KEPERAWATAN ANAK
DISUSUN OLEH:
INDRI RAMADANTI
21220026
PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Tetralogy of Fallot (TOF) merupakan kelainan jantung bawaan sianotik.
Kelainan yang terjadi adalah kelainan pertumbuhan dimana terjadi defek atau lubang
dari bagian infundibulum septum intraventrikular (sekat antara rongga ventrikel)
dengan syarat defek tersebut paling sedikit sama besar dengan lubang aorta (Yayan
A.I, 2010). Sebagai konsekuensinya, didapatkan adanya empat kelainan anatomi
sebagai berikut:
1. Defek Septum Ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara kedua rongga ventrikel
2. Stenosis pulmonal terjadi karena penyempitan klep pembuluh darah yang keluar dari
bilik kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep juga menebal dan menimbulkan
penyempitan.
3. Aorta overriding dimana pembuluh darah utama yang keluar dari ventrikel kiri
mengangkang sekat bilik, sehingga seolah-olah sebagian aorta keluar dari bilik kanan.
4. Hipertrofi ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan karena peningkatan
tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal
Pada penyakit (TOF) yang memegang peranan penting adalah defek septum
ventrikel dan stenosis pulmonalis, dengan syarat defek pada ventrikel paling sedikit
sama besar dengan lubang aorta (Yayan A.I, 2010).
B. ETIOLOGI
Kebanyakan penyebab dari kelainan jantung bawaan tidak diketahui, biasanya
melibatkan berbagai faktor. Faktor prenatal yang berhubungan dengan resiko
terjadinya tetralogi Fallot adalah:
1. Selama hamil, ibu menderita rubella (campak Jerman) atau infeksi virus lainnya
2. Gizi yang buruk selama
3. Ibu yang alkoholik
4. Usia ibu diatas 40 tahun
5. Ibu menderita diabetes
6. Tetralogi Fallot lebih sering ditemukan pada anak-anak yang menderita sindroma
Down Tetralogi Fallot dimasukkan ke dalam kelainan jantung sianotik karena
terjadi pemompaan darah yang sedikit mengandung oksigen ke seluruh tubuh,
sehingga terjadi sianosis (kulit berwarna ungu kebiruan) dan sesak nafas. Mungkin
gejala sianotik baru timbul di kemudian hari, dimana bayi mengalami serangan
sianotik karena menyusu atau menangis (Yayan A.I, 2010).
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan juga diduga karena
adanya faktor endogen dan eksogen, antara lain :
A. Faktor endogen :
1. Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom
2. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
3. Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus,
hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan
B. Faktor eksogen :
1. Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau
suntik,minum obat-obatan tanpa resep dokter, (thalidmide,
dextroamphetamine.aminopterin, amethopterin, jamu).
2. Ibu menderita penyakit infeksi : rubella
3. Pajanan terhadap sinar –X
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang
terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90% kasus
penyebab adaah multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab
harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan , oleh karena pada minggu ke delapan
kehamilan pembentukan jantung janin sudah selesai
C. MANIFESTASI KLINIK
Anak dengan TOF umumnya akan mengalami keluhan :
1. Sesak yang biasanya terjadi ketika anak melakukan aktivitas (misalnya menangis
atau mengedan)
2. Berat badan bayi tidak bertambah
3. Pertumbuhan berlangsung lambat
4. Jari tangan seperti tabuh gendering/ gada (clubbing fingers)
5. Sianosis /kebiruan sianosis akan muncul saat anak beraktivitas, makan/menyusu,
atau menangis dimana vasodilatasi sistemik (pelebaran pembuluh darah di
seluruh tubuh) muncul dan menyebabkan peningkatan shunt dari kanan ke kiri
(right to left shunt).
