Disusun Oleh :
KELOMPOK 6
FAKULTAS KESEHATAN
}}}}}}}}2022
A. PENGERTIAN
1. kurang spontan
2. apatis atau acuh terhadap lingkungan
3. ekspresi wajah kurang berseri
4. tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
5. tidak ada/kurang sadar terhadap komunikasi verbal
6. mengisolasi diri
7. tidak sadar/kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
8. aktivitas menurun
9. kurang energi
10. rendah diri
11. asupan makanan dan minuman terganggu
C. PENYEBAB
Gangguan ini terjadi akibat adanya faktor predisposisi dan faktor
presipitasi. Kegagalan pada gangguan ini akan menumbulkan ketidakpercayaan
pada individu, menimbulkan ras pesimis, ragu, takut salah, tidak percaya pada
orang lain dan merasa tertekan. Keadaan yang seperti ini akan menimbulkan
dampak seseorang tidak ingin untuk berkomunikasi dengan orang lain, suka
menyendiri, lebih suka berdiam diri dan tidak mementingkan kegiatan sehari-hari
(Direja, 2011).
1. Faktor predisposisi
Menurut Stuart G.W & Lararia, M.T, (2011) ada beberapa faktor
predisposisi penyebab isolasi sosial, meliputi :
D. RENTANG RESPON
E. PSIKOPATOLOGI
Harga diri
Tidak nyaman berhubungan dengan orang lain
rendah
G. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan: Isolasi sosial menarik diri b/d harga diri rendah
Tujuan khusus
Intervensi
a) Diskusikan dengan pasien tentang kerugian dan keuntungan tidak
minum, serta karakteristik obat yang diminum (nama, dosis,
frekuensi, efek samping minum obat)
b) Bantu dalam menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar
pasien, obat, dosis, cara, waktu)
c) Anjurkan pasien minta sendiri obatnya kepada perawat agar pasien
dapat merasakan manfaatnya
d) Beri reinforcement positif bila pasien menggunakan obat dengan
benar
e) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan
dokter
f) Anjurkan pasien untuk konsultasi dengan dokter/perawat apabila
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan .(Prabowo, 2014)
Kerja:
”Apa yang ibu rasakan selama ibu dirawat disini?
“O.. ibu merasa sendirian?”
“Siapa saja yang ibu kenal di ruangan ini ?”
“Apa saja kegiatan yang biasa ibu lakukan dengan teman yang ibu kenal ?”
“Apa yang menghambat ibu dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien
yang lain?”
”Menurut ibu apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar, ada
teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa)
“Nah kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya bu ? Ya, apa lagi ? (sampai
pasien dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya.
“Kalau begitu maukah ibu belajar bergaul dengan orang lain ?
”Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain”
“Begini lho ibu ?, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita
dan nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya T, senang
dipanggil T. Asal saya dari jawa, hobi membaca”
“Selanjutnya ibu menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini:
Nama ibu siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?”
“Ayo ibu dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan ibu. Coba berkenalan dengan
saya!”
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah ibu berkenalan dengan orang tersebut ibu bisa melanjutkan percakapan
tentang hal-hal yang menyenangkan ibu bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang
hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”
Terminasi:
”Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan berkenalan?”
” ibu tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
”Selanjutnya ibu dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak
ada. Sehingga ibu lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. Apakah mau
dipraktekkan ke pasien yang lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan
pada jadwal kegiatan hariannya.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak ibu berkenalan dengan
teman saya, perawat N. Bagaimana, ibu mau kan?”
”Baiklah, sampai jumpa.”
Kerja :
“Baiklah bu, ibu bisa praktekkan latihan berbicara dengan melakukan kegiatan gosok
gigi sesuai kesepakatan kita kemarin ya bu. Contohnya seperti ini bu, ambil sikat gigi
dan pasta gigi, menuangkan pasta gigi ke sikat gigi, berkumur – kumur, kemudian
menggosok gigi, setelah selesai berkumur lagi. Seperti itu bu.
“Apa ibu bisa melakukannya ?” baiklah coba dipraktekan yang saya ajarkan ke ibu !
bagus banget bu, ibu bisa melakukan yang saya ajarkan.
Terminasi:
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita melakukan kegiatan baru seperti gosok gigi
sambil melatih berbicara ibu”
”ibu tampak bagus sekali saat melakukan kegiatan gosok gigi tadi”
”Pertahankan terus apa yang sudah ibu lakukan tadi. Jangan lupa untuk dilakukan
setiap harinya ya bu. Mari kita masukkan pada jadwalnya. Mau berapa kali sehari?
