Anda di halaman 1dari 59

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Nifas

1. Pengertian

Masa nifas (pureperium) adalah masa pemulihan kembali, mulai dari

persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti prahamil. Lama

masa nifas yaitu enam minggu (Sofian, 2012).

Menurut Ambarwati (2010) dalam Kumalasari (2015), masa nifas

(pureperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alat-lat reproduksi

pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung enam

minggu.

2. Klasifikasi masa nifas

Menurut Sofian (2012), masa nifas dibagi menjadi 3 periode:

a. Pureperium dini yaitu kepulihan saat ibu diperbolehkan berdiri dan berjalan-

jalan, serta menjalankan aktivitas layaknya wanita normal lainnya. Dalam

agama islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.

b. Puriperium intermediate, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang

lainnya 6-8 minggu.

c. Pureperium lanjut (remote), yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan

kembali sehat sempurna terutama jika selama hamil atau sewaktu persalinan

timbul komplikasi. Waktu untuk mencapai sehat sempurna dapat berminggu-

minggu, bulanan atau tahunan.

6
7

3. Tujuan asuhan masa nifas

Asuhan yang diberikan kepadaibu nifas bertujuan untuk:

a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologis bagi ibu dan bayi

Dengan diberikannya asuhan, ibu akan dapat fasilitas dan dukungan dalam

upayanya untuk menyesuaikan peran barunya sebagai ibu (pada kasus ibu dnegan

kelahiran anak pertama) dan pendampingan keluarga dalam membuat bentuk dan

pola baru dengan kelahiran anak berikutnya. Jika ibu dapat melewati masa ini

dengan baik maka kesejahteraan fisik dan psikologis bayi pun akan meningkat.

b. Pencegahan diagnosa dini dan pengobatan komplikasi pada ibu

Dengan diberikannya asuhan pada ibu nifas, kemungkinan munculnya

permasalahan dan komplikasi akan lebih cepat terdeteksi sehingga penanganannya

pun dapat lebih maksimal.

c. Merujuk ibu ke asuhan tenaga ahli bilamana perlu

Meskipun ibu dan keluarga mengetahui ada permasalahan kesehatan pada ibu

nifas yang memerlukan rujukan, namun tidak semua keputusan yang diambil tepat,

misalnya mereka lebih memilih untuk tidak datang kefasilitas pelayanan kesehatan

karena pertimbangan tertentu. Jika bidan senantiasa mendampingi pasien dan

keluarga maka keputusan tepat dapat diambil sesuai dengan kondisi pasien

sehingga kejadian mortalitas dapat dicegah.

d. Mendukung dan memperkuat keyakinan ibu, serta memungkingkan ibu

untuk mampu melakukan perannya dalam situasi keluarga dan budaya yang

khusus pada saat memberikan asuhan nifas, keterampilan seorang bidan sangat

dituntut dalam memberikan pendidikan kesehatan terhadap ibu dan keluarga.


8

e. Imunisasi ibu terhadap tetanus

Dengan pemberian asuhan yang maksimal pada ibu nifas kejadian tetanus dapat

dihindari, meskipun untuk saat ini angka kejadian tetanus sudah banyak mengalami

penurunan.

f. Mendukung pelaksanaan metode yang sehat tentang pemberian makan anak, serta

peningkatan pengembangan hubungan yang baik antara ibu dan anak. saat bisa

memberikan asuhan pada masa nifas, materi dan pemantauan yang diberikan tidak

hanya sebatas pada lingkup permasalahan ibu, tapi bersifat menyeluruh terhadap

ibu dan anak. kesempatan untuk berkonsultasi tentang kesehatan termasuk

kesehatan anak dan keluarga mengenai upaya mereka dalam rangka peningkatan

kesehatan keluarga. Upaya pengembangan pola hubungan psikologis yang baik

anatara ibu, anak dan keluarga juga dapat ditingkatkan melalui pelaksanaan asuhan

ini (Sulistyaati, 2009).

4. Perubahan fisiologis masa nifas

Menurut Mochtar (2011) dalam Kumalasari (2015), perubahan fisiologis masa

nifas adalah sebagai berikut:

a. Perubahan sistem reproduksi

1) Uterus

a) Pengerutan rahim (involusi)

Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi sebelum

hamil. Dengan involusi uterus ini, lapisan luar dari desidua yang mengelilingi situs

plasenta akan menjadi neurotic (layu/mati)


9

b) Lokhea

Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea mengandung

darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Lokhea dibedakan

menjadi 4 jenis berdasarkan warna keluarnya:

(1) Lokhea rubra/merah

Lokhea ini keluar pada hari 1-4 masa post partum. Cairan yang keluar berwarna

merah karena terisi darah segar jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak

bayi, rambut bayi dan meconium.

(2) Lokhea sanguinolenta

Lokhea ini berwarna merah kecoklatan dan berlendir, serta berlangsung dari

hari ke 4-7 post partum

(3) Lokhea serosa

Lokhea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum, leukosit

atau robekan leserasi plasenta. Keluar pada hari ke 7-14 post partum

(4) Lokhea alba/putih

Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel selaput lendir serviks

dan serabut jaringan yang mati. Lokhea alba ini dapat berlangsung 2-6 minggu post

partum.

b. Perubahan pada serviks

Perubahan yang terjadi pada serviks ialah bentuk serviks agar mengagah seperti

corong, segera setelah bayi lahir. Bentuk ini disebabkan oleh corpus utreri yang

dapat membuat kontruksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga seolah-

olah pada perbatasan antara korpus dan serviks berbentuk semacam corong.
10

c. Vulva dan vagina

Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta pegangan yang sangat besar

selama proses melahirkan bayi. Dalam beberapa hari pertama sesudah proses

tersebut, kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva dan

vagina kembali kepada tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-

angsur muncul kembali. Sementara labia menjadi lebih menonjol.

d. Perineum

1) Segera setelah melahirkan perineum menjadi kendur karena sebelumnya

teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada post partum hari ke 5,

perineum sudah mendapatkan kembali sebagai tonusnya. Kelipun tetap lebih

kendur daripada keadaan sebelum hamil.

2) Perubahan sistem pencernaan

Biasanya ibu akan mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini disebabkan

karena pada waktu persalinan mengalami tekanan yang menyebabkan kolon

menjadi kosong, pengeluaran cairan berlebih pada waktu persalinan kurangnya

asupan cairan dan makanan, serta kurangnya aktivitas tubuh.

3) .Peubahan sistem perkemihan

Setelah proses persalinan berlangsung biasanya ibu akan sulit untuk BAB pada

4 jam pertama. Kemungkinan penyebab dari keadaan ini adalah terdapat spasme

spinkter dan edema leher kandung kemih sesudah bagian ini mengalami

kompresi/tekanan antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan

berlangsung.
11

e. Perubahan sistem muskuloskeletal

Otot- otot uterus berkonraksi segera setelah partus. Pembuluh-pembuluh darah

yang berada diamtara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan

menghentikan perdarahan setelah plasenta dilahirkan

f.Perubahan sistem endokrin

1) Hormone plasenta

Hormone plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan HCG (Hormon

Cariotic Genadotropin) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3

hari hingga hari ke 7 post partum dan sebgai omset pemenuhan mammae pada

hari ke 3 post partum.

2) Hormone ptituary

Hormon prolactin darah akan meningkat dengan cepat. Pada wanita yang tidak

menyusui, prolactin menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH akan

meningkat pada fase konsentrasi folikuler (minggu ke 3) dan LH tetap rendah

hingga ovulasi terjadi.

3) Hipotalamic ptituary ovarium

Lamanya seorang wanita mendapat menstruasi juga dipengaruhi oleh faktor

menyusui. Seringkali menstruasi pertama ini bersifat anovulasi karena rendahnya

kadar estrogen dan progesteron

4) Kadar estrogen

Aktifitas prolaktin yang juga sedang meningkat dapat mempengaruhi kelenjar

mammae dalam menghasilkan ASI


12

g. Perubahan tanda-tanda vital

1) Suhu badan

Dalam 1 hari (24 jam) post partum, suhu badan anak naik sdikit (37,5-38,5 oC)

sebagai akibat kerja keras sewaktu melahirkan kehilangan cairan dan kelelahan

2) Nadi

Denyut nadi setelah melahirkan biasanya akan lebih cepat. Setiap denyut nadi

yang melebihi 100x/menit adalah abnornarmal dan hal ini menunjukkan adanya

kemungkinan infeksi.

3) Teknan darah

Tekanan darah biasanya tidak berubah. Kemungkinan tekanan darah akan lebih

rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada

saat post partum dapat menandakan adanya pre eklamsi post partum.

4) Pernafasan

Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan suhu dan denyut nadi. Bila

suhu dan nadi tidak normal, maka pernafasan juga akan mengikutinya. Kecuali bila

aa gangguan khusus pada saluran pencernaan.

5) Perubahan sistem kardiovaskular

Selama kehamilan, volume darah normal digunakan untuk menampung aliran

darah yang meningkat, yang diperlukan oleh plasenta dan pembuluh darah uteri.

Penarikan kembali estrogen menyebabkan diuresis yang terjadi secara cepat

sehingga mengurangi volume plasma kembali pada proporsi normal. Aliran ini

terjadi pada 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini, ibu

mengeluarkan banyak sekali jumlah urin. Hilangnya pengesteran membantu

mengurangi restensi cairan. Yang melekat dengan meningkatnya vascular pada


13

jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sama dengan trauma masa persalinan.

