Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
TB paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TB

(Mycrobacterium tuberculosis). TB paru adalah penyakit yang dapat menular

melalui udara (airbone disease) (Ardiansyah, 2012). Pada tahun 2016 jumlah

kematian akibat penyakit TB paru mencapai 175 jiwa setiap harinya atau 64.000

jiwa setiap tahunnya (World Health Organization (WHO), 2016). Menurut data

dari WHO, setiap tahun jumlah penderita TB paru bertambah mencapai 197.000

orang dengan Bakteri Tahan Asam (BTA) Positif. TB paru masih menepati

peringkat ke-10 penyebab kematian tertinggi di dunia pada tahun 2016

berdasarkan laporan WHO. Oleh sebab itu TB masih menjadi prioritas utama di

dunia dan menjadi salah satu tujuan dalam Sustainable Development Goals

(SDGs) (WHO, 2016).


Berdasarkan data Menteri Kesehatan (Menkes) tahun 2014, Indonesia

berada pada rangking kelima negara dengan jumlah kematian TB tertinggi di

dunia yang mana sebelumnya berada pada rangking tiga. Jumlah kematian akibat

TB diperkirakan 61.000 kematian pertahunnya (MenKes RI, 2014). Berdasarkan

survey prevalensi TB tahun 2013-2014, prevalensi TB dengan konfirmasi

bakteriologis di Indonesia sebesar 759 per 100.000 penduduk berusia 15 tahun

keatas dengan BTA positif sebesar 257 per 100.000 penduduk. Semakin

bertambah usia prevalensi semakin tinggi, Hal ini terjadi kemungkinan reaktivasi

TB dan durasi paparan TB lebih lama dibandingkan kelompok usia dibawahnya.

1
Di Indonesia jumlah kasus baru TB sebanyak 420.994 kasus pada tahun

2017 (data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru tahun

2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan perempuan. Bahkan

berdasarkan survey prevalensi TB prevalensi pada laki-laki 3 kali lebih tinggi

dibandingkan perempuan. Hal ini terjadi kemungkinan laki-laki lebih terpapar

pada faktor resiko TB (MenKes RI, 2018).

Berdasarkan Catatan Medis Puskesmas Tanjung Balai Karimun (2019)

jumlah pasien TB dengan kasus baru bertambah tiap bulannya dan data jumlah

pasien TB rata - rata adalah sebanyak 38 pasien tiap bulannya. Pasien yang

menjalani pengobatan TB Paru biasanya akan mengalami berbagai

ketidaknyamanan seperti mual, muntah, kulit kering dan penurunan daya tahan

tubuh. Gangguan psikologis yang mana timbul sebagai efek samping dari

mengkonsumsi Obat- Obatan TB Paru yang berpengaruh pada kualitas hidup

pasien. Perubahan fisik akibat efek samping dari Pengobatan TB Paru cenderung

membuat pasien merasa kurangnya rasa percaya diri, sehingga mempengaruhi

hubungan interpersonal dengan orang lain maupun pasangan hidup (Nurhidayati,

2014). Hal ini dapat mempengaruhi biologis, psikologis dan sosial pasien yang

secara tidak langsung juga dapat mempengaruhi kualitas hidup.

Kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu mengenai posisi

mereka dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka hidup dalam

kaitannya dengan tujuan, harapan, standar dan perhatian mereka (Nursalam,

2016). Peningkatan kualitas hidup adalah hal penting sebagai tujuan pengobatan

dan merupakan kunci untuk kesembuhan penderita TB. Sejumlah orang dapat

2
hidup lebih lama, namun dengan membawa beban penyakit menahun atau

kecacatan sehingga kualitas hidup menjadi perhatian pelayanan kesehatan

(Yunikawati, 2015).

