Anda di halaman 1dari 10

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi Isolasi Sosial

Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu yang mengalami penurunan atau bahkan sama
sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya (Berhimpong, Rompas, &
Karundeng, 2016). Pasien yang mengalami kondisi ini berperilaku tidak ingin berkomunikasi
dengan orang lain, lebih suka diam, dan menghindar dari orang lain. Berdasarkan buku Nanda
Isolasi sosial adalah kesendirian yang dialami oleh individu dan kondisi tersebut dialami
dirasakan mengganggu orang lain sebagai kondisi yang negatif (Putri, 2012). Isolasi sosial
adalah kegagalan individu dalam melalukan interaksi dengan orang lain yang disebabkan
pikiran yang negative dan dianggap mengancam (Wiyati, Wahyuningsih, & Widayanti, 2010).

2.2 Etiologi

Isolasi sosial adalah suatu gangguan kepribadian yang tidak fleksibel, tingkah laku maladaptif
dan mengganggu fungsi individu dalam hubungan sosialnya tingkah laku ini merupakan cara
pemecahan masalah yang dipakai individu dalam berhubungan dengan orang lain atau
lingkungan sosialnya.

Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain dan
menghindari hubungan dengan orang lain, individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab
dan tidak mempunyai kesempatan membagi perannya, prestasi dan kegagalan. Individu
mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain yang
dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi
pengalaman dengan orang lain. Ada beberapa hal yang menyebabkan gangguan jiwa pada
prilaku menarik diri yaitu faktor predisposisi merupakan faktor pendukung munculnya prilaku
menarik diri faktor presifitasi yang merupakan faktor pencetus munculnya prilaku menarik diri .

1) Faktor predisposisi
Menurut Fitria (2009) faktor predisposisi yang mempengaruhi masalah isolasi sosial
yaitu:
a. Faktor tumbuh kembang Pada setiap tahap tumbuh kembang terdapat tugas tugas
perkembangan yang harus terpenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan
sosial. Apabila tugas tersebut tidak terpenuhi maka akan menghambat fase
perkembangan sosial yang nantinya dapat menimbulkan suatu masalah.

b. Faktor komunikasi dalam keluarga


Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam
berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu
keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling
bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam
keluarga yang menghambat untuk hubungan dengan lingkungan diluar keluarga.

c. Faktor sosial budaya


Norma-norma yang salah didalam keluarga atau lingkungan dapat menyebabkan
hubungan sosial, dimana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti
lanjut usia, berpenyakit kronis dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan
sosialnya.

d. Faktor biologis
Faktor biologis merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi gangguan dalam
hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi gangguan hubungan
sosial adalah otak, misalnya pada klien skizfrenia yang mengalami masalah dalam
hubungan memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak, serta
perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbic dan daerah kortikal.

2) Faktor presipitasi
a) Sosial budaya
Stress yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya ini antara lain : keluarga yang
labil, berpisah dengan orang terdekat dan perceraian.
b) Hormonal
Gangguan dari fungsi kelenjar bawah otak (gland piuetary) menyebabkan turunnya
hormon FSH dan EH kondisi ini terdapat pada klien skizoprenia.

c) Biologikal lingkungan sosial


Tubuh akan menggambarkan ambang toleransi seseorang terhadap stress pada saat
terjadi interaksi dengan stressor lingkungan sosial.

d) Stressor psikologik
Kecemasan yang berkepanjangan dan cukup berat dengan terbatasnya kemampuan
individu dalam menyelesaikan masalah tersebut akan menyebabkan gangguan
hubungan sosial.

2.3. Tanda dan gejala

Observasi yang ditemukan pada klien dengan perilaku menarik diri akan ditemukan (data
objektif), yaitu apatis, ekspresi sedih, afeks tumpul, menghindari dari orang lain
(menyendiri), klien tampak memisahkan diri dari orang lain, misalnya pada saat makan,
komunikasi kurang/tidak ada, klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien atau
perawat, tidak ada kontak mata, klien lebih suka menunduk, berdiam diri di kamar/tempat
terpisah, klien kurang mobilitas, menolak berhubungan dengan orang lain, klien
memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap, tidak melakukan kegiatan
sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan,
posisi janin pada saat tidur. Data subjektif sukar didapat jika klien menolak berkomunikasi.
Beberapa data subjektif adalah menjawab dengan kata-kata singkat dengan kata-kata
“tidak”, “ya”, atau “tidak tahu”.
Menurut buku panduan diagnosa keperawatan NANDA (2015) isolasi sosial memiliki
batasan karakteristik meliputi:
Data Objektif:

1) Tidak ada dukungan dari orang yang penting (keluarga, teman, kelompok)
2) Perilaku permusuhan
3) Menarik diri
4) Tidak komunikatif
5) Menunjukan perilaku tidak diterima oleh kelompok kultural dominant
6) Mencari kesendirian atau merasa diakui di dalam sub kultur
7) Senang dengan pikirannya sendiri
8) Aktivitas berulang atau aktivitas yang kurang berarti
9) Kontak mata tidak ada
10) Aktivitas tidak sesuai dengan umur perkembangan
11) Keterbatasan mental/fisik/perubahan keadaan sejahtera
12) Sedih, afek tumpul

Data Subjektif:

1) Mengekpresikan perasaan kesendirian


2) Mengekpresikan perasaan penolakan
3) Minat tidak sesuai dengan umur perkembangan
4) Tujuan hidup tidak ada atau tidak adekuat
5) Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
6) Ekspresi nilai sesuai dengan sub kultur tetapi tidak sesuai dengan kelompok kultur
dominant
7) Ekspresi peminatan tidak sesuai dengan umur perkembangan
8) Mengekpresikan perasaan berbeda dari orang lain
9) Tidak merasa aman di masyarakat

2.4. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Sosial Kesepian Manipulasi


Otonomi Menarik Diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narkisisme
Saling Ketergantungan

Respon hubungan sosial berada dalam rentang yang adaptif dan maladaptif
1) Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-nor ma sosial
dan kebudayaan secara umum yang berlaku dimasyarakat dan individu dalam
menyelesaikan masalahnya, masih dalam batas internal. Respon adaptif meliputi :
a) Solitude/menyepi
Respon yang dibutuhkan seseorang untuk menuangkan apa yang telah dilakukan di
lingkungan sosialnya dan mengevaluasi diri untuk menentukan langkah
selanjutcrya.
b) Autonomy (otonomi)
Adalah kemampuan individu untuk menentukan atau menyampaikan ide, pikiran,
perasaan dalam hubungan sosial.
c) Mutuality (kerjasama)
Individu mampu saling memberi dan menerima atau kerjasama.
d) Interdependency
Saling ketergantungan antara individu dengan orang lain.
2) Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu dalam menyelesaikan
masalahnya menyimpang dari norma-norma sosial dan kebudayaan suatu tempat.
Respon maladaptif meliputi :
a) Manipulasi
Individu menganggap orang lain sebagai objek untuk mencapai kebutuhannya tidak
bias membina hubungan social secara mendalam.
b) Impulsif
Individu sangar reaktif, mudah dihasut, terangsang atau terpengaruh, kasar dan
menantang
c) Narkisisme
Menggunakan cara-cara yang negatif dalam menjalin hubungan dengan orang
lain.
Perubahan sensori persepsi : halusinasi

2.5. Pohon Masalah


Isolasi Sosial
Defisit perawatan diri

Harga diri rendah kronis


2.6. Penatalaksanaan
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas,
kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat
dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang
aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak
mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek
samping gangguan otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut kering,
kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,
gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom
parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee). Hematologik,
agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap
penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2019).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta dalam
fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan miksi dan
parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi, gangguan
irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan
jantung (Andrey, 2019).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik, sindrom
Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine. Memiliki efek samping
diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi,
konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi terhadap
hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit, psikosis berat
psikoneurosis (Andrey, 2019).
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan strategi
pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi pertemuan yang
berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi
dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan tidak
berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan memasukkan kegiatan
latihan berbiincang-bincang dengan orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua,
perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien
mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan
kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP
tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk
berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2018)
3. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2018), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan
bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari
yang meliputi:
1. Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun tidur.
2. Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk tingkah
laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.
3. Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan mandi dan
sesudah mandi.
4. Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan berganti
pakaian.
5. Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang dan
setelah makan dan minum.
6. Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan kebutuhan
kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan pakaian, badan, rambut,
kuku dan lain-lain.
7. Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat menjaga
keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh benda tajam
sembarangan, tidak merokok sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya
tanpa tujuan yang positif.
8. Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi tidur. Pada
pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu diperhatikan karena sering
merupakan gejala primer yang muncul padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang
dinilai bukan gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau
mengawali tidurnya.
b. Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien dalam
kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
1. Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan hubungan
sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya, berbicara dengan
kawannya dan sebagainya.
2. Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan waktu
ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya.
3. Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan orang
lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya kesungguhan
dalam berkomunikasi.
4. Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul dengan
orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).
5. Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan ketertiban yang
harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
6. Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau sopan
santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.
7. Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat
mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak meludah
sembarangan, tidak membuang puntung rokok sembarangan dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

Berhimpong, E., Rompas, S., & Karundeng, M. (2016). Pengaruh Latihan Keterampilan
Soaialisasi Terhadap Kemampuan Berinteraksi Klien Isolasi sosial di RSJ Prof. Dr. V.L.
Ratubuysang Manado. E-Journal Keperawatan, 1-6.

Carpenito, L.J (2010). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis (Edisi Keenam),
Jakarta: EGC

Hawari, D. (2011). Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizoprenia. Jakarta. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Keliat, B.A (2015). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa,Jakarta: EGC

Maramis, W.F, (2014), Ilmu Kedokteran Jiwa,Airlangga University Press, Surabaya

Stuart, G. W. & Sundeen, S. J. (2009) Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta. EGC.

Anda mungkin juga menyukai