terjadinya

3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien harga diri rendah


29

BAB III

STUDI KASUS

A. INFORMASI UMUM

a. Identitas klien

Nama : Ny. S

Umur : 36 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Suku / bangsa : Sunda / Indonesia

Agama : Islam

Status : Janda

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Tani

Alamat : Pamulihan Rt 01/Rw01 Kec. Karang Pucung

Diagnosa medis : F.20

No. Register : 778230

Tanggal di rawat : 7 Juni 2016

b. Identitas informan

Nama : Perawat A
30

Umur : 38 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Perawat

Alamat : Ruang Nakula

Hubungan dengan klien : Perawat yang merawat klien

B. ALASAN MASUK

Klien masuk ke Instalansi Pelayanan Kesehatan Jiwa Terpadu Banyumas pada

tanggal 7 juni 2016 karena mengamuk, mondar-mandir, dan mengalami

perubahan tingkah laku.

C. KELUHAN UTAMA

Klien mengatakan sering marah-marah, sering mondar-mandir dan ketika

mendengar bisikan suara suaminya pasien mengamuk.

D. FAKTOR PREDISPOSISI

1. Biologik

a. Riwayat kesehatan sebelumnya

Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu ?

Jelaskan : Klien sudah pernah masuk RS 2x dengan keluhan yang

sama.

Pengobatan sebelumnya.

Jelaskan : Klien sudah pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya

karena sebelumnya pernah di rawat dirumah sakit.

b. Genetik
31

Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa ?

Jelaskan : Anggota keluarga klien tidak ada yang mengalami

gangguan jiwa.

2. Psikososial

a. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan ?

Jelaskan : Klien mengatakan pernah menikah dan cerai 5x.

b. Trauma

Jelaskan : Klien mengatakan tidak pernah mengalami aniaya fisik,

seksual, penolakan, dan tindak kriminal.

c. Genogram

Keterangan :

: Meninggal

: Perempuan

: Laki-laki
32

: Klien

: Tinggal serumah

Pengambilan keputusan : Klien mengatakan dalam mengambil keputusan dilakukan

oleh saudaranya.

Pola komunikasi : Klien mengatakan jika ada masalah dibicarakan dengan

saudaranya atau anaknya.

E. FAKTOR PRESIPITASI

1. Peristiwa yang baru dialami dan dalam waktu dekat

Klien mengatakan mengamuk karena diceraikan oleh suaminya dan

ditinggal menikah lagi.

2. Perubahan aktifitas hidup sehari-hari

Klien mengatakan jadi mudah tersinggung, mudah marah dan banyak

melamun.

3. Perubahan fisik

Klien terlihat gelisah dan kadang-kadang berbicara sendiri.

4. Lingkungan penuh kritik

Klien mengatakan merasa seperti diejek oleh keluarganya.

F. FISIK

a. Tanda vital
33

TD : 120/70 mmHg

N : 80x/menit

P : 20x/menit

S : 35,8 C

b. Ukur

TB : 155 cm

BB : 45 kg

c. Keluhan fisik :

Jelaskan : Klien mengatakan tidak ada keluhan secara fisik.

G. SOSIAL-KULTURAL-SPIRITUAL

1. Konsep diri

a. Citra tubuh

Klien mengatakan menyukai seluruh bagian tubuhnya.

b. Identitas diri

Klien mengatakan tidak menyukai jika seseorang menyebutkan nama

suaminya yang baru cerai tahun ini.

c. Peran diri

Klien mengatakan belum puas sebagai ibu rumah tangga dan

membahagiakan anaknya.

d. Ideal diri

Klien mengatakan memiliki harapan agar suaminya kembali lagi.


34

e. Harga diri

Klien mengatakan merasa malu karena bercerai sampai 5x.

2. Hubungan sosial

a. Orang terdekat

Klien mengatakan yang paling dekat dengan dirinya adalah saudara

dan anaknya.

b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat

Klien mengatakan tidak ikut dalam kegiatan masyarakat.

c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain

Klien mengatakan sering marah-marah, sering tersinggung dan sering

melamun.

3. Spiritual

a. Nilai dan keyakinan

Klien mengatakan menerima sakitnya sebagai sebuah ujian.

b. Kegiatan ibadah

Klien mengatakan selama diRS selalu meninggalkan shalat 5 waktu.

c. Pengaruh spiritual terhadap koping individu

Kien mengatakan saat ada masalah selalu berdoa.

H. STATUS MENTAL

1. Deskripsi umum
35

a. Penampilan

Jelaskan : cara berpakaian klien tampak rapi.

Cara berjalan dan sikap tubuh :

Jelaskan : cara berjalan klien tegap.

Kebersihan :

Jelaskan : Klien tampak bersih, mandi 2x sehari.

Ekspresi wajah dan kontak mata :

Jelaskan : Klien ketika ditanya dapat menjawab pertanyaaan, ekspresi

wajah emosi yang cepat berubah.

b. Pembicaraan

Jelaskan : Klien pada saat berbicara cepat dengan volume yang keras.

c. Aktifitas motorik

Jelaskan :

1) Tingkat aktifitas

Jelaskan : Klien tampak mengalami latergik dan gelisah. Tidak

mengalami penurunan kesadaran. Klien tidak mengalami otot

muka tegang. Klien tidak mengalami kegiatan berulang.

2) Interaksi selama wawancara

Jelaskan : Klien kooperatif

2. Status emosi

a. Alam perasaan
36

Jelaskan : Klien mengungkapkan perasaan terlihat sedih, marah,

perasaan meluap.

b. Afek

Jelaskan : tumpul. Bereaksi ketika ada stimulus yang kuat.

3. Persepsi

a. Halusinasi

Jelaskan : Klien sudah tidak mengalami halusinasi pendengaran,

penglihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan.

b. Ilusi

Jelaskan : Klien mengatakan tidak mengalami ilusi.

c. Depersonalisasi

Jelaskan : Klien mengatakan tidak mengalami depersonalisasi.

d. Derealisasi

Jelaskan : Klien mengatakan tidak mengalami derealisasi.

4. Proses pikir

a. Bentuk pikir

Jelaskan : otistik, pasien kadang melamun.

b. Arus pikir

Jelaskan : logis, klien rasional dan masuk akal.

5. Sensori dan kognisi

a. Tingkat kesadaran :

Jelaskan : Klien mampu menjawab yang perawat tanyakan


37

b. Daya ingat (Memori)

Jelaskan : Klien mampu menceritakan cerita pendek saat ini.

c. Tingkat konsentrasi dan berhitung

Jelaskan : Klien saat diajak berhitung tidak mudah beralih dan mampu

berkonsentrasi.

d. Insight

Jelaskan : Klien menyadari dan menerima sakitnya dan ingin sembuh.

e. Pengambilan keputusan (judgment)

Jelaskan : tidak terkaji.

I. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG

1. Makan :

Jelaskan : Klien mengatakan makan 3x sehari, makannya secara mandiri

dan teratur.

2. BAB/BAK :

Jelaskan : Klien mengatakan BAB/BAK secara mandiri.

3. Mandi :

Jelaskan : Klien mengatakan mandi secara mandiri, mandinya 2x sehari.

