A. PENGERTIAN
seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (
kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Budi Anna Kelliat, 2006).
B. ETIOLOGI
sikap keluarga tidak konsisten (kadang boleh, kadang tidak). Situasi ini
1
3. Sosial Budaya: Di kota besar, masing-masing individu sibuk
merasa tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien
dalam hubungan yang positif dengan orang lain yang menimbulkan rasa
aman.
kaku (rigid).Klien semakin tidak dapat melibatkan diri dalam situasi yang
baru.Ia berusaha mendapatkan rasa aman tetapi hidup itu sendiri begitu
menyakitkan dan menyulitkan sehingga rasa aman itu tidak tercapai. Hal
dengan kenyataan.
itu sendiri terus berjalan dan penarikan diri dari realitas diikuti penarikan
2
lain. Menarik diri juga disebabkan oleh perceraian, putus hubungan, peran
keluarga yang tidak jelas, orang tua pecandu alkohol dan penganiayaan
persepsi (halusinasi).
3
stresor psikologik : stres terjadi akibat ansietas
berkepanjangan disertaiakibat keterbatasan kemampuan
membatasinyaketerba
D. RENTANG RESPON
Otonomi Impulsif
Bekerjasama Manifulatif
Tergantung
Curiga
1. Respon Adaptif
Respon yang masih dapat diterima oleh norma –norma sosial dan
4
menentukan langkah selanjutnya. Solitude umumnya dilakukan
sosial.
hubungan interpersonal.
2. Respon Maladaptif
secara mendalam.
5
c. Impulsif: Individu impulsif tidak mampu merencanakan
diandalkan.
6
6. Menggunakan kata – kata simbolik
F. BATASAN KARAKTERISTIK
1. Objektif
c. Efek tumpul
d. Bukti kecacatan
f. Sakit
j. Menunjukkan permusuhan
k. Tindakan berulang
l. Efek sedih
m. Ingin sendirian
n. Tidak komunikatif
o. Menarik diri
7
2. Subjektif
G.PENATALAKSANAAN
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan
8
gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut,
b. Haloperidol (HLP)
c. Trihexyphenidil (THP)
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan
9
strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat
3. Terapi kelompok
bangun tidur.
2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua
dan BAK.
10
3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam
5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu,
yang positif.
pergi tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini
mengawali tidurnya.
meliputi:
11
1) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk
dan sebagainya.
bergaul dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).
orang lain.
12
II. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
melakukan pengajian ,tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi
pengkajian meliputi :
1. Identitas klien
alamat klien.
2. Keluhan utama
dependen.
3. Factor predisposisi
Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan dicerai
suami, putus sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi (
korban perkosaan, tituduh kkn, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain
13
yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang
berlangsung lama.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan
5. Aspek Psikososial
b. Konsep diri
1) Citra tubuh
tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan
2) Identitas diri
3) Peran
4) Ideal diri
14
5) Harga diri
spritual)
6) Status mental
8) Mekanisme koping
15
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau
9) Aspek medik
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
C. INTERVENSI
KEPERAWATAN
Klien dapat SP 1
16
secara berkelompok SP 2
keuntungan dirumah
berhubungan SP 3
17
e. Dapat berkenalan d. Anjurkan kepada Klien untuk
f. Terlibat dalam SP 4
obat)
lain
§ 2. Keluraga
merawat Klien
18
b. Jelaskan pengertian, tanda dan
terjadinya
TINDAKAN PSIKOFARMAKA
program
TINDAKAN MANIPULASI
LINGKUNGAN
bersama
19
setiap Klien berhasil
sesuai kebutuhannya
20
DAFTAR PUSTAKA
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba
Medika
21
LAPORAN PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, parabaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetul-
betulnya tidak ada (Damaiyanti, 2012).
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendering atau suara bising
yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah kata
atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut ditujukan kepada
penderita sehingga tidak jarang penderita bertengkar atau berdebat dengan
suara-suara tersebut.
22
3. Halusinasi Pengciuman (Olfaktorik)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak di bawah
kulit.
7. Halusinasi kinesthetik
8. Halusinasi visceral
23
C. FASE-FASE HALUSINASI
Perilaku klien :
Perilaku Klien :
24
3. Fase III : Controlling : Ansietas berat : Pengalaman sensori menjadi
berkuasa
Perilaku Klien :
Perilaku Klien :
25
D. PENYEBAB
1. Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan
b. Faktor sosiokultural
c. Faktor biokimia
d. Faktor psikologis
Anak sehat yang di asuh oleh orang tua yang mengalami gangguan
jiwa cenderung mangalami gangguan jiwa dan faktor keluarga menunjukan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
26
2. Faktor presipitasi
a) Dimensi fisik
b) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi dari halusinai dapat
berupa perintah memaksa dan menakutkan.
c) Dimensi intelektual
d) Dimensi sosial
Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi sosial dan
menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan.
e) Dimensi spiritual
Adapun Tanda dan gejala halusinasi menurt Direja, 2011 sebagai berikut :
1) Halusinasi Pendengaran
27
Data Objektif : Bicara atau ketawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,
mengarahkan telinga ke arah tertentu, menutup telinga.
