Anda di halaman 1dari 56

MAKALAH

”Asuhan Keperawatan Pada Bayi Ny.A dengan Kasus RDS (Respiratory


Distress Syndrom) di Ruang Bakung (Perinatologi) RSUD Raden
Mattaher,Jambi”

BLOK KEPERAWATAN ANAK 1

DOSEN PENGAMPU :

YUS NILAWATI,S.Kep.,M.Kep.

DISUSUN OLEH

FAJAR : G1B118061

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JAMBI 2020


KATA PENGANTAR

Puji serta syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan  rahmat, karunia
dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN
KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN RDS (RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM)” ini
dengan baik. Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas dari mata kuliah keperawatan anak 1 oleh ibu
Yusnila wati S.Kep,Ns,M.Kep
Saya menyadari atas kekurangan dalam pembuatan makaah ini, sehingga akan menjadi suatu
kehormatan besar bagi saya apabila mendapatkan kritikan dan saran yang membangun untuk
menyempurnakan makalah ini.
Demikian akhir kata dari saya, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak dan menambah
wawasan bagi pembaca.

Merlung, Maret 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN......................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iii

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................... 1
B. Tujuan........................................................................................................

BAB 2 PEMBAHASAN
A. Konsep Teoritis.........................................................................................
B. Asuhan Keperawatan.................................................................................

BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................
B. Saran..........................................................................................................

DAFTAR PUSATAKA................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan pernapasan yang sering ditemukan pada bayi baru lahir (BBL) termasuk
Respiratory Distress Syndrome (RDS) atau Idiopatic Respiratory Distress Syndrome (IRDS) yang
terdapat pada bayi premature. Sindrom gawat nafas pada neonatus (SGNN) dalam bahasa inggris
disebut respiratory distress syndrome, merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau
hiperkapnea. Sindrom ini dapat trerjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru. Oleh
karena itu, tindakannya disesuaikan sengan penyebab sindrom ini. Beberapa kelainan dalam paru
yang menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membram
hialin (PMH), pneumonia, aspirasi, dan sindrom Wilson-Mikity (Ngastiyah, 1999).
Kegawatan pernafasan (Acute Respiratory Distress syndrome) pada anak merupakan
penyebab utama kematian pada bayi baru lahir, diperkirakan 30% dari semua kematian neonatus
disebabkan oleh penyakit ini atau komplikasinya. Penyakit ini terjadi pada bayi prematur,
insidennya berbanding terbalik dengan umur kehamilan dan berat badannya. 60-80% terjadi pada
bayi yang umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32-36 minggu,
sekitar 3% pada bayi yang lebih dari 37 minggu (http://repository.usu.ac.id).

B. Tujuan
Tujuan penyusun dalam penyusunan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum
dan tujuan khusus, dimana :
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan memahami tentang
konsep dasar tentang RDS (Respiratory Distress Sydrom) dan asuhan keperawatan pada bayi
yang benar dengan RDS.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengetahui dan memahami tentang konsep dasar tentang RDS (Respiratory
Distress Sydrom) yang meliputi pengertian, etiologi, patofisiologi dan pathways,
manifestasi klinis, komplikasi, penatalaksanaan
b. Dapat mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan yang benar pada bayi dengan RDS
(Respiratory Distress Sydrom) yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, dan
perencanaan keperawatan.

BAB 2
PEMBAHASAN

A. Konsep Teoritis
1. Pengertian
RDS (Respiratory Distress Syndrom) adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi
pada bayi prematur dengan tanda-tanda takipnea (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada
udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak
yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi
dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA (Stark,1986).
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan
atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline
Membrane Disesae (Suryadi dan Yuliani, 2001).

2. Etiologi
Penyebab terjadinya RDS yaitu kurang/tidak adanya surfaktan dalam paru-paru. Namun
terdapat faktor predisposisi, diantaranya :
1) Bayi dari ibu diabetes
2) Persalinan sebelum umur kehamilan 37 minggu
3) Kehamilan multijanin
4) Persalinan SC
5) Persalinan cepat
6) Asfiksia
7) Stress dingin
8) Riwayat bayi sebelumnya terkena RDS

3. Patofisiologi dan Pathways


Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk berfungsi
sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis dalam terjadi RDS,
ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut disebabkan oleh kekurangan atau tidak
adanya surfaktan.
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga
tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu menahan sisa udara fungsional/kapasitas
residu fungsional (Ilmu Kesehatan Anak, 1985). Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang
merata dan menjaga ekspansi paru pada tekanan intraalveolar yang rendah. Kekurangan atau
ketidakmatangan fungsi surfaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan
kolaps alveoli saat ekspirasi.
Bila surfaktan tidak ada, janin tidak dapat menjaga parunya tetap mengembang. Oleh
karena itu, perlu usaha yang keras untuk mengembangkan parunya pada setiap hembusan
napas (ekspirasi) sehingga untuk pernapasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif
intratoraks yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Akibatnya, setiap
kali bernapas menjadi sukar seperti saat pertama kali bernapas (saat kelahiran). Sebagai
akibat, janin lebih banyak menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini daripada
yang ia terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan. Dengan meningkatnya kelelahan, bayi
akan semakin sedikit membuka alveolinya. Ketidakmampuan mempertahankan
pengembangan paru ini dapat menyebabkan atelaktasis.
Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmomary vascular
resistance (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paaru normal. Akibatnya, terjadi
hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal. Di samping itu,
peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi darah janin dengan arah
aliran dari kanan ke kiri melalui duktus arteriosus dan foramen ovale.
Kolaps baru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan ventilasi pulmonal yang
menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah konstriksin vaskularisasi pulmonal yang
menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan selanjutnya menybabkan
metabolismeanareobik.
RDS atau sindrom gangguan pernapasan adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri
dan mengikuti masa deteriorasi (kurang lebih 48 jam) dan jika tidak ada komplikasi paru akan
membaik dalam 72 jam. Proses perbaikan ini, terutama dikaitkan dengan meningkatkan
produksi dan ketersediaan materi surfaktan.
Pathways
Bayi lahir prematur

