Anda di halaman 1dari 8

BAB 4

ANALISIS SITUASI

A. Profil Lahan Praktik

Lokasi lahan praktik yang digunakan adalah Ruang Mawar Rumah Sakit

Islam Jemursari Surabaya yang beralamat di Jl. Jemursari 51-57 Surabaya. Ruang

mawar berada di lantai 1 Rumah Sakit Islam jemursari Surabaya yang merupakan

ruang rawat inap bagi ibu-ibu bersalin dan ada masalah pada kesehatan

reproduksi. Kapasitas tempat tidur Ruang Mawar terdiri dari 31 tempat tidur

diantaranya ruang 105 dan 109 (kelas 3) dengan 6 tempat tidur, ruang 107 dan

108 (kelas 2) dengan 3 tempat tidur, ruang 101 dan 102 (kelas 1) dengan 2 tempat

tidur, ruang 106 dan 110 (VIP) dengan 1 tempat tidur, ruang 103 (Junior Suite) 1

tempat tidur, ruang 104 (President Suite) 1 tempat tidur. Terdapat ruang VK juga

untuk ibu melahirkan normal dengan jumlah 5 ruang dan 5 tempat tidur, dengan

SDM 25 bidan D3 termasuk kepala ruangan, 1 orang prakarya dan a1 asisten

bidan D1. Di ruang mawar terdapat juga ruang linen, dapur untuk karyawan,

ruang brankat dan juga ruang diskusi mahasiwa dan dokter muda. Terdapat 2

kamar mandi untuk karyawan dan juga 1 kamar mandi untuk mahasiswa.

B. Analisis Masalah Keperawatan

Pada pasien post operasi SC tanda dan gelaja yang sering muncul adalah

nyeri. Respon nyeri yang dirasakan oleh pasien merupakan efek samping yang

timbul setelah menjalani suatu operasi. Nyeri yang disebabkan oleh operasi

biasanya membuat pasien merasa sangat kesakitan. Selama periode pasca

perioperatif, proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kembali fisiologi

1
2

pasien, mengurangi rasa nyeri dan pencegahan komplikasi. Dalam hal ini nyeri

dapat di minimalisir dengan cara relaksasi, hipnosis, pergerakan dan perubahan

posisi, massase, hidroterapi, terapi panas atau dingin, musik, akupresur,

aromaterapi, teknik imajinasi, dan distraksi (Potter & Perry, 2010).

Persalinan dengan pembedahan sectio caesarea akan menimbulkan suatu

dampak. Dampak yang sering terjadi seperti nyeri, terjadinya trombosis,

penurunan kemampuan fungsional, penurunan elastisitas otot, gangguan laktasi

dan lain-lain (Rustam, 2014). Bentuk nyeri pasca pembedahan sectio caesarea

merupakan nyeri akut. Nyeri akut berperan penting dalam kehidupan kita karena

merupakan pertanda bahwa ada yang salah dalam tubuh kita, yang membutuhkan

pemeriksaan lebih lanjut. Ciri khas suatu nyeri akut adalah selain ditandai dengan

adanya kerusakan jaringan, yang akan diikuti dengan proses inflamasi juga

bersifat self-limited, yang artinya nyeri akut berlangsung singkat dan segera

menghilang seirama dengan penyembuhan yaitu berlangsung dalam beberapa hari

sampai minggu. Meskipun nyeri akut merupakan respon normal akibat adanya

kerusakan jaringan, namun dapat menimbulkan gangguan fisik, psikologis,

maupun emosional dan tanpa manajemen yang adekuat dapat berkembang

menjadi nyeri kronik.(Potter & Perry, 2010).

Tingginya angka kelahiran di Indonesia meningkat seiring meningkatnya

kelahiran di Indonesia dengan seccio caesarea. Angka kejadian sectio caesarea di

Indonesia menurut data survey nasional pada tahun 2011 adalah 921.000 dari

4.039.000 persalinan atau sekitar 22,8% dari seluruhnya persalinan (IDI, 2012).

Angka kejadian sectio caesarea di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2011
3

berjumlah 3.401 operasi dari 170.000 persalinan atau sekitar 20% dari seluruh

persalinan (Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2012).

Terkait dengan tingginya angka kejadian persalinan dengan SC maka peran

perawat disini yaitu metode yang tepat untuk pereda nyeri selain terapi

farmakologi bisa juga menggunakan terapi nonfarmakologi, karena terapi

nonfarmakologi mempunyai resiko yang sangat rendah. Tindakan tersebut bukan

merupakan pengganti untuk obat-obatan, tindakan tersebut akan diperlukan untuk

mengurangi timbulnya rasa nyeri. Teknik relaksasi nafas dalam akan lebih efektif

bila dikombinasikan dengan beberapa teknik lainnya, seperti guided imagery.

