Anda di halaman 1dari 23

BAB 2

TINJAUAN MATERI
2.1 Definisi Isolasi Sosial
Menarik diri ( isolasi sosial ) merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain atau menghindari hubungan dengan orang lain. Menurut Townsend M.C.
(1998), menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan
dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain. Sedangkan menurut Depkes RI
(1989), penarikan diri atau withdrawal merupakan suatu tindakan melepaskan diri baik
perhatian ataupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung yang dapat bersifat
sementara atau menetap. Jadi menarik diri adalah keadaan dimana seseorang menemukan
kesulitan dalam membina hubungan dan menghindari interaksi dengan orang lain secara
langsung yang dapat bersifat sementara atau menetap.

2.2 Rentang Respon Sosial


Dalam hubungan sosial, individu berada dalam rentang respon yang adaptif sampai
dengan maladaptif. Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-
norma sosial dan kebudayaan yang secara umum berfungsi. Sedangkan respon maladaptif
merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat
diterima oleh norma sosial dan budaya setempat. Respon sosial yang maladaptif yang sering
terjadi dalam Kehidupan sehari-hari adalah menarik diri, tergantung (dependen), manipulasi,
curiga, gangguan komunikasi, dan kesepian (Townsend M.C., 1998).

Keterangan :
 Menyendiri : Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu cara
untuk mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya. Solitude
umumnya dilakukan setelah melakukan kegiatan.
 Otonomi : Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide-ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
 Bekerja sama (mutualisme) : Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal
dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.Saling
tergantung (interdependen): Merupakan kondisi saling tergantung antara
individu dengan yang lainnya dalam membina hubungan interpersonal.
 Merasa sendiri : Biasanya disebut juga kesepian Dimanifestasikan dengan
merasa tidak tahan dan untuk satu alasan atau yang lain menganggap bahwa
dirinya sendirian dalam menghadapi masalah, cenderung pemalu, sering
merasa tidak PD dan minder, atau merasa kurang bisa bergaul.
 Menarik Diri : Merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan
kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain
 Tergantung (dependen) :Terjadi bila seseorang gagal dalam mengembangkan
rasa percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
Gambaran utama dari gangguan ini adalah kesulitan dengan "perpisahan",
dimana gangguan ini berisiko menjadi gangguan depresi dan gangguan cemas
sehingga berkecenderungan berpikiran untuk bunuh diri.
 Manipulasi : Merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada
individu yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu tersebut tidak
dapat membina hubungan sosial secara mendalam.

2.3 Penyebab Terjadi Isolasi Sosial


Berbagai faktor yang menyebabkan isolasi sosial antara lain sebagai berikut
(Suliswati, Payapo, Maruhawa et.al, 2005):

a. Faktor predisposisi 
Faktor predisposisi adalah aspek biologis, psikologis, genetik, sosial dan
biokimia. Penyebab isolasi sosial berdasarkan faktor predisposisi antara lain sebagai
berikut:
1. Faktor perkembangan. Dalam pencapaian tugas perkembangan dapat
mempengaruhi respon sosial maladaptif pada setiap individu.
2. Faktor biologis. Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif,
keterlibatan neurotransmitter dalam perkembangan gangguan ini.
3. Faktor sosiokultural. Norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap
orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang kurang produktif,
seperti lanjut usia, orang cacat, dan penderita penyakit kronis dapat
menyebabkan terjadinya isolasi sosial.
4. Faktor keluarga. Komunikasi dalam keluarga dapat mengantar seseorang
dalam gangguan berhubungan, bila keluarga hanya menginformasikan hal-hal
yang negatif akan mendorong anak mengembangkan harga diri rendah.
b. Faktor presipitasi 
Faktor presipitasi adalah faktor pencetus terjadinya suatu masalah. Penyebab
isolasi sosial berdasarkan faktor presipitasi antara lain sebagai berikut:
1. Stres sosiokultural. Stres dapat ditimbulkan oleh karena menurunnya stabilitas
unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti, misalnya karena dirawat di
rumah sakit.
2. Stressor psikologis. Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan
dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya.
2.4 Tanda dan gejala Isolasi Sosial
Tanda dan gejala isolasi sosial dapat dinilai dari ungkapan pasienyang menunjukkan
penilaian negatif tentang hubungan sosial dan didukung dengan data hasil observasi.
a. Data subjektif:
Pasien mengungkapkan tentang
1) Perasaan sepi
2) Perasaan tidak aman
3) Perasan bosan dan waktu terasa lambat
4) Ketidakmampun berkonsentrasi
5) Perasaan ditolak
b. Data Objektif:
1) Banyak diam
2) Tidak mau bicara
3) Menyendiri
4) Tidak mau berinteraksi
5) Tampak sedih
6) Ekspresi datar dan dangkal
7) Kontak mata kurang