Inadekuat Surfaktan Lapisan lemak belum


Terbentuk pada kulit
Alveolus kolaps
Resiko gangguan
Ventilasi berkurang hipoksia Termoregulasi:
hipotermia
Peningkatan usaha Cedera paru
Nafas Pembentukan membran
Edema hialin
Takipnea
Pertukaran gas Mengendap di alveoli
Pola nafas terganggu
tidak efektif

Refleks hisap Penguapan meningkat


menurun
Resiko kekurangan
Intake tidak volume cairan
adekuat

Kekurangan nutrisi

4. Manifestasi Klinis
Menurut Martin, 1999 manifestasi klinis pada bayi yang menderita RDS dantaranya :
a. Kesulitan dalam memulai respirasi normal
b. Dengkingan (grunting) pada saat ekspirasi, diamati pada saat bayi tidak dalam keadaan
menangis (disebabkan oleh penutupan glotis) merupakan tanda/indikasi awal penyakit,
berkurangnya dengkingan mungkin merupakan tanda pertama perbaikan.
c. Refraksi sternum dan interkosta
d. Nafas cuping hidung
b. Sianosis pada udara kamar
c. Respiarasi cepat atau kadang lambat jika sakit parah
d. Auskultasi; udara yang masuk berkurang
e. Edema ekstremitas
f. Pada foto rontgen ditemukan retikulogranular, gambaran bulat-bulat kecil dengan corakan
bronkogram udara.

5. Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat RDS yaitu antara lain :
a. Ruptur Alveoli
Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak, pneumomediastinum,
pneumopericardium, emfisema intersisiel), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba
memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis
yang menetap.
b. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan trombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan
invasif seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalasia periventrikular.
Perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
d. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi dengan
RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya

Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :


a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan
masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang
digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan
defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi.
b. Retinopathy Prematur
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa
gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.

6. Penatalaksanaan
a. Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
1) Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
2) Furosemiduntuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru
3) Fenobarbital
4) Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
5) Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian
dari pemakaian ventilasi mekanik. (cusson,1992)
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS
adalah pemberian surfaktan eksogen (derifat dari sumber alami misalnya manusia,
didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan).
b. Penunjang/diagnostik
1) Seri rontgen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma dengan
overdistensi duktus alveolar.
2) Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
3) Data laboratorium
4) Profil paru :
a) untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk janin yang
mempunyai predisposisi RDS) Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih
mengindikasikan maturitas paru Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi
35 minggu
b) Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg,
saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45
c) Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel alveolar
yang rusak.
c. Diit
Makanan peroral sebaiknya tidak diberikan dan bayi diberi cairan intravena yang yang
disesuaikan dengan kebutuhan kalorinya. Pemberian cairan ini bertujuan untuk
memberikan kalori yang cukup, menjaga agar bayi tidak mengalami dehidrasi,
mempertahankan pengeluaran cairan melalui ginjal dan mempertahankan keseimbangan
asam basa tubuh. Dalam 48 jam pertama biasanya cairan yang diberikan terdiri dari
glukosa atau dekstrose 10% dalam jumlah 100 ml/kg BB/hari. Dengan pemberian secara
ini diharapkan kalori yang dibutuhkan (40 kkal/kg BB/hari) untuk mencegah katabolisme
tubuh dapat terpenuhi.

B. Asuhan Keperawatan
A. PENGKAJIAN

Pengkajian dilakukan pada tanggal 28 Maret 2020 pukul 07.00 WIB pada
bayi Ny.A dengan RDS di ruang Bakung (Perinatologi) RSUD Radden
Mattaher,Jambi. Data pasien didapatkan dari wawancara terhadap keluarga
pasien dan dari data medis pasien.
1. Identitas pasien

Nama : Bayi Ny.A

Tanggal lahir : 29Januari 2020

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat :Telanaipura,Jambi

Agama : Islam

No.RM 780763

Dx.Masuk : Neo Perempuan, KMK , PP Spontan, Gemeli


dengan ibu KPD Jam
Tanggal Masuk : 28 Maret 2020

2. Penanggung jawab

Nama : Tn. S

Usia : 29 Tahun

Alamat : Telanaipura,Jambi

Agama : Islam
Jenis kelamin : Laki-laki
Hubungan dengan pasien : Orang tua

3. Keluhan Utama
Sesak nafas (+)

4. Riwayat Penyakit Sekarang


Bayi Ny.A lahir pada tanggal 29 Januari 2020 jam 16.00 Wib, karena bayi
Ny.A lahir dengan BB 1650 gr, tangis (-), sesak nafas (+), takipnea (+),
retraksi dalam (+) dan sianosis. Di HCU Neonatus bayi langsung
ditempatkan di inkubator dan mendapatkan O2 NCPAP 40 % PEEP 5
l/mnt.