Guided imagery merupakan teknik yang menggunakan imajinasi seseorang untuk

mencapai efek positif tertentu. Teknik ini dimulai dengan proses relaksasi pada

umumnya yaitu meminta kepada klien untuk perlahan-lahan menutup matanya

dan fokus pada nafas mereka, klien didorong untuk relaksasi mengosongkan

pikiran dan memenuhi pikiran dengan bayangan untuk membuat damai dan

tenang.

C. Analisis Implementasi

1. Implementasi

Masalah keperawatan utama yang dialami pasien post SC adalah nyeri.

Implementasi yang digunakan dalam karya ilmiah akhir ini sesuai dengan

perencanaan intervensi keperawatan yaitu memberikan relaksasi nafas dalam dan

guided imagery (imajinasi terbimbing) untuk mengurangi skala nyeri dan

membantu pasien kembali pada fungsi yang optimal dengan cepat, aman, dan

senyaman mungkin diruang Mawar Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya.


4

Untuk menurunkan skala nyeri perluh dilakukan pemantauan oleh perawat

senior dan peneliti selama latihan, dengan kriteria kondisi pasien dalam keadaan

terpantau. Kombinasi teknik relaksasi nafas dalam dan guided imagery (imajinasi

terbimbing) merupakan salah satu terapi nonfarmakologi untuk mengatasi nyeri.

Tujuan nafas dalam adalah untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan

efesien serta mengurangi kerja bernafas, meningkatkan inflasi alveolar maksimal,

meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola

aktivitas otot-otot pernafasan yang tidak berguna, tidak terkoordinasi,

melambatkan frekuensi pernafasan, mengurangi udara yang tertangkap serta

mengurangi kerja bernafas (Smeltzer dan Bare, 2008). Sedangkan Guided

imagery adalah salah terapi komplementer yang menggunakan imajinasi individu

dengan teknik imajinasi yang terarah untuk mengurangi stres ataupun kecemasan

(Kulsum, 2012). Yang tujuannya untuk memelihara kesehatan serta membuat

perasaan lebih rileks melalui adanya komunikasi dalam tubuh yang melibatkan

semua indra (visual, sentuhan, penciuman, pendengaran dan penglihatan)

sehingga dapat membentuk keseimbangan antara fikiran, tubuh dan jiwa indivisu

tersebut, mempercepat proses penyembuhan yang efektif srta dapat mengurangi

atau menurunkan bebagai macam penyakit antara lain seperti depresi, alergi, dan

asma dan mengurangi tingkat stres, penyebab dan gejala pada klien yang

mengalami stress.

Pada umumnya perawat jarang bahkan tidak melakukan teknik relaksasi nafas

dalam dan guided imagery karena penanganan nyeri berfokus hanya pada

penanganan secara farmakologis saja. Metode pereda nyeri nonfarmakologi,

biasanya mempunyai resiko yang sangat rendah. Tindakan tersebut bukan


5

merupakan pengganti untuk obat-obatan, tindakan tersebut akan diperlukan untuk

mengurangi timbulnya rasa nyeri. Hal tersebut jika teknik relaksasi nafas dalam

akan lebih efektif bila dikombinasikan dengan beberapa teknik lainnya, seperti

guided imagery. Guided imagery merupakan teknik yang menggunakan imajinasi

seseorang untuk mencapai efek positif tertentu. Teknik ini dimulai dengan proses

relaksasi pada umumnya yaitu meminta kepada klien untuk perlahan-lahan

menutup matanya dan fokus pada nafas mereka, klien didorong untuk relaksasi

mengosongkan pikiran dan memenuhi pikiran dengan bayangan untuk membuat

damai dan tenang.

Pada penelitian Chandra Kristianto Patasik Jon Tangka Julia Rottie (2013)

yang berjudul efektifitas teknik relaksasi nafas dalam dan guided imagery

terhadap penurunan nyeri pada pasien post operasi sectio caesare di irina d blu

rsup prof. Dr. R. D. Kandou manado dengan metode penelitian analitik dengan

kuasi eksperimen. Desain penelitian adalah satu kelompok pre-post tes tanpa

kelompok kontrol dijelaskan bahwa adanya perubahan intensitas nyeri sebelum

dan sesudah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam dan guided imagery juga

dapat diketahui setelah dilakukan uji statistik menggunakan uji paired sample t-

testpada tingkat kemaknaan 95% (α = 0,05). Nilai mean sebelum dilakukan

teknik relaksasi nafas dalam dan guided imagery yaitu 6,15 sedangkan sesudah

dilakukan teknik relaksasi nafas dalam dan guided imagery yaitu 3,05. Hasil

analisis diperoleh nilai p=0,000 dengan kata lain p<0,05. Oleh karena itu maka

hipotesis diterima. Jadi, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa teknik relaksasi