2.5 Dampak Dari Perilaku


Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi
sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa dialami pasien dengan latar
belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan, dan kecemasan.
(Prabowo, 2014: 112)
Perasaan tidak berharga menyebabkan pasien makin sulit dalam mengembangkan
berhubungan dengan orang lain. Akibatnya pasien menjadi regresi atau mundur, mengalami
penurunan dalam aktivitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri.
Pasien semakin tenggelam dalam perjalinan terhadap penampilan dan tingkah laku masa lalu
serta tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut halusinasi
(Stuart dan Sudden dalam Dalami, dkk 2009)
2.6 Mekanisme Koping
Individu yang mengalami respon sosial maladiptif menggunakan berbagai mekanisme
dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis
masalah hubungan yang spesifik (gall,W Stuart 2006). Koping yang berhubungan dengan
gangguan kepribadian antisosial antara lain proyeksi, spliting dan merendahkan orang lain,
koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang spliting, formasi reaksi,
proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain, merendahkan orang lain dan identifikasi proyektif.
Menurut Gall W. Stuart (2006), sumber koping yaang berhubungan dengan respon
sosial maladaptif meliputi keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luasan teman,
hubungan dengan hewan peliharaan dan penggunaan kreatifitas untuk mengekspresikan stress
interpersonal misalnya kesenian, musik atau tulisan.
2.7 Penatalaksanaan
a.       Penatalaksanaan medis
Menurut Dermawan, 2013 penatalaksanaan klien yang mengalami isolasi sosial adalah
dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain yaitu :
1)      Terapi Farmakologi
a)      Clorpromazine (CPZ)
      Indikasi: Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya
berat dalam fungsi -fungsi mental: waham, halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku yang
aneh atau, tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari -hari, tidak mampu
bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Efek samping: Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/ parasimpatik,mulut
kering, kesulitan dalam miksi, dan defikasi, hidung tersumbat,mata kabur, tekanan intra
okuler meninggi, gangguan irama jantung),gangguan ekstra piramidal (distonia akut,
akatshia, sindromaparkinson/tremor, bradikinesia rigiditas), gangguan endokrin, metabolik,
hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
b)      Haloperidol (HLP)
      Indikasi: Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi netral serta dalam
fungsi kehidupan sehari – hari.
Efek samping : Sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik
/parasimpatik, mulut kering, kesulitan miksi dan defikasi, hidung tersumbat, mata kabur,
tekanan intraokuler meninggi, gangguan irama jantung).
c)      Trihexy phenidyl (THP)
      Indikasi:Segala jenis penyakit parkinson,termasuk paska ensepalitis dan
idiopatik,sindrom parkinson akibat obat misalnya reserpin dan fenotiazine.
Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor Gangguan otonomik (hypertensi, anti
kolinergik/ parasimpatik, mulut kering, kesulitanmiksi dan defikasi, hidung tersumbat, mata
kabur, tekanan intra oluker meninggi, gangguan irama jantung).
2)      Electro Convulsive Therapy
                 Electro Convulsive Therapi (ECT) atau yang lebih dikenal dengan eletroshock
adalah suatu terapi psiatri yang menggunakan energi shock listrik dalam pengobatannya.
Biasanya ECT ditunjukan untuk terapi pasien gangguan jiwa yang tidak berespon pada obat
psikiatri pada dosis terapinya. Diperkirakan hampir 1 juta orang di dunia mendapat terapi
ECT setiap tahunnya dengan intensitas antara 2-3 kali seminggu. ECT bertujuan untuk
memberikan efek kejang klonik yang dapat memberikan efek terapi selama 15 menit.

b.      Penatalakasanaan Keperawatan
1)      Terapi individu dan keluarga
Penatalaksanaan isolasi sosial dapat dilakukan dengan strategi pelaksanaan tindakan
keperawatan (SPTK) pada pasien yang lebih dikenal dengan strategi pelaksanaan (SP) yang
terdiri dari beberapa strategi pelaksanaan diantaranya strategi pelaksaan pasien mengajarkan
dengan berinteraksi secara bertahap dan keluarga yang terdiri dari masing-masing empat
strategi pelaksaan (Badar, 2016)