5. Riwayat Penyakit Dahulu

Ny.A mengatakan tidak ada keluhan saat hamil. Ny.A hanya


mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan oleh bidan. Ny. A tidak
mempunyai riwayat penyakit deabetes militus maupun hipertensi.

6. Riwayat Penyakit Keluarga

Ny.A mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit


keturunan maupun menular. Di dalam keluarga Ny. A maupun suaminya
tidak ada yang mempunyai riwayat BBLSR.

7. Riwayat Psikososial
Ny. A sering menengok anaknya keruang Bakung bagian isolasi
neonatus.

8. Riwayat Antenatal

Ny. A mengatakan selama hamil rutin memeriksakan kandungannya ke


bidan didekat rumahnya setiap bulan.

9. Riwayat Natal

Bayi Ny. A lahir pada tanggal 29 Januari 2020 jam 16.00 WIB secara
spontan. Ny. A mengatakan air ketuban sudah keluar sejak sebelum
melahirkan. Ny.A mengatakan umur kehamilannya baru ± 34 minggu,
karena air ketubannya sudah keluar, maka oleh dokter bayi Ny. A harus
segera dikeluarkan.
10. Riwayat Post Natal

a) Apgar Score

APGAR 1 5
0 1 2
SCORE Menit Menit
tidak denyut
100 100 2 2
ada jantung
tidak tak
Baik pernapasan 1 1
ada teratur
lemah sedang Baik tonus otot 1 2
tidak peka
merintih Menangis 0 1
ada rangsang
Merah
biru jambu Merah warna 1 1
putih ujung-2 jambu
biru
jumlah 5 7

b) Berat badan lahir : 1650 gram

c) Lingkar kepala : 30 cm

d) Lingkar lengan atas : 5 cm

e) Panjang badan : 40 cm

f) Lingkar dada : 26 cm

g) Lingkar perut : 25 cm

h) Anus : positif

i) Adanya kelainan congenital : negatif

11. Pola pengkajian

a) Pola pernapasan

RR = 68 x/menit, pernafasan cuping hidung, sianosis, retraksi dada (+),


terapi O2 NCPAP 40 % PEEP 5 l/mnt.
b) Pola kebutuhan cairan dan nutrisi

Kebutuhan cairan = 30 ml/hari. Bayi Ny. A minum ASI 8 X 4 cc


melalui OGT karena refleks menghisap dan menelan bayi masih
lemah. Bayi NY. A mendapat terapi infus D 10% 6 cc/jam
c) Pola Eliminasi

Bayi Ny. A memakai pempers dan ditimbang tiap kali ganti pempers.
Bayi Ny. A sudah BAK dan BAB warna hitam lembek (mekonium).
d) Pola Aktivitas dan Istirahat

Bayi Ny. A terlihat lemah di dalam inkubator, tangisnya masih


merintih dan geraknya belum aktif.
e) Latar Belakang Sosial dan Budaya

Ny. A tidak merokok, tidak memiliki kebiasaan untuk diet ketat, Ny. A
tidak memiliki pantangan makanan tertentu ketika hamil, Ny. A tidak
ketergantungan maupun mengonsumsi obat psikotropika maupun
alkohol/minuman keras.
f) Hubungan Psikologis

Ny. A sering menjenguk anaknya. Ny. A merasa khawatir dengan


kondisi anaknya yang menurutnya sangat kecil. Ibu pasien selalu
berdoa agar anaknya segera diberi kesembuhan dan segera pulang
bersamanya.
g) Persepsi-Kognitif

Ny. A tahu tentang kondisi bayinya, menurut Ny. A bayinya dalam


kondisi tidak baik, dan terlihat sesak nafas sampai tulang dadanya
terlihat tertarik, Ny. A tahu bahwa anaknya belum bisa disusui karena
reflek menelannya dan menghisap masih kurang sehingga harus
dipasang selang makan.

12. Pemeriksaan Fisik

 Keadaan Umum : lemah

 Kesadaran : CM (Compos Mentis), gerak kurang aktif,

tangis merintih

 Vitalsign : RR= 68 x/menit, HR =184 x/menit,


Suhu = 367 0 C

 Pemeriksaan tibuh :
Kulit : Warna kulit kemerahan degan ekstermitas kebiruan,
tidak ikterus, sianosis, terdapat sedikit lanugo pada dahi
dan sekitar pipi, kulit tipis.
Kepala : Rambut hitam,tipis,Tidak ada lesi, sutura terlihat.
Mata : Sklera mata putih, konjungtiva merah muda.
Hidung : terdapat pernafasan cuping hidung, lubang hidung 2,
terpasang O2 NCPAP 40 % PEEP 5 l/mnt.
Mulut : Bibir merah, tidak ditemukan stomatitis, mukosa bibir
kering.terpasang OGT.
Telinga : Tidak ada deformitas, lubang telinga bersih, simetris.
Leher : Bersih, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Thorax : Simetris (kanan kiri sama), tarikan intercosta (+),
retraksi dada (+), dada cekung kebawah (di bawah px),
RR= 68x/menit, ditemukan suara nafas ronki.
Cardio : HR = 184x/menit

Abdomen : Simetris, tidak ada lesi, terdapat bising usus 5 x/mnt.

