Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN MENARIK DIRI

I. Masalah Utama
Isolasi sosial : menarik diri

II. Proses Terjadinya Masalah


A. Pengertian
Perilaku isolasi sosial menraik diri merupakan suatu gangguan hubungan
interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang
menimbulkan perilaku maladaptive dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan
sosial (Depkes RI, 2000).
Isolasi sosial adalah individu yang mengalami ketidakmampuan untuk
mengadakan hubungan dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya secara wajar
dalam khalayaknya sendiri yang tidak realistis. Isolasi sosial adalah suatu keadaan
kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain mengatakan sikap negatif atau
mengancam. (Dalami dkk, 2009).
Tanda dan Gejala
Menurut Budi Anna Kelia (2009), tanda dan gejala ditemui seperti:
a. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
b. Menghindar dari orang lain (menyendiri).
c. Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien
lain/perawat.
d. Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
e. Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
f. Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau
pergi jika diajak bercakap-cakap.
g. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
h. Posisi janin saat tidur.
B. Etiologi
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi diantaranya perkembangan
dan sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak
percaya pada orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan.
Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain,
lebih menyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan kegiatan sehari-hari
terabaikan. (Farida, 2010).

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial antara lain :
a) Menyendiri dalam ruangan
b) Tidak berkomunikasi, menarik diri, tidak melakukan kontak mata
c) Sedih, afek datar
d) Perhatian dan tindakan yang tidak sesuai dengan perkembangan usianya
e) Berpikir menurut pikirannya sendiri, tindakan berulang dan tidak bermakna
f) Mengekspresikan penolakan atau kesepian pada orang lain
g) Tidak ad asosiasi antara ide satu dengan yang lainnya
h) Menggunakan kata-kata simbolik (neologisme)
i) Menggunakan kata yang tak berarti
j) Kontak mata kurang/tidak mau menatap lawan bicara Klien cenderung menarik diri
dari lingkungan pergaulan, suka melamun, berdiam diri. (Farida, 2010).

D. Patofisiologi
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau
isolasi sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa dialami klien
dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan
kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangakan
hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau mundur, mengalami
penurunan dalam aktifitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan
diri.
Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta
tingkah laku primitif antara lain pembicaraan yang austik dan tingkah laku yang tidak
sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi. (Dalami, 2009).

E. Rentang Respon

Respon Adaptif : Respon Maladaptif :


Solitude Kesepian
Autonom Menarik Diri
Kebersamaan Ketergantungan
Saling Ketergantungan Manipulasi
Implusif
Narkisisme
Keterangan rentang respon :
a. Respon adaptif adalah respon yang diterima oleh norma sosial dan kultural dimana
individu tersebut menjelaskan masalah dalam batas normal. Adapun respon rentang
adaptif tersebut :
 Solitude atau menyendiri
Respon yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang telah dilakukan dilingkungan
sosialnya dan merupakan suatu cara mengawasi diri dan menentukan langkah
berikutnya.
 Otonomi
Suatu kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide pikiran dan
perasaan dalam hubungan sosia. Individu mampu menetapkan diri untuk
inetrdependen dan mengatur diri.
 Mutuality atau Kebersamaan
Suatu keadaan dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk
memberi dan menerima.
 Interdependen atau Saling ketergantungan
Saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam hubungan
interpersonal.
b. Respon maladaptif adalah respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial dan kebudayaan suatu tempat. Karakteristik
diri perilaku maladaptif tersebut adalah :
 Menarik diri
Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak berhubungan
dengan orang lain untuk mencari ketengan sementara waktu.
 Manipulasi
Adalah hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang lain
sebagai objek dan bberorientasi pada diri sendiri atau pada tujuan, bukan berorientasi
pada orang lain. Individu tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
 Ketergantungan
Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri dan kemampuan yang dimiliki.
 Implusif
Ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, tidak
dapat diandalkan, mempunyai penilaian yang buruk dan cenderung memaksakan
kehendak.
 Narkisisme
Harga diri yang rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan
pujian, memiliki sikap egosentris, pencemburu dan marah jika orang lain tidak
mendukung. (Dalami, 2009).
F. Faktor penyebab
Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Pada dasarnya kemampuan seseorang untuk berhubungan social berkembang sesuai
dengan proses tumbuh kembang mulai dari usia bayi sampai usia lanjut untuk dapat
mengembangkan hubungan social yang positif, diharapkan setiap tahapan
perkembangan dapat dilalui dengan sukses. Sistem keluarga yang terganggu dapat
menunjang perkembangan respon social maladaptif.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
 Sikap bermusuhan/hostilitas
 Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
 Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya.
 Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak,
hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi
kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara
terbuka dengan musyawarah.
 Ekspresi emosi yang tinggi
 Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang
membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma
yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan
dari lingkungan sosial.
d. Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi
skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang menderita
skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot apabila salah
diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot
persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel,
penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat
menyebabkan skizofrenia.