2)      Terapi aktivitas kelompok


            Menurut Stuart dan Laraia kegiatan kelompok merupakan tindakan keperawatan pada
kelompok dan terapi kelompok. Terapi aktivitas kelompok (TAK), terdiri dari 4 macam yaitu
TAK stimulasi persepsi, TAK stimulasi sensori, TAK stimulasi realita, dan TAK sosialisasi.
Terapi kelompok yang cocok pada pasien isolasi sosial yaitu terapi aktivitas kelompok sosial
(TAKS) karena klien mengalami gangguan  hubungan sosial (Badar , 2016).
            Terapi aktivitas kelompok sosialisasi yang dapat dilakukan pada pasien dengan isolasi
sosial adalah :
a)      Sesi 1 :kemampuan mengenalkan diri
b)      Sesi 2 :kemampuan berkenalan
c)      Sesi 3 :kemampuan bercakap-cakap dengan anggota kelompok
d)     Sesi 4 :kemampuan menyampaikan topic pembicaraan tertentu
e)      Sesi 5 :kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi
f)       Sesi 6 : kemampuan bekerjasama dalam sosialisasi
2.6 Asuhan Keperawatan Teori Isolasi Sosial
Asuhan Keperawatan di mulai dari, Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan,
Implementasi, Evaluasi (Stuart, 2013).
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenai masalah- masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan
klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Direja,2011)
Adapun yang harus dikaji pada pasien isolasi sosial, menurut Kusumawati
dan Hartono (2010:) meliputi:
1) Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan alamat
2) Keluhan Utama
Gejala yang menjadi alasan masuk klien di bawah kerumah sakit jiwa
3) Faktor Predisposisi
Sangat erat kaitannya dengan faktor etiologi yakni keturunan, endokrin,
metabolisme, susunan saraf pusat, dan kelemahan ego.
4) Psikososial
a. Genogram
Orang tua penderita gangguan jiwa salah satu kemungkinannya
anaknya 7-16% juga mengalami, bila keduanya menderita anak rentan
terkena 40-68%.
b. Konsep Diri
Kemunduran kemauan dan kedangkalan emosi yang mengenai klien
akan mempengaruhi konsep diri
c. Hubungan Sosial
Klien cenderung menarik diri dari lingkungannya, suka melamun, dan
berdiam diri di kamar, apatis, eksperesi sedih, efek tumpul,
menghindari orang lain, menyendri, Memisahkan diri dari orang lain,
komunikasih kurang tidak ada, klien tidak tampak berinteraksi dengan
orang, tidak ada komunikasi malu, sering menunduk, menolak
berhubungan dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
d. Spiritual
Aktivitas spiritual menurun dengan seiring kemunduran kemauan.
e. Status Mental
Penampilan Diri, tampak lesu, penampilan tidak sesuai, baju tak
diganti, rambut acak-acakan, sebagai manifestasi kemunduran
kemauan. Pembicaraan, nada suara rendah, lambat, kurang bicara,
apatis. Aktivitas motorik tindakan yang di lakukan tidak bervariatif,
kecenderungan mempertahankan pada satu posisi yang dibuatnya
sendiri, tdak melakukan kegiatan sehari-hari.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons aktual atau
potensial dari individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan/proses
kehidupan. Rumusan diagnosis yaitu Permasalahan (P) berhubungan dengan Etiologi
(E) dan keduanya ada hubungan sebab akibat secara ilmiah. Perumusan diagnosis
keperawatan jiwa mengacu pada pohon masalah yang sudah dibuat (Fitryasari, 2015).
Menurut Direja (2011), adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada klien
Isolasi Sosial yaitu :
a) Isolasi Sosial
b) Harga Diri Rendah Kronis
c) Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
d) Koping Keluarga Tidak Efektif
e) Koping Individu Tidak Efektif.
f) Intoleran Aktivitas
g) Defisit Perawatan Diri
h) Resiko Perilaku Kekerasan

Menurut Kusmawati Diagnosa Keperawatan Prioritas pada klien dengan


Isolasi Sosial antara lain :
a) Resiko Perilaku Kekerasan
b) Gangguan Presepsi Sensori: Halusinasi
c) Isolasi Sosial
d) Harga Diri Rendah
e) Defisit Perawatan Diri

3. Intervensi
Menurut Damaiyanti (2012). Perencanaan terdiri dari tiga aspek, yaitu tujuan
umum, tujuan khusus, dan rencana tindakan keperawatan, tujuan umum berfokus pada
penyelesaian permasalahan dari diagnosis tertentu. Tujuan khusus berfokus pada
penyelesaian etiologi dari diagnosis tertentu. Tujuan khusus berfokus pada
penyelesaian etiologi dari diagnosis. Tujuan dapat di bagi menjadi tiga aspek yaitu:
kemampuan kognitif yang diperlukan untuk menyelasaikan etiologi dari diagnosis
keperawatan, kemampuan psikomotor yang diperlukan agar etiologi dapat teratasi dan
kemampuan efektif yang perlu dimiliki agar klien percaya pada kemampuan
penyelesaian masa.Adapun rencana tindakan pada klien dengan Isolasi sosial menurut
Direja (2011), adalah :

Isolasi Sosial: Menarik Diri


Tujuan & kritria Hasil klien mampu: Menyadari penyebab Isolasi Sosial, Berkenalan
dengan orang lain, Setelah...x Pertemuan, klien mampu: Membina hubungan saling
percaya, menyadari penyebab Isolasi Sosial, keuntungan dan kerugian berinteraksi
dengan orang lain. Melakukan interaksi dengan orang lain secara bertahap
Intervensi :
SP Klien
SP 1
(1) Identifikasi penyebab Isolasi Sosial, berdikusi dengan pasien tentang keuntungan
berinteraksi dengan orang lain
(2) Diskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain.
(3) Ajarkan klien cara berkenalan dengan orang lain
(4) Masukkan kedalam jadawal kegiatan harian.