Umbilikus : Tali pusat basah, tidak terjadi perdarahan, tidak terjadi


infeksi, terpasang infus umbilikalis D10%.
Genetalia : Labia mayora belum menutupi labia minora, tidak ada
kelainan letak lubang uretra
Anus : Tidak ada lesi, tak ada iritasi perineal, warna feces
hitam lembek.
Ekstremitas : Akral dingin, Jumlah jari tangan 5/5, Jumlah jari kaki
5/5, tak ada kelumpuhan, gerak kurang aktif.
Reflek :
a. Reflek Moro ; ketika ada suara agak keras di sekitar
ruangan / tempat inkubator maka pasien kurang
merespon/ diam saja.
b. Reflek Sucking (Menghisab); Ketika di test dengan
spuit diberikan ASI, maka pasien tidak dapat
menelan dengan sempurna ASI yang diberikan dan
selalu ada ASI yang keluar dari mulutnya.
c. Reflek Grasping (Menggenggam) ; ketika perawat
meletakkan jari telunjuknya ke tangan pasien,
pasien dapat menggenggam jari telunjuk perawat,
namun genggaman masih lemah.
d. Reflek Tonic Neck (Menoleh); ketika perawat
membuat gerakan / suara di sekitar pasien, pasien
kurang merespon.
e. Reflek Babinski (Sentuhan Telapak Kaki); Jika
disentuh kakinya oleh perawat, pasien akan menarik
kakinya ke atas.
f. Reflek Menelan ; kurang, jika diberi munim lewat
spuit maka ASI kan keluar sebagian dari mulutnya,

13. Data Penunjang

Hasil Laboratorium tanggal 29 Maret 2020 jam 16.36 WIB.

No Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal


3
1 WBC 11,7 10 /ul 9-30
2 RBC 3,95 106/ul 3,7 – 6,5
3 HGB 14,3 g/dl 14,9 – 23,7
4 HCT 42,5 % 47 – 75
5 MCV 107,6+ fL 80 – 99
6 MCH 36,2+ fL 27 – 31
7 MCHC 33,6 Pg 33 – 37
8 PLT 358 AG 103/ul 150 – 450
9 RDW 69 fL 35 – 45
10 PDW 11,1 fL 9 – 13
11 MPV 9,7 fL 7,2 – 11,1
12 P-LCR 21,8 % 15 – 25

12 LYM% 58,3 % 19 – 48
13 MXD% 7,7 % 0 -12
14 NEUT% 34,0- % 40 – 74
15 LYM# 6,8 103/ul 1 – 3,7
16 MXD# 0,9 103/ul 0 – 1,2
16 NEUT# 4,0 103/ul 1,5 – 7
17 Gol Darah O - -
14. Terapi

29-03-2020 :

O2 NCPAP 40% PEEP 5

Infus D10% 6 cc/jam


Injeksi :
Ampicillin-Sulbactam 2x85 mg (hari 1)
Gentamicyn 1x7,5 mg (hari 1)
30-03-2020:

O2 NCPAP 40% PEEP 5

Infus D10% 6 cc/jam


Injeksi :
Ampicillin-Sulbactam 2x85 mg (hari 2)
Gentamicyn 1x7,5 mg (hari 2)
31-03-2020

O2 NCPAP 35% PEEP 5

Infus TPN IL
Injeksi :
Ampicillin-Sulbactam 2x85 mg (hari 2)
Gentamicyn 1x7,5 mg (hari 2)

DATA FOKUS

Data Objektif Data Subjektif


- Retraksi dada (+)

- Tarikan intercosta (+)

- takipnea (+),

- retraksi dalam (+) (-)

- suara nafas ronki

- sianosis

- KU: Lemah
- RR = 68 x/menit

- Suhu = 36,70 C

- HR = 186 x/menit

- Terpasang O2 NCPAP 40 % PEEP 5 l/mnt

- Reflek hisap dan menelan lemah

- Mukosa bibir kering

- Terpasang OGT minum 4ccx8

- BB:1650gr

- Pasien terdapat di inkubator

- Kulit bayi tipis, terdapat lanugo di dahi dan di


pipi,akral dingin
- Terpasang infus umbilikalis
ANALISA DATA

No Data Fokus Problem Etiologi


1. - DO : Retraksi dada (+) Gangguan imaturitas paru dan
pertukaran gas neuromuskular,
- Tarikan intercosta (+) defisiensi surfaktan
dan ketidakstabilan
- takipnea (+),
alveolar
- retraksi dalam (+)

- suara nafas ronki

- sianosis

- KU: Lemah

- RR = 68 x/menit

- Suhu = 36,70 C

- HR = 186 x/menit

- Terpasang O2 NCPAP 40 % PEEP


5 l/mnt

- DO : Retraksi dada (+) Ketidaksamaan


nafas bayi dan
Tidak efektifnya
2 - Tarikan intercosta (+) ventilator, tidak
pola nafas
berfungsinya
- takipnea (+),
ventilator
- retraksi dalam (+)

- suara nafas ronki

- sianosis

- KU: Lemah

- RR = 68 x/menit
- Suhu = 36,70 C

- HR = 186 x/menit

- Terpasang O2 NCPAP 40 % PEEP


5 l/mnt
3. - DO : Reflek hisap dan menelan Gangguan ketidakmampuan
lemah nutrisi kurang menghisap,
dari kebutuhan penurunan
- Mukosa bibir kering
tubuh motilitas usus.
- Terpasang OGT minum 4ccx8

- BB:1650gr

Resiko tinggi belum


- DO : Pasien terdapat di inkubator gangguan terbentuknya
4.
termoregulasi : lapisan lemak pada
- Kulit bayi tipis, terdapat lanugo di hipotermi kulit.
dahi dan di pipi,akral dingin

