Anda di halaman 1dari 14

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Skizofrenia

2.1.1 Pengertian Skizofrenia

skizofrenia adalah suatu gangguan jiwa yang ditandai dengan penuaan

atau hambatan dalam berkomunikasi, gangguan realitas yang biasa disebut

halusinasi atau waham, afek tumpul, kemudian gangguan fungsi kognitif,

serta mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari ( Keliat,

2015 ).

Pengertian lainnya dari skizofrenia adalah orang yang mengalami

gangguan emosi, pikiran, dan prilaku serta penyakit yang sangat tidak

dimengerti sehingga membuat Masyarakat merasa takut pada pasien yangbisa

mengamuk dan menjadi kejam ( Prabowo, 2014 ).

2.1.2 Etiologi

Menurut ( Zahnia dan Sumekar ) bahwa etiologi dari penyakit

skizofrenia adalah diantaranya :

1. Umur

Umur 25 – 35 tahun berisiko 1,8 kali lebih besar menderita skizofrenia

daripada umur 17 – 24 tahun.

2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin pria lebih dominan terjadi skizofrenia yaitu 72 % hal

tersebut dikarenakan pria menjadi penopang utama dalam kehidupan

rumah tangga sehingga mudah terkena tekanan.


3. Pekerjaan

Orang yang tidak bekerja atau sulit menemukan pekerjaan mempunyai

kemungkinan risiko stress.

4. Konflik Keluarga

Kejadian atau masalah yang terdapat dalam kehidupan berumah tangga

menyumbang kemungkinan 1,3 kali risiko terkena skizofrenia.

5. Status Ekonomi

Status ekonomi yang rendah mempunyai risiko kemungkinan hingga 6 kali

untuk mengalami gangguan jiwa.

6. Status Perkawinan

Status jomblo lebih beresiko terkena penyakit skizofrenia dikarenakan

tidak adanya pertukaran ego ideal dan perilaku.

2.1.3 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis Skizofrenia ditandai oleh gejala psikopatologi;

gejala positif diantaranya delusi maupun halusinasi, gejala negatif

diantaranya gangguan motivasi, pengurangan kata-kata secara spontan, dan

sosial sosial, serta gangguan kognitif. Secara umum penderita Skizofrenia

menampilkan distorsi cara berpikir, persepsi, emosi, bahasa, dan perilaku.

Gejala positif cenderung kambuh dan timbul sedangkan gejala negatif dan

kognitif cenderung bersifat kronis yang berefek jangka panjang pada fungsi

sosial penderita (Owen, Sawa, dan Mortensen, 2016).

2.1.4 Jenis Skizofrenia

1. Skizofrenia simplex, gejala utamanya yaitu kedangkalan emosi dan

kemunduran kemauan.
2. Skizofrenia hebefrenik, gejala utama gangguan proses fikir gangguan

kemauan dan depersonalisasi. Banyak terdapat waham dan

halusinasi.

3. Skizofrenia katatonik, dengan gejala utama pada psikomotor seperti

merasa gaduh gelisah katatonik.

4. Skizofrenia paranoid, gejala utama kecurigaan yang berlebihan

disertai waham kejar atau kebesaran.

2.1.5 Penatalaksanaan Skizofrenia

Penatalaksanaan Skizofrenia bertujuan meredakan dan mengontrol gejala

dari skizofrenia dikarenakan masih belum ada obat yang dapat menyembuhkan

penyakit ini. Untuk itu, penatalaksanaan harus dilakukan seumur hidup,

mencakup pemberian medikamentosa dan terapi psikososial. Dalam beberapa

kasus, pasien mungkin dirawatinap, misalnya bila kondisi membahayakan diri

sendiri atau orang lain.

1. Penatalaksanaan Farmakologi

Obat-obat yang dapat digunakan untuk pasien schizophrenia adalah

berasal dari golongan antipsikotik. Golongan obat ini dianggap dapat

mengendalikan gejala dengan mempengaruhi neurotransmiter dopamin di otak.