Pada persalinan, vagina kehilangan darah sekitar 20 ml, volume darah dan kadar

Hct (Hematocrit).

h. Perubahan sistem hematologi

Selama minggu-minggu terakhir selama kehamilan, kadar vibrinogen dan

plasma, serta faktor-faktor pembekuan darah makin meningkat. Pada hari pertama

post partum, kadar vibrinogen dan plasma akan sedikit menurun, tetapi darah akan

mengental, sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah. Leukositosis

meningkat dengan jumlah sel darah putih dapat mencapai 15.000 selama proses

persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa hari post partum. Jumlah sel darah

tersebut masih dapat naik lagi sampai 25.000-30.000 tanpa adanya kondisi

patologis. Jika wanita tersebut mengalami persalinan yang lama.

4. Proses adaptasi psikologis masa nifas

Menurut Sulistyawati (2009), proses adaptasi psikologis masa nifas adalah

sebagai berikut:

a) Adaptasi pskologis masa nifas

Setelah melahirkan ibu mengalami perubahan fisik dan psikologis yang juga

mengakibatkan adanya beberapa perubahan dari psikisnya. Ia mengalami stimulasi

kegembiraan yang luar biasa, menjalani proses eksplorasi dan stimulasi terhadap

bayinya berada dibawah tekanan untuk dapat menerap pembelajaran yang

diperlukan tentang apa yang harus diketahuinya dan perawatan untuk bayinya dan

merasa tanggung jawab yang luar biasa. Sekarang untuk menjadi seorang “ibu”.

Tidak menherankan bila ibu mengalami sedikit perubahan perilaku dan sekali
14

merasa kerepotan. Masa ini adalah masa rentan dan terbuka untuk bimbingan dan

pembelajaran

1) Taking in/ ketergantungan

(a) Periode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan. Ibu baru pada umumnya pasti

tergantung. Perhatiaannya tertuju pada kekhawatiran akan tubuhnya

(b) Ia mungkin akan mengulang-ulang menceritakan pengalamannya waktu

melahirkan

(c) Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mengurangi gangguan kesehatan

akibat kurang istirahat

(d) Peningkatan nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat pemulihan dan

penyembuhan luka, serta persiapan proses laktasi aktif.

(e) Alam memberikan asuhan harus dapat memasilitasi kebutuhan psikologis ibu.

Pada tahap ini, perawat/bidan dapat menjadi pendengar yang baik ketika ibu

menceritakan pengalamannya. Berikan juga dukungan mental atau apresiasi

atas hasil perjuangan ibu sehingga dapat berhasil melahirkan anaknya

2) Taking Hold/ ketergantungan tidak ketergantungan

(a) Periode ini berlangsung hari ke 3 minggu ke 4 post partum

(b) Ibu menjadi perhatian pada kemampuannya menjadi porang tua yang sukses

dan meningkatkan tanggung jawab terhadap bayi

(c) Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya BAB, BAK, serta

kekuatan dan ketahanan tubuhnya

(d) Ibu berusaha keras untuk menguasai keterampilan perawatan bayi, misalnya

menggendong anak, memandikan, memasang popok dan sebgainya


15

(e) Pada masa ini ibu biasanya agak sensitif dan mersa tidak mahir dalam

melakukan hal-hal tersebut

(f) Pada tahap ini, perawat/bidan harus tanggap terhadap kemungkinan perubhan

yang terjadi

(g) Tahap ini merupakan waktu yang tepat bagi perawat/bidan untuk memberikan

bimbingan cara perawatan bayi, namun harus selalu diperhatikan teknik

bimbingannya jangan sampai menyinggung perasaan atau membuat perasaan

ibu tidak nyaman karena periode ini biasanya terjadi pada minggu ke 5-6,

periode ini pun sangat sensitif

3) Letting/saling ketergantungan

(a) Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi dan ia harus

beradaptasi dengan segala kebutuhan bayi yang sangat tergantung padanya. Hal

ini menyebabkan berkurangnya hak ibu, kebebasan dan hubungan sosial

(b) Depresi post partum umumnya terjadi pada periode ini

(c) Kegiatan hubungan seksual telah dilakukan kembali

5. Kebutuhan dasar ibu pada masa nifas

Kebutuhan dasar pada ibu masa nifas menurut Kumalasari (2015), sebagai

berikut:

a. Kebutuhan gizi ibu menyusui

1) Energy

Penambahan kalori sepanjang 3 bulan pertam pasca partum mencapai 550

Kkal. Rekomendasi ini berdasarkan pada asumsi bahan tiap 100cc ASI

berkemampuan memasok 67-77Kkal.


16

2) Protein

Selama menyusui, ibu membutuhkan tambahan protein diatas normal sebesar

20gr perhari. Dasar ketentuan ini adalah tiap 100 cc ASI mengandung 1,2 protein.

Dengan demikian 830cc ASI mengandung 10 gr protein.

b. Ambulasi dini

Ambulasi dini adalah kebijakan untuk sekelas mungkin membimbing pasien

keluar dari tempat tidurnya dan membimbing untuk berjalan, menurut penelitian,

ambulasi dini tidak mempunyai pengaruh buruk, tidak menyebabkan perdarahan

yang abnormal, tidak mempengaruhi penyembuhan luka episotomy, terjadinya

kolaps uteri/retroleksi. Ambulasi dini tidak di benarkan pada pasien dengan

penyakit anemia, jantung, paru-paru, demam dan keadaan lain yang masih

membutuhkan istitrahat.

c. Eliminasi: BAB dan BAK

Dalam 6 jam post Sc pasien juga sudah harus dapat BAK. Semakin lama urine

tertahan dalam kandung kemih dapat mengakibatkan kesulitan pada organ

perkemihan, misalnya infksi. Biasanya, pasien menahan air kencing karena takut

akan merasakan sakit pada luka jalan lahir. Perawat/bidan harus dapat meyakinkan

pada pasien bahwa BAK sesegera mungkin setelah melahirkan akan mengurangi

komplikasi post SC. Berikan dukungan mental pada pasien bahwa ia mampu

menahan sakit pada luka jalan lahir akibat terkena air kencing karena ia pun sudah

berhasil untuk melahirkan bayinya


17

d. Kebersihan diri

Karena kelelahan dan kondisi psikis yang belum stabil, biasanya ibu post SC

masih belum cukup kooperatif untuk membersihkan dirinya. Perawat atau bidan

harus bijaksana dalam memberikan motivasi ini tanpa mengurangi keaktifan ibu

untuk melakukan personal hygiene secara mandiri. Pada awal perawat/bidan dapat

melibatkan keluarga dalam perawatan kebersihan ibu

e. Istirahat

Ibu post SC sangat membutuhkan istirahat yang berkualitas untuk memulihkan

kembali keadaan fisiknya. Keluarga disarankan memberikan kesempatan pada ibu

untuk beristirahat yang cukup sebagai persiapan untuk energi menyusui bayinya

f. Seksual

Secara fisik, aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah merah

berhenti dan ibu dapat memasukkan ½ jarinya kedalam vagina merasa nyeri.

Banyak budaya dan agama yang melarang untuk melakukan hubungan seksual

sampai masa waktu tertentu, keputusan tergantung pada pasangan yang

bersangkutan.

B. Konsep Dasar Sectio Caesarea

1. Pengertian

Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui

suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim

dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 garam (Jitoiyono dan Kristianasari,

2010). Sectio caesarea adalah persalinan melalui insisi abdominal dan uterus

melalui insisi pembedahan, tindakan dilakukan jika persalinan tidak bisa dilakukan

(Purnama, 2013).
18

Sectio caesarea adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk

melahirkan bayi melalui sayatan pada dinding rahim yang masih utuh untuk

menyelamatkan nyawa ibu dan bayi (Desmawati, 2013).

2. Etiologi

Menurut Purnama (2013), indikasi sectio caesarea dari aktor ibu adalah ibu

dengan penyakit herpes genital atau papiloma, positif menderita HIV-AIDS,

disporposi kepala panggul, serviks kaku atau tidak membuka, hipertensi dalam

kehamilan, pre eklamsi, indikasi atau tindakan tanpa kemajuan persalinan,

obstruksi tumor benigna atau maligna dan sebelumnya dilakukan operasi caesarea.

Faktor plasenta juga mempengaruhi diantaranya adalah placenta previa, solusio

placenta dan prolaps tali pusat. Faktor lainnya adalah meliputi kondisi fetus besar,

fetal distress (gawat janin), anomali mayor fetal, multi gestasi atau kembar siam

dan presentasi abnormal (Purnama, 2013). Dari beberapa fakor sectio caesarea

diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:

a) CPP (Chepalo Pelvik Disporpotion)

Adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukur lingkar secara

alami. Tulang – tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang

membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin

ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau

panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan

alami, sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut

menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran – ukuran

bidang panggul menjadi abnormal.


19

b) PEB (Pre – Eklamsi Berat)

Pre – eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung

disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah

perdarahan dan infeksi, pre – eklamsi merupakan penyebab kematian materna dan

perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah

penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi

eklamsi.

c) KPD (Ketuban Pecah Dini)

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda

persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban

pecah dini adalah ahamil aterm diatas 37 minggu, sedangkan dibawah 36 minggu.

d) Bayi kembar

Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena

kelahiran kemar memiliki resiko terjadinya komplikasi yang lebih tinggi dari pada

kelahian satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau

salah letak lintang, sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.

e) Faktor hambatan jalan lahir

Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak

memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan

lahir, tali pusat pendek da bu sulit bernafas.


20

f) Kelainan letak janin

1) Kelainan pada letak kepala

a) Letak kepala tengadah

Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemerikasaan dalam teraba UUB

yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar,

anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.

b) Presentasi muka

Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling

rendah ialah muka.

c) Presentasi dahi

Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan

tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasaya dengan sendirinya akan

berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.

2) Letak sungsang

Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terleta memanjang

dengan kepala difundus uteri dan bokong berada dibagian bawah kavum uteri.

Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong kaki tidak

smpurna dan presentasi kaki.