4. Berpakaian/Berhias :

Jelaskan : Klien mampu berpakaian dan berhias dengan bantuan minimal.

5. Istirahat dan tidur

Jelaskan : Klien mengatakan mampu untuk istirahat/tidur.

Tidur siang : 13.00-16.00 WIB


38

Tidur malam : 21.00-06.00 WIB

6. Penggunaan obat

Jelaskan : klien mampu untuk mengkonsumsi obat dengan bantuan

minimal.

7. Pemeliharaan kesehatan

Jelaskan : perawatan lanjutan yang akan dilakukan oleh pasien adalah

control setiap bulan di poli jiwa RSUD Banyumas, system pendukung

pasien adalah keluarga.

8. Aktifitas didalam rumah

Jelaskan : klien mampu mengelolah dan menyajikan makanan, merapikan

rumah dan mencuci pakaian.

9. Aktifitas diluar rumah

Jelaskan : Klien mampu menggunakan kendaraan, mampu bertani dan

pergi kepasar.

J. MEKANISME KOPING

a. Adaptif

Jelaskan : Klien dapat berbicara dengan orang lain/berkomunikasi

dengan orang lain.

b. Mal adaptif

Jelaskan : Klien mengatakan saat menginat suaminya yang

menceraikannya perasaan marah itu muncul dan ingin melempar barang.


39

Pasien sudah diajarkan teknik mengontrol RPK dengan Sp I, menarik

nafas dalam dan memukul bantal.

K. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN

1. Masalah dengan dukungan kelompok

Klien mengatakan kadang merasa marah dan tidak dapat terkontrol.

2. Masalah berhubungan dengan dukungan lingkungan

Klien lebih sering tidur dan kadang-kadang mengobrol dengan pasien

lainnya.

3. Masalah dengan pendidikan

Klien tidak mau melanjutkan sekolah.

4. Masalah dengan pekerjaan

Klien sudah tidak mampu bekerja dengan orang lain karena rasa

marahnya yang mudah muncul.

5. Masalah dengan perumahan

Klien merasa menjadi omongan tetangga.

L. PENGETAHUAN KURANG TENTANG

Jelaskan : Klien mengatakan sebelum masuk RSUD Banyumas, klien belum

mengetahui jika dirinya mengalami RPK (Resiko Perilaku Kekerasan).

M. ASPEK MEDIK

Diagnosa medis : F. 20

Terapi medis :
40

a. Clozapin 25 mg 3x1 jam 07.00

b. Stelosin 5 mg 3x1 jam 13.00

c. Clobazam 10 mg 3x1 jam 07.00

Riwayat alergi obat : tidak ada

Riwayat penggunaan obat : Clozapin, Stelosin, Clobazam.

Hasil pemeriksaan laboratorium : -


41

N. ANALISA DATA

No Data Masalah

1. Ds : Resiko perilaku kekerasan

Klien mengatakan sering marah-marah,

dan mondar-mandir.

Do :

Kontak mata tajam, kooperatif, nada

bicara tinggi, raut muka tegang.

2. Ds : Perubahan persepsi sensori:

Klien mengatakan mendengar bisikan Halusinasi Pendengaran

atau suara suaminya yang membuat

marah.

Klien mengatakan bisikannnya muncul

jika sedang mencuci piring di sore hari.

Do :

Klien tampak diam, klien tampak


42

kooperatif, klien terlihat gelisah.

O. POHON MASALAH

Resiko mencederai diri dan orang lain

Resiko perilaku kekerasan

Halusinasi

P. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko perilaku kekerasan

2. Perubahan persepsi sensori: Halusinasi Pendengaran


43

Q. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

No Tanggal Implementasi Evaluasi

1. 28 Juni 2016 Sp 1 S:

1. Membina hubungan Klien mampu

saling percaya. menyebutkan nama

2. Melakukan jabat panjang dan nama

tangan panggilan, jenis

3. Menjelaskan tujuan kelamin, umur,

interaksi pekerjaan, alamat

4. Mengidentifikasi rumah.

dan membantu Klien bersedia diajak

penyebab pasien bersalaman.

marah atau masalah Klien mengatakan

yang dirasakan. marah karena

5. Menjelaskan cara cemburu suaminya

mengontrol PK menikah lagi dan klien


44

dengan cara fisik, ingin melempar piring

minum obat, verbal didalam kamar mandi.

dan spiritual. Klien mengatakan

6. Melatih pasien mengerti apa yang

mengontrol PK telah dijelaskan.

secara fisik: tarik Klien mengatakan

nafas dalam dan dapat melakukan cara

pukul bantal. tarik nafas dalam dan

7. Menganjurkan klien pukul bantal.

memasukan dalam Klien mengatakan

kegiatan harian. akan melatih cara tarik

nafas dalam dan pukul

bantal pada waktu

09.00 dan 14.00 WIB.

O:

Klien dapat

mendemonstrsikan

cara tarik nafas dalam

dan pukul bantal.

Klien kooperatif

Kontak mata ada dan


45

tajam.

A:

SP I teratasi.

P:

Latihan SP 2.

RTL:

Evaluasi SP 1.

Anjurkan klien

berlatih cara

mengontrol emosi

dengan cara tarik

nafas dalam dan pukul

bantal dan sesuai

jadwal harian.

Anjurkan klien

menerapkan cara

mengontrol emosi

dengan tarik nafas

dalam dan pukul

bantal saat marah itu

muncul.
46

2. 29 Juni 2018 Sp 2 S:

1. Mengevaluasi kegiatan Klien mengatakan

latihan fisik sudah melakukan tarik

2. Melatih cara mengontrol nafas dalam sesuai

PK dengan patuh minum jadwal jam 09.00 dan

obat dengan dosisi 5 14.00

benar. Klien mengatakan

3. Memasukan dalam belum paham yang

jadwal kegiatan untuk dijelaskan

latihan fisik dan minum Klien mengatakan

obat akan minum obat

tepat waktu

Klien mengatakan

akan minu obat jam

08.00 dan 12.30

Memasukan kedalam

jadwal kegiatan harian

O:

Klien mengulang

manfaat, dosis, dan

efek samping obat


47

Nada suara keras

Kontak mata ada

A:

SP 2 teratasi

P:

Lanjutkan SP 3

RTL:

Evaluasi SP 2

Anjurkan klien

berlatih minum obat

dengan prinsip 5 benar

sesuai jadwal kegiatan

harian

Anjurkan klien

menerapkan dan

melakukan tarik nafas

dalam dan pukul

bantal serta latihan

patuh minum obat

dengan prinsip 5 benar

untuk mengontol
48

marah.

30 Juni 2018 Sp 3 S:

Mengevaluasi jadwal Klien mampu

kegiatan harian ajarkan mengulangi cara

yaitu SP 1, SP2 (mengontrol mengontrol marah

marah dengan tarik nafas dengan tarik nafas

dalam dan pukul bantal, dalam dan patuh

patuh minum obat) minum obat.

Melatih cara mengontrol Melakukan cara

marah dengan verbal mengontrol marah

menolak dengan cara yang dengan verbal

baik, meminta dengan baik, Masukan ke jadwal

dan mengungkapkan dengan kegiatan harian.

kata-kata yang baik O:

Menganjurkan klien Kontak mata klien

memasukan ke jadwal ada.

harian Nada suara keras.

