Anda di halaman 1dari 23

DIAGNOSA KEPERAWATAN

ISOLASI SOSIAL

a. Pengertian Isolasi Sosial

Setiap individu rnerniliki potensi untuk terlibat dalarn

hubungan sosial, pada berbagai tingkat hubungan, yaitu hubungan intirn

yang biasa hingga ketergantungan. Keintirnan pada tingkat ketergantungan,

dibutuhkan individu dalarn rnenghadapi dan rnengatasi kebutuhan dalarn

kehidupan sehari-hari. Individu tidak rnarnpu rnernenuhi kebutuhannya

tanpa adanya hubungan dengan lingkungan sosial. Maka dari itu

hubungan interpersonal perlu dibina oleh setiap individu. Narnun, hal

tersebut akan sulit dilakukan bagi individu yang rnerniliki gangguan isolasi

sosial (Sutejo, 2018). Gangguan hubungan intrapersonal yang terjadi

akibat adanya

kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif

dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Deden &

Rusdi, 2013). Kesendirian yang dialami oleh individu dan dianggap

timbul karena orang lain dan sebagai suatu pemyataan negatif atau

mengancam (Herdman, 2015).


Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan

masalah yang masih dapat diterima oleh norma sosial dan buaya

yang umum berlaku, respon ini meliputi :

1) Solitute (Menyendiri) : Solitut atau menyendiri merupakan

respon yang dibutuhkan seorang untuk merenung apa

yang telah dilakukan dilingkungan sosialnya dan suatu cara

untuk menentukan langkahnya.

2) Otonomi Kemapuan individu untuk mentukan dan

menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan

sosial.

3) Kebersamaan (Mutualisme) : Perilaku saling


ketergantungan

dalam membina hubungan interpersonal.


4) Saling ketergantungan (Interdependent): Suatu kondisi

dalam hubungan interpersonal dimana hubungan tersebut

mampu untuk saling memberi dan menerima.

Respon maladaptif adalah respon individu dalam

menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma

sosial dan budaya lingkungannya, respon yang sering

ditemukan meliputi :

1) Mengisolasi diri : Gangguan yang terjadi apabila

seseorang memutuskan untuk tidak berhubungan dengan

orang lain untuk mencari ketenangan sementara waktu

2) Manipulasi : Individu berinteraksi dengan pada diri

sendiri atau pada tujuan bukan berorientasi pada orang

lain. Tidak dapat dekat dengan orang lain.

3) Ketergantungan : Individu gagal mengembangkan

rasa percaya diri dan kemampuan yang dimiliki

4) Impulsive Keadaan dimana individu tidak

mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari

pengalaman, mempunyai penilaian yang buruk dan tidak

dapat diandalkan.
5) Narkisme : Harga diri rapuh, berusaha mendapatkan

penghargaan dan pujian, sikap egosentris, pencemburu, marah bila

orang lain tidak mendukung ( Deden & Rusdi, 2013).

c. Etiologi

Gangguan ini terjadi akibat adanya faktor predisposisi dan

faktor prespitasi. Kegagalan pada gangguan ini akan menimbulkan

ketidakpercayaan pada individu, menimbulkan rasa pesimis, ragu,

takut salah, tidak percaya pada orang lain dan merasa tertekan.

Keadaan yang seperti ini akan menimbulkan dampak seseorang

tidak ingin untuk berkomunikasi dengan orang lain, suka

menyendiri, lebih suka berdiam diri dan tidak mementingkan

kegiatan sehari hari ( Direja, 2011).

1) Faktor predisposisi

Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya

perilaku isolasi sosial

a) F aktor perkembangan

Tiap gangguan dalam pencapa1an tugas perkembangan dari

masa bayi sampai dewasa tua akan menjadi pencetus seseoarang

sehingga mempunyai masalah respon sosial mengisolasi diri. Sistem

keluarga yang terganggu juga dapat mempengaruhi terjadinya

mengisolasi diri. Organisasi anggota keluarga bekerja sama dengan

tenaga profesional untuk mengembangkan


gambaran yang lebih tepat tentang hubungan antara kelainan

jiwa dan stress keluarga. Pendekatan kolaboratif sewajamya

dapat mengurangi masalah respon sosial.

b) Faktor Biologik

Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon

sosial maladaptif. Genetik merupakan salah satu faktor

pendukung gangguan jiwa. Kelainan struktur otak,

seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan

volume otak serta perubahan limbik diduga dapat

menyebabkan skizofrenia.

c) Faktor Sosiokultural

Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan

berhubungan. Ini merupakan akibat dari norma yang tidak

mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak

menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif,

seperti lansia, orang cacat dan berpenyakit kronik. Isolasi

dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan

sistem nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya

mayoritas. Harapan yang tidak realitis terhadap hubungan

merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan

ini (Deden & Rusdi, 2013).