3) Indikasi janin

a) Letak lintang

Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan atau cara

yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang yang janinnya

hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak lintang harus
21

ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada perkiraan panggul sempit.

Multipara dengan letak lintag dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.

b) Letang belakang

Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila panggul

sempit, primigravida, janin besar dan berharga

4) Gawat janin

5) Janin besar

6) Kontra indikasi

a) Janin mati

b) Syok, anemia berat

7) Indikasi ibu

a) Panggul sempit

b) Placenta previa

c) Ruptur uteri mengancam

d) Partus lama

e) Partus tak majupre eklamsi dan hipertensi

3. Manifestasi klinis

Persalinan dengan sectio caesarea memerlukan perawatan yang lebih

komperhensif yaitu perawatan post operatif dan perawatan post partum.

Manifestasi klinis sectio caesarea sebagai berikut:

a. Nyeri akibat ada luka pembedahan

b. Adanya luka insisi pada bagian abdomen

c. Fundus uterus kntraksi kuat dan terletak di umbilikus

d. Aliran lochea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lochea tidak banyak
22

e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira – kira 600 – 800 ml)

f. Emosi labil atau perubahan emosional dengan mengekspresikan

ketidakmampuan menghadapi situasi baru

g. Biasanya terpasang kateter uinarius

h. Auskultasi bising usus tidak terdengar samar

i. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual muntah

j. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vasikuler

k. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka biasanya kurang paham

prosedur

4. Jenis sectio caesarea

Menurut Purnama (2013), sectio caesarea dapat dibedakan menjadi 4 jenis

yaitu:

a. Jenis klasik yaitu dengan melakukan sayatan vertikal sehingga memungkinkan

ruangan yang lebih besar untuk jalan lahir bayi. Jenis ini sudah sangat jarang

dilakukan karena sangat beresiko terhadap terjadinya komplikasi

b. Sayatan mendatar dibagian atas dari kandung kemih sangan umum dilakukan

pada masa sekarang ini. Metode ini memunimalkan resiko terjadinya

perdarahan dan cepat penyembuhannya

c. Hiterektomi caesarea yaitu bedah caesar diikut dengan pengangkatan rahim.

Hal ini dilakukan dalam kasus-kasus dimana perdarahan yang sulit tertangani

atau ketika plasenta tidak dapat dipisahkan dari rahim.


23

5. Komplikasi

a. Infeksi puerpuralis

1) Ringan: dengan kenaikan suhu beberapa hari saja

2) Sedang: dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi atau

petut sedikit kembung

3) Berat: dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita

jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi

intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama

b. Perdarahan disebabkan karena:

1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka

2) Atonia uteri

3) Perdarahan pda placenta bled

c. Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila

repetitonalisasi terlalu tinggi

d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak telah kurang kuatnya perut

pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur

uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah seto caesarea

klasik

6. Pemeriksaan penunjang

a. Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht) untuk mengkaji perubahan dri kadar pra

operasi dan mengevaluasi efek kahilangan darah pada pembedahan

b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi

c. Tas golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah

d. Urinalisis atau kultur urine


24

e. Pemeriksaan elektrolit

7. Penatalaksanaan

a. Pemberian cairan

Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan

peintravena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi

hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa

dibeikan biasanya D5 10 %, gram fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah

tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah

sesuai kebutuhan.

b. Diet

Pembeian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu

dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan

jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6-10 jam pasca operasi, berupa air

putih dan air teh.

c. Mobilisasi

1) Mobilisasi dilakukan secara bertahap

2) Miring kanan da kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi

3) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur terlentang sedini

mungkin setelah sadar

4) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit da diminta

untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya

5) Kemudian posisi tidur terlentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
25

6) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar

duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari

ke 3 sampai hari ke 5 pasca operasi

d. Kateterisasi

Kandung emih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada

penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Karena

biasanya terpasang 24-48 jam, lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan eadaan

penderita.

e. Pemberian obat-obatan

1) Antibiotik

Cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda setiap insitusi

2) Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan

3) Obat-obatan lain

Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan

caboransia seperti neurobion 1 vitamin C

f. Perawatan luka

Konsisi balutan luka dilihat pada 1 haru post operai, bila basah dan berdarah

harus di buka dan diganti.

g. Perawatan rutin

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan

darah, nadi, dan pernafasan.


26

h. Perawatan payudara

Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak

menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa

banyak menimbulkan kompresi, biasanya mengurangi rasa nyeri.

8. Perawatan pasca sectio caesarea

Ibu yang sudah selesai dilakukan tindakan sectio caesarea akan dipindahkan

keruang pemulihan (recovery room). Didalam ruang pemulihan, jumlah perdarahan

dala vagina harus dipantau secara ketat dan untuk melihat fundus uteri

berkontraksi dengan kuat dapat dilakukan dengan cara palpasi. Kenyamanan ibu

akan terganggu saat dilakukan palpasi dan ketika anastesi umum menghilang. Otot

anestesi menghilang dan ibu sadar penuh serta perdarahan minimal, tekanan darah

stabil, dan jumlah urine sekurng-kurangnya 30ml/jam maka ibu dapat dipindahkan

ke ruangannya. Perawatan selanjutnya pada ibu adalah nyeri, tanda-tanda vital,

terapi cairan dan diet, mobilisasi, perawatan luka, pemerikasaan laboratorium,

serta perawatan payudara (Purnama, 2013).

Ibu yang menjalani bedah caesar mungkin belum mengeluarkan ASI nya

dalam 24 jam pertama setelah melahirkan, kadangkala perlu waktu hingga 48 jam

walaupun demikian bayi tetap dianjurkan untuk didekatkan pada payudara ibu

untuk membantu merangsang pengeluaran ASI pertama (Dewi, 2011).

Keterlambatan pengeluaran kolostrum pada ibu sectio caesarea disebabkan karena

timbulnya nyeri post partum yang secara fisiologis dapat menghambat pengeluaran

hormon oksitoksin yang sangat berperan dalam proses laktasi. Hormon oksitoksin

akan keluar melalui rangsangan ke puting susu melalui isapan mulut bayi atau

melalui pijatan pada tulang belakang ibu, dengan dilakukan pijatan pada tulang
27

belakang, ibu akan merasa tenang, rileks meningkatkan ambang rasa nyeri dan

mencintai bayinya, sehingga dengan begitu hormon oksitoksin keluar dan ASI pun

cepat keluar (Endah, 2011).

9. WOC
Post operasi SC

Luka post operasi Post anestesi Post partum


nifas

Jaringan Jaringan Penurunan Penurunan Distensi


terputus terbuka medulla kerja pons kandung
obiongata kemih
Penurunan
Merangsang tubuh, Proteksi
Penurunan kerja aotot Udem dan
mengeluarkan kurang
refleksi eliminasi memar di
protaglandin, batuk uretra
histamine, serotonin
Invasi
Penurunan
bakteri Akumulasi Penurunan
peristaltik
sekret usus sensitivitas
Implus dikirim
RESIKO & sensasi
ke thalamus
INFEKSI kandung
korteks serebri BERSIHAN KONSTIP kemih
JALAN ASI
NYERI NAFAS
TIDAK GANGGUAN
EFEKTIF ELIMINASI
Kelemahan URIN
fisik
Penurunan Psikologi
GANGGUAN progesteron &
MOBILITAS estrogen
Penambahan
FISIK anggota
baru
Kontraksi Merangsang
uterus pertumbuhan kelenjar Masa Tuntutan
susu & pertumbuhan krisis anggota baru
Involusi
Peningkatan Perubahan Bayi menangis
hormon pola peran
Adekuat Tidak prolaktin GANGGUAN
adekuat POLA TIDUR
28

Pengeluar perdarahan Merangsang


an lochea laktasi oksitosin

Ejeksi ASI
Hb Kekurangan
vol. cairan &
elektrolit
Kurang
O2 Efektif Tidak efektif
RESIKO SYOK
(HIPOVOLEMIK) Nutrisi bayi
Kelemahan terpenuhi

DEFISIT
PERAWATAN
DIRI Kurang informasi Bengkak
tentang perawatan
payudara
MENYUSUI
TIDAK
DEFISIT EFEKTIF
PENGETAHUAN

NUTRISI BAYI
KURANG DARI
KEBUTUHAN
Gambar 2.1 Woc post SC (Nurarif, 2015)

C. Konsep Dasar Nyeri

1. Pengertian

Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya

orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan

tersebut. Secara umum nyeri dapat didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman,

baik ringan maupun berat (Mubarak, 2015).

Menurut Smelzer dan Bare (2010), nyeri adalah pengalaman sensori dan

emosional yang tidak menyenangkan akibat dari jaringan yang aktual atau

potensial. Nyeri adalah salah satu sensori objektif dan pengalaman emosional
29

yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau

potensi atau yang disarankan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan

IASP (Potter dan Perry, 2010).

Menurut International Association for St of Pain (IASP), nyeri adalah sensori

subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapatkan terkait dengan

kerusakan jaringan aktual maupu potensial, atau menggambarkan kondisi

terjadinya kerusakan. Jadi nyeri merupakan tanda penting terhadap adanya

gangguan fisiologi atau jaringan.