Ekspresi wajah

tegang.

Klien mampu

mengulangi cara
49

verbal.

A:

SP 23 tercapai

P:

Lanjutkan SP 4

RTL:

Evaluasi SP 3

Memerintahkan klien

melakukan cara verbal

sesuai jadwal kegiatan

harian.

Anjurkan klien

melakukan cara fisik,

minum obat, verbal.

4. 1 Juli 2018 SP 4 S:

Mengevaluasi kegiatan yang Klien mampu

lalu yaitu tarik nafas dalam mendemonstrasikan

dan pukul bantal, patuh cara mengontrol

minum obat, cara verbal. marah dengan cara

Melatih klien mengontrol fisik, patuh minum

marah dengan cara spiritual obat, dan cara verbal.


50

yaitu mengucapkan istigfar, Melakukan cara

mengelus dada dan mengontrol marah

mengambil air wudhu. dengan cara spiritual

Mengajanjurkan klien yaitu mengucapkan

memasukan kedalam jadwal istigfar dan

kegiatan harian. mengambil air wudhu.

Memasukan kedalam

jadwal kegiatan

harian.

O:

Nada suara keras

Ada kontak mata

Tangan mengepal

A: SP 4 tercapai

P:

Intervensi dilanjutkan

oleh perawat ruangan

RTL:

Anjurkan klien untuk

menggunakan cara

mengontrol marah
51

kejadwal kegiatan

harian

Anjurkan klien

menerapkan cara

mengontrol marah

yang telah dipilih saat

merasa marah.

R. INTERVENSI

Tgl / Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi

jam keperawatan

18/6/16 Resiko Tujuan umum 1.Klien mau 1.Memberi salam

Jam perilaku (TUM) menjawab salam. atau panggil nama

09.30 kekerasan Klien dapat 2.Klien mau klien.

melanjutkan peran berjabat tangan. 2. Menunjukkan

sesuai tanggung 3.Klien mau perawat sambil

jawab. menyebutkan berjabat tangan.

nama. 3.Menjelaskan

Tujuan khusus 4.Klien ada kontak tentang maksud

(TUK) mata. dan tujuan


52

TUK 1 : Klien 5.Klien mau interaksi.

dapat membina mengetahui nama 4.Jelaskan tentang

hubungan saling perawat. kontrak yang akan

percaya. 6.Klien mau dibuat.

menyediakan 5.Beri sikap aman

waktu untuk dan empati.

kontak mata. 6.Melakukan

kontrak sikap tapi

sering.

TUK 2 : Klien dapat klien dapat 1.klien

mengidentifikasi menceritakan mengungkapkan

penyebab perilaku penyebab perilaku perasaannya.

kekerasan. kekerasan. 2.klien dapat

mengungkapkan

penyebab perasaan

jengkel dan kesal.

TUK 3 : Klien Klien dapat 1.Klien dapat

dapat menceritakan tanda mengungkapkan

mengidentifikasi tanda perilaku perasaan

tanda-tandaperilaku kekerasan. marahnya.

kekerasan. 2.Klien dapat


53

mengungkapkan

saat emosi.

TUK 4 : Klien dapat


Kl klien dapat 1.Anjurkan

mengidentifikasi menceritakan kepada klien

perilaku kekerasan perilaku kekerasan untuk melakukan

yang bisa dilakukan. yang bisa perilaku kekerasan

dilakukan. yang bisa

dilakukan.

2.Jika dengan

melakukan

perilaku kekerasan

apakah masalah

dapat

terselesaikan.

TUK 5: Klien dapat Klien dapat 1.Bicarakan

mengidentifikasi menceritakan akibat/kerugian

akibat dari perilaku akibat dari perilaku dari cara yang

kekerasan. kekerasan. dilakukan klien.

2.Bersama klien

menyimpulkan

akibat dari cara


54

yang digunakan

oleh klien.

3.Tanyakan pada

klien ‘’apakah ia

ingin mempelajari

cara baru yang

sehat’’.

TUK 6 : klien dapat Klien dapat 1.Tanyakan pada

mengidentifikasi cara menceritakan cara klien ‘’apakah ia

konstruksi dalam konstruksi dalam ingin mempelajari

merespon terhadap merespon terhadap cara baru yang

kemarahan. marah. sehat’’.

2.Berikan pujian

jika klien

mengetahui cara

lain yang sehat.

3.Diskusikan

kepada klien cara

yang sehat antara

lain :

a.Tarik nafas
55

dalam, jika sangat

kesal lalu

pukulkan bantal.

b.Anjurkan klien

untuk berdoa.

TUK 7 : Klien Klien dapat 1.Anjurkan klien

dapat mendemonstrasika menggunakan cara

mendemonstrasikan n cara mengontrol yang dipelajari

cara mengontrol perilaku kekerasan saat marah.

perilaku kekerasan. dengan tarik nafas 2.Susun jadwal

dalam, memukul melakukan cara

bantal dan kasur. yang telah

dipelajari.

TUK 8 : Klien Klien dapat 1.Diskusikan

dapat menggunakan menyebutkan obat- manfaat minum

obat dengan benar. obat yang diminum obat dan kerugian

dan kegunaan. berhenti minum

obat, tanpa seizin

dokter.

2.Jelaskan jenis

obat yang
56

diminum kepada

klien.

3.Anjurkan klien

minum obat tepat

waktu.

4.Anjurkan klien

bicara dengan

dokter tentang

manfaat dan efek

samping obat.

5.Beri pujian yang

positif.

TUK 9 : Klien Klien dan keluarga 1.Mengidentifikasi

mendapat dukungan dapat menyebutkan kemampuan

keluarga cara merawat dan keluarga dalam

mengontrol mengungkapkan merawat klien dari

perilaku kekerasan. rasa puas dalam sikap apa yang

merawat klien. telah dilakukn

keluarga terhadap

klien selama ini.

2.Jelaskan peran
57

serta keluarga

dalam merawat

klien.

Harga diri Tujuan umum a. ekspresi wajah a. bina hubungan

rendah (TUM) : klien bersahabat. saling percaya

memiliki konsep b. menunjukkan dengan

diri yang positif. rasa senang dan menggunakan

Tujuan khusus ada kontak mata. prinsip

(TUK) 1 : klien c. mau berjabat komunikasi

dapat membina tangan. terapeutik.

hubungan saling d. menyebutkan b. sapa klien

percaya. nama dan mau dengan ramah

duduk baik verbal

berdampingan maupun non

dengan perawat. verbal.

e. mau menjawab c. perkenalkan diri

salam. dengan sopan.

f. mau d. tanyakan nama

mengutarakan lengkap dan nama

masalah yang panggilan yang


58

dihadapi. disukai klien.

e. jelaskan tujuan

pertemuan.

TUK 2 : klien dapat a. aspek positif dan a. aspek positif

mengidentifikasi kemampuan klien yang dimiliki

aspek positif dan yang dimiliki klien. klien, keluarga,

kemampuan yang b. aspek positif dan lingkungan.

dimiliki. keluarga. b. kemampuan

c. aspek positif yang dimiliki

lingkungan klien. klien.