Tujuan pengobatan dengan antipsikotik adalah untuk secara efektif mengontrol

tanda dan gejala schizophrenia dengan dosis serendah mungkin.

a. Haloperidol

Sediaan : tablet (0,5mg-1,5mg-2mg5mg), injeksi (ampul, 1cc-5mg, im/iv),

tetes/oral solution (30ml, dosis : 1 cc-2mg). injeksi long acting (50mg/cc/4


minggu). Dosis initial : 5 mg/hari, 2x sehari. Dosis optimal : 5-15mg/hari, 2-

3x hari.

b. Chlorpromazine (Largactil, Cepezet)

Sediaan : tablet (25mg, 100mg), injeksi (50mg/2ml, im). Dosis initial : 100-

150mg/hari, sehari 1-2x, Dosis optimal : 150-600mg/hari, sehari 2-3x.

c. Trifluoperazine (Stelazine)

Sediaan : tablet (1mg, 5mg). Dosis initial : 5mg, dosis optimal : 10-15

mg/hari, 2-3x sehari.

2. Penatalaksanaan Psikososial

Terapi psikososial yang bertujuan agar dapat kembali beradaptasi dengan

lingkungan sosialnya, mampu merawat diri sendiri, tidak bergantung pada

orang lain.

3. Terapi Elektrokonvulsif

Bagi pasien dewasa dengan schizophrenia yang tidak mengalami perbaikan

dengan obat-obatan, terapi elektrokonvulsif (ECT) dapat dipertimbangkan.

Terapi ini juga dapat dipertimbangkan pada pasien yang mengalami gangguan

depresi.

4. Terapi Keluarga

Terapi ini memberikan dukungan dan pendidikan bagi keluarga untuk dapat

menangani anggota keluarganya dengan schizophrenia. Terapi yang diberikan

bervariasi, meliputi psikoedukasi, reduksi stres,  dan cara penyelesaian

masalah (Tim Alomedika, 2019).


2.2 Konsep Isolasi Sosial

2.2.1 Pengertian Isolasi Sosial

Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian atau menyendiri yang

dialami seseorang dan berakibat memiliki persepsi dimana orang lain

serta lingkungan sekitar dapat mengancam kehidupannya (Sukaesti, 2018).

isolasi sosial merupakan ketidakmampuan dalam membina hubungan yang

erat, hangat, terbuka dan interpenden dengan orang lain akibat dari

keterlambatan perkembangan, perubahan fisik, ketidaksesuaian minat

terhadap perkembangan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

Beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa isolasi

sosial merupakan suatu keadaan dimana seseorang individu kurang mampu

bahkan tidak mampu membina suatu hubungan komunikasi dengan

orang lain dikarenakan adanya perasaan kehilangan kesempatan untuk

berbagi rasa, pikiran dan kegagalan.

2.2.2 Etiologi

Penyebab dari isolasi sosial yaitu peranan negatif mengenai diri sendiri,

hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan, yg ditandai

menggunakan adanya perasaan memalukan terhadap diri sendiri, rasa bersalah

terhadap diri sendiri, gangguan interaksi sosial, merendahkan martabat,

percaya diri kurang dan cepat mencederai diri (Muhith, 2015).

1. Faktor Predisposisi Beberapa faktor predispoisi ( pendukung ) terjadi

gangguan hubungan yaitu :

a. Faktor Biologis, genetik merupakan salah satu faktor pendukung

gangguan jiwa. Kelainan struktur otak seperti atrofi, pembesaran vetrikel,


penurunan berat dan volume otak serta perubahan limbik diduga dapat

menyebabkan skizofrenia

b. Faktor Sosial Budaya, faktor sosial budaya dapat menjadi faktor

pendukung terjadinya gangguan dalam membina hubungan dengan orang

lain, misalnya anggota keluarga yang tidak produktif diasingkan dari

orang lain (Muhith, 2015).

c. Faktor Genetik dianggap merupakan gangguan efektif melalui riwayat

keluarga dan keturunan.

2. Stresor Presipitasi

a. Stresor Sosial Budaya, stresor sosial budaya dapat menyebabkan

terjadinya gangguan dalam membina hubungan dengan orang lain.

