Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

IDA SURYANI NINGSIH


206410021

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2021
A. Definisi

Isolasi social adalah gangguan hibungan interpersonal yang terjadi akibat adanya
kepribadian yang tidak fleksibel, sehingga menimbulkan perilaku maladaptive dan
mengganggu dungsi seseorang dalam berhubungan, komunikasi terapeutik dapat
merubah dirinya menjadi seorang yang lebih terbuka dan dapat berinteraksi terhadap
lingkungan.(muni aritonang 2018).

isolasi sosial yaitu ketidakmampuan seseorang untuk membina hubungan dan


menghindari interaksi dengan orang lain secara langsung (Muhith, 2015). Hal ini di
sebabkan karena keterlambatan perkembangan, ketidakmampuan menjalin hubungan
yang memuaskan, ketidaksesuaian minat dengan tahap perkembangan,
ketidaksesuaian nilai-nilai dengan norma, perubahan penampilan fisik, perubahan
status mental, serta karena ketidakadekuatan sumber daya personal (PPNI, 2016).

Isolasi sosial jika tidak segera mendapat penanganan atau terapi maka akan
menimbulkan berbagai masalah-masalah seperti pasien semakin terpuruk dengan
kondisinya terhadap penampilan dan tingkah laku masa lalu yang tidak sesuai dengan
realita sehingga menyebabkan pasien mengalami halusinsi, selain itu juga
menyebabkan terjadinya penurunan terhadap kemampuan perawatan diri (defisit
perawatan diri) (Prabowo, 2014).

B. Etiologi

Gangguan ini terjadi akibat adanya faktor predisposisi dan faktor prespitasi.
Kegagalan pada gangguan ini akan menimbulkan ketidakpercayaan pada individu,
menimbulkan rasa pesimis, ragu, takut salah, tidak percaya pada orang lain dan
merasa tertekan. Keadaan yang seperti ini akan menimbulkan dampak seseorang tidak
ingin untuk berkomunikasi dengan orang lain, suka menyendiri, lebih suka berdiam
diri dan tidak mementingkan kegiatan sehari hari ( Direja, 2011).

1) Faktor predisposisi Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya


perilaku isolasi sosial

a) Faktor perkembangan Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari


masa bayi sampai dewasa tua akan menjadi pencetus seseoarang sehingga
mempunyai masalah respon sosial mengisolasi diri. Sistem keluarga yang
terganggu juga dapat mempengaruhi terjadinya mengisolasi diri. Organisasi
anggota keluarga bekerja sama dengan tenaga profesional untuk mengembangkan
gambaran yang lebih tepat tentang hubungan antara kelainan jiwa dan stress
keluarga. Pendekatan kolaboratif sewajarnya dapat mengurangi masalah respon
sosial.

b) Faktor Biologik Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial


maladaptif. Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Kelainan struktur otak, seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan
volume otak serta perubahan limbik diduga dapat menyebabkan skizofrenia.

c) Faktor Sosiokultural Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan


berhubungan. Ini merupakan akibat dari norma yang tidak mendukung
pendekatan terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang
tidak produktif, seperti lansia, orang cacat dan berpenyakit kronik. Isolasi dapat
terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan sistem nilai yang berbeda dari
yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang tidak realitis terhadap hubungan
merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini (Deden & Rusdi,
2013).

2) Faktor presipitasi

Menurut Stuart, (2016) Ada beberapa faktor presipitasi yang dapat


menyebabkan seseorang mengisolasi diri. Faktorfaktor tersebut dapat berasal dari
berbagai stressor antara lain:

a) Stressor sosiokultural Salah satu stresor sosial budaya adalah ketidakstabilan


keluarga. Perceraian adalah penyebab yang umum terjadi. Mobilitas dapat
memecahkan keluarga besar, merampas orang yang menjadi sistem pendukung
yang penting pada semua usia. Kurang kontak yang terjadi antara generasi.
Tradisi, yang menyediakan hubungan yang kuat dengan masa lalu dan rasa
identitas dalam keluarga besar, sering kurang dipertahankan ketika keluarga
terfregmentasi. Ketertarikan pada etnis dan ”budaya” mencerminkan upaya
orang yang terisolasi untuk menghubungkan dirinya dengan identitas tertentu.