Data Subjektif : mendengar suara atau kegaduhan, mendengarkan
suara yang mengajak bercakap-cakap, mendengarkan suara yang
menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
2) Halusinasi Penglihatan
3) Halusinasi Penghidungan
4) Halusinasi Pengecapan
5) Halusinasi Perabaan
F. BATASAN KARAKTERISTIK
28
d. Perubahan dalam respon yang biasa terhadap stimulus
e. Disorientasi
f. Halusinasi
g. Hambatan komunikasi
h. Iritabilitas
i. Konsentrasi buruk
j. Gelisah
k. Distorsi sensori
G. MEKANISME KOPING
H. AKIBAT
Akibat dari halusinasi adalah risiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan. Ini diakibatkan karena klien berada di bawah halusinasinya yang
meminta dia untuk melakukan sesuatu hal di luar kesadarannya
I. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan Medis
1) Psikofarmakoterapi
29
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/ skizofrenia biasanya
diatasi dengan menggunakan obat-obatan anti psikotik antara lain :
2) Psikoterapi
3) Rehabilitasi
b. Penatalaksanaan Keperawatan
30
Aktivitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang disediakan :
baca artikel/majalah/buku/puisi, menonton acara TV (ini merupakan
stimulus yang disediakan), stimulus dari pengalaman masa lalu yang
menghasilkan proses persepsi klien yang maladaptive atau distruktif,
misalnya kemarahan, kebencian, putus hubungan, pandangan negative
pada orang lain dan halusinasi. Kemudian dilatih persepsi klien
terhadap stimulus.
A. PENGKAJIAN
A. Jenis halusinasi
1. Halusinasi Pendengaran
2. Halusinasi Penglihatan
31
Data Subjektif : Melihat bayangan, sinar, bentuk kartoon, melihat
hantu atau monster.
3. Halusinasi Penghidu
4. Halusinasi Pengecap
5. Halusinasi Perabaan
B. isi halusinasi
32
D. Situasi pencetus halusinasi
E. Respon klien.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Data Subjektif
33
· Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
2) Data Objektif
1) Data Subyektif
2) Data Obyektif
1) Data Subyektif
2) Data Obyektif
34
e. Sindrom deficit perawatan diri
1) Data subyektif
2) Data Obyektif
POHON MASALAH
Sindrom defiit
perawatan diri
Halusinasi
Kerusakan interaksi
sosial : menarik diri
35
C. RENCANA KEPERAWATAN
NO KLIEN KELUARGA
SP1P SPIK
SP2P SP2K
2
Melatih klien mengendalikan halusinasi Melatih keluarga melakukan cara merawat
dengan cara bercakap-cakap dengan langsung kepada klien halusinasi.
orang lain.
3
Menganjurkan klien memasukkan ke
36
dalam kegiatan harian klien.
SP3P SP3K
SP4P
2
Memberikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara teratur
37
DAFTAR PUSTAKA
Ade Herman, S.D. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika.
Direja, A. Herman., 2011, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa, Yogyakarta : Nuha
Medika
Kusumawati Farida & Hartono Yudi. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :
Selemba Medika
38
LAPORAN PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung
diekspresikan ( Townsend, 1998 ).
Menurut Schult & Videbeck ( 1998 ), gangguan harga diri rendah adalah
penilaian negatif seseorang terhadap diiri dan kemampuan, yang diekspresikan
secara langsung maupun tidak langsung
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif
terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa
gagal mencapai keinginan. (Budi Ana Keliat, 1999).
Jadi dapat disimpulkan bahwa Harga Diri Rendah adalah perasaan negatif
terhadap diri sendiri yang dapat diekspresikan secara langsung dan tak langsung.
39
kondisi harga diri rendah situasional, jika lingkungan tidak memberi dukungan
positif atau justru menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus akan
mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis.
Terjadinya gangguan konsep diri harga diri rendah kronis juga di pengaruhi
beberapa faktor predisposisi seperti faktor biologis, psikologis, sosial dan
kultural.
Faktor biologis biasanya karena ada kondisi sakit fisik yang dapat
mempengaruhi kerja hormon secara umum, yang dapat pula berdampak pada
keseimbangan neurotransmitter di otak, contoh kadar serotonin yang menurun
dapat mengakibatkan klien mengalami depresi dan pada pasien depresi
kecenderungan harga diri rendah kronis semakin besar karena klien lebih
dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya.
Struktur otak yang mungkin mengalami gangguan pada kasus harga diri
rendah kronis adalah:
System Limbic yaitu pusat emosi, dilihat dari emosi pada klien dengan harga
diri rendah yang kadang berubah seperti sedih, dan terus merasa tidak berguna
atau gagal terus menerus.
Berdasarkan faktor psikologis , harga diri rendah konis sangat berhubungan
dengan pola asuh dan kemampuan individu menjalankan peran dan fungsi. Hal-
hal yang dapat mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis
meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, orang tua
yang tidak percaya pada anak, tekanan teman sebaya, peran yang tidak sesuai
dengan jenis kelamin dan peran dalam pekerjaan
Faktor sosial: secara sosial status ekonomi sangat mempengaruhi proses
terjadinya harga diri rendah kronis, antara lain kemiskinan, tempat tinggal
didaerah kumuh dan rawan, kultur social yang berubah misal ukuran
keberhasilan individu.
40
Faktor kultural: tuntutan peran sesuai kebudayaan sering meningkatkan
kejadian harga diri rendah kronis antara lain : wanita sudah harus menikah jika
umur mencapai duapuluhan, perubahan kultur kearah gaya hidup
individualisme.
Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga
unsur itu yang terus menerus saling mempengaruhi, yaitu :
1. Faktor-faktor somatik (somatogenik)
a. Neuroanatomi
b. Neurofisiologi
c. Neurokimia
d. Tingkat kematangan dan perkembangan organik
e. Faktor-faktor pre dan peri – natal
a. Peranan ayah
b. Persaingan antara saudara kandung
c. Inteligensi
d. Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
e. Kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau
rasa salah
f. Konsep diri : pengertian identitas diri sendiri versus peran yang tidak
menentu
g. Keterampilan, bakat dan kreativitas
h. Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
i. Tingkat perkembangan emosi
41
3. Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik)
a. Kestabilan keluarga
b. Pola mengasuh anak
c. Tingkat ekonomi
d. Perumahan : perkotaan lawan pedesaan
e. Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan fasilitas
kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan yang tidak memadai
f. Pengaruh rasial dan keagamaan
g. Nilai-nilai
C. POHON MASALAH
RisikO Tinggi Perilaku Kekerasan
Isolasi Sosial
D. PSIKODINAMIKA
1. Etiologi
Gangguan harga diri rendah dapat terjadi secara situasional dan kronik
dikatakan situasional yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya dioperasi,
kecelakaam, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan
malu kerena terjadi sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN, dan dipenjara
42
secara tiba-tiba). Dan dikatakan kronik yaitu perasaan negative terhadap diri
telah berlangsung lama. Klien ini mempunyai perasaan negative. Kejadian
sakit atau dirawat akan menambah persepsi negative terhadap dirinya.
1. Respon adaftif
Adalah pernyataan dimana klien jika menghadapi suatu masalah akan
dapat memecahkan masalah tersebut.
a. Aktualisasi diri
43
Adalah pernyataan tentang konsep diri yang positif dengan latar
belakang pengalaman yang sukses dan dapat diterima.
b. Konsep diri positf
Adalah apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang negative dari
dirinya
2. Respon maladaftif
Adalah keadaan klien dalam menghadapi suatu masalah tidak dapat
memecahkan masalah tersebut.
a. Harga Diri Rendah
Adalah individu cenderung untuk menilai dirinya negative dan
merasa lebih rendah dari orang lain
b. Identitas Kacau
Adalah kegagalan individu untuk mengintegritas aspek-aspek
idintitas masa kanak-kanak ke dalam kematangan aspek psikososial
keperibadian masa dewasa yang harmonis.
c. Depersonallisasi
Adalah perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri
yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak
membedakan dirinya dengan orang lain. Menurut Suliswati Dkk
komponen konsep diri ada lima yaitu terdiri dari:
Citra tubuh
Adalah sikap individu terhadap tubuhnya baik disadari atau
tidak disadari meliputi persepsi masa lalu atau sekarang mengenai
ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan dan potensi tubuh.
Ideal diri
Adalah persepsi individu tentang bagaimana seharusnya
bertingkah laku berdasarkan standar peribadi.
Harga diri
44
Adalah penilaian peribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisa berapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal
dirinya.
Peran
Adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang
diharapkan oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi idividu di
dalam kelompok sosialnya.
Identitas diri
Adalah kesadaran tentang diri sendiri yang dapat diperoleh
individu dari observasi dan penilaian terhadap dirinya, menyadari
bahawa dirinya berbeda dengan orang lain.
45
b) Ketegangan peran, ketika individu menghadapi dua harapan yang
bertentangan secara terus menerus yang tidak terpenuhi.
c) Keraguan peran, ketika individu kurang pengetahuannya tentang
harapan peran yang spesifik dan bingung tentang tingkah laku yang
sesuai
d) Peran yang terlalu banyak
4) Factor predisposisi identitas diri
a) Ketidak percayaan orang tua dan anak
b) Tekanan dari teman sebaya
c) Perubahan dari struktur sosial
b. Factor Presipitasi
1) Trauma
Masalah spesifik sehubungan dengan konsep diri situasi yang
membuat individu sulit menyesuaikan diri atau tidak dat menerima
khususnya trauma emosi seperti penganiayaan fisik, seksual, dan
psikologis pada masa anak-anak atau merasa terancam kehidupannya atau
menyaksikan kejadian berupa tindakan kejahatan.
2) Ketegangan peran
Pada perjalanan hidup individu sering menghadapi Transisi peran
yang beragam, transisi peran yang sering terjadi adalah perkembangan,
situasi, dan sehat sakit.
c. Manifestasi klinik
1) Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap
penyakit
2) Rasa bersalah terhadap diri sendiri
3) Merendahkan martabat
4) Gangguan hubungan social
5) Percaya diri kurang
6) Mencederai diri
46
d. Mekanisme koping
1) Koping jangka pendek
Aktivitas yang dapat memberikan kesempatan lari sementara dari
krisis, misalnya menonton TV, dan olah raga.
Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara,
misalnya ikut kegiatan social politik dan agama.
Aktivitas yang memberikan kekuatan atau dukungan sementara
terhadap konsep diri, misalnya aktivitas yang berkompetensi yaitu
pencapaian akademik atau olah raga.
Aktivitas yang mewakili jarak pendek untuk membuat masalah
identitas menjadi kurng berarti dalam kehidupan, misalnya
penyalahgunaan zat.
2) Koping jangka panjang
Penutupan identitas
Adopsi identitas premature yang diinginkan oleh orang yang
penting bagi individu tampa memperhatikan keinginan aspirasi dan
potensi individu.