Bagaimana kalau 2 kali. Baik nanti ibu coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau
jam berapa? Jam 9? Sampai besok bu.”
SP 3 Pasien : Melatih Pasien berbicara dengan kegiatan lain selain gosok gigi
(misalnya : menulis)
Orientasi:
“Selamat pagi bu!
“Masih ingat kan dengan saya ?
“Bagaimana perasaan ibu hari ini?
”Apakah ibu bercakap-cakap dan berbicara sambil melakukan kegiatan gosok gigi selalu
dilakukan ?”
”Bagaimana perasaan ibu setelah bercakap-cakap dengan perawat O dan berbicara
sambil melakukan kegiatan gosok gigi yang kita jadwalkan kemarin?”
”Bagus sekali ibu bisa melakukan apa yang kita jadwalkan kemarin”
”Kalau begitu ibu mau melatih berbicara dengan melakukan kegiatan yang lain seperti
menulis ?”
”Bagaimana kalau sekarang kita coba peraktekan caranya bu ?”
”seperti biasa kira-kira 10 menit”
”silahkan ibu menulis apa yang ibu ingin tulis di buku yang sudah disiapkan ini ya bu”
Kerja:
"Baiklah bu, sebelum kita melakukan cara yang ketiga saya contohkan dulu ya bu.
Caranya seperti ini bu, pertama mengambil pulpen, kemudian mulai menulis dibuku
yang sudah saya siapkan silahkan ibu menulis apa yang ada di pikiran ibu atau apa yan
ingin sekali ibu sampaikan melalui tulisan ibu. Seperti itu caranya bu, tidak jauh beda
dengan cara berbicara sambil melakukan kegiatan gosok gigi, selalu di ingat ya bu saat
melakukan kegiatan tersebuat dibarengi dengan berbicara ya bu.
“Apakah ibu bisa melakukan kegiatan kita yang ketiga ini ?” ibu bisa mempraktekkan
cara yang saya ajarkan itu ya bu
“Bagus bu, ibu melakukannya dengan baik sekali !”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita melakukan kegiatan yang lain menulis sambil
melatih berbicara ibu”
”ibu tampak bagus sekali saat melakukan kegiatan menulis tadi”
”Pertahankan terus apa yang sudah ibu lakukan tadi. Jangan lupa untuk dilakukan setiap
harinya ya bu. Mari kita masukkan pada jadwalnya. Mau berapa kali sehari? Bagaimana
kalau 1 kali. Baik nanti ibu coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa?
Jam 10? Sampai besok bu.”
Kerja:
"Baiklah bu, sebelum kita melakukan cara yang keempat saya contohkan dulu ya bu.
Caranya seperti ini bu, misalnya kita mau beli makanan, kita berbicara ke penjual seperti
ini ya bu. Ibu saya mau beli nasi goreng, harganya berapa bu? Oh iya bu ini uangnya,
terima kasih bu. Nah seperti itu caranya bu, apakah ibu bisa mempraktekannya
sekarang? Baiklah silahkan dipraktekkan bu ! Bagus sekali bu, ibu bisa melakukannya
dengan baik.
Terminasi:
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita melakukan kegiatan yang lain seperti bebelanja
sambil melatih jiwa sosial ibu”
”ibu tampak bagus sekali saat melakukan kegiatan sosial (bebelanja) tadi”
”Pertahankan terus apa yang sudah ibu lakukan tadi. Jangan lupa untuk dilakukan setiap
harinya ya bu. Mari kita masukkan pada jadwalnya. Mau berapa kali sehari? Bagaimana
kalau 1 kali. Baik nanti ibu coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa?
Jam 11 ? Sampai besok bu.”
Kerja:
”kira-kira bapak tahu apa yang terjadi dengan anak bapak? Apa yang sudah
dilakukan?”
“Masalah yang dialami oleh anak disebut isolasi sosial. Ini adalah salah satu gejala
penyakit yang juga dialami oleh pasien-pasien gangguan jiwa yang lain”.
” Tanda-tandanya antara lain tidak mau bergaul dengan orang lain, mengurung diri,
kalaupun berbicara hanya sebentar dengan wajah menunduk”
”Biasanya masalah ini muncul karena memiliki pengalaman yang mengecewakan saat
berhubungan dengan orang lain, seperti sering ditolak, tidak dihargai atau berpisah
dengan orang–orang terdekat”
“Apabila masalah isolasi sosial ini tidak diatasi maka seseorang bisa mengalami
halusinasi, yaitu mendengar suara atau melihat bayangan yang sebetulnya tidak ada.”