2) Faktor presipitasi

Menurut Stuart, (2016) Ada beberapa faktor presipitasi

yang dapat rnenyebabkan seseorang rnengisolasi diri. Faktor•

faktor tersebut dapat berasal dari berbagai stressor antara

lain:

a) Stressor sosiokultural

Salah satu stresor sosial budaya adalah ketidakstabilan

keluarga. Perceraian adalah penyebab yang urnurn terjadi.

Mobilitas dapat rnernecahkan keluarga besar, rnerarnpas

orang yang rnenjadi sistern pendukung yang penting pada

sernua usia. Kurang kontak yang terjadi antara generasi.

Tradisi, yang rnenyediakan hubungan yang kuat dengan rnasa

lalu dan rasa identitas dalarn keluarga besar, sering kurang

dipertahankan ketika keluarga terfregrnentasi. Ketertarikan

pada etnis dan "budaya" rnencerminkan upaya orang yang

terisolasi untuk rnenghubungkan dirinya dengan identitas

tertentu.

b) Stressor psikologik

Tingkat ansietas yang tinggi rnengakibatkan gangguan

kernarnpuan untuk berhubungan dengan orang lain. Kornbinasi

ansietas yang berkepanjangan atau terns rnenerus dengan

kernarnpuan koping yang terbatas dapat rnenyebabkan


rnasalah hubungan yang berat. Orang dengan gangguan

kepribadian borderline kernungkinan


akan mengalami tingkat ansietas yang membuatnya tidak mampu

dalam menanggapi peristiwa kehidupan yang memerlukan

peningkatan otonomi dan pemisahan contohnya lulus dari

sekolah, pemikahan pekerjaan. Orang yang memiliki gangguan

kepribadian narsistik cenderung mengalami ansietas yang tinggi, dan

menyebabkan kesulitan berhubungan, ketika orang berarti tidak

memadai lagi memperhatikan untuk memelihara harga diri

seseorang yang rapuh.

d. Manifestasi Klinis

Menurut Deden & Rusdi, (2013) tanda dan gejala isolasi

sosial yaitu :

Gejala subjektif:

1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang

lain

2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain

3) Resp on verbal kurang dan sangat singkat

4) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang

lain

5) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu

6) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan

7) Klien merasa tidak berguna

8) Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup


9) Klien rnerasa ditolak

Gejala objektif:

1) Klien banyak diam dan tidak rnau bicara

2) Tidak rnengikuti kegiatan

3) Banyak berdiarn dikarnar

4) Klien rnenyendiri dan tidak rnau berinteraksi dengan orang yang

terdekat

5) Klien tarnpak sedih, ekpresi datar dan dangkal

6) Kontak rnata kurang

7) Kurang spontan

8) Apatis

9) Ekspresi wajah kurang berseri

10) Tidak rnerawat diri dan tidak rnernperhatikan kebersihan diri

11) Mengisolasi diri

12) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitamya

13) Masukkan rnakanan dan rninurnan terganggu

14) Retensi urin dan feses

15) Akk tivitas rnenurun

16) Kurang energy

1 7) Rendah diri

18) Postur tubuh berubah


e. Mekanisrne Koping

Mekanisme koping digunakan pasien sebagai usaha

rnengatasi kecernasan yang rnerupakan suatu kesepian nyata yang


rnengancarn dirinya. Kecernasan koping yang sering digunakan

adalah regresi, represi dan isolasi. Sedangkan contoh surnber

koping yang dapat digunakan rnisalnya keterlibatan dalarn

hubungan yang luas dalarn keluarga dan ternan, hubungan dengan

hewan peliharaan, rnenggunakan kreativitas untuk

rnengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, rnusik,

atau tulisan (Deden & Rusdi, 2013).