b) Stressor psikologik Tingkat ansietas yang tinggi mengakibatkan gangguan


kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain. Kombinasi ansietas yang
berkepanjangan atau terus menerus dengan kemampuan koping yang terbatas
dapat menyebabkan masalah hubungan yang berat. Orang dengan gangguan
kepribadian borderline kemungkinan akan mengalami tingkat ansietas yang
membuatnya tidak mampu dalam menanggapi peristiwa kehidupan yang
memerlukan peningkatan otonomi dan pemisahan contohnya lulus dari
sekolah, pernikahan pekerjaan. Orang yang memiliki gangguan kepribadian
narsistik cenderung mengalami ansietas yang tinggi, dan menyebabkan
kesulitan berhubungan, ketika orang berarti tidak memadai lagi
memperhatikan untuk memelihara harga diri seseorang yang rapuh.

C. Pohon Masalah

Resiko perubahan sensori-persepsi : Halusinasi

Isolasi social : Menarik diri Core Problem

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

D. Manifestasi Klinis

Menurut Deden & Rusdi, (2013) tanda dan gejala isolasi sosial yaitu :

Gejala subjektif :

1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain

2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain

3) Respon verbal kurang dan sangat singkat

4) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain

5) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu

6) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan

7) Klien merasa tidak berguna

8) Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup


9) Klien merasa ditolak Gejala objektif :

1) Klien banyak diam dan tidak mau bicara

2) Tidak mengikuti kegiatan

3) Banyak berdiam dikamar

4) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
5) Klien tampak sedih, ekpresi datar dan dangkal

6) Kontak mata kurang

7) Kurang spontan

8) Apatis

9) Ekspresi wajah kurang berseri

10) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri

11) Mengisolasi diri

12) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya

13) Masukkan makanan dan minuman terganggu

14) Retensi urin dan feses

15) Akktivitas menurun

16) Kurang energy

17) Rendah diri

18) Postur tubuh berubah

Pasien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah
laku masa lalu primitif antara lain pembicaraan yang autistic dan tingkah laku yang
tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi risiko gangguan
sensori persepsi: halusinasi, menciderai diri sendiri, orang lain serta lingkungan dan
penurunan aktivitas sehingga dapat menyebabkan defisit perawatan diri (Deden &
Rusdi, 2013).
E. Rentan Respon

Dalam membina hubungan sisoal, individu berada pada rentang adaptif dan
maladaftif. Respon adaftif adalah respon yang dapat di terima secara norma dan adat
sedangkan respon mal adaftif adalah respon yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan maslah kurang dapat di terima secara norma sosial dna budaya (Badar,
2016). Adapun rentang respon hubungan sosial adalah sebagai berikut :

Rentan Respon Sosial

Respon Adaptif Respon Maladaftif

- Menyendiri - Kesepian - Manipulasi

- Otonomi - Mearikdiri - impulsif

- Kebersamaan - Ketergantungan -- impulsif

- Saling ketergantungan

Berikut penjelasan tentang respon yag terjadi pada isolasi sosial menurut Direja
(2011) :

a. Menyendiri, respon yang diutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang


telah terjadi di lingkungan sosial.

b. Otonomi, kemampuan indivdu untuk menyampaikan ide, pikiran, dan


perasaan hubungan sosial.

c. Bekerja sama, kemampuan individu yang salaing membutuhkan satu sama


lain.

d. Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam


membina hubungan intrerpersonal.

e. Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hunungan


social

f. Ketergantugan, seseorang gagal mengenbangkan rasa percaya diri sehingga


tergantung dengan orang lain.
g. Manipulasi, seseorang yang mengganguorang lain sebagai objek individu
sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.

h. Curiga, seseorang yang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang


lain.

F. Mekanisme Koping

Mekanisme koping di gunakan pasien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang


merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Kecemasan koping yang
sering digunakan adalah regresi, represi dan isolasi. Sedangkan contoh sumber koping
yang dapat digunakan misalnya keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam
keluarga dan teman, hubungan dengan hewan peliharaan, menggunakan kreativitas
untuk mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, musik, atau tulisan
(Deden & Rusdi, 2013).