nafas dalam dan guided imagery terbukti efektif jika dilakukan 3 kali dalam sehari

setiap melakukan waktunya 5 menit dalam menurunkan intensitas nyeri pada


6

pasien post operasi sectio caesarea. Hasil ini mendukung penelitian sebelumnya

yang dilakukan oleh Nikita (2012) yang meneliti tentang pengaruh teknik

relaksasi terhadap perubahan intensitas nyeri pada pasien post operasi

apendektomi, dengan hasil yaitu ada pengaruh yang signifikan pada intensitas

nyeri pasien post operasi apendektomi sesudah dilakukan teknik relaksasi, dari 4

orang yang mengalami nyeri hebat (40,0%) sesudah dilakukan teknik relaksasi

menjadi 2 orang (20,0%), nyeri sedang 5 orang (50,0%) menjadi 2 orang (20,0%),

dan tidak nyeri yang semula 1 orang (10,0%) menjadi 6 orang (60,0%). Namun

yang membedakan penelitian ini dan penelitian yang dilakukan oleh Nikita (2012)

adalah tempat penelitian, jumlah responden, tindakan relaksasi, dan operasi yang

dialami responden. Nikita (2012) melakukan penelitian di Irina A pada 10

responden post operasi apendektomi dan hanya menggunakan teknik relaksasi

nafas dalam saja, sedangkan penelitian ini dilakukan di Irina D pada 20 responden

post operasi sectio caesarea dan menggunakan teknik relaksasi nafas dalam yang

dikombinasikan dengan guided imagery.

Masalah keperawatan nyeri merupakan masalah yang sering dialami pasien

dengan post operasi SC. Namun, pelaksanaan intervensi mandiri keperawatan

untuk mengatasi masalah nyeri sering diabaikan oleh perawat ruangan. Oleh

karena itu, perlu adanya kesadaran untuk meningkatkan intervensi mandiri yang

dapat dilakukan oleh perawat untuk mengatasi masalah nyeri yang dialami oleh

pasien. Diharapkan setelah adanya contoh sederhana ini perawat ruangan bersedia

untuk melanjutkan intervensi Teknik Relaksasi Nafas Dalam dan Guided Imagery

pada masalah nyeri akut.


7

2. Evaluasi

Evaluasi pada Karya Ilmiah Akhir ini yaitu mengobservasi hasil skala nyeri

sebelum dilakukan terapi dan sedudah dilakukan terapi Teknik Relaksasi nafas

Dalam dan Guided Imagery ini. Hasil observasi awal pada Ny. N adalah skala

nyeri 6 termasuk kedalam nyeri sedanng, sedangkan setelah dilakukan Teknik

Relaksasi Nafas dalam dan Guided Imagery adalah skala nyeri 4. Hasil observasi

awal pada Ny. E menunjukkan skala nyeri 6, sedangkan setelah dilakukan Teknik

Relaksasi Nafas Dalam dan Guide Imagery skala nyerinya berubah menjadi skala

3. Hasil observasi tingkat skala nyeri sesudah dilakukan Teknik Relaksasi Nafas

Dalam dan Guided Imagery termasuk dalam klasifikasi sedang dan ringan, klien

mengatakan bahwa merasakan perubahan yang signifikan setelah setelah

dilakukannya terapi tersebut. Klien juga tampak lebih rileks setelah dilakukannya

terapi Teknik Relaksasi Nafas Dalam dan Guided Imagery.

D. Keterbatasan Implementasi

1. Penerapan Teknik Relaksasi Nafas Dalam dan Guided Imagery hanya

dilakukan saat pasien berada di ruang Mawar RSI Jemursari Surabaya dipantau

dan di observasi langsung oleh perawat shift dan peneliti.

2. Hari rawat pasien hanya 2 hari ketika pasien kondisinya dinyatakan sudah

membaik dan sudah bisa mobilisasi, pasien diperbolehkan untuk KRS

3. Penelitian dilakukan pada saat peneliti menjalankan praktek profesi di rumah

sakit lain, jadi peneliti meminta bantuan kepada perawat ruangan untuk

memantau kondisi
8

E. Alternatif Problem Solving yang Dapat Dilakukan

Peneliti meminta bantuan perawat ruangan dan keluarga untuk memantau

latihan yang dilakukan klien. Peneliti memberikan lembar observasi kepada pasien

untuk dipantau dari situ peneliti tau apakah pasien tersebut sudah melakukan terapi

yang diajarkan peneliti.

Anda mungkin juga menyukai