f. Kornplikasi

Pasien dengan isolasi sosial sernakin tenggelarn dalarn

perjalanan dan tingkah laku rnasa lalu prirnitif antara lain

pernbicaraan yang autistic dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan

kenyataan, sehingga berakibat lanjut rnenjadi risiko gangguan

sensori persepsi: halusinasi, rnenciderai diri sendiri, orang lain serta

lingkungan dan penurunan aktivitas sehingga dapat rnenyebabkan

defisit perawatan diri (Deden & Rusdi, 2013).

g. Penatalaksanaan

Menurut Deden & Rusdi, (2013) penatalaksanan dapat dibagi:

1) Terapi kelornpok

Terapi kelornpok rnerupakan suatu psikoterapi yang

dilakukan sekelornpok pasien bersarna sarna dengan jalan

berdiskusi satu sarna lain yang dipirnpin atau diarahkan oleh

seorang therapis atau petugas kesehatan jiwa. Terapi ini


bertujuan memberi stimulus bagi pasien dengan gangguan

interpersonal.

Terapi aktivitas kelompok sosialisasi TAKS

merupakan suatu rangkaian kegiatan yang sangat penting

dilakukan untuk membantu dan memfasilitasi klien isolasi

sosial untuk mampu bersosialisasi secara bertahap melalui tujuh

sesi untuk untuk kemampuan sosialisasi klien. Ketujuh sesi

tersebut diarahkan pada tujuan khusus TAKS, yaitu :

kemampuan memperkenalkan diri, kemampuan berkenalan,

kemampuan bercakap-cakap, kemampuan menyampaikan dan

membicarakan topik tertentu, kemampuan menyampaikan

pendapat tentang manfaat kegiatan TAKS. Langkah-langkah

kegiatan yang dilakukan TAKS yaitu : tahap persiapan,

orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi dengan menggunakan

metode dinamika kelompok, diskusi atau tanya jawab serta

bermain peran stimulasi (Surya, 2012).

Terapi aktivitas kelompok berfokus untuk

menyadarkan pasien, meningkatkan hubungan interpersonal,

membuat perubahan atau ketiganya (Keliet & Akemat, 2005 cit

Handayani et.,al, 2013)

2) Terapi lingkungan

Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkunagn

sehingga aspek lingkungn harus mendapatkan perhatian khusus


dalam kaitanya untuk menjaga dan memelihara kesehatan

manusia. Lngkungan berkaitan erat dengan stimulus psikologis

seseorang yang akan berdampak pada kesembuhan, karena

lingkungan tersebut akan memberikan dampak baik pada

kondisi fisik maupun kondisi psikologis seseorang.

3. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Isolasi Sosial

Asuhan keperawatan pasien isolasi sosial terdiri dari :

1. Pengkajian

Menurut Deden dan Rusdi, (2013) Tiap individu mempunyai

potensi untuk terlibat berhubungan sosial sebagai tingkat hubungan

yaitu hubungan intim dan hubungan saling ketergantungan dalam

menghadapi dan mengatasi berbagai kebutuhan setiap hari. Pada

pengkajian klien-klien sulit diajak bicara, pendiam, suka melamun dan

menyendiri di sudut-sudut.

Pemutusan proses hubungan terkait erat dengan

ketidakpuasan individu terhadap pasien hubungan yang disebabkan

oleh kurangnya peran peserta respon lingkungan yang negatif, kondisi

ini dapat mengembangkan rasa tidak percaya pada orang lain.

Untuk mengkaji pasien isolasi sosial, kita dapat

menggunakan wawancara dan observasi kepada pasien dan keluarga.

a) Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan

wawancara, adalah : pasien menceritakan perasaan kesepian atau

ditolak oleh orang lain.


b) Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain

c) Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan

orang lain

d) Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu

e) Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan

f) Pasien merasa tidak berguna

g) Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat diobservasi :

a) Tidak memiliki teman

dekat b) Menarik diri

c) Tidak komunikatif

d) Tindakan berulang dan tidak

bermakna e) Asyik dengan pikirannya

sendiri

f) Tak ada kontak mata

g) Tampak sedih, afek tumpul

2. Diagnosa keperawatan pada pasien isolasi


sosial

Menurut Kusumawati dan Hartono, (2010) diagnosa

keperawatan merupakan suatu pemyataan masalah keperawatan

pasien mencakup baik respon sehat adaptif atau maladaptif

serta stressor yang menunjang. Diagnosa keperawatan yang

diangkat adalah :

a. Isolasi Sosial

b. Hambatan komunikasi

verbal c. Defisit perawatan diri


d. Harga diri rendah

e. Gangguan sensori persepsi Halusinasi

3. Rencana tindakan keperawatan pada pasien isolasi sosial

Perencanaan adalah rnenyusun dan rnenetapkan strategi serta

altematif untuk rnencapai hasil yang diharapkan pasien. Perencanaan

dibuat berkolaborasi dengan pasien, keluarga, dan tirn rnedis lain

(Stuart, 2016) Berikut perencanaan pada pasien isolasi sosial:

a. Isolasi Sosial

Tujuan urnurn dari rnasalah keperawatan isolasi sosial

yaitu pasien dapat berinteraksi dengan orang lain (Sutejo,

2017).dan dengan tujuan khusus sebagai berikut

1) Pasien dapat rnernbina hubungan saling percaya

Setelah .... X interaksi pasien menunjukan tanda•

tanda percaya kepada atau terhadap perawat: wajah cerah,

tersenyurn, rnau berkenalan, ada kontak rnata, bersedia

rnenceritakan perasaan, bersedia rnengungkapkan

rnasalahnya. Dengan intervensi yang dilakukan yaitu bina

hubungan saling percaya dengan rnengucapkan salarn

teurapetik, sapa pasien dengan rarnah, berjabat tangan

dengan pasien, perkenalkan diri dengan sopan, tanyakan

narna lengkap pasien dan narna panggilan yang disukai

pasien,jelaskan tujuan perternuan, rnernbuat kontrak (topik,

waktu , dan ternpat )setiap kali berternu pasien, tunjukan


sikap empati dan menerima pasien apa adanya, beri

perhatian kepada pasien dan perhatian kebutuhan dasar

pasien. Rasionalnya yaitu membina hubungan saling

percaya dengan pasien kontak yang jujur, singkat , dan

konsisten dengan perawat dapat memebantu pasien mebina

kembali interaksi penuh percaya dengan orang lain

2) Pasien mampu menyebutkan penyebab isolasi sosial

Setelah .... X interaksi pasien dapat menyebutkan

minimal satu penyebab isolasi sosial. Penyebab isolasi

sosial yaitu diri sendiri, orang lain, lingkungan. Intervensi

yang dilakukan tanyakan pada pasien tentang orang yang

tinggal serumah atau dengan sekamar pasien, orang yang

paling dekat dengan pasien dirumah atau diruangan

perawatan, hal apa yang membuat pasien dekat dengan

orang tersebut, orang yang tidak dekat dengan pasien

dirumah atau diruangan perawat , apa yang membuat pasien

tidak dekat dengan orang tersebut, upaya yang sudah

dilakukan agar dekat dengan orang tersebut. Diskusikan

dengan pasien penyebab isolasi sosial / tidak mau bergaul

dengan orang lain. Beri pujian terhadap kemampuan pasien

mengungkapkan perasaanya. Rasionalnya yaitu dengan

mengetahui tanda dan gejala isolasi sosial yang muncul

perawat dapat menentukan langkah intervensi selanjutnya


3) Pasien rnarnpu rnenyebutkan keuntungan

berhubungan sosial dan kerugian isolasi sosial

Setelah .... X interaksi dengan pasien dapat

rnenyebutkan keuntungan berhubungan sosial, rnisalnya

banyak ternan, tidak kesepian, bisa diskusi, saling

rnenolong. Kerugian isolasi sosial rnisalnya sendiri,

kesepian, tidak bisa diskusi. Intervensi yang dilakukan

yaitu tanyakan pada pasien tentang rnanfaat hubungan

sosial dan kerugian isolasi sosial, diskusikan bersarna

pasien tentang rnanfaat berhubungan sosial dan kerugian

isolasi sosial, beri pujian terhadap kernarnpuan pasien

dalarn rnengungkapkan perasaannya. Rasionalnya yaitu

perbedaan seputar rnanfaat hubungan sosial dan

kerugian isolasi sosial rnernbantu pasien rnengidentfikasi

apa yang terjadi pada dirinya sehingga dapat diarnbil

langkah untuk rnengatasi rnasalah ini serta penguatan

(reinforcement) dapat rnernbantu rnenigkatkan harga diri

pasien .