Misalnya anggota keluarga yang labil yang dirawat dirumah sakit

(Muhith, 2015).

b. Stresor Psikologis, tingkat kecemasan yang menyebabkan menurunnya

kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Interaksi

kecemasan yang ekstrem dan memanjang juga terbatasnya kemampuan

individu untuk mengatasi masalah diyakini untuk menimbulkan berbagai

masalah gangguan hubungan (Muhith, 2015).

2.2.3 Manifestasi Klinis

Gejala Subjektif

1 Merasa ingin sendirian

2 Merasa tidak aman di tempat umum

3 Merasa berbeda dengan orang lain

4 Merasa asyik dengan pikiran sendiri


5 Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas

Gejala Objektif

1 Menarik diri

2 Tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan

3 Afek datar

4 Afek sedih

5 Riwayat ditolak

6 Menunjukan permusuhan

7 Tidak mampu memenuhi harapan orang lain

8 Kondisi difabel

9 Tindakan tidak berarti

10 Tidak ada kontak mata

11 Perkembangan terlambat

12 Tidak Bergairah/ lesu (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

2.2.4 Rentang Respon

Respon Adaptif yang masih dapat diterima oleh norma norma sosial dan

kebudayaan secara umum serta masih dalam batas normal dalam menyelesaikan

masalah. Menyendiri : respon yang dibutuhkan seseorang untk merenungkan apa

individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.

Curiga : Seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain

(Iyus & sutini, 2014).


Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri Kesendirian Manipulasi


Otonomi Mengisolasi diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narkisisme

Gambar 2.1 Rentang Respon

2.2.5 Patopsikologi

Adapun proses terjadinya isolasi sosial tidak lain penyebab dari

bebrapa kejadian seperti kegagalan, harga diri rendah, tidak percaya diri

dengan sendiri maupun orang lain, berperasaan negatif . dan juga dengan

adanya faktor pendukung seperti perkembangan, biologis maupun sosial

budaya. Sehingga hal tersebut bisa merubah mekanisme koping yang dapat

mempengaruhi rentang respon Adaptif ataupun Maladaptif seperti saling

ketergantungan, menyendiri, kesepian ( Direja, 2011 ).

2.2.6 Pathway

Risiko Perubahan Presepsi Sensori : Halusinasi (Akibat paling Akhir)

Isolasi Sosial : (Inti Masalah)

Harga Diri rendah (Penyebab)

Gambar 2.2 Pathway Isolasi Sosial (Sutejo, 2017).


2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Isolasi Sosial : Menarik Diri

2.3.1 Pengkajian

1. Identitas

Sering ditemukan pada usia dini atau muncul pertama kali pada masa

pubertas.

2. Alasan masuk dan Faktor Prepisitasi

Keluhan utama menyendiri, tidak mau diajak bicara dan acuh, berdiam

diri di kamar, menolak berinteraksi dengan orang lain, tidak melakukan

kegiatan sehari- hari.

Faktor presipitasi Kehilangan, perpisahan,penolakan orang tua, harapan

orang tua yang tidak realistis, kegagalan/frustasi berulang, tekanan dari

kelompok sebaya perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba-

tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan, dicerai suami, putus

sekolah,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi (korban

pelecehan).

3. Faktor Predisposisi

Klien pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya, adanya anianya

fisik, dan penolakan pada orang yang dicintainya, ada anggota yang

memiliki riwayat keluarga dengan gangguan jiwa.

4. Pemeriksaan fisik

Kaji keadaan umum klien, tanda tanda vital mengukur tinggi badan, dan

berat badan, pemeriksaan secara menyeluruh atau head to toe .


2.3.4 Implementasi Tindakan Keperawatan

Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan

keperawatan.Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan,

perawat perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan masih

sesuai dan dibutuhkan oleh pasien saat ini. Semua tindakan yang telah

dilaksanakan beserta respons pasien didokumentasikan (Prabowo, 2014).

Strategi Pelaksanaan Isolasi Sosial : Menarik Diri

Isolasi Sosial merupakan suatu keadaan seorang individu mengalami

penurunan atau tidak mampu dalam berinteraksi dengan orang sekitarnya.

Dan sering merasakan kesepian, merasa ditolak serta menjalin hubungan

dengan orang lain.


SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien

dalam mengetahui penyebab isolasi sosial, mengenalkan

keuntungan dalam berhubungan dan kerugian tidak

berhubungan dengan orang lain serta mengajarkan cara

berkenalan
SP 2 Pasien: Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap

(berkenalan dengan orang pertama yaitu seorang

perawat)
SP 3 Pasien: Melatih pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan

dengan orang kedua yaitu pasien lain)

SP 1 Memberikan penyuluhan keluarga terkait masalah


Keluarga
isolasi sosial, penyebab isolasi sosial dan cara

merawat pasien dengan isolasi sosial :


a. Membina hubungan saling percaya dengan

pasien dengan cara bersikap peduli dan tidak

ingkar janji.

b. Memberikan motivasi dan dorongan kepada

pasien untuk melakukan kegiatan bersama

sama dengan orang lain yaitu dengan tidak

mencela dan memberikan pujian

c. Tidak membiarkan pasien sendiri dirumah,

berusaha untuk menamani pasien

d. Membuat rencana aktivitas atau jadwal

bercakap-cakap dengan pasien


Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat
SP 2
Pasien dengan isolasi sosial langsung dihadapan
Keluarga
pasien.
Membuat Perencanaan Pulang Bersama
SP 3
Keluarga Keluarga.
Tabel 2.2 Sumber (Ah. Yusuf, 2019)

2.3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk

mengetahui sejauh mana tujuan dari rencana  keperawatan  tercapai.  Evaluasi ini

dilakukan dengan cara membandingkan hasil akhir yang teramati dengan tujuan

dan kriteria hasil yang dibuat dalam rencana  keperawatan.

Evaluasi kemampuan pasien

a. Pasien menunjukan rasa percayanya kepada perawat ditandai

dengan pasien mau bekerja sama secara aktif dalam melaksanakan


program yang perawat usulkan kepada pasien

b. Pasien mengungkapkanhal-hal yang mengakibatkan tidak mau

bergaul dengan orang lain, kerugian tidak mau bergaul, dan

keuntungan bergaul dengan orang lain.

c. Pasien menunjukan kemajuan dalam berinterksi dengan orang lain

secara bertahap.

d. Ekspresi wajah cerah, ada kontak mata kepada perawat, bersedia

menceritakan perasaannya (Sutejo, 2017).

Untuk lebih mudah melakukan pemantauan dalam kegiatan evaluasi

keperawatan maka kita menggunakan komponen SOAP/SOAPIER

yaitu:

S : data subyektis

O : data objektif

A : analisis , interpretasi dari data subyektif dan data objektif. Analsisis

merupakan suatu masalah atau diagnosis yang masih terjadi, atau

masalah atau diagnosis yang baru akibat adanya perubahan status

kesehatan klien.

P : planning, yaitu perencanaan yang akan dilakukan, apakah

dilanjutkan, ditambah atau dimodifikasi

I : implementasi, artinya pelaksanaan tindakan yang dilakukan sesuai

instruksi yang ada dikomponen P

E : evaluasi, respon klien setelah dilakukan tindakan.

R : Reassesment, pengkajian ulang yang dilakukan terhadap

perencanaan setelah diketahui hasil evaluasi. Apakah dari rencana


tindakan perlu dilanjutkan, dimodifikasi atau dihentikan ( Ernawati,

2019 ).
2.4 Hubungan antar Konsep

2.4.1 Hubungan antar konsep

Faktor Biologis seperti


komplikasi kelahiran, Skizofrenia
sedangkan faktor Genetik
seperti keturunan
Isolasi Sosial
Menarik Diri

Asuhan Keperawatan pada


pasien skizofrenia dengan
masalah keperawatan isolasi
sosial : Menarik Diri

Diagnosis Intervensi
Pengkajian Keperawatan
Keperawatn
pada pasien
menarik diri Implementasi
skizofrenia dilakukan
berdasarkan
dengan
intervensi
masalah isolasi keperawatan
Evaluasi dapat
sosial: dilihat dari hasil
implementasi yang
telah dilakukan

Gambar 2.3 Hubungan Antar Konsep pada pasien Skizofrenia

Dengan Masalah Keperawatan Isolasi Sosial

Anda mungkin juga menyukai