TINJAUAN MATERI
2.1 Definisi Isolasi Sosial
Menarik diri ( isolasi sosial ) merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain atau menghindari hubungan dengan orang lain. Menurut Townsend M.C.
(1998), menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan
dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain. Sedangkan menurut Depkes RI
(1989), penarikan diri atau withdrawal merupakan suatu tindakan melepaskan diri baik
perhatian ataupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung yang dapat bersifat
sementara atau menetap. Jadi menarik diri adalah keadaan dimana seseorang menemukan
kesulitan dalam membina hubungan dan menghindari interaksi dengan orang lain secara
langsung yang dapat bersifat sementara atau menetap.
Keterangan :
Menyendiri : Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu cara
untuk mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya. Solitude
umumnya dilakukan setelah melakukan kegiatan.
Otonomi : Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide-ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
Bekerja sama (mutualisme) : Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal
dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.Saling
tergantung (interdependen): Merupakan kondisi saling tergantung antara
individu dengan yang lainnya dalam membina hubungan interpersonal.
Merasa sendiri : Biasanya disebut juga kesepian Dimanifestasikan dengan
merasa tidak tahan dan untuk satu alasan atau yang lain menganggap bahwa
dirinya sendirian dalam menghadapi masalah, cenderung pemalu, sering
merasa tidak PD dan minder, atau merasa kurang bisa bergaul.
Menarik Diri : Merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan
kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain
Tergantung (dependen) :Terjadi bila seseorang gagal dalam mengembangkan
rasa percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
Gambaran utama dari gangguan ini adalah kesulitan dengan "perpisahan",
dimana gangguan ini berisiko menjadi gangguan depresi dan gangguan cemas
sehingga berkecenderungan berpikiran untuk bunuh diri.
Manipulasi : Merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada
individu yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu tersebut tidak
dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah aspek biologis, psikologis, genetik, sosial dan
biokimia. Penyebab isolasi sosial berdasarkan faktor predisposisi antara lain sebagai
berikut:
1. Faktor perkembangan. Dalam pencapaian tugas perkembangan dapat
mempengaruhi respon sosial maladaptif pada setiap individu.
2. Faktor biologis. Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif,
keterlibatan neurotransmitter dalam perkembangan gangguan ini.
3. Faktor sosiokultural. Norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap
orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang kurang produktif,
seperti lanjut usia, orang cacat, dan penderita penyakit kronis dapat
menyebabkan terjadinya isolasi sosial.
4. Faktor keluarga. Komunikasi dalam keluarga dapat mengantar seseorang
dalam gangguan berhubungan, bila keluarga hanya menginformasikan hal-hal
yang negatif akan mendorong anak mengembangkan harga diri rendah.
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi adalah faktor pencetus terjadinya suatu masalah. Penyebab
isolasi sosial berdasarkan faktor presipitasi antara lain sebagai berikut:
1. Stres sosiokultural. Stres dapat ditimbulkan oleh karena menurunnya stabilitas
unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti, misalnya karena dirawat di
rumah sakit.
2. Stressor psikologis. Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan
dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya.
2.4 Tanda dan gejala Isolasi Sosial
Tanda dan gejala isolasi sosial dapat dinilai dari ungkapan pasienyang menunjukkan
penilaian negatif tentang hubungan sosial dan didukung dengan data hasil observasi.