4) Pasien dapat rnelaksanakan hubungan sosial

secara bertahap

Setelah . . . . X interaksi pasien dapat

rnelaksanakan hubungan soosial secara bertahaap

dengan : perawat, perawat lain, pasien lain, keluarga,

kelompok. Intervensinya yaitu dengan observasi perilaku

pasien ketika
berhubungan sosial, jelaskan pada pasien cara

berinteraksi dengan orang lain, beri contoh cara berbicara

dengan orang lain, beri kesempatan pasien

mempraktikan cara berinteraksi dengan orang lain yang

dilakukan di hadapan perawat, bantu pasien berinteraksi

dengan satu orang ternan atau anggota keluarga, bila

pasien sudah rnenunjukan kernajuan tingkatkan jurnlah

interaksi dengan dua, tiga, ernpat orang dan seterusnya.

Beri pujian untuk setiap kernajuan interasksi yang telah

dilakukan oleh pasien. Latih pasien bercakap-cakap

dengan anggota keluarga sat rnelakukan kegiatan harian

dan kegiatan rurnah.

5) Pasien rnarnpu rnenjelaskan perasaanya

setelah berhubungan sosial

Setelah .... X interaksi pasien dapat rnenyebutkan

perasaanya setelah berhubungan sosial dengan orang

lain dan kelornpok. Intervensi yang dilakukan yaitu

diskusikan dengan pasien tentang perasaanya setelah

berhubungan sosial dengan orang lain dan

kelornpok, beri pujian terhadap kernarnpuan pasien

rnengungkapkan perasaaanya. Rasionalnya yaitu ketika

pasien rnerasa dirinya lebih baik dan rnernpunyai rnakna

interaksi sosial dengan orang lain dapat ditingkatkan


6) Pasien rnendapat dukungan keluarga dalarn rnernperluas

hubungan sosial

Setelah .... X kali perternuan, keluarga dapat

rnenjelaskan ,isolasi sosial beserta tanda dan gejalanya,

penyebab dan akibat dari isolasi sosil serta cara rnerawat

pasien isolasi sosial. Intervensi yang digunakan yaitu

diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai

pendukung untuk rnengatasi perilaku isolasi sosial.

Diskusikan potensi keluarga untuk membantu pasien

rnengatasi perilaku isolasi sosial. Jelaskan pada keluarga

tentang, pengertian isolasi sosial, isolasi sosial beserta

tanda dan gejalanya, penyebab dan akibat isolasi sosial dan

cara rnerawat pasien isolasi sosial. Latih keluarga cara

rnerawat pasien isolasi sosial. Tanyakan perasaan keluarga

setelah rnencoba cara yang dilatihkan. Beri rnotivasi

keluarga agar rnernbantu pasien bersosialisasi. Beri pujian

pada keluarga atas keterlibatannya rnerawat pasien dirurnah

sakit. Rasionalnya dengan dukungan dari keluarga

rnerupakan bagian penting dari rehabilitasi

7) Pasien dapat rnernanfaatkan obat dengan baik

Setelah .... X interaksi pasien dapat rnenyebutkan

rnanfaat rninurn obat, kerugian yang ditirnbulkan akibat

tidak rninurn obat. Narna, wama, dosis, efek terapi, efek


sampmg obat. Akibat berhenti mmum obat tanpa

konsultasi. Intervensinya yaitu diskusikan dengan pasien

tentang manfaaat dan kerugian tidak minum obat, nama,

wama, dosis, cara, efek terapi, dan efek samping

penggunaan obat. Pantau pasien saat penggunaan obat. Beri

pujian jika pasien menggunakan obat dengan benar.

Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi

dengan dokter. Anjurkan pasien untuk konsultasi kepada

dokter atau perawat jika terjadi hal-hal yang tidak

diinginkan. Rasionalnya yaitu membantu dalam

meningkatkan perasaan kendali dan keterlibatan dalam

perawatan kesehatan pasien

4. Implementasi

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi,

2010). Pelaksanaan tindakan keperawatan yang disesuaikan dengan

rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan

keperawatan yang sudah di rencanakan, perawat perlu memvalidasi

apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai

dengan kondisi pasien saat ini (Kusumawati & Hartono, 2010).