Identitas negative
Asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat di terima oleh
nilai-nilai dan harapan masyarkat.
e. Test diagnostic
1) Test psikologik: test keperibadian
2) EEG: ganguan jiwa yang disebabkan oleh neorologis
3) Pemeriksaan sinar X: mengetahui kelainan anatomi
4) Pemeriksaan laboratorim kromosom: ginetik
f. Penatalaksanaan medis
1) Psikofarmaka
2) Elektro convulsive therapy
3) Psikoterapy
47
4) Therapy okupasi
5) Therapy modalitas
Terapi keluarga
Terapi lingkungan
Terapi perilaku
Terapi kognitif
Terapi aktivitas kelompok
g. Pohon masalah
Isolasi Social : Menarik Diri
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan konsep diri : Harga diri rendah.
b. Kriteria hasil
Klien menunjukkan ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan
rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebut
nama, mau menjawab salam, klien mau duduk berdampingan
dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
b. Rencana tindakan
(1)Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
(2)Perkenalkan diri dengan sopan.
48
(3)Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien
(4)Jelaskan tujuan pertemuan
(5)Jujur dan menepati janji
(6)Tunjukkan sifat empati dan menerima klien apa adanya.
(7)Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien
2) Tujuan khusus 2
Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
a. Kriteria hasil
Dengan menggunakan komunikasi therapeutik diharapkan
klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Rencana tindakan
(1). Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki (tubuh,
intelektual, dan keluarga) oleh klien diluar perubahan yang
terjadi.
(2). Beri pujian atas aspek positif dan kemampuan yang masih
dimiliki
klien.
3) Tujuan khusus 3
Klien dapat Klien dapat menilai kemampuan yang dimiliki untuk
dilaksanakan.
a. Kriteria hasil
Klien menyebutkan kemampuan yang dapat dilaksanakan.
b. Rencana tindakan
(1) Diskusikan dengan klien kemampuan yang dapat dilaksanakan
dan digunakan selama sakit
(2) Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilanjutkan
pelaksanaannya setelah klien pulang dengan kondisinya saat ini.
49
4) Tujuan khusus 4
Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
a) Kriteria hasil
Dengan menggunakan komunikasi theraupetik diharapkan klien dapat
menyusun rencana kegiatan harian.
b) Rencana tindakan
(1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan klien.
(2) Tingkatkan kegiatan sesuai kondisi klien.
(3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan.
5) Tujuan khusus 5
Klien dapat melakukan kegiatan sesuai rencana yang dibuat.
b) Kriteria hasil
Dengan menggunakan komunikasi theraupetik diharapkan
klien dapat melakukan kegiatan sesuai jadwal yang dibuat.
b) Rencana tindakan
(1) Anjurkan klien untuk melaksanakan kegiatan yang telah
direncanakn
(2) Pantau kegiatan yang dilaksanakan klien.
(3) Beri pujian atas usaha yang dilakukan klien.
(4) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan kegiatan setelah pulang.
6) Tujuan khusus 6
Klien dapat memanfaatkan sitem pendukung
a. Kriteria Hasil
Klien mampu memand=faatkan sistem pendukung yang ada di
keluarga
b. Recana Tindakan
(1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien dengan harga diri rendah.
50
(2) Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
(3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan dirumah.
4. Evaluasi
Adapun hal – hal yang dievaluasikan pada klien dengan gangguan konsep
diri : harga diri rendah adalah :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b) Klien dapat mengindentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
c) Klien dapat menilai kemampuan yang dapat dilakukan dirumah sakiy.
d) Klien dapat membuat jadwal kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
e) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi sakit dan
kemampuannya.
f) Klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada.
51
DAFTAR PUSTAKA
Wong L. Donna, 1993, “Essentials of Pediatric Nursing”, 4th, Mosby Year Book,
Toronto.
Effendy, Nasrul, Drs., 1995 “Perawatan Kesehatan Masyarakat”, EGC, Jakarta.
Keliat, A.B, 1991, “Tingkah Laku Bunuh Dirí, Arcan, Jakarta.
Schultz dan Videback. (1998). Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5th edition.
Lippincott- Raven Publisher: philadelphia
Townsend. (1995). Nursing Diagnosis in Psychiatric Nursing a Pocket Guide for
Care Plan Construction. Edisi 3.Jakarta : EGC
52
LAPORAN PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain, maupun lingkungan (fitria, 2009).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan
datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri, maupun
orang lain (Yoseph, 2007). Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi
mengakibatkan seseorang stress berat, membuat orang marah bahkan
kehilangan kontrol kesadaran diri, misalkan: memaki-maki orang
disekitarnya, membanting-banting barang, menciderai diri dan orang lain,
bahkan membakar rumah.
Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah.
Menurut WHO (dalam Bagong. S, dkk, 2010), kekerasan adalah penggunaan
kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri,
perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan
atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian
psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak
53
B. PENYEBAB
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan
menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang
dijelaskan oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:
a. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap
perilaku:
1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls
agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau
menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem
informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada
sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial
perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka
individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian,
perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem
neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat
impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan
pusat agresif.
2) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau
menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau
flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadap
stress.
54
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif
dengan genetik karyotype XYY.
4) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku
agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang
sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan
perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy,
khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif
dan tindak kekerasan.
b. Teori Psikologik
1) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak
kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan
citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya. Perilaku agresif
dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka
terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
2) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,
biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena
dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku
tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi
ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal.
Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru
pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika
masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan
anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku
kekerasan setelah dewasa.
55
c. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur
sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum
menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya.
Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila
individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat
terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan
yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan
sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap
56
C. RENTANG RESPONS MARAH
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif.
Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut : (Keliat, 1997).
Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan
orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau
keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat
dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan
perasaan yang dialami.
Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat
dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang
lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan
kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain
Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan
kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun
terhadap orang lain.
Respon kemarahan dapat berfluktusi dalam rentang adaptif-maladaptif.
57
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
58
E. AKIBAT DARI PERILAKU KEKERASAN
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai
diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang
kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
F. PROSES MARAH
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus
dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang
menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat
menimbulkan kemarahan. Berikut ini digambarkan proses kemarahan :(Beck,
Rawlins, Williams, 1986, dalam Keliat, 1996)
59
PATHWAY
G. PERILAKU
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
60
Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya
yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang
terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa
marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu
perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien.
Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan
Perilaku Kekerasan
H. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan
stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan
yang digunakan untuk melindungi diri. (Stuart dan Sundeen, 2012).
61
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya
ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain : (Maramis, 2012)
62
I. PENATALAKSANAAN
Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa amuk ada 2 yaitu:
1. Medis
a. Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.
b. Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.
c. Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan menenangkan
hiperaktivitas.
d. ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila mengarah
pada keadaan amuk.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Psikoterapeutik
b. Lingkungan terapieutik
c. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
d. Pendidikan kesehatan
63
1. Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan
spiritual.
Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi
terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi,
muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang
sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan
otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat.
Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya,
jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk,
bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses
intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan
lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu
pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi
penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan
diintegrasikan.
Aspek social
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan.
Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali
menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain
sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar
yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan
individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti
aturan.
Aspek spiritual
64
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa
tidak berdosa.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu
mengkaji individu secara komprehensif meliputi aspek fisik, emosi,
intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan
sebagai berikut :
Aspek fisik: terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan
cepat, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah
meningkat.
Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel.
Aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan.
Aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
2. Klasifiaksi data
Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam
yaitu data subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang
disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini didapatkan melalui
wawancara perawat dengan klien dan keluarga. Sedangkan data obyektif yang
ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui obsevasi atau
pemeriksaan langsung oleh perawat.
3. Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan
permasalahan yang dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon
masalah dapat diketahui penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut.
Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan.
65
Pohon masalah
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
“Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons aktual dan
potensial dari individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan
sebagai proses kehidupan” (Carpenito, 2000). Adapun kemungkinan diagnosa
keperawatan pada klien marah dengan masalah utama perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut :
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan
dengan perilaku kekerasan.
Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.
66
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Rencana Tindakan
No Diagnosis
TUK/SP Tindakan
1 Resiko TUM: Selama perawatan Tindakan Psikoterapi
perilaku diruangan, pasien tidak a. Pasien
BHSP
kekerasan memperlihatkan perilaku
Ajarakan SP I:
kekerasan, dengan criteria o Diskusikan penyebab, tanda dan gejala, bentuk dan akibat PK yang
dilakukan pasien serta akibat PK
hasil (TUK):
o Latih pasien mencegah PK dengan cara: fisik (tarik nafas dalam &
Dapat membina hubungan memeukul bantal)
saling percaya o Masukkan dalam jadwal harian
Dapat mengidentifikasi Ajarkan SP II:
penyebab, tanda dan gejala, o Diskusikan jadwal harian
bentuk dan akibat PK yang o Latih pasien mengntrol PK dengan cara sosial
sering dilakukan o Latih pasien cara menolak dan meminta yang asertif
Dapat mendemonstrasikan
o Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
cara mengontrol PK dengan
Ajarkan SP III:
cara :
o Diskusikan jadwal harian
o Fisik
o Latih cara spiritual untuk mencegah PK
o Social dan verbal
o Masukkan dalam jadawal kegiatan harian
o Spiritual
Ajarkan SP IV
o Minum obat teratur
o Diskusikan jadwal harian
Dapat menyebutkan dan
o Diskusikan tentang manfaat obat dan kerugian jika tidak minum obat
mendemonstrasikan cara
mencegah PK yang sesuai secara teratur
Dapat memelih cara o Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
mengontrol PK yang efektif Bantu pasien mempraktekan cara yang telah diajarkan
dan sesuai Anjurkan pasien untuk memilih cara mengontrol PK yang sesuai
Dapat melakukan cara yang Masukkan cara mengontrol PK yang telah dipilih dalam kegiatan harian
sudah dipilih untuk Validasi pelaksanaan jadwal kegiatan pasien dirumah sakit
mengontrl PK b. Keluarga
Memasukan cara yang sudah Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien PK
dipilih dalam kegitan harian Jelaskan pengertian tanda dan gejala PK yang dialami pasien serta
Mendapat dukungan dari proses terjadinya
keluarga untuk mengontrol Jelaskan dan latih cara-cara merawat pasien PK
PK Latih keluarga melakukan cara merawat pasien PK secara langsung
Dapat terlibat dalam kegiatan Discharge planning : jadwal aktivitas dan minum obat
diruangan
67
Tindakan psikofarmako
Berikan obat-obatan sesuai program pasien
Memantau kefektifan dan efek samping obat yang diminum
Mengukur vital sign secara periodic
68
DAFTAR PUSTAKA
Dadang Hawari, 2012, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI;
Jakarta.
Depkes RI, 2014, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan Keperawatan,
2014, Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan, Jakarta.
Depkes RI, 2009, Proses Keperawatan Jiwa, jilid I.
Keliat Budi Anna, dkk, 2009, Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa, penerbit buku kedokteran
EGC : Jakarta.