a. Data subjektif:
Pasien mengungkapkan tentang
1) Perasaan sepi
2) Perasaan tidak aman
3) Perasan bosan dan waktu terasa lambat
4) Ketidakmampun berkonsentrasi
5) Perasaan ditolak
b. Data Objektif:
1) Banyak diam
2) Tidak mau bicara
3) Menyendiri
4) Tidak mau berinteraksi
5) Tampak sedih
6) Ekspresi datar dan dangkal
7) Kontak mata kurang
b. Penatalakasanaan Keperawatan
1) Terapi individu dan keluarga
Penatalaksanaan isolasi sosial dapat dilakukan dengan strategi pelaksanaan tindakan
keperawatan (SPTK) pada pasien yang lebih dikenal dengan strategi pelaksanaan (SP) yang
terdiri dari beberapa strategi pelaksanaan diantaranya strategi pelaksaan pasien mengajarkan
dengan berinteraksi secara bertahap dan keluarga yang terdiri dari masing-masing empat
strategi pelaksaan (Badar, 2016)
3. Intervensi
Menurut Damaiyanti (2012). Perencanaan terdiri dari tiga aspek, yaitu tujuan
umum, tujuan khusus, dan rencana tindakan keperawatan, tujuan umum berfokus pada
penyelesaian permasalahan dari diagnosis tertentu. Tujuan khusus berfokus pada
penyelesaian etiologi dari diagnosis tertentu. Tujuan khusus berfokus pada
penyelesaian etiologi dari diagnosis. Tujuan dapat di bagi menjadi tiga aspek yaitu:
kemampuan kognitif yang diperlukan untuk menyelasaikan etiologi dari diagnosis
keperawatan, kemampuan psikomotor yang diperlukan agar etiologi dapat teratasi dan
kemampuan efektif yang perlu dimiliki agar klien percaya pada kemampuan
penyelesaian masa.Adapun rencana tindakan pada klien dengan Isolasi sosial menurut
Direja (2011), adalah :
SP 2
(1) Evaluasi SP sebelumnya SP 1
(2) Berikan kesempatan cara berkenalan dengan satu orang.
(3) Masukkan kedalam jadwal kegiatan harian klien
SP 3
(1) Evaluasi SP sebelumnya SP 1 dan 2
(2) Beri kesempatan pada klien cara berkenalan dengan 2 orang atau lebih
(3) Masukkan kedalam jadwal kegiatan harian
SP Keluarga
Tujuan dan Kritria Hasil: Keluarga mampu merawat klien dengan isolasi sosial di
rumah Setelah ....x pertemuan, keluarga mampu menjelaskan tentang Masalah isolasi
sosial dan dampaknya pada klien, penyebab Isolasi Sosial, sikap keluarga untuk
membantu pasien mengatasi isolasi sosial, pengobatan yang berkelanjutan dan
mencegah putus obat, tempat rujukan dan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi klien
Intervensi :
SP 1
(1) Identifikasi masalah yang dihadapi dalam merawat klien.
(2) Penjelasan Isolasi Sosial.
(3) Cara merawat klien Isolasi Sosial.
(4) Latih (simulasi).
(5) RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat klien
SP 2
(1) Evaluasi kemampuan SP 1
(2) Latih (langsung ke klien).
(3) RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat klien.
SP 3
(1) Evaluasi kemampuan (SP 1 dan 2).
(2) Latih (langsung ke klien).
(3) RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat klien.
SP 4
(1) Evaluasi kemampuan keluarga.
(2) Evaluasi kemampuan klien.
(3) Rencana tindak lanjut keluarga Follow Up dan rujukan.
4. Implementasi
Menurut Nurjanah (2005) implementasi adalah pengolahan dan perwujudan
dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Sebelum
melakukan tindakan keperawatan yang telah direncanakan perawat perlu memvalidasi
dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai
dengan kondisinya saat ini atau here and now. Perawat yang menilai sendiri, apakah
mempunyai kamampuan interpersonal, intelektual, dan teknikal yang diperlukan
untuk melaksanakan tindakan. Perawat juga menilai kembali apakah tindakan aman
bagi klien. Setelah tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh
dilaksanakan. Pada saat akan melakukan tindakan keperawatan, perawat membuat
kontrak dengan klien yang isinya menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran
serta yang diharapkan dari klien. Dokumentasi tindakan yang telah dilakukan berserta
respon klien.
Menurut Keliat (2005) implementasi tindakan keperawatan disesuaikan
dengan rencana tindakan keperawatan. Pada situasi nyata implementasi seringkali
jauh berbeda dengan rencana. Hal itu terjadi karena perawat belum terbiasa
menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Yang
sering dilakukan perawat adalah menggunakan rencana tidak tertulis, yaitu apa yang
dipikirkan, dirasakan, itu yang dilaksanakan.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan yang dilakukam pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada
respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi dibagi
dua, yaitu evaluasi proses dan formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan
tindakan keperawatan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan
membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah
dilakukan. (Keliat, 2005). Evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP, yaitu
sebagai berikut:
S: Respons subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
O: Respons objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
A: Analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah
masih tetap ada, muncul masalah baru, atau ada data yang kontradiksi terhadap
masalah yang ada.