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan pertukaran gas b.d imaturitas paru dan


neuromuskular, defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar.
2. Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan
ketidaksamaan nafas bayi dan ventilator, tidak berfungsinya
ventilator
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menghisap, penurunan motilitas usus.
4. Resiko tinggi gangguan termoregulasi : hipotermi b.d belum
terbentuknya lapisan lemak pada kulit.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas b.d imaturitas paru dan
neuromuskular, defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
pola nafas efektif.
KH: - Jalan nafas bersih

- Frekuensi jantung 100-140 x/i

- Pernapasan 40-60 x/i

- Takipneu atau apneu tidak ada

- Sianosis tidak ada

- Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih
dan ronchi (-)
Intervensi

a. Posisikan untuk pertukaran udara yang optimal; tempatkan pada posisi


telentang dengan leher sedikit ekstensi dan hidung menghadap keatap dalam
posisi ’mengendus’
R: untuk mencegah adanya penyempitan jalan nafas.

b. Hindari hiperekstensi leher

R: karena akan mengurangi diameter trakea.

c. Observasi adanya penyimpangan dari fungsi yang diinginkan , kenali


tanda-tanda distres misalnya: mengorok, pernafasan cuping hidung,
apnea.
R: memastikan posisi sesuai dengan yang diinginkan dan mencegah terjadinya
distres pernafasan.
d. Lakukan penghisapan
R: menghilangkan mukus yang terakumulasi dari nasofaring, trakea, dan
selang endotrakeal.
e. Penghisapan selang endotrakeal sebelum pemberian
surfaktan R: memastikan bahwa jalan napas bersih
f. Hindari penghisapan sedikitnya 1 jam setelah pemberian
surfaktan R: meningkatkan absorpsi ke dalam alvelolar
g. Observasi peningkatan pengembangan dada setelah pemberian
surfaktan. R: menilai fungsi pemberian surfaktan.
h. Turunkan pengaturan, ventilator, khususnya tekanan inspirasi puncak dan
oksigen
R: mencegah hipoksemia dan distensi paru yang berlebihan.

Kolaboratif

i. Berikan oksigen, cairan IV ; tempatkan di kamar humidifier sesuai indikasi


R: meningkatkan transport oksigen
j.Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi

R:Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan mengeluarkan sekret

k. Berikan bronchodilator misalnya : aminofilin, albuteal dan mukolitik


R:Diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan viskositas
sekret dan meningkatkan ventilasi

2. Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan


ketidaksamaan nafas bayi dan ventilator, tidak berfungsinya ventilator
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam pola
nafas dapat menjadi efektif
KH: Frekuensi jantung 100-140 x/i

- Pernapasan 40-60 x/i

- Takipneu atau apneu tidak ada

- Sianosis tidak ada

- Tidak ada pernafasan cuping hidung


Tindakan :
Independen
a. Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan
pola nafas
R:Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan
peningkatan usaha nafas
b. Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan
seperti crakles, dan wheezing
R:Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada ditemukan. Crakles terjadi
karena peningkatan cairan di permukaan jaringan yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas membran alveoli – kapiler. Wheezing terjadi karena
bronchokontriksi atau adanya mukus pada jalan nafas
c. Kaji adanya cyanosis

R:Selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum


cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat dinilai pada mulut, bibir yang indikasi
adanya hipoksemia sistemik, cyanosis perifer seperti pada kuku dan
ekstremitas adalah vasokontriksi.
d. Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan
ketidakmampuan beristirahat
R:Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas dari miokardium

e. Berikan istirahat yang cukup dan nyaman

R:Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan oksigen


Kolaboratif
f. Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada indikasi
R:Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus menerus dengan
tekanan yang sesuai
g. Berikan pencegahan IPPB

R:Peningkatan ekspansi paru meningkatkan oksigenasi

h. Review X-ray dada

R:Memperlihatkan kongesti paru yang progresif

i. Kolaborasi dengan dokter pemberikan obat, jika ada indikasi seperti


steroids, antibiotik, bronchodilator dan ekspektorant
R:Untuk mencegah ARDS
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menghisap, penurunan motilitas usus.
Tujuan : Setelah dilakukan Tindakan Keperawatan dalam waktu 3x24 jam
intake nutrisi dapat terpenuhi
KH: -Bayi dapat minum dengan baik

- BC seimbang

- Berat Badan Bayi tidak turun lebih dari 10%

- Kemampuan menghisap dan menelan Bayi terlatih

Intervensi Rasional

a. Berikan infus D 10% W sekitar 65 – 80 ml/kg bb/ hari


R: Untuk menggantikan kalori yang tidak didapat secara
oral
b. Pasang selang nasogastrik atau orogastrik untuk dapat
memasukkan makanan jika diindikasikan atau untuk mengevaluasi isi
lambung R:Pilihan ini dilakukan jika masukan sudah tidak mungkin
dilakukan.
c. Cek lokasi selang NGT dengan cara :

- Aspirasi isi lambung

- Injeksikan sejumlah udara dan auskultasi masuknya udara pada lambung

- Letakkan ujung selang di air, bila masuk lambung, selang tidak


akan memproduksi gelembung
R: Untuk mencegah masuknya makanan ke saluran pernafasan

d. Berikan makanan sesuai dengan prosedur berikut :

- Elevasikan kepala bayi


- Berikan ASI atau susu formula dengan prinsip gravitasi dengan
ketinggian 6– 8 inchi dari kepala bayi
- Berikan makanan dengan suhu ruangan

