PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN ELIMINASI
‘GAGAL GINJAL KRONIS’
A. DEFINISI
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal
yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di
dalam darah (Muttaqin dan Sari, 2011).
Penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya
3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas &
Levin, 2010). Gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal
mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar
(insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme,
cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer,
2009) Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana ginjal gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia berupa retensi urea dan
sampah lain dalam darah (Brunner & Suddarth, 2002).
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium, yaitu :
1. Stadium I
Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan ginjal.
Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan pasien
asimptomatik.
2. Stadium II
Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75% jaringan yang
berfungsi telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration Rate) besarnya hanya 25%
dari normal. Kadar BUN mulai meningkat tergantung dari kadar protein dalam
diet. Kadar kreatinin serum juga mulai meningkat disertai dengan nokturia dan
poliuria sebagai akibat dari kegagalan pemekatan urin.
3. Stadium III
Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa nefron telah
hacur atau hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih utuh. GFR (Glomerulus
Filtration Rate) hanya 10 % dari keadaan normal. Kreatinin serum dan BUN akan
meningkat. Klien akan mulai merasakan gejala yang lebih parah karena ginjal tidak
lagi dapat mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh
C. ETIOLOGI
Menurut Muttaqin dan Sari (2011) kondisi klinis yang memungkinkan dapat
mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan di luar ginjal.
1. Penyakit dari ginjal
a. Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulusnefritis.
b. Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis.
c. Batu ginjal: nefrolitiasis.
d. Kista di ginjal: polycstis kidney.
e. Trauma langsung pada ginjal.
f. Keganasan pada ginjal
g. Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur.
2. Penyakit umum di luar ginjal
a. Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi.
b. Dyslipidemia.
c. SLE.
d. Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
e. Preeklamsi.
f. Obat-obatan.
g. Kehilangan bnyak cairan yang mendadak (luka bakar).
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat menurun
hingga 25% dari normal
2. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami poliuria dan nokturia, GFR
10% hingga 25% dari normal, kadar creatinin serum dan BUN sedikit meningkat
diatas normal.
3. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, latergi, anoreksia,
mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati
perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma), yang
ditandai dengan GFR kurang dari 5-10 ml/ menit, kadar serum kreatinin dan BUN
meningkat tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang komplek.
Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, pitting edema (kaki,tangan,sakrum),
anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan
keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida) (Nurarif dan Kusuma, 2015).
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari komplikasi yang
terjadi.
2. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/ obstruksi).
Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan
tidak puasa.
3. IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu,
misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam Urat.
4. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta
prostat.
5. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (vaskuler,
parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
8. Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir ini dianggap
sebagai bendungan.
a. Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia.
d. Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin, pada diet rendah
protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang menurun.
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan GGK dibagi tiga yaitu :
1. Konservatif
a. Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
b. Observasi balance cairan
c. Observasi adanya odema
d. Batasi cairan yang masuk
2. Dialysis
a. peritoneal dialysis
biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan dialysis yang bisa
dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD ( Continues
Ambulatori Peritonial Dialysis ).
b. Hemodialisis
Hemodialisis Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui
daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung )
3. Operasi
a. Pengambilan batu
b. Transplantasi ginjal
BAB II
PEMBAHASAAN
1. Kasus
Ny. E berusia 45 Tahun di rawat di RS A. klien mengeluh susah
BAK dan pipis sedukit. Klien mengatakan BAK sehari hanya 50 cc dan
tidak setiap hari. Klien mengatakan kakinya bengkak dan pitting edema
pada pergelangan kaki derajat 3, klien tampak lemah TTV dalam batas
normal.
2. Pertanyaan klinis
Apakah faktor yang menyebabkan gangguan eliminasi pada klien Ny. E ?