SP 2
(1) Evaluasi SP sebelumnya SP 1
(2) Berikan kesempatan cara berkenalan dengan satu orang.
(3) Masukkan kedalam jadwal kegiatan harian klien

SP 3
(1) Evaluasi SP sebelumnya SP 1 dan 2
(2) Beri kesempatan pada klien cara berkenalan dengan 2 orang atau lebih
(3) Masukkan kedalam jadwal kegiatan harian
SP Keluarga
Tujuan dan Kritria Hasil: Keluarga mampu merawat klien dengan isolasi sosial di
rumah Setelah ....x pertemuan, keluarga mampu menjelaskan tentang Masalah isolasi
sosial dan dampaknya pada klien, penyebab Isolasi Sosial, sikap keluarga untuk
membantu pasien mengatasi isolasi sosial, pengobatan yang berkelanjutan dan
mencegah putus obat, tempat rujukan dan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi klien
Intervensi :
SP 1
(1) Identifikasi masalah yang dihadapi dalam merawat klien.
(2) Penjelasan Isolasi Sosial.
(3) Cara merawat klien Isolasi Sosial.
(4) Latih (simulasi).
(5) RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat klien

SP 2
(1) Evaluasi kemampuan SP 1
(2) Latih (langsung ke klien).
(3) RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat klien.

SP 3
(1) Evaluasi kemampuan (SP 1 dan 2).
(2) Latih (langsung ke klien).
(3) RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat klien.

SP 4
(1) Evaluasi kemampuan keluarga.
(2) Evaluasi kemampuan klien.
(3) Rencana tindak lanjut keluarga Follow Up dan rujukan.