P: Tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respons klien Rencana tindak lanjut dapat
berupa hal sebagai berikut : Rencana dilanjutkan (jika masalah tidak berubah),
rencana dimodifikasi (jika masalah tetap, sudah dilaksanakan semua tindakan tetapi
hasil belum memuaskan), rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan
bertolak belakang dengan masalah yang ada (Fitryasari, 2015).
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian Kasus
Pengkajian awal dilakukan pada tanggal 30 Maret 2021 jam 13.00 WIB dengan
menggunakan format pengkajian keperawatan jiwa.
a) Identitas Klien
Klien bernama Tn. A, laki-laki, umur 26 tahun, beragama islam, pendidikan tidak
diketahui, klien masuk rumah sakit tanggal 30 Maret 2021 dan dilakukan pengkajian
pada tanggal 30 Maret 2021 pukul 14.00 WIB diruang IGD RSJ Surabaya dengan
diagnosa keperawatan Isolasi Sosial.
b) Alasan masuk
Tanggal 30 Maret klien dibawa oleh warga karena klien di temukan oleh polisi
melompat dari kapal dan klien tidak mau bicara sejak pasien dibawa oleh polisi.
(Respon perilaku : tidak ada komunikasi dengan lawan bicara, klien menunduk,
kontak mata tidak ada, respon terhadap lingkungan apatis).
c) Faktor predisposisi
Tn. A merupakan pasien baru belum pernah sebelumnya menjalani perawatan di
rumah sakit, klien juga belum pernah melakukan pengobatan psikiatri sebelumnya,
pada pengkajian aniaya fisik, seksusl, penolakan , kekerasan dalam keluarga dan
tindakan kriminal klien tidak ingin menjawab. Klien mengatakan pengalaman masa
lalu yang tidak menyenangkan adalah orang tua klien dan adiknya meninggal karena
bunuh diri.
d) Fisik
Tanda-tanda vital: TD. 120/90 mmHg, N. 110 x/m, RR. 20 x/m, S. 37,5 C
Antropometri: TB. 160 cm, BB. 54 kg
Keluhan fisik : Tn. A tidak mengeluhkan sesuatu
e) Psikososial
A. Genogram
Klien menggatakan tidak ada keluarga klien yang menderita penyakit seperti
yang diderita klien saat ini. Kedua orang tua klien telah meninggal dunia dan
adik terakhirnya. Saat ini klien sering menanyakan kabar adiknya yang kedua
karena klien mengatakan adiknya ditinggal di kapal saat klien lompat dari
kapal.
B. Konsep Diri
Citra Tubuh
Klien tidak merespon saat wawancara bersama perawat.
Identitas Diri
Klien mampu menyebutkan identitas dirinya, klien mengatakan bahwa
dirinya adalah seorang laki-laki, klien mengatakan pernah bekerja di
tarakan.
Peran
Sebelum sakit klien pernah bekerja di tarakan kerja serabutan.
Ideal Diri
Klien berharap sembuh dari penyakitnya dan bisa pulang ke Rumah
Harga Diri
Klien hanya mengatakan khatir dengan adiknya, klien pernah bekerja
namun tidak di gaji.
Hubungan Sosial
Klien tidak mau bergaul dengan teman di kamar, selalu menyendiri,
tidak mau berkomunikasi, interaksi saat wawancara klien kurang
kooperatif terhadap perawat.
Spiritual
Tn. A beragama islam, menurut klien selama dirawat klien tidak
pernah beribadah.
f) Status Mental
1. Penampilan
Saat klien diantar oleh dinsos Balikpapan keadaan umum klien mengenakan
celana dan sarung tidak mengenakan baju, klien tampak kotor,rambut acak
acakan, badan klien berbau tidak sedap, tidak mengenakan sendal.
2. Pembicaraan
Klien saat dilakukan wawancara klien hanya diam tidak merespon pertanyaan
dari perawat, membisu, tidak ada kontak mata.