2. Etiologi

a. Trauma

1) Mekanik, yaitu rasa nyeri akibat ujung-ujung saraf bebas mengalami

kerusakan. Misalnya akibat benturan, gesekan, luka, dan lain-lain

2) Termal, yaitu timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat

panas dan dingin, misalnya karena api dan air

3) Kimia, yaitu karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asam dan bassa kuat

4) Elektrik, yaitu timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai

reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar

b. Peradangan, yakni nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor

c. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah

d. Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat terjadinya

penekanan

e. Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri

f. Iskemi pada jaringan, misalnya pada blockade pada arteri kononaria yang

menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam urat


30

g. Spasme otot, dapat menstimulasi mekanik

3. Jenis dan bentuk nyeri

a. Jenis nyeri

Ada tiga klasifikasi nyeri, yaitu:

1) Nyeri perifer, nyeri ini ada tiga macam yaitu:

(a) Nyeri superfisial, yaitu rasa yang muncul akibat rangsangan pada kulit atau

mukosa

(b) Nyeri viseral, nyeri yang muncul kibat stimulasi pada reseptor neri di rongga

abdomen, cranium, dan toraks

(c) Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari lokasi

nyeri

2) Nyeri senteral, nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis,

batang otak, dan thalamus

3) Nyeri psikogenik, nyeri yang tidak diketahui secara fisik, nyeri ini biasanya

timbul karena pengaruh psikologis, mental, emosional atau faktor perilaku

b. Bentuk nyeri

Secara umum bentuk nyeri terbagi menjadi dua yaitu:

1) Nyeri akut

Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cidera akut, penyakit, atau

intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat dengan intensitas yang bervariasi

(ringan sampai berat) dan berlangsung untuk waktu yang singkat (Smeltzer, 2010).

Untuk tujuan definisi, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung

dari beberapa detik hingga enam bulan. Fungsi nyeri akut ialah memberi

peringatan akan suatu cidera atau penyakit yang akan datang.


31

Nyeri akut akan berhenti dengan sendiinya dan akhirnya menghilang dengan

atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang terjadi kerusakan.

Nyeri akut berdurasi singkat (kurang dari enam bulan), memiliki omset yang tiba-

tiba, dan terlokalisasi. Nyeri ini biasanya disebabkan trauma bedah atau inflamasi.

Kebanyakan orang pernah mengalami nyeri jenis ini, seperti pada saat sakit kepala,

sakit gigi, terbakar, tertusuk duri, pasca persalinan, pasca pembedahan, dan lain

sebagainya.

Nyeri akut terkadang disetai oleh aktifitas sistem saraf simpatis yang akan

memperlihatkan gejala-gejala seperti peningkatan respirasi, peningkatan tekanan

darah, peningkatan denyut jantung, diaphoresis, dan dilatasi pupil. Secara verbal

klien yang mengalami nyeri akut biasanya juga akan memperlihatkan respons

emosi dan perilaku seperti menangis, mengerang kesakitan, mnegerutkan wajah,

atau menyeringai

2) Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang

suatu periode waktu. Nyeri konik berlangsung lama, intensitas yang bervariasi dan

biasanya berlangsung lebih dari enam bulan (Potter dn Perry, 2010). Nyeri kronik

dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit

untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap

pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya.

Nyeri kronik dibagi menjadi dua, yaitu nyeri kronik nonmalignan dan

malignan (Potter dan Perry, 2010). Neyeri kronik nonmalignan merupakan nyeri

yang timbul akibat cedera jaringan yang tidak progesif tau yang menyebuh (Potter

dan Perry, 2010), biasanya timbul tanpa penyebab yang jelas misalnya nyeri
32

pinggang bawah, dan nyeri yang didasari atas kondisi kronis, misalnya

osteoarthritis (Potter dan Perry, 2010). Sementara nyeri kronik maligna yang

disebut juga nyeri kanker, memiliki penyebab nyeri yang dapat didefinisikn, yaitu

terjadi akibat perubahan pada saraf. Perubahan ini terjadi bisa karena penekanan

pada saraf akibat metastasis sel-sel kanker maupun pengaruh zat-zat kimia yang

dihasilkan oleh kanker itu sendiri (Potter dan Perry, 2010).

Manifestasi klinis yang tampak pada nyeri kronik sangat berbeda dengan yang

diperlihatkan oleh nyeri akut. Dalam pemeriksaan tanda-tanda vital, sering kali

didapatkan masih dalam batas normal dan tidak sisertai dilatasi pupil. Manifestasi

yang biasanya muncul berhubungan dengan respons psikososial seperti rasa

keputusasaan, kelesuan, menurunan libido (gairah seksual), penurunan berat

badan, perilaku menarik diri, iritbel, mudah tersinggung, marah, dan tidak tertarik

paa aktivitas fisik. Secara verbal klien mungkin akan melaporkan adanya

ketidaknyamanan, kelemahan, dan kelelahan.

Klien yang mengalami nyeri kronik sringkali mengalami periode remisi

(gejala hilang sebagian atau keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan meningkat).

Sifat nyeri kronik yang tidak dapat diprediksi ini, membuat klien frustasi dan

sering kali mengarah pada depresi psikologis. Tabel berikut ini menggambarkan

perbedaan karakteristik antara nyeri akut dan nyeri kronik.


33

Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Konis


Tujuan/keuntu Memperingatkan adanya Tidak ada
ngan cedera/masalah
Awitan Mendadak Terus-menerus intermiten
Intensitas Ringan sampai berat Ringan sampai berat
Durasi Durasi singkat (dari beberapa Durasi lama (enam
detik sampai enam bulan) bulan/lebih)
Respns 1. Konsisten dengan respons Tidak terdapat respons
otonom stress simpatis otonom
2. Frekuensi jantung
meningkt
3. Tekanan darah meningkat
4. Dilatasi pupil meningkat
5. Motilitas gastrointestinal
menurun
6. Aliran saliva menurun
(mulut kering)
Konponen Ansietas 1. Depresi
psikologis 2. Mudah marah
3. Menarik diri dan minat
dunia luar
4. Menarik diri dari
persahabatan
Respons jenis 1. Tidur terganggu
lainnya 2. Libido menurun
3. Nafsu makan menurun
Contoh Nyeri bedah, trauma Nyeri kanker, artritis,
neuralgia trigeminal
Tabel 2.1 Perbandingan Karakteristik Nyeri Akut dan Nyeri Kronik (Smeltzer,

2010)

Tindakan keperawatan yang direncanakan pada klien yang mengalami nyeri

kronik berbeda tindakan perawatan yang diberikan pada nyeri akut. Tindakan

keperawatan yang diberikan harus sesuai dengan pernyataan klien sebagai expert

terhadap nyeri yang dirasakan, tidak semata-mata berdasarkan tanda gejala yang

tampak (Prasetyo, 2010). Manajemen yang dirasakan termasuk mengidentifikasi

penyebab nyeri, mengenali respons emosional klien serta faktor lingkungan

eksternal yang berpengaruh terhadap nyeri klien dan tindakan rehabilitas untuk

meningkatkan kemampuan klien dalam beraktifitas.


34

4. Efek yang ditimbulkan oleh nyeri

a. Tanda dan gejala fisik

Tanda fisiologi dapat menunjukkan nyeri pada klien yang berupaya untuk

tidak mengeluh atau mengakui ketidaknyaman. Sangat penting untuk mengkaji

anda-tanda vital dan pemeriksaan fisik termasuk mengobservasi keterlibatan saraf

otonom. Saat awitan nyeri akut, denyut jantung, tekanan darah, dan frekuensi

meningkat.

b. Klien yang mengalami nyeri menunjukkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh

yang khas dan berespons secara verbal serta mengalami kerusakan dalam interaksi

sosial. Klien sering kali menangis, mengertakan dahi, menggigit bagian tubuh

sampai dengan menghindari percakapan, menghindari kontak sosial, dan hanya

fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri.

c. Pengaruh pada aktifitas sehari-hari

Klien yang mengalami nyeri setiap hari kurang mampu berpartisipasi dalam

aktifitas rutin seperti mengalami kesulitan dalam melakukan tindakan kebersihan

normal serta dapat mengganggu aktifitas sosial dan hubungan seksual.

5. Penilaian nyeri

Sebelum melakukan manajemen nyeri, perlu dilakukan penilaian atau

assesmen intensitasnya. Banyak cara untuk menetukan intensitas nyeri, namun

yang paling sederhana ada tiga macam yakni, Visual Analog Scale (VAS),

Numeric Rating Scale (NRS) dan Fases Scale dari Wong-Backer.

a. Visual Analog Scale (VAS)

Skala ini bersifat satu dimensi yang banyak dilakukan pada orang dewasa

mengukur intensitas nyeri pasca bedah. Berbentuk penggaris yang panjangnya 10


35

cm atau 100 mm. Titik 0 adalah titik nyeri dan 100 jika nyerinya tidak tertahankan.

Disebut tidak nyeri jika klien menunjuk pada skala 0-4 mm, nyeri ringan 5-44 mm,

nyeri sedang 45-74 mm, nyeri berat 75-100 mm, sisi yang berangka pada

pemeriksaan sedang yang tidak berangka pada sisi penderita.

Gambar 2.2 – Skala Analog Visual

Sumber: Andarmayo, Sulustyo, 2013

b. Numerical Rating Scale (NRS)

Klien menyebutkan intensitas nyeri berdasarkan angka 0-10. Titik 0 berarti

tidak nyeri, 5 nyeri sedang, dan 10 adalah nyeri berat yang tidak tertahankan. NRS

digunakan jika ingin menentukan berbagai perubahan pada skala nyeri, dan juga

menilai respon turunnya nyeri klien terhadap terapi yang diberikan. Jika klien

mengalami disleksia autism, atau geriatrik yang dimensia maka ini bukan metode

yang cocok.

Gambar 2.3 – Skala Numerik Angka

Sumber: Andarmoyo, Sulistyo, 2013

c. Faces Skala (skala wajah)

Klien disuruh melihat skala gambar wajah. Gambar pertama tidak nyeri, kedua

sedikit nyeri dan selanjutnya lebih nyeri dn gambar paling akhir adalah orang

dengan ekspresi nyri yang sangat berat. Setelah itu, klien disuruh menunjuk
36

gambar yang cocok dengan nyerinya. Metode ini digunakan untuk pediatrik, tetap

juga dapat digunakan pada geriatrik dengan gangguan kognitif.