Kualitas hidup terdiri dari beberapa dimensi yaitu dimensi fisik seperti

aktivitas sehari-hari, ketergantungan obat-obatan dan bantuan medis, energi dan

kelelahan, mobilitas, sakit dan ketidaknyamanan, tidur dan istirahat, serta

kapasitas kerja, dimensi hubungan sosial mencakup relasi personal, dukungan

sosial, aktivitas sosial, dimensi psikologis mencakup bodily dan appearance,

perasaan negative, perasaan positif, self- esteem, berfikir, belajar, memori dan

konsentrasi, dimensi lingkungan mencakup sumber finansial, freedom, physical

safety dan security, perawatan kesehatan dan social care, lingkungan rumah,

kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru dan keterampilan,

partisipasi dan kesempatan untuk melakukan rekreasi atau kegiatan yang

menyenangkan (WHO 1996 dalam Nursalam 2016). Lama pengobatan juga

dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien TB. Proses pengobatan TB

membutuhkan waktu minimal 6 bulan (MenKes RI, 2017).

Dukungan dari keluarga merupakan unsur terpenting dalam membantu

individu menyelesaikan masalah. Adanya dukungan keluarga akan meningkatkan

rasa percaya diri dan motivasi untuk menghadapi masalah (Tamher, 2013).

Keluarga adalah pendukung utama yang memberikan perawatan langsung pada

setiap keadaan sehat maupun sakit anggota keluarganya. Dalam memberikan

dukungan terhadap salah satu anggota keluarga yang menderita suatu penyakit,

dukungan dari seluruh anggota keluarga sangat penting dalam proses

3
penyembuhan dan pemulihan penderita (Friedman, 2010). Dukungan emosional

dukungan diberikan berupa kepedulian keluarga terhadap anggota keluarga yang

mengalami penyakit kronik khususnya penyakit TB. Dukungan penghargaan,

yang terjadi lewat pujian positif untuk kepatuhan minum obat, dukungan

instrumental berupa menemani anggota keluarga yang sakit untuk berobat dan

dukungan informasi pada penderita TB yaitu keluarga mengetahui apa saja

informasi kesehatan yang terkait dengan penyakit yang diderita oleh anggota

keluarga khususnya TB paru.

Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Ratnasari (2014) dengan judul

hubungan dukungan sosial dengan kualitas hidup pasien TB di BP4 Yogyakarta

Unit minggiran menyatakan bahwa 68% penderita TB mempunyai kualitas

hidup baik, 30% penderita mempunyai kualitas hidup sedang dan 2%

penderita TB mempunyai kualitas hidup jelek. Kualitas hidup penderita TB akan

semakin baik jika orang-orang disekitar memberikan dukungan, semangat dan

motivasi untuk kesembuhannya. Hal tersebut juga didukung oleh Putri (2015)

didapatkan kualitas hidup baik 23,8%, buruk 76,2%, maka kualitas hidup

seseorang penderita TB akan berdampak terhadap keberhasilan pengobatan yang

dilakukan oleh penderita TB. Semakin baik kualitas hidup seorang penderita TB,

maka akan semakin baik pula kesehatan yang akan diterima oleh penderita TB.

Pengkajian data awal yang dilakukan pada sepuluh pasien TB yang datang ke

Puskesmas Tanjung Balai Karimun 66,7% diantaranya mengatakan bahwa selama

sakit sulit dalam melakukan aktifitas dikarenakan penyakit TB yang diderita.

Selain itu pasien merasa lemah, sehingga tidak dapat bekerja untuk menafkahi

4
keluarganya. Pasien merasa malu untuk berkomunikasi dengan lingkungan

sekitar, dikarenakan penyakit yang diderita dapat menular ke orang lain. Selain

itu 16,7% mengalami gangguan mental dan emosional seperti merasa murung,

sedih, takut, cemas kalau penyakit yang diderita tidak dapat disembuhkan,

16,7% mengatakan bahwa selama sakit keluarga selalu mengantarkan pasien

untuk pergi berobat khususnya ke puskesmas dan keluarga juga mengingatkan

untuk selalu minum obat dan berobat jika terjadinya keluhan.