Keliat Budi Anna, 2010, Marah Akibat Penyakit yang Diderita, penerbit buku kedokteran
EGC ; Jakarta.
Keliat Budi Anna, 2014, Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan, FIK, UI : Jakarta.
Rasmun, 2011, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga,
Edisi 1, CV. Agung Seto; Jakarta.
Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 2012, Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3, Penerbit : Buku
Kedokteran EGC ; Jakarta.
Townsend C. Mary , 2011, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC ; Jakarta.
WF Maramis, 2011, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, penerbit : Buku Kedokteran EGC ;
Jakarta.
69
LAPORAN PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Defisit Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia didalam
memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan hidupnya,kesehatannya dan
kesejahteraannya sesuai dengan kondisi kesehatannya.Klien dinyatakan terganggu
perawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan dirinya. (Aziz R., 2012)
Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami
kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan
diri secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian atau berhias, makan, dan
BAB atau BAK (toileting) (Fitria, 2009).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2009).
B. KLASIFIKASI
1. Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan
Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri.
2. Kurang perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias.
Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan
memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
3. Kurang perawatan diri : Makan
Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk
menunjukkan aktivitas makan.
70
1. Kurang perawatan diri : Toileting
Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri (Nurjannah : 2004,
79 ).
71
D. PENYEBAB
1. Factor predisposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan
diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah
yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal
hygiene adalah:
1. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli
dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
72
3. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi,
sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
4. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang
baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita
diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
6. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan
diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
7. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang
dan perlu bantuan untuk melakukannya.
E. AKIBAT
Dampak fisik
1. Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang
sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa
mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan
kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga
diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.
73
a. Tidak dapat atau tidak ada keinginan untuk membasuh tubuh atau bagaian
tubuh
b. Ketidakmampuan merasakan kebutuhan terhadap tindakan kebersihan
4. Kurangnya kemampuan untuk berdandan
a. Kegagalan kemampuan untuk memakai atau melepaskan pakaian
b. Ketidakmampuan untuk mengancingkan pakaian
c. Ketidakmampuan untuk berdandan diri yang memuaskan
d. Tidak dapat untuk memperoleh atau mengganti aksesori pakaian
5. Kurangnya kemampuan untuk makan sendiri
a. Tidak dapat memotong makanan atau membuka
b. Tidak dapat membawa makanan ke mulut
6. Kurangnya kemampuan untuk ke kamar mandi atau toiletting
a. Tidak dapat atau tidak ada keinginan untuk ke kamar mandi atau ke kamar
kecil
b. Tidak dapat atau tidak ada keinginan untuk melaksanakan kebersihan
yang benar
c. Tidak dapat menyiram toilet atau mengosongkan WC
d. Tidak dapat mengenakan pakaian sewaktu di kamar mandi
F. PSIKOPATOLOGI
Banyak faktor yang mendukung timbulnya gangguan jiwa yang
merupakan perpaduan dari beberapa aspek yang saling mendukung yang meliputi
Biologis, psikologis, sosial budaya. Tidak seperti pada penyakit jasmaniah, sebab-
sebab gangguan jiwa adalah kompleks. Pada seseorang dapat terjadi penyebab
satu atau beberapa faktor dan biasanya jarang berdiri sendiri. Melalui
psikodinamika, akan dikaitkan beberapa faktor baik internal maupun eksternal
individu dengan menggunakan model stress adaptasi Struart & Laraia, sedangkan
psikopatologi pada defisit perawatan diri terdapat pada konteks penilaian terhadap
stressor sebagai tanda dan gejalanya (Stuart & Laraia, 2005).
74
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Data yang Perlu Dikaji
1. Data Subyektif:
Klien mengatakan malas mandi, tak mau menyisir rambut, tak mau menggosok
gigi, tak mau memotong kuku, tak mau berhias, tak bisa menggunakan alat
mandi / kebersihan diri.
2. Data Obyektif:
Badan bau, pakaian kotor, rambut dan kulit kotor, kuku panjang dan kotor, gigi
kotor, mulut bau, penampilan tidak rapih, tak bisa menggunakan alat mandi.
B. DIAGNOSE KEPERAWATAN
Defisit Perawatan Diri
75
b. Membantu pasien dengan keterbatasan dan melakukan perawatan yang
tidak dapat dilakukan pasien.
c. Kemampuan perawatan diri pasien skizofrenia mengalami penurunan
yang disebabkan karena gangguan kemauan pada pasien. Pasien banyak
mengalami kelemahan kemauan dan tidak dapat mengambil keputusan
perawatan diri.
d. Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
1) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
2) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
3) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
4) Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
e. Melatih pasien berdandan/berhias
Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :
1) Berpakaian
2) Menyisir rambut
3) Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
1) Berpakaian
2) Menyisir rambut
3) Berhias
f. Melatih pasien makan secara mandiri
1) Menjelaskan cara mempersiapkan makan
2) Menjelaskan cara makan yang tertib
3) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
4) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
g. Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
1) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
2) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
3) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
76
STRTEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
SP1 Pasien:
Mendiskusikan pentingnya kebersihan diri, cara-cara merawat diri dan
melatih pasien tentang cara-cara perawatan kebersihan diri
Orientasi
“Selamat pagi, kenalkan saya Agung”
”Namanya anda siapa, senang dipanggil siapa?”
”Saya dinas pagi di ruangan ini pk. 07.00-14.00. Selama di rumah sakit ini saya
yang akan merawat T?”
“Dari tadi suster lihat T menggaruk-garuk badannya, gatal ya?”