G. Analisa Data

Data Subjektif:

Sukar di dapati jika klien menolak berkomunikasi, Beberapa data subjektif adalah
menjawab pertanyaan dengan singkat. Seperti kata-kata “tidak”. “iya”, “tidak tahu”.

Data Objektif

1. Observasi yang di lakukan pada klien akan di temukan :

2. Apatis, ekspresi sedih, efek tumpul

3. Menghindarai orang lain ( menyendiri ), klien nampak memisahkan diri dari orang
lain, misalnya pada saat makan.

4. Komunikasi kurang atau tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien
lain / perawat

5. Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk

6. Berdiam diri di kamar / tempat terpisah, klien kurang mobilitasnya.

7. Menolak berhubungan menolak dengan orang lain, Klien memutuskan percakapan


atau pergi jika di ajak bercakap-cakap.
H. Karakteristik Perilaku

1. Gangguan pola makan : tidak nafsu makan atau makan berlebihan.

2. Berat badan menurun atau meningkat secara drastic

3. Kemunduran secara fisik

4. Tidur berlebihan

5. Tinggal di tempat tidur dalam waktu yang lama

6. Banyak tidur siang

7. Banyak bergairah

8. Tidak memperdulikan lingkungan

9. Kegiatan menurun

10. Immobilisasi

11. Mondar -mandir (Sikap mematung, melakukan gerakan berulang).

12. Keinginan seksual menurun.

I. Penatalaksanaan

Menurut Deden & Rusdi, (2013) penatalaksanan dapat di bagi:

1) Terapi kelompok Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan


sekelompok pasien bersama sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang
dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapis atau petugas kesehatan jiwa. Terapi
ini bertujuan memberi stimulus bagi pasien dengan gangguan interpersonal.

a. Terapi aktivitas kelompok : sosialisasi TAKS merupakan suatu rangkaian


kegiatan yang sangat penting dilakukan untuk membantu dan memfasilitasi
klien isolasi sosial untuk mampu bersosialisasi secara bertahap melalui tujuh
sesi untuk untuk kemampuan sosialisasi klien.

b. tujuan khusus TAKS, yaitu : kemampuan memperkenalkan diri, kemampuan


berkenalan, kemampuan bercakap-cakap, kemampuan menyampaikan dan
membicarakan topik tertentu, kemampuan menyampaikan pendapat tentang
manfaat kegiatan TAKS.
c. Langkah-langkah kegiatan yang di lakukan TAKS yaitu : tahap persiapan,
orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi dengan menggunakan metode
dinamika kelompok, diskusi atau tanya jawab serta bermain peran stimulasi
(Surya, 2012).

Terapi aktivitas kelompok berfokus untuk menyadarkan pasien, meningkatkan


hubungan interpersonal, membuat perubahan atau ketiganya (Keliet & Akemat,
2005 cit Handayani et.,al, 2013)

2) Terapi lingkungan Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkunagn sehingga


aspek lingkungn harus mendapatkan perhatian khusus dalam kaitanya untuk
menjaga dan memelihara kesehatan manusia. Lngkungan berkaitan erat dengan
stimulus psikologis seseorang yang akan berdampak pada kesembuhan, karena
lingkungan tersebut akan memberikan dampak baik pada kondisi fisik maupun
kondisi psikologis seseorang.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL

A. Pengkajian

Adapun ruang lingkup pengkajian klien dengan masalah utama kerusakan


Interaraksi social pada kasus Menarik diri meliputi pengumpulan data, perumusan
masalah keperawatan. Pohon masalah dan analisaa data.

1. Pengumpulan Data

Setelah menentukan responden maka selanjutnya akan dilakukan pengkajian


tentang keadaan umum klien, data akan diperoleh dari hasil wawancara dari
klien, keluarga, dan petugas perawat. Sumber koping dan kemampuan koping
yang di miliki klien, ( As Putri 2019) Ada pun data yang di kumpulkan pada
klien dengan kerusakan interaksi social pada Kasus Menarik Diri adalah
sebagai berikut :

1) Identitas Klien

Pada umunya identitas klien yang di kaji pada klien dengan masalah
utama kerusakan Interaksi Sosial Menarik diri Adalah : biodata yang
meliputi nama, umur, terjadi pada umur antara 15-40 tahun, bisa terjadi
pada semua jenis kelamin status perkawinan, tanggal MRS, informasi,
tanggal pengkajian, No rumah klien dan alamat rumah klien, agama
Pendidikan serta pekerjaan dapat menjadi focus untuk terjadinya
penyakit Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri.