Gambar 2.4 – Skala Wajah

Sumber: Andarmoyo, Sulistyo, 2013

6. Penanganan nyeri

a. Farmakologi

1) Analgetik Narkotik

Terdiri atas berbagai opiem seperti morfin dan kodein. Narkotik dapat

memberikan efek penurunan nyeri dan kegembiraan karena obat ini membuat

ikatan dengan reseptor yang mengaktifkan penekanan nyeri endogen pada susunan

saraf pusat. Namun, penggunaan obat ini menimbulkan efek menekan pusat

pernafasan di medulang batang otak sehingga perlu pengkajian secara teratur

terhadap perubahan dalam status penasaran jika menggunakan analgesik jenis

permanen. Neyri dapat melemahkan sehingga klien akan mencoba segala sesuatu

untuk mengatasi neyri.

2) Analgesik nonnarkotik

Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminofen, dan antipiretik. Obat

golongan ini menyebabkan penurunan nyeri dan menghambat produksi

prostaglandin dari jantung mengalami trauma atau inlamasi (Semltzer dan bare,

2010). Efek samping paling umum terjadi adalah gangguan pencernaan seperti

adanya ulkus gaster dan perdarahan gaster.


37

b. Non farmakologi

1) Relaksasi progresif. Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari

ketegangan stress. Teknik relaksasi memberikan kontrol dan seketika terjadi

rasa nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri

2) Stimulasi kutaneus palasebo. Palasebo merupakan zat tanpa kegiatan

farmakologi dalam bentuk yang dikenal oleh klien sebagai obat seperti kapsul,

cairan injeksi dan sebagainya. Palasebo umumnya terdiri atas larutan gula,

larutan saling normal, atau larutan biasa

3) Teknik distraksi. Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan nyeri

dengan cara mengalihkan perhatian klien pada hal-hal yang lain sehingga klien

akan lupa terhadap nyeri yang dialami

4) Guided imagery. Guided imagery adalah salah satu terapi komplementer yang

menggunakan imajinasi individu dengan teknik imajinasi yang terarah untuk

mengurangi stres ataupun kecemasan (Patricia dalam Kulsum, 2012).

D. Konsep Dasar Relaksasi Nafas Dalam

1. Pengertian

Menurut Resti dalam Dian (2015), relaksasi merupakan salah satu teknik

pengelolaan diri yang didasarkan pada cara kerja sistem saraf simpatis dan

parasimpatis. Energi dapat dihasilkan ketika kita melakukan relaksasi nafas dalam

karena pada saat kita menghembuskan nafas, kita mengeluarkan zat

karbondioksida sebagai kotoran hasil pembakaran dan ketika kita menghirup

kembali oksigen yang diperlukan tubuh untuk membersihkan darah masuk.

Relaksasi nafas dalam adalah pernafasan abdomen dengan frekuensi lambat atau
38

perlahan, berirama, dan nyaman jika dilakukan dengan memejamkan mata

(Setoyadi, 2011).

Relaksasi merupakan suatu tindakan untuk membebaskan mental maupun

fisik ketegangan dan stres sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri.

(Andarmoyo, 2013). Latihan napas dalam yaitu bentuk latihan napas yang terdiri

dari pernapasan abdominal (diafragma) dan pursed lib breathing (Lusianah,

Indaryani, & Suratun, 2012). Relaksasi nafas dalam dapat meningkatkan ventilasi

paru dan meningkatkan oksigenasi darah, tujuan nafas dalam adalah untuk

mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efesien serta mengurangi kerja

bernafas, meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot,

menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola aktivitas otot-otot pernafasan yang

tidak berguna, tidak terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernafasan,

mengurangi udara yang tertangkap serta mengurangi kerja bernafas (Smeltzer dan

Bare, 2008).

2. Tujuan Teknik Relaksasi Napas Dalam

Tujuan dari teknik relaksasi napas dalam untuk meningkatkan ventilasi

alveoli, meningkatkan efisiensi batuk, memelihara pertukaran gas, mencegah

atelektasi paru, dan mengurangi tingkat stres baik itu stres fisik maupun

emosional sehingga dapat menurunkan intesitas nyeri yang dirasakan oleh

individu.

Selain tujuan tersebut, terdapat beberapa tujuan dari teknik napas dalam

menurut Lusianah, Indaryani dan Suratun (2012), yaitu antara lain untuk mengatur

frekuensi pola napas, memperbaiki fungsi diafragma, menurunkan kecemasan,

meningkatkan relaksasi otot, mengurangi udara yang terperangkap, meningkatkan


39

inflasi alveolar, memperbaiki kekuatan otot-otot pernapasan, dan memperbaiki

mobilitas dada dan vetebra thorakalis.

3. Manfaat relaksasi nafas dalam

Manfaat relaksasi nafas dalam adalah sebagai berikut (Setyoyadi, 2014, dan Arfa,

2014):

a. Menjadikan perasaan yang tenang dan nyaman

b. Mengurangi rasa nyeri

c. Menurunkan tingkat stress

d. Melemaskan otot untuk menurunkan ketegangan otot dan menjadikan rileks

e. Mengurangi kecemasan

f. Memberikan efek distraksi atau pengalihan perhatian

g. Ketegangan jiwa menjadi rendah

h. Detak jantung lebih rendah

i. Mengurangi tekanan darah

j. Kesehatan mental menjadi lebih baik

4. Indikasi relaksasi nafas dalam

Indikasi dari relaksasi nafas dalam dibagi menjadi sebagai berikut (Setyoyadi,

2014):

a. Nyeri akut tingkat ringan sampai dengan sedang akibat penyakit kooperatif

b. Hipertensi

c. Nyeri pasca operasi

d. Stress
40

5. Kontraindikasi relaksasi nafas dalam

Relaksasi nafas dalam tidak diberikan pada klien yang mengalami sesak nafas

dan menderita penyakit jantung (Setyoyadi, 2014).

6. Prosedur teknik relaksasi nafas dalam

Berikut ini adalah langkah-langkah tindakan dalam melakukan teknik

relaksasi napas dalam menurut Lusianah, Indaryani, dan Suratun (2012):

a. Mengecek program terapi medik klien

b. Mengucapkan salam terapeutik pada klien

c. Melakukan evaluasi dan validasi

d. Melakukan kontrak (waktu, tempat, dan topik) dengan klien

e. Menjelaskan langkah-langkah tindakan dan prosedur pada klien

f. Mempersiapkan alat: satu bantal

g. Memasang sampiran

h. Mencuci tangan

i. Mengatur posisi yang nyaman bagi klien dengan posisi setengah duduk di

tempat tidur atau di kursi atau dengan posisi lying position (posisi berbaring) di

tempat tidur atau di kursi dengan satu bantal

j. Merefleksikan (membengkokkan) lutut klien untukmerilekskan otot abdomen

k. Menempatkan satu atau dua tangan klien pada abdomen yang tepat dibawah

tulang iga

l. Meminta klien untuk menarik napas dalam melalui hidung, menjaga mulut

tetap tertutup. Hitunglah sampai 3 sampai inspirasi

m. Meminta klien untuk berkonsentrasi dan merasakan gerakan naiknya abdomen

sejauh mungkin, tetap dalam kondisi rileks dan cegah lengkung pada
41

punggung. Jika ada kesulitan menaikan abdomen, tarik napas dengan cepat,

lalu napas kuat melalui hidung

n. Meminta klien untuk menghembuskan udara melalui bibir, seperti meniup dan

ekspirasikan secara perlahan dan kuat sehingga terbentuk suara hembusan

tanpa mengembangkan pipi, teknik pursed lip breathing ini menyebabkan

resistensi pada pengeluaran udara paru, meningkatkan tekanan di bronkus

(jalan napas utama) dan meminimalkan kolapsnya jalan napas yang sempit

o. Meminta klien untuk berkonsentrasi dan merasakan turunnya abdomen ketika

ekspirasi.

p. Menganjurkan klien untuk menggunakan latihan ini dan meningkatkannya

secara bertahap 5-10 menit. Latihan ini dapat dilakukan dalam posisi tegap,

berdiri, dan berjalan. Latihan ini boleh dilakukan kapan saja oleh pasien waktu

terasa nyeri sampai nyerinya berkurang

q. Merapikan lingkungan dan kembalikan klien pada posisi semula

r. Membereskan alat

s. Mencuci tangan

t. Mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan dan memantau respon

klien

E. Konsep Dasar Guided Imagery

1. Pengertian

Guided imagery adalah salah terapi komplementer yang menggunakan

imajinasi individu dengan teknik imajinasi yang terarah untuk mengurangi stres

ataupun kecemasan (Kulsum, 2012). Menurut (Bonadies, 2009), imajinasi terarah

(guided imagery) adalah salah satu proses terapeutik dengan cara memfokuskan
42

fikiran dan berimajinasi dengan memikirkan hal-hal yang menyenangkan. Teknik

guided imagery diaplikasikan untuk mengolah koping individu dengan cara

berimajinasi atau membayangkan sesuatu yang diawali dengan proses relaksasi

berupa menginstruksikan kepada klien untuk berlahan-lahan menutup matanya dan

fokus pada nafas mereka, klien diminta untuk relaksasi dengan cara mengsongkan

pikiran dan memenuhi pikiran dengan membayangkan pada hal-hal yang membuat

damai dan tenang (Smeltzer dan Bare, 2008).