3. PICO
P: Pasien Ny. E berumur 45 tahun
I : self-Efficacy
C: -
O: Kepatuhan dalam pembatasan cairan
b. Applicability
1) Dalam diskusi
Mengidentifikasi Hasil penelitian Berdasarkan hasil pengumpulan dan
pengolahan data penelitian ini tentang kepatuhan pembatasan cairan
pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani HD di RSUD Kota
Yogyakarta dalam katagori patuh 14 responden (42%),sedangkan
sebanyak 16 responden tidak patuh sebanyak (38%). Hal tersebut
dikarenakan responden self effecy diri yang rendah sehingga
kepatuhan dalam mengikuti perintah yang kurang baik. Pembatasan
cairan pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisa
merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan, karena asupan
cairan yang berlebihan dapat mengakibatkan kenaikan berat badan,
edema, bronchitis, kelopak mata bengkak, dan sesak nafas, yang
diakibatkan oleh volume cairan yang berlebihan. Beberapa pasien
mengalami kesulitan dalam membatasi cairan yang masuk, namun
mereka tidak mendapatkan pemahaman tentang bagaimana strategi
yang dapat membantu mereka dalam pembatasan cairan. .
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada pengaruh
antara Self-efficacy dengan kepatuhan pembatasan cairan pada pasien
penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di RSUD Kota
Yogyakarta. Semakin tinggi Self-efficacy seseorang maka semakin
tidak patuh dalam membatasi cairan. Hal ini dibuktikan dalam hasil
analisis bivariat diperoleh nilai p value sebesar 0323 < 0.05 artinya Ho
ditolak dan Ha diterima yaitu tidak ada pengaruh yang signifikanan
atara self-efficacy dengan kepatuhan pembatasan cairan.
2) Karakteristik klien : usia responden, jenis kelamin responden, tingkat
pendidikan,lama HD.
3) Fasilitas biaya : Tidak dicantumkan jumlah biaya yang
digunakan
Kesimpulan
Penyakit ginjal kronik merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh
rusaknya ginjal yang dapat menurunkan fungsi ginjal yang ditandai adanya
penurunan jumlah urine, abnormalitas komposisi darah yang berlangsung
lebih dari 3 bulan. Akibat dari ketidakmampuan ginjal untuk membuang
produk sisa metabolisme melalui urine dan dapat menyebabkan gangguan
endokrin, metabolik dan cairan elektrolit serta asam basa, sehingga
diperlukanya tindakan hemodialisis atau transplantasi ginjal untuk
kelangsungan hidup pasien. Pembatasan asupan cairan pada pasien gagal
ginjal kronik yang menjalani hemodialisa merupakan hal yang utama dan
sangat penting untuk diperhatikan, karena asupan cairan yang berlebihan
dapat mengakibatkan kenaikan berat badan, edema, bronchi basah dalam paru
– paru, kelopak mata yang bengkak dan sesak nafas yang diakibatkan oleh
volume cairan yang berlebihan. Kegagalan fungsi ginjal dapat menimbulkan
komplikasi gangguan kesehatan lainnya, salah satunya adalah kondisi
overload cairan yang merupakan faktor pemicu terjadinya gangguan
kardiovaskuler bahkan kematian yang terjadi pada pasien GGK. Self Efficary
adalah persepsi diri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi
tertentu. Self Efficary berhubungan dengan keyakinan diri memiliki kemampuan
melakukan tindakan yang diharapkan. tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk
mengetahui self-efficacy dalam pembatasan cairan pada pasien gagal ginjal
kronik
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8
volume 2. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J., 2006, Rencana asuhan dan pendokumentasian keperawatan (Edisi
2), Alih. Bahasa Monica Ester, Jakarta : EGC.
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika
Nahas, Meguid El & Adeera Levin.2010.Chronic Kidney Disease: A Practical
Guide to Understanding and Management. USA : Oxford University Press.
Taslim,rian sugiarto.,dkk.2020. Pengaruh Self-Efficacy Terhadap Kepatuhan
Dalam Pembatasan Cairan Pada Pasien Ginjal Kronik Yang Menjalani
Hemodialisa Di RSUD Yogyakarta. Vol 11 No. 1 Dinamika Kesehatan
Jurnal Kebidanan dan Keperawatan.