2) Alasan masuk rumah sakit

Keluhan biasanya adalah kontak mata kurang, duduk sendiri lalu


menunduk, menjawab pertanyaan dengan singkat, menyendiri.
(menghindari dari orang lain) komunikasi kurang atau tidak ada,
berdiam diri di kamar, menolak interaksi dengan orang lain, tidak
melakukan kegiatan sehari-hari, dependen.
2. Factor predisposisi

Pernah atau tidaknya mengalami gangguan jiwa, usaha pengobatan


bagi klien yang telah mengalami gangguan jiwa trauma psikis seperti
penganiayaan, penolakan, kekerasan dalam keluarga dan keturunan yang
mengalami gangguan jiwa serta pengalaman yang tidak menyenangkan bagi
klien sebelum mengalami gangguan jiwa, Kehilangan, perpisahan penolakan
orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan atau frustrasi
berulang, tekanan dari kelompok sebaya ; perubahan struktur social, terjadi
trauma yang tiba-tiba misalnya harus di oprerasi, kecelakaan, di cerai suami,
putus sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi (korban
perkosaan, di tuduh KKN, di penjara tiba-tiba) perlukan orang lain yang tidak
menghargai klien / perasaan negative terhadap diri sendiri yang berlangsung
lama.

3. Aspek fisik / bioligis

Hasil pengukuran tada vital ( TD: cenderung meningkat , Nadi : cenderung


meningkat, suhu: meningkat , pernafasan : bertambah, TB,BB : menurun).

4. Keluhan fisik

Biasanya menggalami gangguan pola makan dan tidur sehingga bisa terjadi
penurunan berat badan, klien biasanya tidak menghiraukan kebersihan dirinya.

5. Aspeks psikososial

6. Geogram yang menggambarkan tiga generasi

7. Konsep diri

Pada umunya klien dengan kerusakan Interaksi social pada kasus Menari Diri
magalami gangguan konsep diri seperti

a) Citra tubuh : Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan
terjadi, menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatif tentang
tubuh.
b) Identitas diri : Ketidak pastian memandang diri, sukar menetapkan
keinginan dan tidak mampu mengambil kepeutusan.

c) Peran : Berubah atau berhenti fungsi peran yang di sebabkan penyakit,


proses menua, putus sekolah PHK.

d) Ideal diri : Mengugkapkan keputusasaan karena penyakitnya;


Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.

e) Harga diri: perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan social, merendahkan martabat, mencederai diri,
dan kurang percaya diri. Klien mempunyai gangguan atau hambatan dalam
menlakukan hubungan social dengan orang lain terdekat dalam kehidupan,
kelompok yang di ikuti dalam masyarakat. Keyakinan klien terhadap tuhan
dan kegiatan untuk beribadah (spiritual).

f) Hubungan social : HuBungan social merupakan kebutuhan bagi setiap


manusia, karena manusia tidak mampu hidup secara normal tanpa bantuan
orang lain. Pada umumnya klien dengan kerusakan interaksi social pada
kasus Menarik diri mengalami gangguan seperti tidak merasa memliki
teman dekat, tidak pernah melakukan kegiatan kelompok dan masyarakat
dan mengalami hambatan dalam pergaulan.

g) Status mental

h) Penampilan : pada klien dengan kerusakan Interaksi social : Menarik diri,


berpenampilan tidak rai, rambut acak-acakan, kulit kotor, gigi kuning, tetapi
penggunaan pakaian sesuai dengan keadaan serta klien tidak mengetahui
kapan dan di mana harus mandi.

i) Pembicaraan : Pembicaraan klien dengan kerusakan interaksi social


menarik diri pada umumnya tidak mampu memulai pembicaraan, bila
berbicara topik yang di bicarakan tidak jelas atau kadang menolak di ajak
bicara.