2. Teknik guided imagery

Macam-macam teknik guided imagery antara lain:

a. Guided walking imagery

Teknik ini itentukan oleh psikoleunner. Pasien diindtruksikan untuk

berimajinasi pemandangan seperti: pegunungan, pantai, padang umput,

persawahan dan lain-lain.

b. Coveri behavior rehearsal

Untuk teknik ini berdasarkan padaparadigma reinforcement dimana proses

imajinasi atau berkhayal dimodifikasikan menggunakan prinsip yang sama dengan

modifikasi perilaku.

c. Autogenic obstraction

Teknik ini pasien di berikan instruksi untuk memilih perilaku yang negatif

yang ada dalam fikirannya kemudian pasien diminta untuk menceritakan secara

verbal tanpa ada batasan. Bila hal itu berhasil akan tampak perubahan secara

emosional dari wajah pasien


43

d. Covert sensitization

Teknik ini mengajak individu untuk beimajinasi perilaku koping yang

diharapkan atau diinginkan dan teknik ini lebih banyak digunakan

3. Indikasi guided imagry

Guided imgey dapat digunakan untuk semua pasien yang memiliki pemikiran

negatif atau pemikiran pnyimpangan dan perilaku destruktif (maladaptif).

Misalnya: stress, depresi, cemas, nyeri, dan lain-lain.

Guided imagery juga dapat membantu dalam proses pngobatan seperti: asma,

hipertensi, gangguan fungsi perkemihan, syndrom pre menstruasi dan menstruasi,

selain itu juga bisa digunakan pada pasien yang mengalami nyeri akibat luka bakar,

sakit kepala serta nyeri post sectio caesarea.

4. Tujuan guided imagery

Tujuan dari menerapkan guided imagery adalah:

a. Memlihara kesehatan serta membuat perasaan lebih rileks melalui adanya

komunikasi dalam tubuh yang melibatkan semua indra (visual, sentuhan,

penciuman, pendengaran dan penglihatan) sehingga dapat membentuk

keseimbangan antara fikiran, tubuh dan jiwa indivisu tersebut

b. Mempercepat proses penyembuhan yang efektif srta dapat mengurangi atau

menurunkan bebagai macam penyakit antara lain seperti depresi, alergi, dan

asma

c. Mengurangi tingkat stres, penyebab dan gejala pada klien yang mengalami

stress

d. Menggali pngalaman dan perasaan klien


44

5. Manfaat guided imagery

Guided imagery merupakan salah satu teknik relaksasi dimana sama-sama

membawa klien ke arah rileks/nyaman. Tujuan dari teknik ini yaitu menciptakan

respons psikologis yang kuat serta pada perubahan sistem imun yang semakin

meningkat (Potter & Perry dalam Novareta, 2013).

Manfaat dari guided iamgery yaitu sebagai salah satu intervensi pada klien

yang mengalami ansietas, stres dan nyeri (Smeltzer & Bare, 2008 dalam Pasiak,

2012). Penerapan guided imagery tidak dapat memusatkan pada banyak hal dalam

satu waktu karena klien harus membayangkan satu imajinasi yang menyenangkan

yang bisa membuat klien bahagia dan rileks (Alfian. 2013).

Guided imagery dapat menyebabkan perubahan pada neurohormnal dalam

tubuh dimana hal tersebut dapat meningkatkan kenyamanan/ relaksasi psikologis

dan fisiologis untuk meningkatkan perubahan yang dapat mempercepat proses

penyembuhan.

6. Langkah-langkah guided imagery

Langkah-langkah guided imagery menurut (Kozier, B, Erb, 2009 dalam

Novarenta, 2013) antara lain:

a. Persiapan

Mencari lingkungan yang aman dan tenang yang bebas dari distraksi hal ini

dikarenakan subjek harus bisa memfokuskan imajinasi yang sudah dipilih klien

atau subjek tau keuntungan dan manfaat teknik ini. Subjek merupakan partisipan

yang aktif dalam latihan guided imagery dan dapat memahami apa yang harus

dilakukan serta hasil yang diharapkan. Lalu memberikan kebebasan pada subjek

tersebut untuk memposisikan klien dengan rileks.


45

b. Menimbulkan relaksasi

Menginstruksikan klien untuk menggunakan smua indera dala menjelaskan dan

lingkungan bayangan tersebut

c. Menjelaskan perasaan fisik dan emosional yang ditimbulakan oleh

bayangannya

Menginstruksikan pada klien untuk mengeksplorasikan/menceritakan respon

terhadap bayangan karena akan memungkinkan klien untuk memodifikasi

imajinasinya. Respon yng bersifat negatif dapat diarahkan kembali untuk

memberikan hasil yang positif. Berikan freedback kepada klien secara continue

dengan memberikan komentar pada tanda-tanda relaksasi dan ketentraman. Setelah

itu, membawa klien untuk keluar dari imajinasi tersebut. Mendiskusikan perasaan

klien mengenai pengalaman tersebut kemudian mengidentifikasi hal-hal yang

dapat meningkatkan pengalaman imajinasi, selanjutnya memberikan motivasi

kepada klien untuk melakukan teknik ini secara mandiri.

7. Mekanisme guided imagery

Guided imagery atau relaksasi terbimbing adalah sebuah proses yang

menggunakan fikiran dengan cara mengarahkan pada tubuh kita untuk

menyembuhkan diri sendiri dalam memelihara kesehatan atau relaks dalam

melakukan komunikasi dalam tubuh yang melibatkan smua indera sehingga

terbentuklah keseimbangan antara pikiran, tubuh dan jiwa (Anderson,2016).

Imajinasi yang diberikan menggunakan relaksasi nafas dalam. Dari imajinasi

yang diberikan dapat meningkatkan respon hormone endorpine yang dapat

mempengaruhi suasana hati dan dapat menurunkan kecemasan klien.


46

8. SOP guided imagery

Teknik guided imagery menurut (Synder M, 2010) antara lain:

a. Membuat individu dalam keadaan rileks atau santai

1) Mengatur posisi senyaman mungkin (duduk atau berbaring)

2) Menyilangkan kaki, menutup mata dan fokus pada satu titik atau suatu benda

didalam ruangan

3) Memfokuskan pada pernafasan otot perut dengan cara menarik nafas dalam

dan pelan, nafas berikutnya sedikit lebih dalam (deep breathing), tetap

memfokuskan pada pernafasan dan menetapkan pikiran tubuh semakin rileks

dan rileks lagi

4) Merasakan tubuh menjadi lebih berat dan hangat dari ujung kepala sampai

ujung kaki

5) Jika pikiran tidak fokus, ulangi kembali pernafasan dalam dan pelan (deep

breathing)

b. Sugesti khusus untuk imajinasi

1) Menginstruksikan klien untuk memikirkan seolah-olah pergi ke suatu tempat

yang menyenangkan dan merasa senang ditempat tersebut

2) Menyebutkan apa yang bisa dilihat, dengar, cium dan apa yang dirasakan

3) Mengambil nafas panjang beberapa kali dan menikmati suasana di tempat

tersebut

4) Sekarang, bayangkan diri anda seperti yang anda inginkan (uraikan sesuai

tujuan yang akan dicapai atau yang diinginkan)


47

c. Berikan kesimpulan dan memperkuat hasil dari praktek

1) Menginstruksikan kepada klien bahwa klien dapat mengingat kembali ke

tempat ini dan dapat menggunakan cara ini kapan saja klien menginginkannya

2) Klien dapat seperti ini lagi dengan berfokus pada pernafasan membayangkan

diri anda berada ditempat yang menyenangkan dan bisa membuat anda

bahagia

d. Kembali pada keadaan semula

1) Ketika anda telah siap kembali ke ruangan dimana anda berada, anda akan

merasa rileks dan merasa lebih baik sehingga siap untuk melakukan aktifitas

yang biasa anda kerjakan sehari-hari

2) Anda dapat membuka mata dan menceritakan pengalaman anda ketika sudah

siap

Teknik untuk mengaplikasikan guided imagery yaitu dengan cara mengatur

posisi klien senyaman mungkin dengan menggunakan pernafasan serta

memikirkan hal-hal yang menyenangkan atau pengalaman yang membantu untuk

menggunakan semua indra, minta klien untuk tetap fokus pada bayangan yang

menyenangkan dan merasakan tubuh menjadi rileks. Waktu yang digunakan untuk

pelaksanaan guided imagery pada orang dewasa dan remaja sekitar 10-30 menit,

sementara pada anak-anak hanya 10-15 menit, dilakukan 2 kali sehari pada saat

santai ketika klien merasakan nyeri atau gangguan rasa nyama pada tubuhnya

(Synder M, 2010).
48

F. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pada pengkajian klien dengan post sectio caesarea (SC), data yang dapat

ditemukan meliputi hambatan molititas fisik, gangguan rasa nyaman: nyeri akut,

ansietas, dan defisiensi pengetahuan.

a) Identitas pasien

Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat,

status perkawinan, ruang rawat, nomor medical rcord, diagnosa medik, yang

mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum, tanda vital.

b) Data riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang

Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit

yang dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan terkait dengan hambatan

mobilitas fisik pada pasien post sectio caesarea (SC).

2) Riwayat kesehatan dahulu

Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,

maksudnya masalah keperawatan yang dialami pada saat yang dulu akan

berpengaruh kepada masalah keperawatan dan intervensi yang harus dilakukan

pada saat sakit yang sekarang seperti, hambatan mobilitas fisik, gangguan rasa

nyaman: nyeri akut, ansietas, dan defisiensi pengetahuan.

c) Riwayat kesehatan keluarga

Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada juga

yang mempunyai riwayat tentang hambatan mobilitas fisik, gangguan rasa

nyaman: nyeri akut, ansietas dan defisiensi pengetahuan serta dikarenakan


49

budaya dalam keluarga, tingginya kepercayaan seseorang terhadap budaya jika

sering bergerak setelah melahirkan benang jahitannya akan putus dan akan lebih

sakit jika melakukan mobilisasi fisik sehingga pasien sering takut melakukan

mobilisasi fisik sehingga pada hari pertama setelah melahirkan pasien lebih

menghabiskan aktivitasnya untuk berbaring di tempat tidur.

d) Riwayat kehamilan

Umur kehamilan serta riwayat penyakit yang menyertai

e) Riwayat persalinan

Tempat persalinan, normal atau terdapat komplikasi, keadaan bayi, keadaan

ibu

f) Riwayat nifas yang lalu

Pengeluaran ASI lancar atau tidak, BB bayi, riwayat KB atau tidak

3) Data sosial ekonomi

Penyakit ini dapat terjadi pada siapa saja, akan tetapi kemungkinan dapat

lebih sering pada penderita malnutrisi dengan sosial ekonomi rendah.