4. Implementasi
Menurut Nurjanah (2005) implementasi adalah pengolahan dan perwujudan
dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Sebelum
melakukan tindakan keperawatan yang telah direncanakan perawat perlu memvalidasi
dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai
dengan kondisinya saat ini atau here and now. Perawat yang menilai sendiri, apakah
mempunyai kamampuan interpersonal, intelektual, dan teknikal yang diperlukan
untuk melaksanakan tindakan. Perawat juga menilai kembali apakah tindakan aman
bagi klien. Setelah tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh
dilaksanakan. Pada saat akan melakukan tindakan keperawatan, perawat membuat
kontrak dengan klien yang isinya menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran
serta yang diharapkan dari klien. Dokumentasi tindakan yang telah dilakukan berserta
respon klien.
Menurut Keliat (2005) implementasi tindakan keperawatan disesuaikan
dengan rencana tindakan keperawatan. Pada situasi nyata implementasi seringkali
jauh berbeda dengan rencana. Hal itu terjadi karena perawat belum terbiasa
menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Yang
sering dilakukan perawat adalah menggunakan rencana tidak tertulis, yaitu apa yang
dipikirkan, dirasakan, itu yang dilaksanakan.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan yang dilakukam pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada
respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi dibagi
dua, yaitu evaluasi proses dan formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan
tindakan keperawatan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan
membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah
dilakukan. (Keliat, 2005). Evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP, yaitu
sebagai berikut:
S: Respons subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
O: Respons objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
A: Analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah
masih tetap ada, muncul masalah baru, atau ada data yang kontradiksi terhadap
masalah yang ada.
P: Tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respons klien Rencana tindak lanjut dapat
berupa hal sebagai berikut : Rencana dilanjutkan (jika masalah tidak berubah),
rencana dimodifikasi (jika masalah tetap, sudah dilaksanakan semua tindakan tetapi
hasil belum memuaskan), rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan
bertolak belakang dengan masalah yang ada (Fitryasari, 2015).
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian Kasus
Pengkajian awal dilakukan pada tanggal 30 Maret 2021 jam 13.00 WIB dengan
menggunakan format pengkajian keperawatan jiwa.
a) Identitas Klien
Klien bernama Tn. A, laki-laki, umur 26 tahun, beragama islam, pendidikan tidak
diketahui, klien masuk rumah sakit tanggal 30 Maret 2021 dan dilakukan pengkajian
pada tanggal 30 Maret 2021 pukul 14.00 WIB diruang IGD RSJ Surabaya dengan
diagnosa keperawatan Isolasi Sosial.
b) Alasan masuk
Tanggal 30 Maret klien dibawa oleh warga karena klien di temukan oleh polisi
melompat dari kapal dan klien tidak mau bicara sejak pasien dibawa oleh polisi.
(Respon perilaku : tidak ada komunikasi dengan lawan bicara, klien menunduk,
kontak mata tidak ada, respon terhadap lingkungan apatis).
c) Faktor predisposisi
Tn. A merupakan pasien baru belum pernah sebelumnya menjalani perawatan di
rumah sakit, klien juga belum pernah melakukan pengobatan psikiatri sebelumnya,
pada pengkajian aniaya fisik, seksusl, penolakan , kekerasan dalam keluarga dan
tindakan kriminal klien tidak ingin menjawab. Klien mengatakan pengalaman masa
lalu yang tidak menyenangkan adalah orang tua klien dan adiknya meninggal karena
bunuh diri.
d) Fisik
 Tanda-tanda vital: TD. 120/90 mmHg, N. 110 x/m, RR. 20 x/m, S. 37,5 C
 Antropometri: TB. 160 cm, BB. 54 kg
 Keluhan fisik : Tn. A tidak mengeluhkan sesuatu
e) Psikososial
A. Genogram
Klien menggatakan tidak ada keluarga klien yang menderita penyakit seperti
yang diderita klien saat ini. Kedua orang tua klien telah meninggal dunia dan
adik terakhirnya. Saat ini klien sering menanyakan kabar adiknya yang kedua
karena klien mengatakan adiknya ditinggal di kapal saat klien lompat dari
kapal.
B. Konsep Diri
 Citra Tubuh
Klien tidak merespon saat wawancara bersama perawat.
 Identitas Diri
Klien mampu menyebutkan identitas dirinya, klien mengatakan bahwa
dirinya adalah seorang laki-laki, klien mengatakan pernah bekerja di
tarakan.
 Peran
Sebelum sakit klien pernah bekerja di tarakan kerja serabutan.
 Ideal Diri
Klien berharap sembuh dari penyakitnya dan bisa pulang ke Rumah
 Harga Diri
Klien hanya mengatakan khatir dengan adiknya, klien pernah bekerja
namun tidak di gaji.
 Hubungan Sosial
Klien tidak mau bergaul dengan teman di kamar, selalu menyendiri,
tidak mau berkomunikasi, interaksi saat wawancara klien kurang
kooperatif terhadap perawat.
 Spiritual
Tn. A beragama islam, menurut klien selama dirawat klien tidak
pernah beribadah.
f) Status Mental
1. Penampilan
Saat klien diantar oleh dinsos Balikpapan keadaan umum klien mengenakan
celana dan sarung tidak mengenakan baju, klien tampak kotor,rambut acak
acakan, badan klien berbau tidak sedap, tidak mengenakan sendal.
2. Pembicaraan
Klien saat dilakukan wawancara klien hanya diam tidak merespon pertanyaan
dari perawat, membisu, tidak ada kontak mata.
3. Aktivitas motorik
Klien terlihat lesu dan tampak tidak bersemangat
4. Alam perasaan
Klien merasa sedih tidak tahu kabar dari adiknya dan keluarganya di rumah,
klien mengatakan mau mati saja kalau begini.
5. Afek
Afek klien datar, tidak ada respon perubahan wajah terhadap stimulan yang
diberikan
6. Interaksi dalam wawancara
Klien kurang kooperatif kontak mata kurang, klien tidak mau menatap lawan
bicara selalu menunduk atau memalingkan wajah.
7. Persepsi
8. Klien mengatakan selama dirawat tidak pernah mendengar suara/bisikan
ditelinga.
9. Proses pikir
Proses pikir kurang baik, saat wawancara klien dalam pembicaraan tiba -tiba
terhenti kemudian klien meanjutkan kembali. Blocking
10. Isi pikir
Klien mengatakan bahwa merasa kondisi tubuhnya baik-baik saja. Saat
menceritakan hal ini, ekspresi wajah klien datar.
11. Tingkat kesadaran
Orientasi waktu, tempat dan orang klien baik/normal.
12. Memori
Klien mampu mengingat kejadian-kejadian atau pengalaman yang telah
dialami, baik yang lama maupun yang baru saja terjadi.
13. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien kurang kooperatif saat dilakukan wawancra.
14. Kemampuan penilaian
Klien sulit dalam mengambil keputusan sederhana, saat diberi pilihan oleh
perawat.
15. Daya tilik diri
Klien masih menanyakan mengapa klien di bawa di tempat ini.
g) Kebutuhan Persiapan Pulang
1. Makan
Makan disiapkan oleh perawat selama dirumah sakit dengan tetap
memandirikan klien seperti dalam hal makan minum sendiri dan merapikan
tempat makan setelah selesai makan. nafsu makan baik, dengan porsi makan
mampu dihabiskan lebih dari ½ porsi, BB masuk RS 55 kg dan saat
pengkajian 55 kg. Mencuci tangan terkadang harus diingatkan.
2. BAB/BAK
BAB teratur satu sekali sehari dapat dilakukan ditoilet secara mandiri. BAK
dengan frekuensi tidak pernah dihitung dapat dilakukan ditoilet secara
mandiri.
3. Mandi
Klien harus di extra motivasi untuk menganjurkan klien mandi, dan
melakukan perawat pribadi.
4. Berpakaian/berhias
Klien Dapat berpakaian secara mandiri.
5. Istirahat/tidur
Jam tidur malam tidak menentu, bangun pagi pun tidak menentu dan klien
sering tidur siang hari.
6. Penggunaan obat
Klien minum obat disiapkan oleh perawat yang bertugas dan obat diminum
setelah makan.
7. Pemeliharaan kesehatan
Klien mendapatkan perawatan lebih lanjut untuk sementara ini klien dirawat di
RSJ Surabaya
8. Aktivitas di dalam rumah
Klien kurang kooperatif saat dilakukan wawancara.
9. Aktivitas di luar rumah
Klien mengatakan tidak tahu, menunduk tidak mau merespon.
h) Mekanisme Koping
Tn. A Saat dilakukan wawancara klien kurang kooperatif untuk menjawab pertanyaan
perawat.
i) Masalah Psikososial lingkungan
Klien tidak kooperatif hanya membisu dan kontak mata kurang.
j) Aspek Medik
Diagnosa medis : Skizofrenia
Therapi medik : - Risperidon 2x2 mg