- Tengkurapkan bayi setelah makan sekitar 1 jam

R: Memberikan makanan tanpa menurunkan tingkat energi bayi

e. Monitor intake cairan dan output dengan cara :

- Timbang berat badan bayi setiap 8 jam


- Timbang popok bayi untuk menentukan urine output

- Tentukan jumlah BAB

- Monitor jumlah asupan cairan infus setiap hari

R:Catatan intake dan output cairan penting untuk menentukan ketidak


seimbangan cairan sebagai dasar untuk penggantian cairan
f. Berikan TPN jika diindikasikan

R: TPN merupakan metode alternatif untuk mempertahankan nutrisi jika


bowel sounds tidak ada dan infants berada pada stadium akut.
4. Resiko tinggi gangguan termoregulasi : hipotermi b.d belum terbentuknya
lapisan lemak pada kulit.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan suhu tubuh tetap normal.
Kriteria Hasil :

- Suhu 36,5-37,5 °C

- Bayi tidak kedinginan


Intervensi dan Rasional :
a. Tempatkan bayi pada tempat yang hangat(incubator)

R : Mencegah terjadinya hipotermi

b. Atur suhu incubator

R : Menjaga kestabilan suhu tubuh

c. Pantau suhu tubuh setiap 2 jam

R : Memonitor perkembangan suhu tubuh bayi


d.Ganti gedong bayi jika basah
R:Menghindari kehilangan panas bayi melaui perpindahan panas
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Pukul No.Dx Tindakan Keperawatan Respon pasien ttd


01 3 Mengecek residu lambung, DO : - Residu 1 cc lendir

April dan memasukan asi sesuai berwarna putih keruh


2020 diet pasien. dibuang, ASI 5 cc
Jam dimasukan melalui OGT
10.00 - Pasien tampak
Wib mengunyah-ngunyah
selang OGT ketika ASI
dimasukan
DS : -
12.00 1 Observasi RR pasien, DO : RR = 54 x/menit

WIB adanya suara - Tak ada suara tambahan


tambahan/tidak, adanya yang abnormal, suara
retraksi dada. nafas vesikuler,
- Tak ada gerakan cuping
hidung,
- Terdapat retraksi dada
- Kulit tidak sianosis
DS : -
12.15 3 Mengecek residu lambung, DO : - Residu 1 cc lendir

WIB dan memasukan asi sesuai berwarna putih keruh


diet pasien. dibuang, ASI 5 cc
dimasukan melalui OGT
- Pasien tampak
mengunyah-ngunyah
selang OGT ketika ASI
dimasukan
DS : -
14.00 3 Mengganti popok pasien DO : - Pasien menanggis, warna

WIB karena pasien BAB feces coklat, konsistensi


lembek, jumlah kurang
lebih satu sendok makan.
DS : -
15.00 3 Mengecek residu lambung, DO : - Residu 0.5 cc lendir

WIB dan memasukan sesuai diet bening dibuang, ASI 5


pasien. cc dimasukan melalui
OGT
DS : -
16.00 1,2,4 Mengukur suhu , RR, HR DO : Suhu : 36,5 0C

WIB RR : 48 x/Menit
HR : 154 x/menit
DS : -
18.00 3 Mengecek residu lambung, DO : - Residu 1 cc lendir, ASI

WIB dan memasukan sesuai diet 5 cc dimasukan melalui


pasien. OGT
- Pasien tampak
mengunyah-ngunyah
selang OGT ketika ASI
dimasukan
DS : -
20.00 4 Memberikan terapi obat DO : - Obat injeksi cefotaxime 70

WIB Injeksi cefotaxime 70 mg mg masuk melalui


IV/Infus
DS : -
21.00 2 Mengganti popok pasien DO : - Pasien tenang, urine

WIB karena pasien BAK berwarna kuning,

DS : -
21.15 1,2,4 Mengukur suhu , RR, HR DO : Suhu : 36,8 0C

WIB RR : 44 x/Menit
HR : 150 x/menit
DS : -
23.00 1 Memberikan terapi O2 DO : - Pasien terpasang headbox

WIB headbox 2 liter/menit 2 liter/menit. Kulit tidak


mengalami sianosis,
Memonitor tanda-tanda akral hangat, warna kulit
sianosis, Memonitor warna kemerahan
Kulit DS : -

24.00 2 Memonitor suhu inkubator DO : Suhu inkubator 35 0C

WIB DS : -
Tanggal 3 Mengecek residu lambung, DO : - Residu 0.5 cc lendir
2 dan memasukan sesuai diet bening dibuang, ASI 5
April pasien. cc dimasukan melalui
2020 OGT
03.00 DS : -
WIB
06.00 3 Mengecek residu lambung, DO : - Residu 1,5 cc lendir

WIB dan memasukan sesuai diet berwarna putih keruh


pasien. dibuang, ASI 5 cc
dimasukan melalui OGT
DS : -
07.00 2, 4 Menyibin pasien dengan air DO : - Pasien menangis ketika

WIB hangat, mengganti popok disibin dengan air


dengan popok yang bersih, hangat, popok sudah
melakukan perawatan tali diganti dengan yang
pusat, mengobservasi tanda- besih, tali pusat kuning
tanda infeksi pada tali pusat segar, tidak terjadi
infeksi pada tali pusat.
DS : -
08.00 4 Memberikan terapi obat DO : - Obat injeksi cefotaxime 70