Darah yang miskin oksigen akan bercampur dengan darah yang kaya oksigen
dimana percampuran darah tersebut dialirkan ke seluruh tubuh. Akibatnya jaringan
akan kekurangan oksigen dan menimbulkan gejala kebiruan. Anak akan mencoba
mengurangi keluhan yang mereka alami dengan berjongkok yang justru dapat
meningkatkan resistensi pembuluh darah sistemik karena arteri femoralis yang
terlipat. Hal ini akan meningkatkan right to left shunt dan membawa lebih banyak
darah dari ventrikel kanan ke dalam paru-paru. Semakin berat stenosis pulmonal yang
terjadi maka akan semakin berat gejala yang terjadi (Yayan A.I, 2010).
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat
saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18
gr/dl dan hematokrit antara 50-65 %. Nilai BGA menunjukkan peningkatan
tekanan partial karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2)
dan penurunan PH.pasien dengan Hn dan Ht normal atau rendah mungkin
menderita defisiensi besi (Samik Wahab, 1996).
2. Radiologis
Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak ada
pembesaran jantung . gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat
sehingga seperti sepatu.
3. Elektrokardiogram
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula
hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P pulmonal
4. Ekokardiografi
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel
kanan,penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran darah ke paru-paru
5. Kateterisasi
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek septum
ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi stenosis
pulmonal perifer. Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen, peningkatan
tekanan ventrikel kanan, dengan tekanan pulmonalis normal atau rendah (Samik
Wahab, 1996)..
3. PICO
P : TOF
I : Terapi memenuhi kebutuhan Oksigenasi
C : Tidak ada pembanding
O : Memberikan intervensi dengan gangguan pernapasan dan sistem
kardiovaskuler
5. VIA
a) Validity
- Desain : Jenis penelitian yang menggunakan desain studi kasus. Kasus
yang diambil sebanyak 5
- Beda proporsi :
Kasus pertama Ventricular Septal Defect (VSD), dengan masalah
keperawatan utama yaitu pola nafas tidak efektif dan intoleransi aktivitas.
Intervensi keperawatan yang telah diberikan antara lain memantau TTV,
memantau dan kepatenan jalan napas dan meberikan posisi prone,
pemberian obat-obatan. Selama perawatan 10 hari diruang PICU anak
mengalami perbaikan satrasi mencapai 90-95%.
Kasus kedua Distress Syndrome (ARDS), hasil evaluasi setelah
perawatan sampai dengan tanggal 23 desember 2012 menunjukkan hasil
bahwa anak belum dilakukan pemasangan trakheoostomi sesuai dengan
perencanaan dokter. Anak masih dilakukan perawatan diruang rawat PICU
Kasus ketiga bronkopneumonia dengan tetrallogi of fallot (TOF), telah
dilakukan tindakan antara lain : menjaga keefektifan jalan nafas dengan
melakukan pemberian nebulizer dengan ventolin dan pumicort, melakukan
fisoterapi dada dan melakukan suction sesuai advis dokter, memberikan
posisi untuk meningkatkan ventilasi dan mengurangi aspirasi sekret
dengan posisi prone, selain itu juga merubah posisi setiap 4 jam sekali
dengan semi fowler, miirng dan selain itu juga merubah posisi setiap 4 jam
sekali dengan semifowler, miring dan saat sianosis diberikan posisi knee
chest. setelah dilakukan perawatan selama 8 hari di PICU pada tanggal 21
november 2011 anak pindah ruang rawat anak dengan kondisi sebagai
berikut : anak minum neocate 8x50 ml melalui NGT, waktu luang anak
lebih banyak digunakan untuk tidur, angun saat lapar dan haus, kesadaran
apatis.
Kasus keempat Spinal Muscular Atropy (SMA), implementasi yang
dilakukan menukur TTV setiap 1-2 jam, memantau pernapasan (sesak,
sianosis, gerakan dinding dada dan respon terhadap pemerian ventilator,
memberikan posisi untuk memaksimalkan ventilasi (posisi semi fowler),
berkolaborasi dengan petugas fisoterapis dan unit rahabilitasi medis untuk
pelaksannaa fisioterapi dada.
Kasus kelima bronskopi untuk ekstraksi benda asing, implementasi
yang telah dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut antara lain
menjaga kepatenan jalan nafas dengan melakukan suction, posisi miring
kekanan atau kekiri. Pada tanggal 18 april 2012 anak menjalani bronskopi
untuk pengambilan benda asing yang masih tersisa di ruang operasi IGD.