5. Evaluasi

Menurut Stuart, (2016) evaluasi merupakan timbal balik

berdasarkan tujuan awal yang teridentifikasi tentang pasien dan


keluarga serta kepuasan mereka dengan proses dan hasil asuhan.

Menurut Kusumawati dan Hartono (2010) evaluasi merupakan

proses yang berkelanjutan dilakukan terus menerus untuk menilai

efek dari tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Menurut

Keliat, (2011) Ada dua komponen untuk mengevaluasi kualitas

tindakan keperawatan yaitu:

a. Evaluasi proses.

Fokus tipe evaluasi ini adalah aktivitas dari proses

keperawatan dari hasil kualitas pelayanan tindakan

keperawatan. Evaluasi proses harus dilaksanakan untuk

membantu keefektifan terhadap tindakan.

b. Evaluasi hasil.

Proses evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status

kesehatan pasien pada akhir tindakan keperawatan pasien. Tipe

evaluasi ini dilaksanakan pada akhir tindakan Evaluasi dapat

dilakukan dengan pendekatan SOAP, sebagai pola pikir.

S: Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan

yang telah dilaksanakan.

0 : Respon obyektif pasien terhadap tindakan keperawatan

yang telah dilaksanakan.

A: Analisa terhadap data sunjektif dan onbjektif untuk

menyimpulkan apakah masalah masih ada atau tidak

telah teratasi atau muncul masalah baru.


33

P : Perencanaan tindak lanjut berdasarkan hasil analisa

respon
DAFTAR PUSTAKA

Alimui, A. A.(2009). Metodologi Penelitian keperawatan Dan Tehnik Analisis


Data. Jakarta : Salemba Medika.
Dermawan & Rusdi. (2013) Keperawatan Jiwa Konsep Dan Kerangka
Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Direja, A. H. S. (2011 ). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika Heather, H.T. (2015-2017). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Kementrian Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan(Riskesdes, 2013) Prevalensi Kesehatan Jiwa Di Indonesia.
Di unduh pada tanggal 10 F ebruari 2020 dari
www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdes
%202013.pdf
Kementrian Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Riskesdes, 2018) Prevalensi Kesehatan Jiwa Indonesia. Diunduh
pada tanggal 10 F ebruari 2020 dari
www.slideshare.net/mobile/ssuser200d5e/hasil-riskesdas-riset•
kesehatan-dasar-tahun-2018.pdf
Kusumawati, F & Hartono Y. (2010). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.
Maramis, W.F. (2012). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: University
Press
Maulidah. (2017). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Terhadap
Kemampuan Bersosialisasi Pasien Isolasi Sosial Diagnosa
Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. Di Unduh pada
tanggal 24 Juni 2020
https:I/media. neliti. com./media/publication/I 04 64 0-ID-pengaruh•
terapi-aktivitas-kelompok-sosial.p

Notoatmojo,S.,(2010) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.


Puspitasari E.p, (2009). Peran Dukungan Keluarga Pada Penanganan Penderita
Skizofrenia. Di unduh pada tanggal 9 F ebruari 2020 dari

Setiadi. (2010). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Graha Ilmu.


53

Stuart, G., w. (2016). Prinsip Dan Praktik Keperawatan Jiwa Stuart.


Jakarta:
elaevier
Sutejo. (2017). Keperawatan jiwa. Yogyakarta: Pustaka Barn Press
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, Dan R&D). Bandung: Alfabeta

Sandriani.(2014) Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Tingkat


Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia Di Poliklinik Rumah Sakit
Jiwa Grhasia DIY. Di Unduh pada tanggal 23
Juni
2020

Sefrina. (2016). Hubungan Dukungan Keluarga Dan Keberfungsian Sosial


Pada Pasien Skizofrenia Rawat Jalan. Di unduh pada tanggal 20 Juni
2020 dari

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta. DPP
PPNI.

Utami WP. (2017). Asuhan Keperawatan pada Sdr.O dengan Isolasi Sosial di
Wisma Arjuna RSJ Grhasia DIY

Anda mungkin juga menyukai