4) Data psikologis

a) Pasien biasanya dalam keadaan labil

b) Pasien biasanya cemas akan keadaan post sectio caesarea

5) Pemeriksaan fisik

a) Kepala

Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat

adanya cloasma gravidarum dan apakah ada benjolan

b) Leher

Apakah ditemukan adanya pembesaran kelenjar tiroid


50

c) Mata

Apakah ada pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva dan apakah

selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang mengalami

perdarahan, apakah sklera berwarna kuning

d) Telinga

Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana kebersihannya,

adakah cairan yang keluar dari telinga

e) Hidung

Kaji apakah ada polip atau tidak dan kaji adanya pernapasan cuping hidung

f) Dada

Kaji adanya pembesaran payudara, adanya hiperpigmentasi areola mamae

dan papila mamae, kaji adanya abses, kaji adanya nyeri tekan, kaji pengeluaran

ASI

g) Abdomen atau uterus

Pada pasien nifas, abdomen tampak kendor. Fundus uteri 3 jari dibawah

pusat, kaji adanya kontraksi uterus

h) Genetalia

Kaji adanya pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran ketuban, bila

terdapat mekonium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan

menandakan kelainan letak anak

i) Anus

Kaji adanya perlukaan pada anus akibat ruptur


51

j) Ekstermitas

Kaji adanya odema untuk melihat kelainan-kelainan karena membesarnya

uterus, karena preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal

k) Tanda-tanda vital

Kaji adanya perdarahan pada post partum, tekanan darah biasanya turun, nadi

cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun

6) Pemeriksaan penunjang

a) Pemeriksaan laboratorium

Cek darah lengkap, hemoglobin, hematokrit, leukosit, dan elektrolit

2. Diagnosa Keperawatan

a) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis, kimiawi, dan fisik

b) Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (mis. Diabetes melitus),

efek prosedur invasif, malnutrisi, peningkatan paparan organisme patogen

lingkungan

c) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, kecemasan, kekakuan

sendi, keengganan melakukan pergerakan

d) Defisit pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang

terpapar informasi, ketidaktahuan menemukan sumber informasi

e) Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai ASI,

anomali payudara ibu, ketidakefektifan refleks oksitosin, payudara bengkak


52

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan pasien post sectio caesarea (SC) menurut SDKI,

SLKI, SIKI

Tabel 2.2 intervensi keperawatan pada pasien post sectio caesarea (SC)

No DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


&
KRITERIA HASIL
1. D.0077: Nyeri Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
Akut tindakan keperawatan (1.08238)
3x6 jam jam tingkat Observasi
nyeri (L.08066) 1. Identifikasi lokasi,
menurun dengan karakteristik, durasi,
kriteria hasil: frekuensi, kualitas,
1. Keluhan nyeri intensitas nyeri
menurun 2. Identifikasi skala
2. Meringis menurun nyeri
3. Gelisah menurun 3. Identifikasi respons
4. Kesulitan tidur nyeri non verbal
menurun 4. Monitor
5. Frekuensi nadi keberhasilan terapi
membaik komplementer yang
6. Tekanan darah sudah diberikan
membaik 5. Monitor efek
7. Pola nafas membaik samping
penggunaan
analgetik
Terapeutik
6. Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis.
hipnosis, akupresur,
terapi musik, teknik
imajinasi
terbimbing,
kompres
hangat/dingin)
7. Kontrol lingkungan
yang memperperat
rasa nyeri (mis.
suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
8. Fasilitasi istirahat
53

tidur
Edukasi
9. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
10.Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
11. Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu
2. D.0142: Resiko Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
Infeksi tindakan keperawatan (1.14539)
3x6 jam diharapkan Observasi
tingkat infeksi 1. Monitor tanda dan
(L.14137) menuurn gejala infeksi lokal
dengan kriteria hasil: dan sistemik
1. Kebersihan tangan Terapeutik
meningkat 2. Batasi jumlah
2. Kebersihan badan pengunjung
meningkat 3. Berikan perawatan
3. Nafsu makan kulit pada area
meningkat edema
4. Demam menurun 4. Cuci tangan
5. Kemerahan sebelum dan
menurun sesudah kontak
6. Nyeri menurun dengan pasien dan
7. Bengkak menurun lingkungan pasien
8. Kadar sel darah 5. Pertahankan teknik
putih membaik aseptik pada pasien
yang beresiko tinggi
Edukasi
6. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
7. Ajarkan cara
mencuci tangan
dengan benar
8. Ajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka
operasi
9. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
10.Anjurkan
meningkatkan
54

asupan cairan
Kolaborasi
11.Kolaborasi
pemberian
imunisasi, jika
perlu
3. D.0055: Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi
Mobilitas Fisik tindakan keperawatan (1.05173)
3x6 jam diharapkan Observasi
mobilitas fisik 1. Identifikasi adanya
(L.05042) meningkat nyeri atau keluhan
dengan kriteria hasil: fisik lainnya
1. Pergerakan 2. Identifikasi toleransi
ekstermitas fisik melakukan
meningkat pergerakan
2. Nyeri menurun 3. Monitor frekuensi
3. Kecemasan jantung dan tekanan
menurun darah sebelum
4. Kaku sendi menurun memulai mobilisasi
5. Kelemahan fisik 4. Monitor kondisi
menurun umum selama
melakukan
mobilisasi
Terapeutik
5. Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan
alat bantu (mis.
pagar tempat tidur)
6. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
7. Jelaskan tujuan
dan prosedur
mobilisasi
8. Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini
9. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis. duduk di
tempat tidur,
duduk di sisi
tempat tidur,
pindah dari tempat
55

tidur ke kursi)
4. D.0111: Defisit Setelah dilakukan Edukasi kesehatan
Pengetahuan tindakan keperawatan (1.12383)
3x6 jam diharapkan Obesrvasi
tingkat pengetahuan 1. Identifikasi
(L.12111) meningkat kesiapan dan
dengan kriteria hasil: kemampuan
1. Verbalisasi minat menerima informasi
dalam belajar 2. Identifikasi faktor-
meningkat faktor yang dapat
2. Kemampuan meningkatkan dan
menjelaskan menurunkan
pengetahuan tentang motivasi perilaku
suatu topik hidup bersih dan
meningkat sehat
3. Kemampuan Terpeutik
menggambarkan 3. Sediakan materi dan
pengalaman media pendidikan
sebelumnya yang ksehatan
sesuai dengan topik 4. Jadwalkan
meningkat pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
5. Berikan kesempatan
untuk bertanya
Edukasi
6. Jelaskan faktor
resiko yang dapat
mempengaruhi
kesehatan
7. Ajarkan perilaku
hidup bersih dan
sehat
8. Ajarkan strategi
yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan
perilaku hidup
bersih dan sehat
5. D.0029: Menyusui Setelah dilakukan Edukasi Menyusui
tidak efektif tindakan keperawatan (1.12393)
3x6 jam diharapkan Observasi
status menyusui 1. Identifikasi
meningkat (L.03029) kesiapan dan
menurun dengan kemampuan
kriteria hasil: menerima informasi
1. Kemampuan ibu 2. Identifikasi tujuan
memposisikan bayi atau keinginan
56

dengan benar menyusui


meningkat
2. Tetesan/pancaran Terapeutik
ASI meningkat 3. Sediakan materi dan
3. Suplai ASI media pendidikan
meningkat kesehatan
4. Jadwalkan
pendidikan kesehtan
sesuai kesepakatan
5. Berikan kesempatan
untuk bertanya
6. Dukung ibu
meningkatkan
kepercayaan diri
dalam menyusui
7. Libatkan sistem
pendukung: suami,
keluarga, tenaga
kesehatan, dan
masayarakat
Edukasi
8. Berikan konseling
menyusui
9. Jelaskan manfaat
menyusui bagi ibu
dan bayi
10. Ajarkan 4 (empat)
posisi menyusui dan
pendekatan (lacth
on) dengan
benarajarkan
perawatan payudara
antepartum dengan
mengompres
dengan kapas yang
telah diberikan
minyak kelapa
11. Ajarkan perawatan
payudara
postpartum (mis.
memerah ASI, pijat
payudara, pijat
oksitosin)
57

4. Implementasi

Fase implementasi dimulai ketika perawat menempatkan intervensi tertentu

kedalam tindakan dan mengumpulkan umpan balik mengenai efeknya. Umpan

balik muncul kembali dalam bentuk observasi dan komunikasi serta memberi

dasar data untuk mengevaluasi hasil intervensi keperawatan. Selama tahap

implementasi, keamanan dan kenyamanan psikologi pasien berkenaan dengan

asuhan yang diberikan tetap harus diperhatikan.

12. Evaluasi

Tahap eveluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria

hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Klien keluar dari siklus proses

keperawatan apabila kriteria hasil telah tercapai. Klien akan masuk kembali ke

dalam siklus apabila kriteria hasil belum tercapai.