TUK 3 : klien dapat a. klien mampu a. diskusikan

menilai menyebutkan dengan klien

kemampuan yang kemampuan yang kemampuan yang

dimiliki untuk dapat dilaksanakan dapat

dilaksanakan. dirumah sakit. dilaksanakan.

b. klien mampu b. diskusikan

menyebutkan kemampuan yang

kemampuan yang dapat dilanjutkan.

dapat dilaksanakan c. beri pujian.

dirumah.

TUK 4 : klien dapat a. klien mampu a.meminta klien


59

merencanakan rencana kegiatan untuk memilih

kegiatan sesuai harian. satu kegiatan yang

dengan kemampuan b. klien mencoba. mau dilakukan

yang dimiliki. c. susun jadwal dirumah sakit.

harian. b. bantu klien

melakukan

kegiatan tersebut

jika perlu diberi

contoh.

c. beri pujian atas

keberhasilan klien.

a. beri kesempatan

pada klien untuk

TUK 5 : klien dapat mencoba kegiatan

melakukan kegiatan yang telah

sesuai kondisi sakit direncanakan.

dan kemampuannya b. beri pujian

kepada klien.

TUK 6 : klien dapat a. klien melakukan a. beri pendidikan

memanfaatkan kegiatan yang telah kesehatan kepada

system pendukung dilatih. keluarga tentang


60

yang ada. b. klien mampu cara merawat

melakukan klien dengan

beberapa kegiatan harga diri rendah.

mandiri. b. beri pujian

a. keluarga dapat kepada klien

memberikan setiap kali

dukungan. berhasil.

b. keluarga dapat

memahami jadwal

kegiatan klien.
61

BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Sdr. A dengan gangguan utama

perilaku kekerasan pada tanggal 16 Juni 2016 di ruang Bima RSJ Daerah

Banyumas, maka penulis pada bab ini akan membahas beberapa kesenjangan

antara teoritis dengan tinjauan kasus.

Pembahasan dimulai tahapan proses keperawatan yaitu: pengkajian, diagn

osa keperawatan,intervensi, implementasi, dan evaluasi.

B. PENGKAJIAN

Dalam melakukan pengkajian penulis tidak banyak menemukan kesulitan karena

klien kooperatif dalam memberikan keterangan – keterangan yang perawat

butuhkan. Penulis memperoleh data langsung dari klien dengan teknik komunikasi

dengan klien, selain itu juga untuk mendukung data tersebut penulis melihat data klien yang

ada diruangan.Secara umum pengkajian yang terdapat di dalam teori dengan

pengkajian yang terdapat dalam tinjauan kasus terdapat banyak kesamaan,

namun ada beberapa perbedaan yang timbul antaralandasan teoritis dengan

tinjaun kasus, khususnya yang terdapat pada landasan teoritis tetapi tidak terdapat pada
62

tinjauan kasus, dimana secara teoritisditemukan tanda dan gejala berupa

sering marah-marah, volumenya yang keras, dan berbicara yang cepat.

Dilakukan pengkajian pada tanggal 16 Juni 2016 jam 09.30, nama klien

Sdr. A, usia 20 tahun dengan berjenis kelamin laki-laki, beragama islam,

satus klien belum menikah , alamat karang klesem Rt 07/Rw 03. Klien

masuk ke Instalansi Pelayanan Kesehatan Jiwa Terpadu Banyumas pada tanggal 7

juni 2016 dengan keluhan klien sering marah-marah, volumenya keras, cara

berbicara cepat. Factor predisposisi, Klien mengatakan belum pernah mengalami

gangguan jiwa sebelumnya. Klien belum pernah mendapatkan pengobatan

sebelumnya karena klien belum pernah dirawat dirumah sakit. Klien sering diejek

temen. Klien mengatakan ada trauma yaitu seperti aniaya fisik kepada korban.

Klien mengatakan anak pertama dari empat bersaudara. Klien ketika mengambil

keputusan dilakukan dengan cara musyawarah. Factor presipitasi, Klien

mengatakan marah-marah karena sudah dibersihin rumahnya, diberantakin lagi

sama adik-adiknya , yang menyebabkan karena klien itu marah, jadi tidak

terkontrolnya marah, klien sering pergi-pergi dari rumah, pandangan mata tajam,

mata merah. Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses

keperawatan, penkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan

dan masalah klien. Data yang dikumpulkan mencakup semua aspek yang meliputi

aspek biologi, aspek emosional, aspek intelektual, aspek sosial, aspek spiritual.

Data pada pengkajian jiwa dapat dikelompokan menjadi faktor predisposisi, faktor
63

presipitasi, penilaian terhadap stessor, sumber koping, dan kemampuan koping

yang dimiliki klien (Iyus Yosep, 2007: 116).

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan pada klien yaitu resiko perilaku kekerasan.

Diagnosakeperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia

(status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana

perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi

secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah

dan merubah. Perilaku kekerasan adalah perasaan marah secara berlebihan.

Penulis mengangkat diagnosa pertama Resiko perilaku kekerasan dikarenakan

sebelum masuk Rumah sakit ditemukan data bahwa klien pernah marah-marah.

Riwayat perilaku kekerasan pada klien pernah mengalami trauma, aniaya secara

fisik. Dan dapat beresiko kepada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungannya.

Berdasarkan data diatas, dan sesuai dengan teori diatas maka penulis menegakkan

diagnosa Resiko perilaku kekerasan. Jika hal ini tidak segera diatasi maka akan

membahayakan bagi keselamatan diri klien, orang lain maupun lingkungan sekitar

klien. Penulis memilih resiko perilaku kekerasan sebagai prioritas utama yang

perlu diatasi terlebih dahulu karena masalah keperawatan resiko perilaku

kekerasan penulis lihat sebagai masalah yang paling tampak saat dilakukan

pengkajian, dan merupakan masalah yang sesuai dengan kondisi klien pada saat

ini . Sedangkan resiko perilaku kekerasan merupakan keadaan dimana individu


64

melakukan atau menyerang orang atau lingkungan. menurut Carpenito (2000:

1433).

C. INTERVENSI

Rencana tindakan terdiri dari 3 aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan

rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum yaitu tujuan yang ingin dicapai

untuk menyelesaikan masalah. Penulis juga menerapkan seluruh intervensi

keperawatan kesehatan jiwa pada setiap diagnosa sebagai rencana keperawatan.

Intervensi keperawatan terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus

dan rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum berfokus pada penyelesaian

permasalahan (P) dari diagnosa tertentu, tujuan umum dapat tercapai jika

serangkaian tujuan khusus telah dicapai. Tujuan khusus berfokus pada

penyelesaian etiologi (E) dari diagnosa tertentu, Tujuan khusus merupakan

rumusan kemampuan klien yang perlu dicapai atau dimiliki klien. Sedangkan

rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat

mencapai tiap tujuan khusus (Keliat, 2005: 14)

1. Resiko perilaku kekerasan.

Tujuan umum (TUM) : Klien dapat melanjutkan peran sesuai tanggung jawab.