” Bagaimana kalau kita bicara tentang kebersihan diri ? ”
” Berapa lama kita berbicara ?. 20 menit ya...?. Mau dimana...?. disini aja ya. ”
Kerja
“Berapa kali T mandi dalam sehari? Apakah T sudah mandi hari ini? Menurut T
apa kegunaannya mandi ?Apa alasan T sehingga tidak bisa merawat diri?
Menurut T apa manfaatnya kalau kita menjaga kebersihan diri? Kira-kira tanda-
tanda orang yang tidak merawat diri dengan baik seperti apa ya...?, badan gatal,
mulut bau, apa lagi...? Kalau kita tidak teratur menjaga kebersihan diri masalah
apa menurut T yang bisa muncul ?” Betul ada kudis, kutu...dsb.
“Apa yang T lakukan untuk merawat rambut dan muka? Kapan saja T menyisir
rambut? Bagaimana dengan bedakan? Apa maksud atau tujuan sisiran dan
berdandan?”
(Contoh untuk pasien laki-laki)
“Berapa kali T cukuran dalam seminggu? Kapan T cukuran terakhir? Apa
gunanya cukuran? Apa alat-alat yang diperlukan?”. Iya... sebaiknya cukuran 2x
perminggu, dan ada alat cukurnya?”. Nanti bisa minta ke perawat ya
“Berapa kali T makan sehari?
”Apa pula yang dilakukan setelah makan?” Betul, kita harus sikat gigi setelah
makan.
“Di mana biasanya T berak/kencing? Bagaimana membersihkannya?”. Iya... kita
77
kencing dan berak harus di WC, Nach... itu WC di ruangan ini, lalu jangan lupa
membersihkan pakai air dan sabun”.
“Menurut T kalau mandi itu kita harus bagaimana ? Sebelum mandi apa yang
perlu kita persiapkan? Benar sekali..T perlu menyiapkan pakaian ganti, handuk,
sikat gigi, shampo dan sabun serta sisir”.
”Bagaimana kalau sekarang kita ke kamar mandi, suster akan membimbing T
melakukannya. Sekarang T siram seluruh tubuh T termasuk rambut lalu ambil
shampoo gosokkan pada kepala T sampai berbusa lalu bilas sampai bersih.. bagus
sekali.. Selanjutnya ambil sabun, gosokkan di seluruh tubuh secara merata lalu
siram dengan air sampai bersih, jangan lupa sikat gigi pakai odol.. giginya disikat
mulai dari arah atas ke bawah. Gosok seluruh gigi T mulai dari depan sampai
belakang. Bagus, lalu kumur-kumur sampai bersih. Terakhir siram lagi seluruh
tubuh T sampai bersih lalu keringkan dengan handuk. T bagus sekali
melakukannya. Selanjutnya T pakai baju dan sisir rambutnya dengan baik.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan T setelah mandi dan mengganti pakaian ? Coba T
sebutkan lagi apa saja cara-cara mandi yang baik yang sudah T lakukan tadi ?”.
”Bagaimana perasaan Tina setelah kita mendiskusikan tentang pentingnya
kebersihan diri tadi ? Sekarang coba Tina ulangi lagi tanda-tanda bersih dan rapi”
”Bagus sekali mau berapa kali T mandi dan sikat gigi...?dua kali pagi dan sore,
Mari...kita masukkan dalam jadual aktivitas harian. Nach... lakukan ya T..., dan
beri tanda kalau sudah dilakukan Spt M ( mandiri ) kalau dilakukan tanpa
disuruh, B ( bantuan ) kalau diingatkan baru dilakukan dan T ( tidak ) tidak
melakukani? Baik besok lagi kita latihan berdandan. Oke?” Pagi-pagi sehabis
makan.
78
ORIENTASI
“Selamat pagi Pak Tono?
“Bagaimana perasaan bpk hari ini? Bagaimana mandinya?”sudah dilakukan? Sudah
ditandai di jadual hariannya?
“Hari ini kita akan latihan berdandan, mau dimana latihannya. Bagaimana kalau di
ruang tamu ? lebih kurang setengah jam”.
KERJA
“Apa yang T lakukan setelah selesai mandi ?”apa T sudah ganti baju?
“Untuk berpakaian, pilihlah pakaian yang bersih dan kering. Berganti pakaian yang
bersih 2x/hari. Sekarang coba bapak ganti baju.. Ya, bagus seperti itu”.
“Apakah T menyisir rambut ? Bagaimana cara bersisir ?”Coba kita praktekkan, lihat
ke cermin, bagus…sekali!
“Apakah T suka bercukur ?Berapa hari sekali bercukur ?” betul 2 kali perminggu
“Tampaknya kumis dan janggut bapak sudah panjang. Mari Pak dirapikan ! Ya,
Bagus !” (catatan: janggut dirapihkan bila pasien tidak memelihara janggut)
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah berdandan”.
“Coba pak, sebutkan cara berdandan yang baik sekali lagi”..
“Selanjutnya bapak setiap hari setelah mandi berdandan dan pakai baju seperti tadi
ya! Mari kita masukan pada jadual kegiatan harian, pagi jam berapa, lalu sore jam
berap ?
“Nanti siang kita latihan makan yang baik. Diruang makan bersama dengan pasien
yang lain.
79
b) Menyisir rambut
c) Berhias
ORIENTASI
“Selamat pagi, bagaimana perasaaan T hari ini ?Bagaimana mandinya?”Sudah di
tandai dijadual harian ?