Faktor Presipitasi
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya
penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai,
kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah
sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
a. Stresor Biokimia
1) Teori dopamine yaitu kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik
serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
2) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan
dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim
yang menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan
indikasi terjadinya skizofrenia.
3) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat
oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan hormon
adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
4) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik
diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.
b. Stresor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat
interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
c. Stresor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan
memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah
akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat
menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar. Ego
pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini
berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase
simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.

G. Mekanisme Koping
Individu yang mengalami respon sosial maladaptif menggunakan berbagai
mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan
dua jenis masalah hubungan yang spesifik (Gail, W Staurt 2006). Koping yang
berhubungan dengan gangguan kepribadian antisosial antara lain proyeksi, splitting dan
merendahkan orang lain, koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian
ambang splitting, formasi reksi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain, merendahkan
orang lain dan identifikasi proyeksi.

H. Perilaku
Pada klien gangguan sosial menarik diri yaitu: kurang sopan, apatis, sedih, afek
tumpul, kurang perawatan diri, komunikasi verbal turun, menyendiri, kurang peka
terhadap lingkungan, kurang energy, harga diri rendah dan sikap tidur seperti janin saat
tidur. Sedangkan perilaku pada gangguan sosial curiga meliputi tidak mempercayai orang
lain, sikap bermusuhan, mengisolasi diri dan paranoia. Kemudian perilaku pada klien
dengan gangguan sosial manipulasi adalah kurang asertif, mengisolasi diri dari
lingkungan, harga diri rendah, dan sangat tergantung pada orang lain.

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis :
a. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan dimana arus
listrik digunakan pada otak dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan
dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan
kejang grand mall yang berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon
bangkitan listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia
dalam otak.
Indikasi :
1) Depresi mayor
 Klien depresi berat dengan retardasi mental, waham, tidak ada perhatian lagi
terhadap dunia sekelilingnya, kehilangan berat badan yang berlebihan dan
adanya ide bunuh diri yang menetap.
 Klien depresi ringan adanya riwayat responsif atau memberikan respon
membaik pada ECT.
 Klien depresi yang tidak ada respon terhadap pengobatan antidepresan atau
klien tidak dapat menerima antidepresan.
2) Maniak
Klien maniak yang tidak responsif terhadap cara terapi yang lain atau terapi lain
berbahaya bagi klien.
3) Skizofrenia
Terutama akut, tidak efektif untuk skizofrenia kronik, tetapi bermanfaat pada
skizofrenia yang sudah lama tidak kambuh.
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relatif cukup lama dan merupakan bagian penting dalam
proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa aman dan
tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati, menerima klien
apa adanya, memotivasi klien untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara
verbal, bersikap ramah, sopan dan jujur kepada klien.
c. Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk
memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri seseorang.
Penatalaksanaan Keperawatan :
Terapi Modalitas Keperawatan yang dilakukan adalah:
a. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
1) Pengertian
TAK merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada
sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama.
2) Tujuan
Membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta mengubah perilaku
yang destruktif dan maladaptif.
3) Terapi aktivitas kelompok yang digunakan untuk pasien dengan isolasi sosial
adalah TAK Sosialisasi dimana klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan
individu yang ada di sekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap
dari interpersonal, kelompok dan massa.

III. Pohon masalah:

Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi

Isolasi sosial: Menarik diri


Core Problem

Gangguan konsep diri: Harga diri rendah

IV. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


a. Masalah keperawatan:
 Isolasi sosial: menarik diri
 Gangguan konsep diri: harga diri rendah
b. Data yang perlu dikaji
Isolasi Sosial : menarik diri
Data Subyektif:
 Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data Obyektif:
 Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan,
ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Data subyektif:
 Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
 Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan,
ingin mencederai diri atau ingin mengakhiri hidup.

V. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


 Isolasi sosial: menarik diri
 Gangguan konsep diri : harga diri rendah.

