Tinjauan Pustaka
Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu yang mengalami penurunan atau bahkan sama
sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya (Berhimpong, Rompas, &
Karundeng, 2016). Pasien yang mengalami kondisi ini berperilaku tidak ingin berkomunikasi
dengan orang lain, lebih suka diam, dan menghindar dari orang lain. Berdasarkan buku Nanda
Isolasi sosial adalah kesendirian yang dialami oleh individu dan kondisi tersebut dialami
dirasakan mengganggu orang lain sebagai kondisi yang negatif (Putri, 2012). Isolasi sosial
adalah kegagalan individu dalam melalukan interaksi dengan orang lain yang disebabkan
pikiran yang negative dan dianggap mengancam (Wiyati, Wahyuningsih, & Widayanti, 2010).
2.2 Etiologi
Isolasi sosial adalah suatu gangguan kepribadian yang tidak fleksibel, tingkah laku maladaptif
dan mengganggu fungsi individu dalam hubungan sosialnya tingkah laku ini merupakan cara
pemecahan masalah yang dipakai individu dalam berhubungan dengan orang lain atau
lingkungan sosialnya.
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain dan
menghindari hubungan dengan orang lain, individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab
dan tidak mempunyai kesempatan membagi perannya, prestasi dan kegagalan. Individu
mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain yang
dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi
pengalaman dengan orang lain. Ada beberapa hal yang menyebabkan gangguan jiwa pada
prilaku menarik diri yaitu faktor predisposisi merupakan faktor pendukung munculnya prilaku
menarik diri faktor presifitasi yang merupakan faktor pencetus munculnya prilaku menarik diri .
1) Faktor predisposisi
Menurut Fitria (2009) faktor predisposisi yang mempengaruhi masalah isolasi sosial
yaitu:
a. Faktor tumbuh kembang Pada setiap tahap tumbuh kembang terdapat tugas tugas
perkembangan yang harus terpenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan
sosial. Apabila tugas tersebut tidak terpenuhi maka akan menghambat fase
perkembangan sosial yang nantinya dapat menimbulkan suatu masalah.
d. Faktor biologis
Faktor biologis merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi gangguan dalam
hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi gangguan hubungan
sosial adalah otak, misalnya pada klien skizfrenia yang mengalami masalah dalam
hubungan memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak, serta
perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbic dan daerah kortikal.
2) Faktor presipitasi
a) Sosial budaya
Stress yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya ini antara lain : keluarga yang
labil, berpisah dengan orang terdekat dan perceraian.
b) Hormonal
Gangguan dari fungsi kelenjar bawah otak (gland piuetary) menyebabkan turunnya
hormon FSH dan EH kondisi ini terdapat pada klien skizoprenia.
d) Stressor psikologik
Kecemasan yang berkepanjangan dan cukup berat dengan terbatasnya kemampuan
individu dalam menyelesaikan masalah tersebut akan menyebabkan gangguan
hubungan sosial.
Observasi yang ditemukan pada klien dengan perilaku menarik diri akan ditemukan (data
objektif), yaitu apatis, ekspresi sedih, afeks tumpul, menghindari dari orang lain
(menyendiri), klien tampak memisahkan diri dari orang lain, misalnya pada saat makan,
komunikasi kurang/tidak ada, klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien atau
perawat, tidak ada kontak mata, klien lebih suka menunduk, berdiam diri di kamar/tempat
terpisah, klien kurang mobilitas, menolak berhubungan dengan orang lain, klien
memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap, tidak melakukan kegiatan
sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan,
posisi janin pada saat tidur. Data subjektif sukar didapat jika klien menolak berkomunikasi.
Beberapa data subjektif adalah menjawab dengan kata-kata singkat dengan kata-kata
“tidak”, “ya”, atau “tidak tahu”.
Menurut buku panduan diagnosa keperawatan NANDA (2015) isolasi sosial memiliki
batasan karakteristik meliputi:
Data Objektif:
1) Tidak ada dukungan dari orang yang penting (keluarga, teman, kelompok)
2) Perilaku permusuhan
3) Menarik diri
4) Tidak komunikatif
5) Menunjukan perilaku tidak diterima oleh kelompok kultural dominant
6) Mencari kesendirian atau merasa diakui di dalam sub kultur
7) Senang dengan pikirannya sendiri
8) Aktivitas berulang atau aktivitas yang kurang berarti
9) Kontak mata tidak ada
10) Aktivitas tidak sesuai dengan umur perkembangan
11) Keterbatasan mental/fisik/perubahan keadaan sejahtera
12) Sedih, afek tumpul
Data Subjektif:
Respon hubungan sosial berada dalam rentang yang adaptif dan maladaptif
1) Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-nor ma sosial
dan kebudayaan secara umum yang berlaku dimasyarakat dan individu dalam
menyelesaikan masalahnya, masih dalam batas internal. Respon adaptif meliputi :
a) Solitude/menyepi
Respon yang dibutuhkan seseorang untuk menuangkan apa yang telah dilakukan di
lingkungan sosialnya dan mengevaluasi diri untuk menentukan langkah
selanjutcrya.
b) Autonomy (otonomi)
Adalah kemampuan individu untuk menentukan atau menyampaikan ide, pikiran,
perasaan dalam hubungan sosial.
c) Mutuality (kerjasama)
Individu mampu saling memberi dan menerima atau kerjasama.
d) Interdependency
Saling ketergantungan antara individu dengan orang lain.
2) Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu dalam menyelesaikan
masalahnya menyimpang dari norma-norma sosial dan kebudayaan suatu tempat.
Respon maladaptif meliputi :
a) Manipulasi
Individu menganggap orang lain sebagai objek untuk mencapai kebutuhannya tidak
bias membina hubungan social secara mendalam.
b) Impulsif
Individu sangar reaktif, mudah dihasut, terangsang atau terpengaruh, kasar dan
menantang
c) Narkisisme
Menggunakan cara-cara yang negatif dalam menjalin hubungan dengan orang
lain.
Perubahan sensori persepsi : halusinasi
Berhimpong, E., Rompas, S., & Karundeng, M. (2016). Pengaruh Latihan Keterampilan
Soaialisasi Terhadap Kemampuan Berinteraksi Klien Isolasi sosial di RSJ Prof. Dr. V.L.
Ratubuysang Manado. E-Journal Keperawatan, 1-6.
Carpenito, L.J (2010). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis (Edisi Keenam),
Jakarta: EGC
Hawari, D. (2011). Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizoprenia. Jakarta. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Stuart, G. W. & Sundeen, S. J. (2009) Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta. EGC.