WIB Injeksi cefotaxime 70 mg mg dan Gentamicine 7


Gentamicine 7 mg mg masuk melalui
IV/Infus
DS : -
08.15 1,2,4 Mengukur suhu , RR, HR DO : Suhu : 36,5 0C

WIB RR : 40 x/Menit
HR : 148 x/menit
DS : -
09.00 1 Memberikan terapi O2 DO : - Pasien terpasang headbox
WIB headbox 2 liter/menit 2 liter/menit. Kulit tidak
mengalami sianosis,
Memonitor tanda-tanda akral hangat, warna kulit
sianosis, Memonitor warna kemerahan
kulit DS : -
09.00 1 Memberikan terapi O2 DO : - Pasien terpasang headbox

WIB headbox 2 liter/menit 2 liter/menit. Kulit tidak


mengalami sianosis,
Memonitor tanda-tanda akral hangat, warna kulit
sianosis, Memonitor warna kemerahan
kulit DS : -
Memantau adanya DO : - Tak ada kemerahan pada
kemerahan atau area umbilikal tempat
4. pembengkakan pada area pemasangan infus
pemasangan infus. DS : -
10.00 3 Memonitor suhu inkubator. DO : - Suhu inkubator 350 C

WIB DS : -
10.15 3 Mengecek residu lambung, DO : - R esidu 1 cc lendir

WIB dan memasukan sesuai diet berwarna putih keruh


pasien. dibuang, ASI 5 cc
dimasukan melalui OGT
DS : -
12.00 1 Observasi RR pasien, DO : RR = 54 x/menit

WIB adanya suara - Tak ada suara tambahan


tambahan/tidak, adanya yang abnormal, suara
retraksi dada. nafas vesikuler,
- Tak ada gerakan cuping
hidung,
- Terdapat retraksi dada
- Kulit tidak sianosis
DS : -
12.15 3 Mengecek residu lambung, DO : - Residu 1 cc lendir

WIB dan memasukan asi sesuai berwarna putih keruh


diet pasien. dibuang, ASI 5 cc
dimasukan melalui OGT
- Pasien tampak
mengunyah-ngunyah
selang OGT ketika ASI
dimasukan
DS : -
14.00 3 Mengganti popok pasien DO : - Pasien menanggis, warna

WIB karena pasien BAB feces coklat, konsistensi


lembek, jumlah kurang
lebih satu sendok makan.
DS : -
15.00 3 Mengecek residu lambung, DO : - Residu 0.5 cc lendir

WIB dan memasukan sesuai diet bening dibuang, ASI 5


pasien. cc dimasukan melalui
OGT
DS : -
16.00 1,2,4 Mengukur suhu , RR, HR DO : Suhu : 36,5 0C

WIB RR : 48 x/Menit
HR : 154 x/menit
DS : -
18.00 3 Mengecek residu lambung, DO : - Residu 1 cc lendir, ASI

WIB dan memasukan sesuai diet 5 cc dimasukan melalui


pasien. OGT
- Pasien tampak
mengunyah-ngunyah
selang OGT ketika ASI
dimasukan
DS : -
20.00 4 Memberikan terapi obat DO : - Obat injeksi cefotaxime 70

WIB Injeksi cefotaxime 70 mg mg masuk melalui


IV/Infus
DS : -
21.00 2 Mengganti popok pasien DO : - Pasien tenang, urine

WIB karena pasien BAK berwarna kuning,

DS : -
21.15 1,2,4 Mengukur suhu , RR, HR DO : Suhu : 36,8 0C

WIB RR : 44 x/Menit
HR : 150 x/menit
DS : -
23.00 1 Memberikan terapi O2 DO : - Pasien terpasang headbox

WIB headbox 2 liter/menit 2 liter/menit. Kulit tidak


mengalami sianosis,
Memonitor tanda-tanda akral hangat, warna kulit
sianosis, Memonitor warna kemerahan
kulit DS : -

24.00 2 Memonitor suhu inkubator DO : Suhu inkubator 35 0C

WIB DS : -
Tanggal 3 Mengecek residu lambung, DO : - Residu 0.5 cc lendir
03 dan memasukan sesuai diet bening dibuang, ASI 5
April pasien. cc dimasukan melalui
2020 OGT
Jam DS : -
03.00
WIB
06.00 3 Mengecek residu lambung, DO : - Residu 1,5 cc lendir

WIB dan memasukan sesuai diet berwarna putih keruh


pasien. dibuang, ASI 5 cc
dimasukan melalui OGT
DS : -
07.00 2, 4 Menyibin pasien dengan air DO : - Pasien menangis ketika

WIB hangat, mengganti popok disibin dengan air


dengan popok yang bersih, hangat, popok sudah
melakukan perawatan tali diganti dengan yang
pusat, mengobservasi tanda- besih, tali pusat kuning
tanda infeksi pada tali pusat segar, tidak terjadi
infeksi pada tali pusat.
DS : -
08.00 4 Memberikan terapi obat DO : - Obat injeksi cefotaxime 70

WIB Injeksi cefotaxime 70 mg mg masuk melalui


IV/Infus
DS : -
08.15 1,2,4 Mengukur suhu , RR, HR DO : Suhu : 36,5 0C
WIB RR : 40 x/Menit
HR : 148 x/menit
DS : -
09.00 1 Memberikan terapi O2 DO : - Pasien terpasang headbox