VI. Rencana Tindakan Keperawatan.


Diagnosa 1: Isolasi sosial: menarik diri
Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien

2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri


Tindakan:
2.1 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
2.2 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri
atau mau bergaul
2.3 Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebab yang
muncul
2.4 Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya

3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
3.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi ( tidur,
marah, menyibukkan diri dll)
3.2 Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan
berhubungan dengan prang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan orang lain
3.3 Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
a. beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang lain
b. diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
c. beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Tindakan:
4.1 Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
4.2 Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :
▪ Klien – Perawat
▪ Klien – Perawat – Perawat lain
▪ Klien – Perawat – Perawat lain – Klien lain
▪ K – Keluarga atau kelompok masyarakat
4.3 Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
4.4 Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
4.5 Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
4.6 Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
4.7 Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan

5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain


Tindakan:
5.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain
5.2 Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan orang lain.
5.3 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat
berhubungan dengan oranglain

6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga


Tindakan:
6.1 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
▪ Salam, perkenalan diri
▪ Jelaskan tujuan
▪ Buat kontrak
▪ Eksplorasi perasaan klien
6.2 Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
▪ Perilaku menarik diri
▪ Penyebab perilaku menarik diri
▪ Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
▪ Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
6.3 Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk berkomunikasi
dengan orang lain.
6.4 Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal satu
kali seminggu
6.5 Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga

Diagnosa 2 : harga diri rendah


Tujuan Umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki


Tindakan:
2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
2.2 Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
2.3 Utamakan memberikan pujian yang realistik
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
Tindakan:
3.1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit.
3.2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.

4. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang


dimiliki
Tindakan:
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
▪ Kegiatan mandiri
▪ Kegiatan dengan bantuan sebagian
▪ Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
4.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya


Tindakan:
5.1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien.
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada


Tindakan:
6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri
rendah.
6.2 Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
6.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
Referensi:
Budi Anna Keliat. 2009. Model praktik keperawatan professional jiwa. Jakarta. ECG
Yosep Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Jakarta. ECG
Lampiran

STRATEGI PELAKSANAAN ISOLASI SOSIAL MENRAIK DIRI


1. Kondisi Klien
Klien dengan isolasi sosial menarik diri jarang bahkan tidak mampu melakukan interaksi
dengan orang lain (Rawlins, 1993). Klien sering menunjukan tanda dan gejala seperti kurang
spontan, apatis, akspresi wajah kurang berseri, afek datar, kontak mata kurang, komunikasi
verbal menurun, mengisolasi diri (menyendiri), posisi a(ceritakan kondisi klien , gambaraan
pasienny seperti apa)
2. Diagnosa keperawatan: Isolasi Sosial Menarik Diri
3. Tujuan
 Mampu membina hubungan saling percaya dengan klien
 Klien mampu menyebutkan penyebab isolasi sosial menarik diri
 Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
 Klien mampu berkenalan dengan orang lain.
4. Strategi pelaksanaan:
Orientasi :
Orientasi (Perkenalan):
“Selamat pagi ”
“Saya Agung Nugroho Saya senang dipanggil Agung Saya mahasiswa keperawatan USKW
salatiga, saya yang akan membantu merawat ibu dari sekarang sampai 2 minggu kedepan
“Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”
“Apa keluhan S... hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-
teman ibu S? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau berapa
lama S...? Bagaimana kalau 15 menit”

Kerja:
(Jika pasien baru)
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang jarang
bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-cakap dengannya?”
(Jika pasien sudah lama dirawat)
”Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? Apakah S merasa sendirian? Siapa saja yang S
kenal di ruangan ini”
“Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”
“Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang lain?”
”Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar, ada teman
bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah kalau kerugiannya
tidak mampunyai teman apa ya S ? Ya, apa lagi ? (sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau begitu
inginkah S belajar bergaul dengan orang lain ?
« Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain”
“Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan nama
panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya S, senang dipanggil Si. Asal
saya dari Bireun, hobi memasak”
“Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini: Nama
Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?”
“Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan dengan saya!”
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan percakapan tentang hal-hal yang
menyenangkan S bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan
dan sebagainya.”

Terminasi:
”Bagaimana perasaan S setelah kita latihan berkenalan?”
”S tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
”Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada. Sehingga
S lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau praktekkan ke pasien lain. Mau jam
berapa mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan hariannya.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak S berkenalan dengan teman saya,
perawat N. Bagaimana, S mau kan?”
”Baiklah, sampai jumpa.”

Anda mungkin juga menyukai