3.2 Analisa Data

Nama Pasien : Tn. A No. RM : 0321xx


Umur : 26 Th

No. Data Fokus Masalah


1. DS : Klien mengatakan “Saya merasa sedih” Isolasi Sosial
- Klien mengatakan ingin pulang.
- Klien selalu menanyakan adiknya yang
klien tinggal di kapal

DO :
- Bicara lambat
- Cenderung membisu
- Pasien tampak lesu
- Afek tumpul
- Kontak mata kurang sering menunduk
- Pembicaraan kadang blocking
- Pergerakan lambat
- Suara kecil
- Klien terlihat menyendiri dari komunitas
- Klien apatis terhadap lingkungan

3.3 Intervensi Keperawatan

Nama Pasien : Tn. A No. RM : 0321xx


Umur : 26 Th

Diagnosa Tujuan & KH Rencana Intervensi (SP)


Isolasi Sosial Setelah dilakukan tindakan SP 1 P
keperawatan selama 3x24 jam, 1.1 Identifikasi penyebab isolasi
masalah Isolasi Sosial dapat sosial pasien
teratasi dengan kriteria hasil :1.2 Tanyakan keuntungan
1. Dapat membina berinteraksi dan dengan orang lain
hubungan saling
1.3 Diskusikan kerugian bila
percaya pasien hanya mengurung diri dan
tidak bergaul dengan orang lain.
2. Dapat mengidentifikasi 1.4 Latih pasien untuk berkenalan
masalah klien dengan satu orang
menyendiri 1.5 Anjurkan pasien memasukkan
kegiatan latihan berbincang-
3. Dapat kontak mata bincang dengan orang lain kedalam
dengan lawan bicara kegiatan harian.

4. Dapat menyebutkan SP 2P
nama klien dan mampu 1.6 Evaluasi SP 1
berkenalan 1.7 Latih berhubungan sosial
secara bertahap dan berikan pujian
atas kemajuan interkasi yang
dilakukan pasien
1.8 Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien

SP 3P
1.9 Evaluasi Sp 1 dan 2
1.10 Latih cara berkenalan dengan
orang kedua atau pasien yang lain
dan berikan pujian atas kemajuan
interaksi yang dilakukan
1.11 Anjurkan pasien tetap
mempraktekkan cara berkenalan
dimasukkan dalam jadwal
kegiatan.

SP1K
1.12 Diskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dlam merawat
pasien.
1.13 jelaskan pengertian tanda dan
gejala isolasi sosial yang dialami
klien.
1.14 jelaskan cara-cara merawat
pasien

SP2K
1.15 Latih keluarga merawat
pasien isolasi sosial
1.16 Latih keluarga cara merawat
klien.

SP3K
1.17 Bantu keluarga membuat
jadwalaktivitas di rumah.
1.18 jelaskan follow up klien
setelah pulang.

3.4 Implementasi & Intervensi Keperawatan

Nama Pasien : Tn. A No. RM : 0321xx


Umur : 26 Th

No Diagnosa Tanggal & Implementasi Evaluasi Paraf


. Keperawatan Jam
1. Isolasi Sosial Kamis 1. Mengidentifikasi S : - Klien tidak
01/04/2021 keluhan klien mengatakan sesuatu
2. Mengajak klien apapun.
(08.00) Berkenalan O : -Klien belum
3. Iidentifikasi koopratif dalam
kemampuan dan mengikuti
aspek positif yang wawancara
dimiliki - Afek datar, motorik
klien lesu, pembicaraan
4. Bantu klien tidak koopertif/
memilih membisu, klien pergi
kemampuan yang meninggalkan
masih dapat perawat
dilakukan

2. Isolasi Sosial Jumat 1. Menanyakan S : - Klien


02/04/2021 Keuntungan mengatakan “mau
berinteraksi dan pulang, kasian adek
(08.00) dengan orang lain saya di kapal”.
2. mendiskusikan - Klien mengatakan
kerugian bila pasien “namaku bukan
hanya mengurung Aham……” suara
diri dan tidak kecil dan lambat.
bergaul dengan - Klien nampak
orang lain. enggan berbicara
3. Melatih pasien dengan rekan
untuk berkenalan sekamar.
dengan satu orang O : - Afek datar,
pembicaraan lambat,
perasaan sedih, suara
kecil tidak terlalu
terdengar,
penampilan tidak
rapi, menyendiri.