Tujuan khusus (TUK):

TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya. Kriteria hasil : Klien

dapat menceritakan membina hubungan saling percaya. Antara perawat dan


65

klien adanya kontak mata, sehingga klien dan perawat dapat kontak sesering

mungkin. Alasannya, supaya dapat menunjukkan bahwa perawat peduli

dengan klien .hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada

perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya. menyebutkan nama

klien, kontrak waktu, ciptakan lingkungan yang aman dan tenang. Melakukan

interaksi untuk TUK I yang mempunyai tujuan klien dapat membina

hubungan saling percaya. Rasionalisasi dari tindakan tersebut yaitu hubungan

saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi

selanjutnya. Memperkenalkan diri kepada klien sambil berjabat tangan untuk

mengenal nama klien dan senang dipanggil siapa, berkenalan dengan klien

dengan sikap yang sopan. klien ada waktu ketika diajak komunikasi, adanya

kontak mata. Dalam melakukan TUK 1 tidak ada hambatan. TUK 2 : Klien

dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan. Kriteria hasil : Klien

dapat menceritakan penyebab perilaku kekerasan. Klien dapat

mengungkapkan penyebab perilaku kekerasan, alasannya klien dapat

mengetahui penyebab perilaku kekerasan. Pengungkapan perasaan dalam

suatu lingkungan yang tidak mengancam akan menolong pasien untuk sampai

kepada akhir penyelesaian persoalan. Melakukan interaksi TUK 2 tujuan

untuk mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan. Rasionalisasi dari

tindakan tersebut yaitu hubungan saling percaya merupakan dasar untuk

kelancaran hubungan interaksi selanjutnya. Klien dapat berinteraksi secara

kooperatif dan klien bisa diajak kerjasama. Beri kesempatan pada klien untuk
66

mengungkapkan perasaannnya. Dalam melakukan TUK 2 tidak ada hambatan.

TUK 3 : Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.

Kriteria hasil : Klien dapat menceritakan tanda-tanda perilaku kekerasan.

Klien dapat mengetahui tanda-tanda perilaku kekerasan, alasannya klien tau

bagaimana cara mengontrol marahnya. Mengetahui perilaku yang dilakukan

oleh klien sehingga memudahkan untuk intervensi. Melakukan interaksi TUK

3 tujuan untuk mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan. Rasionalisasi

dari tindakan tersebut yaitu untuk mengetahui klien pada saat klien marah-

marah. Klien dapat mengetahui tanda-tanda klien saat klien marah-marah.

dalam TUK 3 tidak ada hambatan. TUK 4 : Klien dapat mengidentifikasi

perilaku kekerasan yang bisa dilakukan. Kriteria hasil : Klien dapat

menceritakan perilaku kekerasan yang bisa dilakukan. Klien perilaku

kekerasan yang bisa dilakukan , alasannya karena klien sering marah-marah.

Memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien. Melakukan interaksi

TUK 4 tujuan untuk mengidentifikasi perilaku kekerasan yang bisa dilakukan.

Rasionalisasi dari tindakan tersebut yaitu hubungan saling percaya merupakan

dasar untuk kelancaran hubungan interaksi selanjutnya. Klien dapat

menyebutkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien. dalam TUK 4

tidak ada hambatan. TUK 5: Klien dapat mengidentifikasi akibat dari perilaku

kekerasan. Kriteria hasil: Klien dapat menceritakan akibat dari perilaku

kekerasan.Akibat dari perilaku kekerasan, alasannya supaya klien mengetahui

tentang akibat terjadinya perilaku kekerasan. Mencari metode koping yang


67

tepat dan konstruktif. Melakukan interaksi TUK 5 tujuan untuk

mengidentifikasi akibat dari perilaku kekerasan. Rasionalisasi dari tindakan

tersebut yaitu untuk mengetahui akibat dari perilaku kekerasan, klien bersedia

mempelajari cara baru sehat bersama penulis. Dalam TUK 5 tidak ada

hambatan.TUK 6 : klien dapat mengidentifikasi cara konstruksi dalam

merespon terhadap kemarahan.kriteria hasil : klien dapat menceritakan cara

konstruksi dalam merespon terhadap marah. cara konstruktif dalam merespon

terhadap marah, alasannya klien dapat mengontrol kemarahannya . supaya

klien dapat mengontrol marahnya. Melakukan interaksi TUK 6 tujuan untuk

mengidentifikasi cara konstruksi dalam merespon terhadap kemarahan.

Rasionnalisasi dari tindakan ini adalah dapat membantu klien cara konstruktif

dalam merespon terhadap kemarahannya. Dan klien dapat mengontrol

kemarahannya. Dalam TUK 6 tidak ada hambatan. TUK 7 : Klien dapat

mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.Kriteria hasil : Klien

dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan tarik

nafas dalam, memukul bantal dan kasur.Cara mengontrol perilaku kekerasan

dengan tarik nafas dalam, memukul bantal dan kasur, alasanya supaya klien

tau bagaimana cara mengontrol perilaku kekerasan dengan tarik nafas dalam.

cara mengontrol perilaku kekerasan dengan tarik nafas dalam agar klien

memahami dan mengerti. Melakukan interaksi TUK 7 tujuan untuk

mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan tarik nafas

dalam, memukul bantal dan kasur. Klien kooperatif. Klien ketika diberi
68

contoh cara mengontrol perilaku kekerasan, klien dapat mempraktekkan nya.

Dalam TUK 7 tidak ada hambatan. TUK 8 : Klien dapat menggunakan obat

dengan benar.Kriteria hasil : Klien dapat menyebutkan obat-obat yang

diminum dan kegunaan, dan klien dapat minum obat secara teratur. cara

menggunakan obat dengan benar, alasannya klien tau jenis obat yang

diminum. Menambah pengetahuan klien dan keluarga tentang obat dan

fungsinya. Melakukan interaksi TUK 8 tujuan untuk menyebutkan obat-obat

yang diminum dan kegunaan, dan klien dapat minum obat secara teratur. dan

klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar obat. Dalam TUK 8 tidak ada

hambatan. TUK 9 : Klien mendapat dukungan keluarga mengontrol perilaku

kekerasan. Kriteria hasil : Klien dan keluarga dapat menyebutkan cara

merawat dan mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien.mendukung

keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan, alasannya agar klien dapat

mendukung keluarganya dengan cara musyawarah. Keluarga mendukung

dengan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan . Melakukan interaksi

TUK 9 klien dan keluarga dapat menyebutkan cara merawat dan

mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien. Klien dan keluarga tau

bagaimana cara merawat klien dengan baik. Dalam TUK 9 tidak ada

hambatan. (keliat, 1999).

D.IMPLEMENTASI
69

Pada Sp 1 dapat membina hubungan saling percaya adalah dengan

mengungkapkan komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah baik verbal

maupun non verbal. Klien ketika diajak berkenalan mau memperkenalkan diri

dengan sopan. Tanyakan kepada klien nama lengkap klien dan nama panggilan

yang disukai klien. Jelaskan tujuan pada saat bertemu dengan klien. Tunjukkan

sikap empati dan menerima keadaan klien apa adanya. tidak mengalami hambatan

karena klien dapat diajak bekerja sama dengan cukup kooperatif. Menurut

keliat(1999), hubungan saling percaya saling terbuka pada perawat untuk

intervensi selanjutnya.