“Untuk menghadapi keadaan yang demikian Bapak dan anggota keluarga lainnya harus
sabar menghadapi anak bapak. Dan untuk merawat anak bapak, keluarga perlu
melakukan beberapa hal. Pertama keluarga harus membina hubungan saling percaya
dengan anak bapak yang caranya adalah bersikap peduli dengan anak bapak dan
jangan ingkar janji. Kedua, keluarga perlu memberikan semangat dan dorongan kepada
anak bapak untuk bisa melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Berilah
pujian yang wajar dan jangan mencela kondisi pasien.”
"Selanjutnya jangan biarkan S sendiri. Buat rencana atau jadwal bercakap-cakap
dengan anak bapak. Misalnya sholat bersama, makan bersama, rekreasi bersama,
melakukan kegiatan rumah tangga bersama.”
”Nah bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua cara itu”
” Begini contoh komunikasinya, Pak: anak bapak, bapak lihat sekarang kamu sudah
bisa bercakap-cakap dengan orang lain.Perbincangannya juga lumayan lama. Bapak
senang sekali melihat perkembangan kamu, Nak. Coba kamu bincang-bincang dengan
saudara yang lain. Lalu bagaimana kalau mulai sekarang kamu sholat berjamaah.
Kalau di rumah sakit ini, kamu sholat di mana? Kalau nanti di rumah, kamu sholat
bersana-sama keluarga atau di mushola kampung. Bagiamana anak bapak, kamu mau
coba kan, nak ?”
”Nah coba sekarang Bapak peragakan cara komunikasi seperti yang saya contohkan”
”Bagus, Pak. Bapak telah memperagakan dengan baik sekali”
”Sampai sini ada yang ditanyakan Pak”
Terminasi:
“Baiklah waktunya sudah habis. Bagaimana perasaan Bapak setelah kita latihan tadi?”
“Coba Bapak ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial dan tanda-tanda
orang yang mengalami isolasi sosial"
"Selanjutnya bisa Bapak sebutkan kembali cara-cara merawat anak bapak yang
mengalami masalah isolasi sosial"
"Bagus sekali Pak, Bapak bisa menyebutkan kembali cara-cara perawatan tersebut"
"Nanti kalau ketemu S coba Bp/Ibu lakukan. Dan tolong ceritakan kepada semua
keluarga agar mereka juga melakukan hal yang sama."
"Bagaimana kalau kita betemu tiga hari lagi untuk latihan langsung kepada S ?"
"Kita ketemu disini saja ya Pak, pada jam yang sama"
Orientasi:
“Selamat pagi Pak/Bu”
” Bagaimana perasaan Bpk/Ibu hari ini?”
”Bapak masih ingat latihan merawat anak Bapak seperti yang kita pelajari berberapa
hari yang lalu?”
“Mari praktekkan langsung ke klien! Berapa lama waktu Bapak/Ibu Baik kita akan
coba 30 menit.”
”Sekarang mari kita temui anak bapak”
Kerja:
”Selamat pagi mba. Bagaimana perasaan mba hari ini?”
”Bpk/Ibu mba datang besuk. Beri salam! Bagus. Tolong mba tunjukkan jadwal
kegiatannya!” (kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
”Nah Pak, sekarang Bapak bisa mempraktekkan apa yang sudah kita latihkan beberapa
hari lalu” (Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien
seperti yang telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).
”Bagaimana perasaan mba setelah berbincang-bincang dengan Orang tua mba?”
”Baiklah, sekarang saya dan orang tua ke ruang perawat dulu” (Saudara dan keluarga
meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga).
Terminasi:
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi? Bapak/Ibu sudah bagus.”
"Mulai sekarang Bapak sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada anak bapak"
"Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak melakukan
cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang
Pak"
"Sampai jumpa"
Terminasi:
”Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian anak bapak.
Jangan lupa kontrol ke rumah sakit sebelum obat habis atau ada gejala yang tampak.
Silakan selesaikan administrasinya!”
DAFTAR PUSTAKA
Yosep, Iyus., Sutini, Titin. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa (dan Advance
mental healyh nursing). Bandung: Refika Aditama.
Damaiyanti, M., & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT
Refika Aditama.
S. N. Ade Herma Direja. (2011).Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta:
NuhaMedika.
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Herdman, T. Heather. 2018. Nanda-1 Diagnosa Keperawatan : Definisi dan
Klasifikasi 2018-2020. Jakarta : EGC.
Nurhalimah. 2016. Keperawatan Jiwa. Jakarta Selatan : Kemenkes
Kusumawati F dan Hartono Y. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :
EGC.