3. Isolasi Sosial Jumat 1. mengidentifikasi S : - Tidak ada


02/04/2021 penyebab isolasi komuniikasi verbal
sosial pasien - Klien
(11.15) 2. menanyakan meninggalkan
keuntungan petugas perawat.
berinteraksi dan O : - Afek datar,
dengan orang lain pembicaraan
Latihan social Skill membisu, tidak
Training. kooperatif, klien
menyendiri, aktivitas
motorik klien lesu

4. Isolasi Sosial Sabtu 1. melatih pasien S : - Klien ada


03/04/2021 untuk berkenalan komunikasi verbal
dengan satu orang menanyakan kapan
(09.00) 2. menganjurkan dirinya pulang
pasien memasukkan - Klien merespon
kegiatan latihan panggilan perawat
berbincang-bincang dan menghampiri
dengan orang lain perawat.
kedalam kegiatan - Klien mengatakan
harian. tidak kenal dengan
teman di kamarnya
- Klien berkenalan
dengan teman satu
kamar
O : -Klien mencoba
berkenalan dengan
teman sekamar
dengan bantuan
perawat
- Klien saat
bekomunikasi
hanya menunduk
- Menyampaikan
hanya sepatah kata
saja
- Terkadang ada
kontak mata dengan
lawan bicara
- Klien terlihat lesu
seperti tidak
bergairah untuk
Berbicara
3.5 Analisa Proses Interaksi (API)

Inisial klien : Tn. A


Status interaksi perawat-klien : Pertemuan ke 1
Lingkungan : Rumah sakit
Deskripsi klien : klien memakai kaos warna hitam, celana warna hitam. Jika bertemu
dengan perawat ia jarang menegur dan ia juga jarang keluar ruangan
Tujuan (berorientasi pada klien) : klien dapat memperkenalkan diri/identitas, terbitan
hubungan saling percaya antara perawat dan klien
Nama mahasiswa : kelompok 3
Tanggal : 1 April 2021
Jam : 09.00
Bangsal : R. Mawar

Komunikasi Komunikasi Analisa Analisa Rasional


Verbal non berpusat pada berpusat pada
verbal perawat klien
P:Assalamualaikum, P: menatap Berharap ada Merasa senang Mengucapkan
selamat pagi sambil tanggapan ditegur perawat salam sebagai
tersenyum positif dari tanda awal dari
K:Waalaikumsalam, klien terjadinya
selamat pagi suster K: hubungan
memandang saling percaya
P: perkenalkan P: Berharap klien Nampak mulai Perkenalan
nama saya perawat mengulurkan menyebutkan ada kedekatan dapat
fitri mahasiswa tangan dan nama dan meningkatkan
UNUSA, disini saya menatap klien interaksi hubungan
praktek selama 4 berjalan sesuai saling percaya
hari mulai hari ini K: dengan harapan antara perawat
saya akan mengulurkan dan klien
berbincang-bincang tangan dan
dengan anda selama mentap
15 menit nama anda perawat
siapa?
Senang dipanggil
apa ?

K: nama saya Aham

P: tinggal dimana ? P: kontak dan Senang karena Langsung Mengukur daya


Dan umur berapa ? tersenyum pertanyaan menjawab ingat klien
langsung pertanyaan
K: tinggal di K: menjawab dijawab oleh
Surabaya sekarang sambil klien
umur 26 tahun menunduk

P: Baik, kalau gitu P: memandang Mendengarkan Klien Rencana tindak


nanti coba klien respon klien mendengarkan lanjut penting
berkenalan dengan perawat Untuk
1 pasien di sini juga K: menoleh ke melanjutkan
ya? perawat intervensi yang
Supaya dilakukan.
berkenalannya bisa
lebih baik lagi.
Bagaimana?

K: iya suster
P: besok kita P: menatap Mengakhiri Tetap di tempat Perpisahan
bertemu dan dan tersenyum interaksi duduk yang baik
berbincang-bincang berharap dapat memungkinkan
lagi yaa K: menatap melanjutkan interaksi dapat
perawat interaksi esok dilanjutkan
K: iya sambil hari
tersenyum
BAB 4
PEMBAHASAN

Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan yang


bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenai masalah- masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan
klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Direja,2011)

Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons aktual atau


potensial dari individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan/proses
kehidupan. Rumusan diagnosis yaitu Permasalahan (P) berhubungan dengan Etiologi
(E) dan keduanya ada hubungan sebab akibat secara ilmiah. Perumusan diagnosis
keperawatan jiwa mengacu pada pohon masalah yang sudah dibuat (Fitryasari, 2015).
Perencanaan terdiri dari tiga aspek, yaitu tujuan umum, tujuan khusus, dan
rencana tindakan keperawatan, tujuan umum berfokus pada penyelesaian
permasalahan dari diagnosis tertentu. Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian
etiologi dari diagnosis tertentu. Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologi
dari diagnosis. Tujuan dapat di bagi menjadi tiga aspek yaitu: kemampuan kognitif
yang diperlukan untuk menyelasaikan etiologi dari diagnosis keperawatan,
kemampuan psikomotor yang diperlukan agar etiologi dapat teratasi dan kemampuan
efektif yang perlu dimiliki agar klien percaya pada kemampuan penyelesaian
masa.Adapun rencana tindakan pada klien dengan Isolasi sosial menurut Direja
(2011), adalah Isolasi Sosial: Menarik Diri. Tujuan & kritria Hasil klien mampu:
Menyadari penyebab Isolasi Sosial, Berkenalan dengan orang lain, Setelah...x
Pertemuan, klien mampu: Membina hubungan saling percaya, menyadari penyebab
Isolasi Sosial, keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain. Melakukan
interaksi dengan orang lain secara bertahap

implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan


keperawatan. Pada situasi nyata implementasi seringkali jauh berbeda dengan
rencana. Hal itu terjadi karena perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis
dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Yang sering dilakukan perawat adalah
menggunakan rencana tidak tertulis, yaitu apa yang dipikirkan, dirasakan, itu yang
dilaksanakan.

Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan


keperawatan yang dilakukam pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada
respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi dibagi
dua, yaitu evaluasi proses dan formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan
tindakan keperawatan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan
membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah
dilakukan. (Keliat, 2005).

BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
orang lain menyatakan sikap negatif dan mengancam (Townsend, 1998). Perilaku isolasi
sosial menraik diri merupakan suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat
adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptive dan
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2000).
Pengkajian pada Tn. A didapatkan data alasan masuk karena klien melompat dari
kapal dan di temukan oleh warga. Selama menginap di RSJ klien tidak ada berbicara. Hasil
pengkajian klien tidak mau bicara, kontak mata tidak ada, apatis terhadap lingkungan,, afek
datar. Sehingga diagnosa yang ditegakkan adalah isolasi sosial. Hasil dari terapi inovasi
dilihat dari tanda dan gejala yang terjadi pada klien, klien dapat berkomunikasi dengan
perawat, klien dapat mempertahankan kontak mata dengan lawan bicara namun tidak terlalu
lama, afek tumpul, kebutuhan makan dan minum klien terpenuhi secara mandiri.
5.2 Saran
Diharapkan setelah secara langsung mengamati lebih dekat mengenai gangguan jiwa
yang sering muncul saran bagi rumah sakit, klien dan keluarga serta mahasiswa sebagai
berikut:
1.Bagi Rumah Sakit
Di harapkan dalam mengikuti aktivitas klien dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar
sehingga mampu berinteraksi dengan orang lain
2. Bagi Klien dan Keluarga
Di harapkan adanya kontribusi dalam mengupayakan melibatkan keluarga dari pelaksanaan
Asuhan Keperawatan.
3. Bagi mahasiswa
Diharapkan kepada mahasiswa khususnya yang mengambil peminatan departemen jiwa agar
lebih mempersiapkan diri serta menguasai teori dan pada saat melakukan komunikasi
terapeutik.
DAFTAR PUSTAKA

Muhith, A. (2015). Dalam Pendidikan Keperawatan jiwa (teori dan aplikasi (hal. 286-305).
Yogyakarta: Andi.
Ns. Nurhalimah, S. M. (2016). Dalam keperawatan jiwa (hal. 119). jakarta: kemkes.
Riadi, M. (2013, agustus 29). kajianpustaka.com. Diambil kembali dari Isolasi Sosial:
https://www.kajianpustaka.com/2013/08/isolasi-sosial.html
Stuart, G. W. (2006). Dalam Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Badar. (2016). Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional Isolasi Sosial. Jakarta : InMedia.
Berhimpong, Ervin. (2016). Pengaruh Latihan Ketrampilan Sosialisasi Kemempuan
Berinteraksi Klien Isolasi Sosial Di RSJ Prof. Dr. V. L. Ranum Buysang Manado. Skripsi. E-
Jurnal Keperawatan, Universitas Sam Ratulangi.
Damayanti, M & Iskandar. (2014). Asuhan Keperawatan JIwa. Jakarta : PT. Refika Aditama
Depkes RI (2010). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional 2007.
Jakarta:Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI.
Endang, Hanik dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.Jakarta : Salemba
Medika.
Keliat, B.A. dkk.(2015). Keperawaan kesehatan jiwa komunitas CMHN (basic course).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Farida Kusumawati & Yudi Hartono. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.
Mukhripah Damaiyanti & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika
Aditama.

Anda mungkin juga menyukai