“Hari ini kita akan latihan berdandan supaya T tampak rapi dan cantik. Mari T kita
dekat cermin dan bawa alat-alatnya( sisir, bedak, lipstik )
KERJA
“ Sudah diganti tadi pakaianya sehabis mandi ? Bagus….! Nach…sekarang disisir
rambutnya yang rapi, bagus…! Apakah T biasa pakai bedak?” coba dibedakin
mukanyaT, yang rata dan tipis. Bagus sekali.” “ T, punya lipstik mari dioles tipis.
Nach…coba lihat dikaca!
TERMINASI
“Bagaimana perasaan T belajar berdandan”
“T jadi tampak segar dan cantik, mari masukkan dalam jadualnya. Kegiatan harian,
sama jamnya dengan mandi. Nanti siang kita latihan makan yang baik di ruang
makan bersama pasien yang lain”.
80
d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
ORIENTASI
“Selamat siang T,”
” Wow...masih rapi dech T”.
“Siang ini kita akan latihan bagaimana cara makan yang baik. Kita latihan langsung
di ruang makan ya..!” Mari...itu sudah datang makanan.“
KERJA
“Bagaimana kebiasaan sebelum, saat, maupun setelah makan? Dimana T makan?”
“Sebelum makan kita harus cuci tangan memakai sabun. Ya, mari kita praktekkan!
“Bagus! Setelah itu kita duduk dan ambil makanan. Sebelum disantap kita berdoa
dulu. Silakan T yang pimpin!. Bagus..
“Mari kita makan.. saat makan kita harus menyuap makanan satu-satu dengan pelan-
pelan. Ya, Ayo...sayurnya dimakanya.”“Setelah makan kita bereskan piring,dan gelas
yang kotor. Ya betul.. dan kita akhiri dengan cuci tangan. Ya bagus!” Itu Suster Ani
sedang bagi obat, coba...T minta sendiri obatnya.”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan T setelah kita makan bersama-sama”.
”Apa saja yang harus kita lakukan pada saat makan, ( cuci tangan, duduk yang baik,
ambil makanan, berdoa, makan yang baik, cuci piring dan gelas, lalu cuci tangan.)”
” Nach... coba T lakukan seperti tadi setiap makan, mau kita masukkan dalam
jadual?.Besok kita ketemu lagi untuk latihan BAB / BAK yang baik, bagaiman kalau
jam 10.00 disini saja ya...!”
81
SP 5 Pasien : Percakapan mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
a) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
Orientasi
“Selamat pagi T ? Bagaimana perasaan T hari ini ?” Baik..! sudah dijalankan jadual
kegiatannya..?”
“Kita akan membicarakan tentang cara berak dan kencing yang baik?
“ Kira-kira 20 menit ya...T. dan dimana kita duduk? Baik disana dech...!
Kerja
Untuk pasien pria:
“Dimana biasanya Tono berak dan kencing?” “Benar Tono, berak atau kencing yang
baik itu di WC/kakus, kamar mandi atau tempat lain yang tertutup dan ada saluran
pembuangan kotorannya. Jadi kita tidak berak/kencing di sembarang tempat ya.....”
“Sekarang, coba Tono jelaskan kepada saya bagaimana cara Tono cebok?”
“Sudah bagus ya Tono, yang perlu diingat saat Tono cebok adalah Tono
membersihkan anus atau kemaluan dengan air yang bersih dan pastikan tidak ada
tinja/air kencing yang masih tersisa di tubuh Tono”. “Setelah Tono selesai cebok,
jangan lupa tinja/air kencing yang ada di kakus/WC dibersihkan. Caranya siram
tinja/air kencing tersebut dengan air secukupnya sampai tinja/air kencing itu tidak
tersisa di kakus/ WC. Jika Tono membersihkan tinja/air kencing seperti ini, berarti
Tono ikut mencegah menyebarnya kuman yang berbahaya yang ada pada kotoran/
air kencing”
“Setelah selesai membersihan tinja/air kencing, Tono perlu merapihkan kembali
pakaian sebelum keluar dari WC/kakus/kamar mandi. Pastikan resleting celana telah
tertutup rapi , lalu cuci tangan dengan menggunakan sabun.”
82
“Cara cebok yang bersih setelah T berak yaitu dengan menyiramkan air dari arah
depan ke belakang. Jangan terbalik ya, …… Cara seperti ini berguna untuk mencegah
masuknya kotoran/tinja yang ada di anus ke bagian kemaluan kita”
“Setelah Tono selesai cebok, jangan lupa tinja/air kencing yang ada di kakus/WC
dibersihkan. Caranya siram tinja/air kencing tersebut dengan air secukupnya sampai
tinja/air kencing itu tidak tersisa di kakus/ WC. Jika Tono membersihkan tinja/air
kencing seperti ini, berarti Tono ikut mencegah menyebarnya kuman yang berbahaya
yang ada pada kotoran/ air kencing”
“Jangan lupa merapikan kembali pakaian sebelum keluar dari WC/kakus, lalu cuci
tangan dengan menggunakan sabun.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan T setelah kita membicarakan tentang cara berak/kencing yang
baik?”
“Coba T jelaskan ulang tentang cara BAB?BAK yang baik.” Bagus...!
“Untuk selanjutnya T bisa melakukan cara-cara yang telah dijelaskan tadi ”.
“ Nach...besok kita ketemu lagi, untuk melihat sudah sejauhmana T bisa melakukan
jadual kegiatannya.
83
DAFTAR PUSTAKA
84