Fenomena yang ditemukan oleh peneliti saat mengkaji langsung kesepuluh

pasien TB terjadinya pengaruh pada kualitas hidup pasien TB pada awal pasien

mengetahui bahwa ia menderita TB, kepercayaan diri pasien menurun karena

mengingat pasien akan lebih banyak istirahat dari pada akan bekerja. Pasien juga

beranggapan bahwa akan di asingkan dari keluarga karena penyakit yang

dideritanya. Emosi pasien menjadi sangat labil karena pasien beranggapan

negative dirinya sendiri. Dukungan keluarga, motivasi dan pengetahuan

diharapkan membuat kualitas hidup pasien TB lebih baik dari sebelumnya.


Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien Tb

Paru di Puskesmas Tanjung Balai Karimun Tahun 2019”.

B. Rumusan Masalah
Pasien TB Paru yang menjalani pengobatan dapat mengalami berbagai

masalah fisik dan psikologis. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien.

Emosi pasien menjadi sangat labil karena pasien beranggapan negative dirinya

sendiri. Disini bisa dilihat bahwa akan mempengaruhi kualitas hidup klien

tersebut. Dukungan keluarga, motivasi dan pengetahuan diharapkan mampu

5
meningkatkan kualitas hidup pasien TB. Perawat perlu mengetahui berbagai hal

yang dapat meningkatkan dan mengurangi kualitas hidup. Oleh karena itu

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Faktor apa saja yang

mempengaruhi kualitas hidup pasien TB Paru di Puskesmas Tanjung Balai

Karimun Tahun 2019?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui “Faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas hidup

pasien TB Paru di Puskesmas Tanjung Balai Karimun Tahun 2019”.


2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran Pengetahuan pasien TB Paru di Puskesmas

Tanjung Balai Karimun.


b. Untuk mengetahui gambaran dukungan keluarga pasien TB Paru di

Puskesmas Tanjung Balai Karimun.


c. Untuk mengetahui gambaran motivasi pasien TB Paru di Puskesmas

Tanjung Balai Karimun.


d. Untuk Mengetahui gambaran kualitas hidup pasien TB di Puskesmas

Tanjung Balai Karimun.


e. Untuk mengetahui hubungan Pengetahuan terhadap kualitas hidup pasien

TB Paru di Puskesmas Tanjung Balai Karimun.


f. Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga terhadap kualitas hidup

pasien TB Paru di Puskesmas Tanjung Balai Karimun.


g. Untuk mengetahui hubungan motivasi terhadap kualitas hidup pasien TB

Paru di Puskesmas Tanjung Balai Karimun.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu:
1. Bagi Devisi Keperawatan Puskesmas Tanjung Balai Karimun
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dalam hubungan

faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien TB Paru di

Puskesmas Tanjung Balai Karimun.

6
2. Bagi Mahasiswa Kesehatan
Sebagai referensi atau tambahan wawasan dan pengetahuan tentang

faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien TB Paru di

Puskesmas Tanjung Balai Karimun.


3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan informasi dan evidence bansed bagi peneliti berikutnya.

Peneliti berikutnya dapat mencari faktor lain yang berhubungan dengan

kualitas hidup pasien TB Paru. Selain itu juga dapat menjadi bahan

pertimbangan bagi yang berkepentingan untuk melakukan penelitian yang

sejenis.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain penelitian

Cross Sectional. Populasi penelitian adalah semua pasien yang berada di Poli TB

Paru Puskesmas Tanjung Balai Karimun pada saat dilakukan penelitian. Sampel

pada penelitian ini sebanyak 38 orang pasien TB Paru yang diperoleh dengan

menggunakan teknik Total sampling, alasan mengambil total sampling karena

menurut Nursalam (2017) jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruh

populasi dijadikan sampel penelitian semuanya. Kriteria inklusi pada penelitian

ini adalah usia dewasa (17 – 55 tahun), Pasien TB Paru yang belum pernah putus

obat dan sedang dalam pengobatan TB Paru. Penelitian ini dilakukan pada bulan

April hingga bulan Juni 2019 di Puskesmas Tanjung Balai Karimun.

Anda mungkin juga menyukai