3. Aktivitas motorik
Klien terlihat lesu dan tampak tidak bersemangat
4. Alam perasaan
Klien merasa sedih tidak tahu kabar dari adiknya dan keluarganya di rumah,
klien mengatakan mau mati saja kalau begini.
5. Afek
Afek klien datar, tidak ada respon perubahan wajah terhadap stimulan yang
diberikan
6. Interaksi dalam wawancara
Klien kurang kooperatif kontak mata kurang, klien tidak mau menatap lawan
bicara selalu menunduk atau memalingkan wajah.
7. Persepsi
8. Klien mengatakan selama dirawat tidak pernah mendengar suara/bisikan
ditelinga.
9. Proses pikir
Proses pikir kurang baik, saat wawancara klien dalam pembicaraan tiba -tiba
terhenti kemudian klien meanjutkan kembali. Blocking
10. Isi pikir
Klien mengatakan bahwa merasa kondisi tubuhnya baik-baik saja. Saat
menceritakan hal ini, ekspresi wajah klien datar.
11. Tingkat kesadaran
Orientasi waktu, tempat dan orang klien baik/normal.
12. Memori
Klien mampu mengingat kejadian-kejadian atau pengalaman yang telah
dialami, baik yang lama maupun yang baru saja terjadi.
13. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien kurang kooperatif saat dilakukan wawancra.
14. Kemampuan penilaian
Klien sulit dalam mengambil keputusan sederhana, saat diberi pilihan oleh
perawat.
15. Daya tilik diri
Klien masih menanyakan mengapa klien di bawa di tempat ini.
g) Kebutuhan Persiapan Pulang
1. Makan
Makan disiapkan oleh perawat selama dirumah sakit dengan tetap
memandirikan klien seperti dalam hal makan minum sendiri dan merapikan
tempat makan setelah selesai makan. nafsu makan baik, dengan porsi makan
mampu dihabiskan lebih dari ½ porsi, BB masuk RS 55 kg dan saat
pengkajian 55 kg. Mencuci tangan terkadang harus diingatkan.
2. BAB/BAK
BAB teratur satu sekali sehari dapat dilakukan ditoilet secara mandiri. BAK
dengan frekuensi tidak pernah dihitung dapat dilakukan ditoilet secara
mandiri.
3. Mandi
Klien harus di extra motivasi untuk menganjurkan klien mandi, dan
melakukan perawat pribadi.
4. Berpakaian/berhias
Klien Dapat berpakaian secara mandiri.
5. Istirahat/tidur
Jam tidur malam tidak menentu, bangun pagi pun tidak menentu dan klien
sering tidur siang hari.
6. Penggunaan obat
Klien minum obat disiapkan oleh perawat yang bertugas dan obat diminum
setelah makan.
7. Pemeliharaan kesehatan
Klien mendapatkan perawatan lebih lanjut untuk sementara ini klien dirawat di
RSJ Surabaya
8. Aktivitas di dalam rumah
Klien kurang kooperatif saat dilakukan wawancara.
9. Aktivitas di luar rumah
Klien mengatakan tidak tahu, menunduk tidak mau merespon.
h) Mekanisme Koping
Tn. A Saat dilakukan wawancara klien kurang kooperatif untuk menjawab pertanyaan
perawat.
i) Masalah Psikososial lingkungan
Klien tidak kooperatif hanya membisu dan kontak mata kurang.
j) Aspek Medik
Diagnosa medis : Skizofrenia
Therapi medik : - Risperidon 2x2 mg
DO :
- Bicara lambat
- Cenderung membisu
- Pasien tampak lesu
- Afek tumpul
- Kontak mata kurang sering menunduk
- Pembicaraan kadang blocking
- Pergerakan lambat
- Suara kecil
- Klien terlihat menyendiri dari komunitas
- Klien apatis terhadap lingkungan
4. Dapat menyebutkan SP 2P
nama klien dan mampu 1.6 Evaluasi SP 1
berkenalan 1.7 Latih berhubungan sosial
secara bertahap dan berikan pujian
atas kemajuan interkasi yang
dilakukan pasien
1.8 Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien
SP 3P
1.9 Evaluasi Sp 1 dan 2
1.10 Latih cara berkenalan dengan
orang kedua atau pasien yang lain
dan berikan pujian atas kemajuan
interaksi yang dilakukan
1.11 Anjurkan pasien tetap
mempraktekkan cara berkenalan
dimasukkan dalam jadwal
kegiatan.