Pada Sp 2 mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan adalah memberikan

kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya. Bantu klien untuk

mengungkapkan penyebab marah. Tindakan yang dilakukan adalah memberi

kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya. Klien tidak ada hambatan

karena klien mampu mengungkapkan penyebab marah dialami klien. informasi

dari klien itu penting terhadap perawat untuk membantu mengungkapkan

perasaannya. Menurut keliat(1999).

Pada Sp 3 mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan adalah anjurkan klien

untuk mengungkapkan tanda-tanda yang dialami saat marah. Perilaku kekerasan

pada klien. Klien tidak ada hambatan karena klien mampu mengungkapkan tanda-

tanda pada saat marah . mengungkapkan tanda-tanda yang dialami saat marah,
70

alasannya klien suruh dapat mengungkapkan tanda-tanda. Bantu klien untuk

mengungkapkan tanda-tanda pada saat marah. Menurut keliat (1999).

Pada Sp 4 mengidentifikasi perilaku kekerasan yang bisa dilakukan adalah

anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

Bicarakan dengan klien apakah yang klien lakukan masalahnya akan selesai. Klien

tidak ada hambatan karena klien dapat menyebutkan perilaku kekerasan yang

dilakukan. Mengetahui cara klien bagaimana melakukannya. Menurut keliat

(1999)

Pada Sp 5 bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan klien. Bersama

klien menyimpulkan akibat atau cara yang digunakan oleh klien. Akibat dan

kerugian yang klien lakukan dan menyimpulkan akibat dan kerugian yang klien

lakukan. Klien tidak ada hambatan karena klien kooperatif sehingga klien mampu

menyebutkan akibat dan kerugian yang dilakukan klien. mencari metode koping

yang tepat dan konstruktif. Menurut keliat(1999).

Pada Sp 6 cara konstruksi dalam merespon terhadap kemarahan adalah apakah

klien ingin mempelajari belajar cara baru sehat. Diskusikan dengan klien cara yang

baru sehat tindakan yang telah dilakukan. Menanyakan kepada klien apakah klien

mau mempelajari cara baru sehat. Mengetahui kemampuan klien melakukan cara

yang sehat. Menurut keliat (1999). Mendiskusikan cara baru sehat. Klien tidak ada

hambatan karena klien kooperatif dan dapat menjalankan shalat dan berdoa.
71

Pada Sp 7 dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan adalah

ajarkan klien untuk mempelajari saat marah, kemudian suruh klien untuk

mempraktekkan bagaimana cara mengontrol marah. Klien tidak ada hambatan

karena klien kooperatif.

Pada Sp 8 :Klien dapat minum obat secara teratur dalam Sp 6 ada hambatan karena

klien kooperatif dan bisa diajak kerjasama. Pada Sp 7 dapat terlaksana dengan

baik.

Pada Sp 9 mendapat dukungan keluarga mengontrol perilaku kekerasan adalah

ajarkan bagaimana cara mendapat dukungan keluarga mengontrol perilaku

kekerasan. Agar klien dapat tau cara mengontrol marahnya. Klien tidak ada

hambatan.

Doa untuk mengurangi marah :

ِ ‫ش ْي َط‬
‫ان‬ َّ ‫آج ْر ِني ِم ْن ال‬ َ ‫اللَّ ُه َّم ا ْغ ِف ْر ِلي ذَ ْن ِبي َوأ َ ْذ ِه ْب‬
ِ ‫غ ْي َظ قَ ْل ِبي َو‬

Artinya: "Ya Allah, ampunilah dosaku, hilangkanlah kemarahan hatiku, dan jagalah

aku dari godaan setan"

Cara membacanya do’a untuk menghilangkan amarah (marah) yaitu :


72

1. Dibaca setiap hari dan setiap saat. Fungsinya adalah untuk pencegahan.

Dengan membaca do’a ini, bagi yang pemarah Insya Allah, sifat pemarahnya

dapat hilang atau minimal dapat dikendalikan.

2. Dibaca pada saat amarah atau marah itu muncul. Ketika dada mulai

bergejolak, dan terasa hawa amarah mulai menggelegar maka segeralah

membaca do’a tersebut. Maka diharapkan kemarahan tidak jadi muncul dan

kita bisa meredamnya

3. Dibaca setela marah. Fungsinya adalah untuk penyadaran tehadap diri sendiri

agar kemarahan tersebut tidak terulang lagi. Kemudian ikuti dengan

permohonan maaf kepada orang yang kena marah oleh kita dan selanjutnya

memohon ampun kepada Allah

E.EVALUASI

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan

keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus-menerus pada respon klien

terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

(Keliat, 2005, p. 15)

Evaluasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai berikut

S: Respon subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan.

O: Respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan.

A: Analisa dang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan apakah
73

masalah masih tetap muncul atau muncul masalah baru atau data-data yang kontra

indikasi dengan masalah yang ada.

P: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon

klien.(Keliat, 2005: 15)

Evaluasi yang dilakukan pada klien Sdr. A selama berinteraksi , mulai tanggal 16

Juni 2016 maka evaluasi diagnosa keperawatan perilaku kekerasan antara lain :

Sp 1 :

Klien sudah mampu membina hubungan saling percaya dengan menunjukkan

ekspresi wajah datar, klien ketika diajak berkenalan mau berjabat tangan, mau

menyebutkan nama klien dan senng dipanggil siapa, dan mau menjawab salam.

Pada Sp 1 klien tidak ada hambatan karena klien kooperatif. Menurut keliat(1999),

hubungan saling percaya saling terbuka pada perawat untuk intervensi selanjutnya.

Sp 2 :

Klien dapat mengungkapkan perasaannya dan klien dapat mengungkapkan

penyebab perasaan marahnya. Pada Sp 2 klien tidak ada hambatan karena klien

dapat mengungkapkan penyebab perasaan marahnya. informasi dari klien itu

penting terhadap perawat untuk membantu mengungkapkan perasaannya. Menurut

keliat(1999)

Sp 3 :

Klien dapat mengungkapkan perasaan pada saat marah dank lien menyimpulkan

tanda-tanda marah yaitu: marah-marah. Pada Sp 3 klien tidak ada hambatan karena
74

klien pelaksaannya baik dan sesuai. Memudahkan klien dalam mengontrol

perilaku kekerasan. Menurut keliat (1999)

Sp 4 :

Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan yaitu

seperti marah-marah. Dan klien dapat mengetahui cara untuk menyelesaikan

masalah. Pada Sp 4 tidak ada hambatan dalam pelaksanaan tersebut. Karena klien

kooperatif dan dapat diajak kerjasama. Mengetahui cara klien bagaimana

melakukannya. Menurut keliat (1999)

Sp 5 :

Klien tidak dapat mengungkapkan akibat cara marah yang dilakukan oleh

klien. Pada Sp 5 adanya hambatan pada pelaksanaan tersebut. mencari metode

koping yang tepat dan konstruktif. Menurut keliat(1999)

Sp 6 :

Klien dapat memilih cara yang sehat dan dapat mempraktekkan cara yang

sehat menyalurkan kemarahannya yaitu dengan shalat dan berdoa. Klien tidak ada

hambatan karena klien kooperatif pada pelaksanaan tersebut dan dapat diajak

kerjasama. Mengetahui kemampuan klien melakukan cara yang sehat. Menurut

keliat (1999).