Komponen tahap evaluasi terdiri dari pencapaian kriteria hasil,

ketidakefektifan tahap-tahap proses keperawatan, pada evluasi pasien dengan post

sectio caesarea (SC), kriteria evaluasi adalah sebagai berikut:

a) Pasien akan mengungkapkan rasional untuk melahirkan sesar dan bekerjasama

dalam persiapan prabedah

b) Pasien tidak akan mengalami hambatan mobilisasi fisik dan pengeluaran

lochea, uterus kontraksi keras tidak lembek, serta tidak terjadinya perdarahan

berlebih

c) Nyeri diminimalkan atau dikontrol dan pasien mengungkapkan bahwa ia

nyaman
58

d) Berkemih secara spontan tanpa ketidaknyamanan dan mengalami defekasi

dalam 3 sampai 4 hari setelah pembedahan insisi bedah dan kering, tanpa tanda

atau gejala infeksi, involusi uterus berlanjut secara normal

e) Pasien mengungkapkan pemahaman tentang perawatan melahirkan caesar

G. Peran Perawat

Banyak ibu yang mengeluh rasa nyeri dibekas jahitan SC. Keluhan ini

sebenarnya wajar karena tubuh mengalami luka dan proses penyembuhannya

tidak sempurna. Dampak nyeri yang perlu ditanyakan adalah hal-hal yang spesifik

seperti pengaruhnya terhadap pola tidur, pola makan, energi , aktifitas keseharian

(Zakiyah, 2015). Nyeri setelah pembedahan merupakan hal yang biasa terjadi,

yang perlu diwaspadai jika nyeri disertai dengan komplikasi setelah pembedahan

seperti luka jahitan yang tidak menutup, infeksi pada luka operasi, dan gejala lain

yang berhubungan dengan jenis pembedahan (Potter & Perry, 2010).

Perawat berperan besar dalam penanggulangan nyeri non farmakologis yakni

melatih relaksasi nafas dalam yang merupakan suatu bentuk asuhan (Smeltzer &

Bare, 2010). Tujuan relaksasi nafas dalam yaitu agar individu dapat mengontrol

diri ketika terjadi rasa ketegangan dan stress yang membuat individu merasa

dalam kondisi yang tidak nyaman menjadi nyaman.

Penatalaksaan nyeri secara nonfarmakologi yang digunakan antara lain dengan

menggunakan relaksasi, hipnosis, pergerakan dan perubahan posisi, massase,

hidroterapi, terapi panas atau dingin, musik, akupresur, aromaterapi, teknik

imajinasi, dan distraksi (Potter & Perry, 2010). Metode pereda nyeri

nonfarmakologi, biasanya mempunyai resiko yang sangat rendah. Tindakan

tersebut bukan merupakan pengganti untuk obat-obatan, tindakan tersebut akan


59

diperlukan untuk mengurangi timbulnya rasa nyeri. Teknik relaksasi nafas dalam

akan lebih efektif bila dikombinasikan dengan beberapa teknik lainnya, seperti

guided imagery. Guided imagery merupakan teknik yang menggunakan imajinasi

seseorang untuk mencapai efek positif tertentu. Teknik ini dimulai dengan proses

relaksasi pada umumnya yaitu meminta kepada klien untuk perlahan-lahan

menutup matanya dan fokus pada nafas mereka, klien didorong untuk relaksasi

mengosongkan pikiran dan memenuhi pikiran dengan bayangan untuk membuat

damai dan tenang.


48

H. EBN (Evidance Based Nursing)

No Nama & Judul Metode Jumlah Lama pelaksanaan Hasil penelitian


Tahun penelitian penelitian sampel
1. Dita Amita, Pengaruh Kuantitatif Sampel 30 Dilakukan selama 5 Setelah dilakukan relaksasi nafas dalam. Rata-
Fernalia, teknik nafas dengan desain orang kali sehari dalam 2 rata intensitas nyeri sebelum dilakukan teknik
dan Rika dalam pre eksperimen hari relaksasi nafas dalam didapatkan skor 5. Rata-
Yulendasar terhadap tanpa kelompok rata intensitas nyeri sesudah dilakukan teknik
relaksasi nafas dalam didapatkan skor 3. Teknik
i (2018) intensitas nyeri kontrol
relaksasi nafas dalam berpengaruh terhadap
pada pasien intensitas nyeri pada pasien post sectio
post sectio caesarea.
caesarea di
Rumah Sakit
Bengkulu
2. Erawati, Pengaruh Pre-ekperimental Sampel Dilakukan pada Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor
Jamila therapy guided design dengan sebanyak 11 tanggal 01 – 22 Des rata-rata tingkat nyeri responden sebelum
Kasim, dan imagery jenis rancangan pasien 2018 therapy guided imagery yaitu 7, dimana skor
Ernawati terhadap yang digunakan tingkat nyeri tertinggi dan terendah 6,
Askar tingkat nyeri one group sedangkan skor rata-rata tingkat nyeri
(2019) pada pasien pretest-postest responden sesudah therapy guided imagery
post sectio design yaitu 4, dimana skor tingkat nyeri tertinggi
caesarea di yaitu 8 dan terendah 6. Hasil uji wilcoxon
Rumah Sakit diperoleh nilai ρ=0,002 yang berarti nilai ρ
TK. II lebih kecil dari nilai α =0,05 dengan demikian
Pelamonia ada pengaruh therapy guided imagery terhadap
Makassar tingkat nyeri pada pasien post sectio caesarea di
Rumah Sakit TK. II Pelamonia Makassar.

48
49

3. Sefti S.J Pengaruh Metode Sampel Dilakukan 2 kali Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai
Rompas teknik purposive sebanyak 20 sehari selama nyeri ρ=0,00, lebih kecil dari α =0,05 , dengan
dan relaksasi nafas sampling dengan responden. selama 10-15 menit demikian ada pengaruh teknik relaksasi nafas
Mulyadi dalam dan dalam dan guided imagery pada pasien post
(2017) guided sectio caesarea di RSU GMIM Pancran Kasih
imagery Manado. Dari hasil penelitian yang dilakukan di
Ruang Nifas RSU GMIM Pancaran Kasih
terhadap
Manado, kepada 20 responden sebelum
penurunan dilakukan teknik relaksasi nafas dalam dan
nyeri pada guided imagery pada pasien post sectio caesarea
pasien post skala nyeri lebih banyak pada nyeri sedang dan
operasi sectio diikuti nyeri berat. Setelah dilakukan teknik
caesarea di relaksasi nafas dalam dan guided imagery, nyeri
RSU GMIM sedang berkurang dan nyeri hebat hilang.
Pancaran
Kasih Manado
50

I. Konsep Dasar Metodologi Penelitian

1. Pendekatan

Jenis penelitian ini deskriptif dengan pendekatan studi kasus, yaitu untuk

mengeksplorasi penerapan teknik kombinasi relaksasi nafas dalam dan guided

imagery pada pasien post operasi sectio caesarea dengan masalah keperawatan

nyeri akut di Ruang Mawar Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

a. Tempat

Tempat studi kasus ini adalah di ruang mawar Rumah Sakit Islam Jemursari

Surabaya, alasan dipilihnya tempat ini adalah:

a) Belum pernah dilakukan penelitian yang sama tentang penerapan teknik

relaksasi nafas dalam dan guided imagery pada pasien post operasi sectio

caesarea dengan masalah keperawatan nyeri akut

b) Peneliti dapat mengenal tempat tersebut, sehingga dapat mempermudah dan

memperlancar pengumpulan data

b. Waktu

Waktu studi kasus dilakukan pada bulan Maret 2020

c. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam studi kasus ini adalah pasien dengan post operasi

sectio caesarea yang terjadi masalah keperawatan nyeri akut di ruang mawar

Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya.

d. Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada studi kasus ini dilakukan setelah peneliti

mendapatkan surat pengantar dari UNUSA ke Ruamah Sakit Islam Jemursari

50
51

Surabaya diruang mawar. Diruangan peneliti mengelolah 2 pasien post sectio

caesarea selanjutnya peneliti mengelolah 2 paisen sesuai kasus yang didapatkan

serta mengidentifikasi masalah keperawatan yang muuncul, untuk memecahkan

masalah tersebut maka akan diterapkan inovasi sesuai jurnal yang ada, pada

penelitian ini inovasi yang diambil peneliti yaitu terapi teknik relaksasi nafas

dalam dan guided imagery pada pasien post operasi sectio caesarea dengan

masalah keperawatan nyeri akut di ruang mawar Rumah Sakit Islam Jemursari

Surabaya.

e. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan setelah semua data terkumpul saat peneliti

melakukan penelitian dilapangan berupa asuhan keperawatan yang mempunyai

komponen pengkajian (wawancara, observasi), analisa data dilakukan dengan cara

mengemukakan fakta, selanjutnya dituangkan dalam pembahasan. Teknik analisis

yang digunakan dengan cara menarasikan jawaban yang diperoleh peneliti dari

narasumber. Teknik analisa yang dilakukan dengan cara observasi dan studi

dokumentasi yang menghasilkan data, selanjutnya diinterpretasikan oleh peneliti

untuk dibandingkan dengan teori yang ada sebagai bahan untuk rekomendasi

dalam intervensi tersebut.

f. Etika Penelitian

1. Informed consent

Peneliti meminta izin kepada subjek yang akan diteliti, kemudian peneliti

menjelaskan maksud dan tujuan peneliti kepada responden. Jika bersedia diteliti,

maka penelitian akan dilanjutkan pada subjek tersebut, jika menolak maka peneliti

tidak akan memaksakan dan tetap menghormati hak-hak responden.


52

2. Anonymity (tanpa nama)

Peneliti melindungi hak dan privasi responden, untuk menjaga kerahasiaan

responden peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar

pengumpulan data, cukup dengan memberi nama inisial responden.

3. Confrentiality (kerahasiaan)

Peneliti menjamin kerahasiaan informasi yang diperoleh dari responden hanya

kelompok data tertentu saja yang akan ditampilkan atau dilaporkan sebagai hasil

penelitian.

4. Kompensasi

Peneliti akan memberi sovenir sebagai tanda terima kasih kepada responden.

Anda mungkin juga menyukai