j) Aktivitas motoric : Klien tampak lesu, tidak bergairah dalam beraktifitas,


kadang gelisah dan mondar-mandir.
k) Alam perasaan : Alam perasaan klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial
pada kasus Menarik Diri biasanya tampak putus asa di manisfestasikan
dengan sering melamaun.

l) Afek : Afek klien biasanya datar, yaitu tidak bereaksi terhadap rangsangan
yang normal.

m)Interaksi selama wawancara : Klien menunjukkan kurang kontak mata


kadang-kadang menolak untuk bicara dengan orang lain.

n) Persepsi : Klien dengan kerusakan Interaksi sosial Pada kasus Menarik Diri
pada umumnya mengalami gangguan persepsi terutama halusinasi
pendengaran, klien biasanya mendengar suara-suara yang mengancam,
sehingga klien cendrung sering menyendiri dan melamun.

o) Isi pikier : Klien dengar kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri
pada umumnya mengalami gangguan isi pikir : Waham terutama waham
curiga.

p) Proses piker : Proses pikir pada klien dengan kerusakan Interaksi social
Pada kasus Menarik Diri akan kehilangan asocial, tiba tiba terhambat atau
blocking serta inkoherensi dalam proses pikir.

q) Kesadaran : Klien dengan kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik


Diri tidak mengalami gangguan kesadaran.

r) Memori : Klien tidak mengalami gangguan memori, di mana klien mampu


mengingkat hal-hal yang telah terjadi

s) Konsentrasi dan berhitung : Klien dengan kerusakan Interaksi social pada


kasus Menarik Diri pada umumnya tidak mengalami gangguan dalam
konsentrasi dan berhitung.

t) Kemampuan penilaian : Klien tidak mengalami gangguan dalam penilaian.

u) Daya titik diri : Klien mengalami daya titik diri karena klien akan
mengingkari penyakit yang di deritanya.

8. Kebutuhan persiapan pulang


1. Makanan. Klien mengalami gangguan daya titik diri karena klien akan
menggingkari, penyakit yang di derita.

2. BAB/BAK . kemampuan klien menggunakan dan membersihkan WC


Kurang.

3. Mandi. Klien dengan kerusakan Interaksi social pada Kasus Menarik Diri
biasanya tidak memiliki minat dalam perawatan diri ( mandi).

4. Istirahat dan tidur : Kebutuhan istirahat dan tidur klien biasanya terganggu

9. Mekanisme koping

Koping yang di gunakan klien adalah proyeksi, menghindari dan kadang-


kadang mencedrai diri, Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau
menceritakannya pada orang-orang lain ( lebih sering menggunakan koping
menarik diri ).

10. Masalah psikososial dan lingkungan

Klien mendapat perlakuan yang tidak wajar dari lingkungan seperti klien di
rendahkan atau di ejek karena klien menderita gangguan jiwa.

11. Pengetahuan

Klien dengan kerusakan interaksi social pada kasus Menarik Diri, kurang
mengetahui dalam mencari bantuan, factor predisposisi, koping mekanisme
dan system pendukung dan obat-obatan Iingga penyakit klien semakin berat.

12. Apek medic

Meliputi diagnosa medis dan terapi obat-obatan yang di gunakan oleh klien
selama perawatan.

13. Status mental

Kontak mata klien kurang / tidak dapat mempertahankan kontak mata. Kurang
dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang mampu
berhubungan dengan orang lain, Adanya perasaan keputusasaan dan kurang
berharga dalam hidup.
B. Pohon Masalah

Resiko perubahan sensori-persepsi : Halusinasi

Isolasi social : Menarik diri Core Problem

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

C. Analisa Data

1. Masalah keperawatan

1. Perubahan persepsi-sensori : halusinasi

2. Isolaso sosial : menarik diri

3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

a. Isolasi social ; menarik diri

Apatis, ekspresi sedih, efek tumpul, menyendiri, berdiam diri di


kamar, banyak diam, kontak mata kuranng, (menunduk) menolak
berhubungan dengan orang lain, perawatan diri kurang, posisi
menekur.

b. Data subyektif

Sukar di dapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya di


jawab dengan singkat , Iya atau Tidak.

D. Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan persepsi sendori

2. Isolasi social : Menarik diri

3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah


E. Intervennsi dan Implementasi

1. Gangguan sosial ; menarik diri

Tujuan umum ; klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga


tidak terjadi halusinasi

Tujuan khusus :

1) Klien dapat menimba saling percaya

Tindakan :

Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi


trapeutik dengan cara :

1. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

2. Perkenalkan diri dengan sopan

3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilann yang di


sukai.

4. Jelaskan tujuan pertemuan

5. Jujur dan menepati janji

6. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya

7. Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar


klien.

2) Klien dapat menyebutukan penyebab menarik diri

Tindakan :

1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-


tandanya

2. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan


penyebab menarik diri atau mau bergaul.

3. Diskusi Bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-


tanda serta penyebab yang muncul
4. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya

3) Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang


lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.

Tindakan ;

1. Kaji pengetahuain klien tentang manfaat dan keuntungan


berhubungan dengan orang lain.

1) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan


tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain

2) Diskusikan Bersama klien tentang manfaat berhubungan


dengan orang lain\

3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan


mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan
dengan orang lain.

2. kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan


dengan orang lain

1) beri kesempatan kalian untuk megungkapkan perasaan


dengan orang lain

2) diskusikan Bersama klien tentang kerugian tidak


berhubungan dengan orang lain

3) beri reinforcement positif terhadap kemampuan


mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain.

4) Klien dapat melaksanakan hubungan siosial

Tindakan :

1. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain

2. Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain melalui
tahap
K-P : Klien – Perawat

K-P-P lain : Klien – Perawat – Perawat lain

K-P-P lain-K lain : Klien-Perawat -Perawat lain-Klien lain

K-Kel/Klp/Masy : Klien-Keluarga/Kelompok /Masyarakat

3. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah di capai

4. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat hubungan

5. Diskusikan jaddwal harian yang di lakukan Bersama klien dalam


mengisi waktu

6. Motivasi klien untu mengikuti kegiatan ruangan

7. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan.

5) Klien dapat mengungkapkan perasannya setelah berhubungan dengan orang


lain

Tindakan :

1. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan


dengan orang lain

2. Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhuBungan


dengan orang lain

3. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan


perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain.

6) Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga

Tindakan :

1. Bina saling percaya dengan keluarga ;

- Salam, perkenalan diri

- Jelaskan tujuan

- Buat kontrak

- Eksplorasi perasaan klien


2. Deskusikan dengan anggota kelurga tentang :

- Perilaku menarik diri

- Penyebab perilaku menarik diri

- Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak di tanggapi

- Cara keluarga menghadapi klien menarik diri

3. Dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien


untuk berkomunikasi denga orang lain.

4. Anjurkan anggota kelurga secara rutin dan bergantian menjenguk klien


minimal satu kali seminggu

5. Beri reinforcement positif atas hal-hal yang telah di capai oleh keluarga.

F. Evaluasi

Menurut Rusdi (2013), dokumentasi asuhan keperawatan di lakukan pada


setiap tahap proses keperawatan yang meliputi dokumentasi pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi tindakan keperawatan dan evaluasi.
DAFTAR PUSTAKA

Muni aritonang (2018).Dinamika kesehatan Jurnal kebidanan dan keperawatan.


Muhith, A. (2015). Teori dan Aplikasi Pendidikan Keperawatan Jiwa. (M. Bendetu, Ed.) (1st
ed.). Yogyakarta:

CV Andi Offset. PPNI, T. P. S. D. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia


(1st ed.). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Prabowo, E. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. (J. Budi, Ed.)
(1st ed.). Yogyakarta.

Dermawan & Rusdi. (2013) Keperawatan Jiwa Konsep Dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa, Edisi 1. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Badar. (2016). Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional Isolasi Sosial. Jakarta : In


Media. Dirja,

Ade. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Medika As Putri
(2019) Alat pengumpulan data poltekes. Tkj.

Rusdi. (2013). Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Gosyen Publishing

Anda mungkin juga menyukai