Sp 7 :
75

Sp 7 dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan adalah

ajarkan klien untuk mempelajari saat marah, kemudian suruh klien untuk

mempraktekkan bagaimana cara mengontrol marah. Klien tidak ada hambatan

karena klien kooperatif.

Sp 8 :

Klien dapat minum obat secara teratur dalam Sp 8 ada hambatan. Pada Sp 7 dapat

terlaksana dengan baik. informasi dari klien itu penting terhadap perawat untuk

membantu mengungkapkan perasaannya. Menurut keliat(1999)

Sp 9 :

Mendapat dukungan keluarga mengontrol perilaku kekerasan adalah ajarkan

bagaimana cara mendapat dukungan keluarga mengontrol perilaku kekerasan.

Agar klien dapat tau cara mengontrol marahnya. Klien tidak ada hambatan.
76

2. Harga diri rendah

A. PENGKAJIAN

Pengkajian merupakan pada tahap awal dan data dasar utama dari proses

keperawatan. Berdasarkan data yang didapat dari hasil pengkajian, tanda dan

gejala yang ditemukan pada Sdr. A sesuai dengan teori dan menunjukkan perilaku

harga diri rendah yaitu klien merasa malu ketika dirawat dirumah sakit, dan klien

ingin cepet pulang. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis,

sosial dan spiritual, pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat

pula berupa faktor predisposisi, presipitasi, penilaian terhadap stresor, sumber

koping, dan kemampuan koping yang dimiliki klien. Dilakukan pengkajian pada

tanggal 16 Juni 2016 jam 13.00, nama Sdr. A, usia 20 tahun, beragama islam,

dengan berjenis kelamin laki-laki,alamat klien karang kresem Rt 07/Rw 03, klien

dengan keluhan merasa malu dirawat dirumah sakit, klien inginnya cepet pulang,

kliet juga terlihat gelisah. Factor predisposisi harga diri rendah, klien sebelumnya

belum pernah dirawat dirumah sakit, dank lien baru pertama dirawat dirumah

sakit. Untuk faktor presipitasi yang terdapat pada teori yaitu trauma dan

ketegangan peran yang terdiri dari transisi peran perkembangan, transisi peran
77

situasi dan transisi peran sehat sakit. Sedangkan faktor presipitasi pada Sdr. A,

Klien mengatakan marah-marah karena sudah dibersihin rumahnya, diberantakin

lagi sama adik-adiknya , yang menyebabkan karena klien itu marah, jadi tidak

terkontrolnya marah, sering pergi-pergi dari rumah, pandangan tajam, mata merah.

Selama melakukan pengkajian didapatkan faktor pendukung yaitu adanya

kerjasama pengkaji dengan perawat ruangan, sikap klien yang cukup kooperatif

sehingga didapatkan data-data yang menunjang diangkatnya kasus ini, penggunaan

format pengkajian yang sesuai antara lahan dan institusi pendidikan. (Stuart, G.W,

and sundeen, S.J.) cit oleh (keliat 2005,p.3).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang kedua adalah harga diri rendah. Tindakan

keperawatan yang dilakukan adanya tujuan umum dan tujuan khusus. Dan pada

setiap diagnosa ada hal yang tidak terdapat pada teori yaitu penulis mencantumkan

jumlah pertemuan yang dibutuhkan perawat untuk mencapai setiap tujuan khusus

(TUK) dan disesuaikan dengan kondisi pasien berdasarkan prediksi awal yaitu

sekali pertemuan untuk setiap tujuan khusus. Untuk diagnosa prioritas yaitu

terdapat TUK 2 yaitu TUK 1 klien dapat membina hubungan saling percaya,

dilakukan sebanyak satu kali pertemuan. TUK 2 yaitu dapat mengidentifikasi

kemampuan dan aspek positif yang dimiliki dilakukan sebanyak dua kali

pertemuan. TUK 3 yaitu dapat menilai kemampuan yang digunakan, dilakukan

satu kali pertemuan. TUK 4 yaitu dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan

sesuai dengan kempuan yang dimiliki, dilakukan sebanyak dua kali. TUK 5 dapat
78

melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya dan TUK 6 yaitu

dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada. Diagnosa keperawatan yang

kedua yaitu harga diri rendah. Pada diagnosa yang diangkat yang muncul diagnosa

harga diri rendah, dengan keluhan Sdr.A merasa malu ketika dirawat dirumah

sakit, klien ingin cepet pulang dan klien juga terlihat gelisah. Diagnosa

keperawatan adalah penilaian teknis mengenai respon individu, keluarga,

komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual maupun

potensial. Harga diri rendah adalah perasaan malu terhadap diri sendiri, orang lain

maupun lingkungannya. (Keliat,2006)

C. INTERVENSI

Intervensi / rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang

dapat mencapai tiap tujuan khusus. Rencana tindakan keperawatan terdiri dari tiga

aspek yaitu Tujuan Umum (TUM), Tujuan Khusus (TUK) dan rencana

keperawatan. Tujuan umum berfokus pada penyelesaian masalah dari diagnosa

tertentu. Tujuan khusus merupakan rumusan kemampuan klien yang perlu dicapai

atau dimiliki klien. Dalam kasus ini penulis menyusun intervensi sesuai dengan

diagnosa keperawatan yang muncul pada klien. Pada diagnosa kedua Gangguan

konsep diri; Harga diri rendah penulis menyusun Tujuan Umum; klien dapat

berhubungan dengan orang lain secara optimal, kemudian untuk Tujuan

Khususnya meliputi:

Harga diri rendah

Tujuan umum (TUM) : klien memiliki konsep diri yang positif.


79

Tujuan khusus

TUK 1 : klien dapat membina hubungan saling percaya. Kriteria hasil : klien dapat

membina hubungan saling percaya. Melakukan interaksi untuk TUK I yang

mempunyai tujuan klien dapat membina hubungan saling percaya. Rasionalisasi

dari tindakan tersebut yaitu hubungan saling percaya merupakan dasar untuk

kelancaran hubungan interaksi selanjutnya. Memperkenalkan diri kepada klien

sambil berjabat tangan untuk mengenal nama klien dan senang dipanggil siapa,

berkenalan dengan klien dengan sikap yang sopan. klien ada waktu ketika diajak

komunikasi, adanya kontak mata. Klien tidak dilakukannya tindakan keperawatan

karena waktu yang tidak cukup. TUK 2 : klien dapat mengidentifikasi aspek

positif dan kemampuan yang dimiliki. Kriteria hasil : Klien ketika berinteraksi,

klien dapat berinteraksi dengan baik. Melakukan interaksi TUK 2 tujuan untuk

mengidentifikasi aspek positif dan kemampuan yang dimiliki klien. Rasionalisasi

dari tindakan tersebut yaitu mengidentifikasi aspek positif dan kemampuan yang

dimiliki klien. klien tidak ada hambatan karena tidak dilakukannya tindakan pada

klien, karena waktu yang tidak cukup. TUK 3 : klien dapat menilai kemampuan

yang dimiliki untuk dilaksanakan. Kriteria hasil : klien dapat menilai kemampuan

yang dimiliki untuk dilaksanakan. Melakukan interaksi TUK 3 tujuan untuk

menilai kemampuan yang dimiliki untuk dilaksanakan. Rasionalisasi dari tindakan

tersebut adalah menilai kemampuan yang dimiliki untuk dilaksanakan. Tidak

dilakukannya tindakan keperawatan, karena waktu yang tidak cukup, sehingga

tidak dilakukannya tindakan keperawatan. TUK 4 : klien dapat merencanakan


80

kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Kriteria hasil : klien dapat

menceritakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.Melakukan

interaksi TUK 4 tujuan untuk merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan

yang dimiliki klien. klien tidak dilakukannya tindakan keperawatan, karena waktu

yang tidak cukup, untuk melakukan tindakan tersebut. TUK 5 : klien dapat

melakukan kegiatan yang telah dilatih. Kriteria hasil : Klien dapat melakukan

suatu kegiatan yang telah dilatih, dan klien juga dapat melakukannya secara

mandiri tanpa bantuan keluarganya. Melakukan interaksi TUK 5 tujuan untuk

dapat melakukan kegiatan yang dilatih. Klien tidak dapat melakukan suatu

kegiatan, karena waktu yang tidak cukup, sehingga tidak dilakukannya tindakan

tersebut. TUK 6 : klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada. Kriteria

hasil : Keluarga klien dapat memahami atau mengetahui jadwal kegiatan klien

danklien dapat melakukan kegiatannya. Melakukan interaksi TUK 6 tujuan untuk

dapat memanfaatkan system pendukung yang ada. Klien tidak dilakukannya

tindakan keperawatan karena waktu yang tidak cukup, sehingga klien tidak

melakukan tindakan tersebut. . (Keliat,1998,p.13).

D. IMPLEMENTASI

Tidak dilakukannya tindakan keperawatan kepada klien, pada TUK 1: klien dapat

membina hubungan saling percaya , TUK 2 : klien dapat mengidentifikasi aspek

positif dan kemampuan yang dimiliki , TUK 3 : klien dapat menilai kemampuan

yang dimiliki untuk dilaksanakan , TUK 4 : klien dapat merencanakan kegiatan

sesuai dengan kemampuan yang dimiliki , TUK 5: klien dapat melakukan kegiatan
81

yang telah dilatih , TUK 6: klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada

. karena waktu yang tidak cukup, sehingga tidak dapat melakukan tindakan

tersebut.

E. EVALUASI

Evaluasi nya tidak dilakukannya tindakan keperawatan pada Sdr. A, pada TUK 1:

klien dapat membina hubungan saling percaya , TUK 2 : klien dapat

mengidentifikasi aspek positif dan kemampuan yang dimiliki , TUK 3 : klien dapat

menilai kemampuan yang dimiliki untuk dilaksanakan , TUK 4 : klien dapat

merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki , TUK 5: klien

dapat melakukan kegiatan yang telah dilatih , TUK 6: klien dapat memanfaatkan

system pendukung yang ada. karena waktu yang tidak cukup, sehingga tidak

dilakukannya tindakan keperawatan tersebut.


82

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

a. Tujuan umum

Tujuan penulisan Karya Tulis ini, agar penulis mampu melaksanakan dan

mendeskripsikan Asuhan Keperawatan pada klien Resiko Perilaku

Kekerasan di Instalasi Jiwa Terpadu RSUD Banyumas tahun 2016.

b. Tujuan Khusus

1. Menggambarkan dan mendeskripsikan hasil pelaksanaan pengkajian dengan

mengumpulkan semua data dan anamnesa ataupun pemeriksaan fisik dan

penunjang yang dibutuhkan untuk menilai keadaan pasien secara

menyeluruh pada Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Sdr.A dengan Resiko

Perilaku Kekerasan di Instalasi Kesehatan Jiwa Terpadu RSUD Banyumas.

2. Menggambarkan dan mendeskripsikan hasil rumusan diagnosa keperawatan

pada Asuhan Keperawatan Pada Sdr.Adengan Resiko Perilaku Kekerasan di


83

Instalasi Kesehatan Jiwa Terpadu RSUD Banyumas Tahun 2016

berdasarkan hasil pengkajian.

3. Menggambarkan dan mendeskripsikan hasil rencanatindakan

keperawatanberdasarkan diagnosa keperawatan pada Asuhan Keperawatan

Jiwa Pada Sdr.A dengan Resiko Perilaku Kekerasan di Instalasi Kesehatan

Jiwa Terpadu Banyumas Tahun 2016.

4. Menggambarkan dan mendeskripsikan hasil pelaksanaan sesuai dengan

rencana tindakan keperawatan pada Asuhan Keperawatan Jiwa Pada

Sdr.Adengan Resiko Perilaku Kekerasan di Instalasi Kesehatan Jiwa

Terpadu RSUD Banyumas Tahun 2016.

5. Menggambarkan dan mendeskripsikan hasil pendokumentasian pelaksanaan

asuhan keperawatan pada Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Sdr. Adengan

Resiko Perilaku Kekerasan di Instalasi Kesehatan Jiwa Terpadu RSUD

Banyumas Tahun 2016.

B. SARAN

1. Untuk pasien :

a. Hindarkan hal-hal yang bisa menyebabkan marah.

b. Anjurkan klien untuk mengikuti kegiatan atau aktivitas sehari-hari

baik didalam ruangan maupun diluar ruangan.

c. Anjurkan klien minum obat secara teratursesuai dengan ketentuan

dokter.

2. Untuk perawat :
84

a. Perawat perlu mengeksplorasikan perasaan marah dengan : mengkaji

pengalaman marah masa lalu.

b. Perawat perlu menganjurkan pada klien untuk mengungkapkan

perasaannya secara berkelompok misal dengan keluarga untuk dapat

memecahkan suatu masalahya.

3. Untuk di Rumah Sakit :

Pertahankan kerjasama dalam keperawatan kepada pasien, dapat

meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan disetiap sub

keperawatan.

4. Untuk mahasiswa :

tingkatkan semangat individu dan kerjasama kelompok, mengelola kasus

kelompok agar dapat memberikan asuhan keperawatan secara profesional.


85

DAFTAR PUSTAKA

Purba, dkk. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah

Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press

Keliat, B. A. (2007). Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: ECG

Daftar pustaka – usu institutional repository, Riset keperawatan buku ajar dan

latihan, edisi 4. ilmu keperawatan. edisi 2. jakarta: egc . stuart, (2006). buku

saku keperawatan jiwa. edisi 5., jakarta:.

Buku saku keperawatan jiwa, edisi 3. jakarta: ecg sundeen stuart. 2006. buku

saku keperawatan jiwa, adisi 3. jakarta: egc potter & perry. 2005

Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan jiwa edisi refisi. Bandung: PT.Refika

Aditama

Videbeck, 2008. Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta :EGC

(Iyus Yosep, 2007: 116). Keperawatan jiwa edisi refisi. Bandung: PT.Refika

Aditama
86

Menurut keliat(1999) . Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: ECG

(Keliat, 2005: 14). Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: ECG

(menurut Budi Anna Keliat s.Kp, 1998). Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta:

ECG

Carpenito, L.J. (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi pada Praktek Klinik,

Keliat, B.A. (2005). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2 Jakarta:

EGC

Anda mungkin juga menyukai