Pada tanggal 19 april 2012 anak sudah mulai bernafs dengan spontan
namun masih batuk dan sedikit keluar sputum dari mulut.
Berdasarkan hasil penelitian dapat kita simpul kasus Ventricular
Septal Defect (VSD), Pneumonia aspirasi, bronkopneumonia, Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS), Spinal Muscular Atropy (SMA)
dan kasus aspirasi benda asing menunjukkan klien mengalami gangguan
pemenuhan kebutuhan oksigenasi yang dimanifestasikan dengan adanya
sputum, batuk dipsnea, sesak napas dan keleihan. Selain itu ditemukan
data dari penkajian fisik berupa konjungtiva anemis, retraksi dada,
sianosis perifer, jari tabuh, waktu pengisian kapiler > 3 detik, murmur,
penurunan saturasi oksigen, adanya ronkhi, adanya stridor dan kurang
gizi.
- Beda mean
Hal tersebut sesuai dengan prinsip konversi levine. Karya ilmiah ini
membahas aplikasi teori konservasi levine dalam asuhan keperawatan pada
anak dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi diruang
perawatan anak. Fokus bahasan pada penggunaan teori konservasi Levine
dalam memenuhi kebutuhan oksigenasi pada anak.
- Nilai p value
Hasil akhir dari penerapan konservasi Levine mampu meningkatkan
kemampuan anak dalam beradptasi terhadap perubahan yang terjadi
namun respon organismik terhadap tindakan masing-masing. Klien
berbeda tergantung dari kemampuan dan penyakit yang diderita.
c) Applicability
- Dalam diskusi : Menurut berman dan synder (2012) yang
merujuk pada NANDA internasional (2009) menyebutkan masalah utama
pada anak dengan gangguan pemenuhan oksigenasi antara lain pola napas
tidak efektif, intoleransi aktivitas, gangguan pertukaran gas, bersihan jalan
napas tidak efektif.
Sehingga peran perawat menurut levine adalah meningkatkan adaptasi
klien terhadap perubahan yang terjadi pada setiap lingkungan klien dan
mempertahankan kesehatan secara keseluruhan (Alligood, 2010).
Intervensi diberikan berdasarkan prinsip prinsip atau konsep levine yaitu
konservasi energi, integritas struktural, integritas personal dan integritas
sosial (Alligood, 2010)
Pada anak dengan gangguan oksigenasi yang sakit kritis, nutrisi diperlukan
untuk mempertahankan dang meningkatkan fungsi kerdiovaskuler dan
respirasi, meningkatkan sistem imunitas, meminimalisir efek puasa,
mencegah defisiensi nutrisi dan memberikan dukungan nutrisi sampai
respon inflamasi fase akut berakhir (Hagau & Culcithi, 2010).
Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk meningkatkan konservasi
integritas struktur adalah dengan memberikan posisi untuk meningkatkan
ventilasi (Pronasi, setengah duduk dan berbaring miring), melakukan
fisioterapi dada, melakukan penghisapan sekret, mementau TTV
memantau fungsi neurologis, memantau respon klien terhadap pemberian
ventilator dan kolaborasi pemberian obat. Pemberian posisi bertujuan
untuk meningkatkan oksigenasi, meningkatkan mekanika pernapasan,
mengurangi jumlah daerah atelektasis, memfasilitasi pengeluaran sekret
dan mengurangi cedera paru terkait dengan ventilator (Pelozi, Brazzi &
Gattinoni, 2002)
http://ejurnal.poltekkesjakarta3.ac.id/index.php/JKep/article/view/278
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-
sitiistian-6715-2-
babii.pdf&ved=2ahUKEwi5htSWsbrsAhVv73MBHdfPA3MQFjADegQIARAB&usg=AOv
Vaw2hBtwnZ6AVv3MB93u2hVIk
https://www.nerslicious.com/posisi-pasien/