SP1K
1.12 Diskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dlam merawat
pasien.
1.13 jelaskan pengertian tanda dan
gejala isolasi sosial yang dialami
klien.
1.14 jelaskan cara-cara merawat
pasien
SP2K
1.15 Latih keluarga merawat
pasien isolasi sosial
1.16 Latih keluarga cara merawat
klien.
SP3K
1.17 Bantu keluarga membuat
jadwalaktivitas di rumah.
1.18 jelaskan follow up klien
setelah pulang.
K: iya suster
P: besok kita P: menatap Mengakhiri Tetap di tempat Perpisahan
bertemu dan dan tersenyum interaksi duduk yang baik
berbincang-bincang berharap dapat memungkinkan
lagi yaa K: menatap melanjutkan interaksi dapat
perawat interaksi esok dilanjutkan
K: iya sambil hari
tersenyum
BAB 4
PEMBAHASAN
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
orang lain menyatakan sikap negatif dan mengancam (Townsend, 1998). Perilaku isolasi
sosial menraik diri merupakan suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat
adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptive dan
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2000).
Pengkajian pada Tn. A didapatkan data alasan masuk karena klien melompat dari
kapal dan di temukan oleh warga. Selama menginap di RSJ klien tidak ada berbicara. Hasil
pengkajian klien tidak mau bicara, kontak mata tidak ada, apatis terhadap lingkungan,, afek
datar. Sehingga diagnosa yang ditegakkan adalah isolasi sosial. Hasil dari terapi inovasi
dilihat dari tanda dan gejala yang terjadi pada klien, klien dapat berkomunikasi dengan
perawat, klien dapat mempertahankan kontak mata dengan lawan bicara namun tidak terlalu
lama, afek tumpul, kebutuhan makan dan minum klien terpenuhi secara mandiri.
5.2 Saran
Diharapkan setelah secara langsung mengamati lebih dekat mengenai gangguan jiwa
yang sering muncul saran bagi rumah sakit, klien dan keluarga serta mahasiswa sebagai
berikut:
1.Bagi Rumah Sakit
Di harapkan dalam mengikuti aktivitas klien dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar
sehingga mampu berinteraksi dengan orang lain
2. Bagi Klien dan Keluarga
Di harapkan adanya kontribusi dalam mengupayakan melibatkan keluarga dari pelaksanaan
Asuhan Keperawatan.
3. Bagi mahasiswa
Diharapkan kepada mahasiswa khususnya yang mengambil peminatan departemen jiwa agar
lebih mempersiapkan diri serta menguasai teori dan pada saat melakukan komunikasi
terapeutik.
DAFTAR PUSTAKA
Muhith, A. (2015). Dalam Pendidikan Keperawatan jiwa (teori dan aplikasi (hal. 286-305).
Yogyakarta: Andi.
Ns. Nurhalimah, S. M. (2016). Dalam keperawatan jiwa (hal. 119). jakarta: kemkes.
Riadi, M. (2013, agustus 29). kajianpustaka.com. Diambil kembali dari Isolasi Sosial:
https://www.kajianpustaka.com/2013/08/isolasi-sosial.html
Stuart, G. W. (2006). Dalam Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Badar. (2016). Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional Isolasi Sosial. Jakarta : InMedia.
Berhimpong, Ervin. (2016). Pengaruh Latihan Ketrampilan Sosialisasi Kemempuan
Berinteraksi Klien Isolasi Sosial Di RSJ Prof. Dr. V. L. Ranum Buysang Manado. Skripsi. E-
Jurnal Keperawatan, Universitas Sam Ratulangi.
Damayanti, M & Iskandar. (2014). Asuhan Keperawatan JIwa. Jakarta : PT. Refika Aditama
Depkes RI (2010). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional 2007.
Jakarta:Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI.
Endang, Hanik dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.Jakarta : Salemba
Medika.
Keliat, B.A. dkk.(2015). Keperawaan kesehatan jiwa komunitas CMHN (basic course).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Farida Kusumawati & Yudi Hartono. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.
Mukhripah Damaiyanti & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika
Aditama.