WIB headbox 2 liter/menit 2 liter/menit. Kulit tidak


mengalami sianosis,
Memonitor tanda-tanda
akral hangat, warna kulit
sianosis, Memonitor warna
kemerahan
kulit
DS : -
09.00 1 Memberikan terapi O2 DO : - Pasien terpasang headbox

WIB headbox 2 liter/menit 2 liter/menit. Kulit tidak


mengalami sianosis,

Memonitor tanda-tanda akral hangat, warna kulit

sianosis, Memonitor warna kemerahan

kulit DS : -

Memantau adanya DO : - Tak ada kemerahan pada


4.
kemerahan atau area umbilikal tempat
pembengkakan pada area pemasangan infus
pemasangan infus. DS : -
10.00 3 Memonitor suhu inkubator. DO : - Suhu inkubator 350 C

WIB DS : -
10.15 3 Mengecek residu lambung, DO : - Residu 1 cc lendir

WIB dan memasukan sesuai diet berwarna putih keruh


pasien. dibuang, ASI 5 cc
dimasukan melalui OGT
DS : -

E. EVALUASI

No Tanggal/jam Dx Evaluasi
1. 04 April 2020 I S: -

12.00 WIB O : - Tidak terdapat suara tambahan pernapasan

- Suara napas vesikuler

- Tidak terdapat pernapasan cuping hidung

- RR=55x/menit

- Terdapat retraksi dada

- Terpasang O2 headbox 2 ltr/mnt tidak


terdapat sianosis
A : - Masalah teratasi sebagian
P : - Lanjutkan Intervensi
- Monitor vitalsign

- Monitor adanya tanda-tanda sianosis

- Monitor retraksi dada, adanya suara napas


tambahan
- Lanjutkan terapi O2 headbox 2 ltr/mnt
2. 15 Januari 2013 II S: -

12.00 WIB O : - Suhu pasien 36.80 C

- RR : 55x/m

- HR : 147x/m

- Pasien ditempatkan dalam incubator


dengan suhu incubator 350 C
- Akral hangat

- Tidak terjadi sianosis

A : Masalah teratasi

P : Pertahankan Intervensi
3. 15 Januari 2013 III S:-
12.00 WIB O : - ASI 5 cc masuk melalui OGT

- BB 1400 gram

- Reflek menghisap dan menelan masih


lemah
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
- Monitor Vitalsign

- Pantau intake ASI

- Cek residu setiap 3 jam

- Timbang BB / hari
4. 04 April 2020 IV S:-

12.00 WIB O : - tidak terdapat kemerahan pada area


umbilikul pemasangan infuse
- HR : 147 x/m

- RR : 55 x/m

- Suhu : 36.80 C

A : Masalah teratasi sebagian


P : Lanjutkan Intervensi
- Monitor Vitalsign

- Pantau adanya tanda-tanda infeksi


- Laksanakan terapi injeksi cefotaxime 70
mg/12 jam dan gentamicin 7 mg/36 jam

BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS
dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae. Penyebab terjadinya RDS
yaitu kurang/tidak adanya surfaktan dalam paru-paru. Namun terdapat
beberapa faktor predisposisi, yaitu bayi dari ibu diabetes, persalinan sebelum
umur kehamilan 37 minggu, kehamilan multijanin, persalinan SC, persalinan
cepat, asfiksia, stress dingin, dan riwayat bayi sebelumnya terkena RDS.
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya
untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan
faktor kritis dalam terjadi RDS, ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya
tersebut disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan. Manifestasi
klinis pada bayi yang menderita RDS dantaranya yaitu kesulitan dalam
memulai respirasi normal, dengkingan (grunting) pada saat ekspirasi, refraksi
sternum dan interkosta, nafas cuping hidung, dan sianosis pada udara kamar.
Komplikasi yang timbul akibat RDS yaitu antara lain ruptur alveoli, dapat
timbul infeksi, perdarahan intrakranial dan leukomalasia periventrikular.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi yaitu Bronchopulmonary
Dysplasia (BPD) dan retinopathy prematur. Pengobatan yang biasa diberikan
selama fase akut penyakit RDS adalah antibiotika, furosemid, fenobarbital,
vitamin E, metilksantin (teofilin dan kafein). Pemeriksaan penunjang pada
RDS yaitu seri rontgen dada, bronchogram udara, data laboratorium, dan
profil paru. Diet untuk pasien dengan RDS yaitu

B. Saran
Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca dari materi makalah ini saja karena
masih banyak referensi yang lebih lengkap yang membahas materi dari
makalah ini. Oleh karena itu, pembaca sebaiknya membaca dari referensi dan
literatur lain untuk menambah wawasan yang lebih luas tentang materi ini.

DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Riezkhy. 2014. Sindrom Gangguan Pernafasan. https://riezkhyamalia.
files.wordpress.com/2014/11/sindrom-gangguan-pernafasan.pdf (Diunduh
pada tanggal 5 Oktober pukul 06:45 WIB)

Anonim. Chapter I. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/


53413/Chapte%20I.pdf;jsessionid=3D616D9A9CCC48C8259AEFC0D0
6C126?sequenc=5 (Diunduh pada tanggal 5 Oktober pukul 06:43 WIB)

Putriyana, Mega. 2015. Asuhan Keperawatan RDS. https://megaputriyana0912.


wordpress.com/2015/05/03/asuhan-keperawatan-rds/ (Diakses pada
tanggal 5 Oktober pukul 06:48)

Surasmi, Asrining, dkk. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC

Suriadi dan Yuliani, R. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1. Jakarta :
CV Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai