N I M : 0403133870
UNIVERSITAS RIAU
2008
CARSINOMA NASOFARING
B. Defenisi
merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di
C. Etiologi
makan, lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997). Selain itu faktor
geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial
timbulnya tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma
nasofaring adalah virus Epstein-barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan
titer anti-virus EEB yang cukup tinggi (Efiaty & Nurbaiti, 2001).
D. Patofisiologi
lain:
1. Gejala nasofaring
Adanya epistaksis ringan atau sumbatan hidung. Terkadang gejala belum ada
tapi tumor sudah tumbuh karena tumor masih terdapat dibawah mukosa
(creeping tumor)
Merupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius
(fosa Rosenmuller). Gangguan dapat berupa tinitus, tuli, rasa tidak nyaman di
Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui foramen
laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga dijumpai
sensorik.
Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika
penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika
seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral. Prognosis jelek bila sudah
membentuk massa besar hingga kulit mengkilat. Hal inilah yang mendorong
Suatu kelainan nasofaring yang disebut Lesi Hiperplastik Nasofaring atau LHN
telah diteliti dicina yaitu 3 bentuk yang mencurigakan pada nasofaring seperti
pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran nodul dan mukositis berat
pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun – tahun akan menjadi
E. Pemeriksaan Fisik
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan/keletihan, perubahan pola istirahat dan kebiasaan tidur.
2. Sirkulasi.
Gejala : Perubahan tekanan darah, nyeri
3. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola defekasi, perubahan pola eliminasi
Tanda : Distensi abdomen.
4. Makanan/cairan
Gejala : Mual muntah, anoreksia, intoleransi makanan.
Tanda : Perubahan turgor kulit, edema..
5. Nyeri
Gejala : Tidak ada nyeri, derajat nyeri bervariasi, rasa tidak nyaman di telinga
sampai rasa nyeri telinga (otalgia), rasa kaku di daerah leher karena fibrosis
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Nasofaringoskopi
2. Biopsi Nasofaring :Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu dari hidung dan mulut. Dilakukan dengan anestesi topikal
dengan Xylocain 10 %.
3. Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui keberadaan
virus E-B.
5. Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis
G. Diagnosa Keperawatan
2. Gangguan sensori persepsi b.d gangguan status organ sekunder metastase tumor
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual
5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d penurunan imunologi, efek radiasi
kemoterapi
6. Resiko tinggi perubahan membran mukosa oral b.d efek samping agen
kemoterapi radiasi
H. Intervensi Keperawatan
6 Kolaborasi:
Berikan analgesic sesuai indikasi. Membantu mengurangi nyeri..
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual
1 Mandiri:
Pantau masukan makanan setiap hari. Mengidentifikasi defisiensi nutrisi..
4 Nilai diet sebelumnya dan segera setelah Kefektivan penilaian diet sangat
pengobatan. individual dalam penghilangan
mual pasca operasi.
8 Kolaborasi:
Tinjau ulang hasil pemeriksaan Membantu mengidentifkasi derajat
laboratorium. ketidakseimbangan
malnutrisi/biokimia dan
mempengaruhi pilihan intervensi
diet.
1 Mandiri:
Tingkatkan prosedur mencuci tangan Melindungi pasien dari sumber-
yang baik dengan staf dan pengunjung. sumber infeksi..
7 Kolaborasi:
Berikan antibiotic sesuai indikasi. Mungkin diidentifikasi untuk
mengidentifikasi infeksi.
J. Referensi
Brunner & Suddart (2002). Buku ajar keperawatan medikal-bedah Volume 2, Jakarta:
EGC