Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL
STASE KEPERAWATAN JIWA

Disusun Oleh :MIRANTI


NIM: 22300088

Preseptor Klinik
DIANSARI EVITA,S.Kep.Ners

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


INSTITUT CITRA INTERNASIONAL BANGKA BELITUNG
TAHUN 2023
A. Definisi
Isolasi sosial merupakan ketidakmampuan untuk membina hubungan yang erat,
hangat, terbuka, dan interdependen dengan orang lain (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien
mungkin merasa di tolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2016).
Isolasi sosial merupakan upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan
orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyak
kesempatan untuk berbagi rasa, dan pikiran. Klien mengalami kesulitan dalam
berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan
mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup berbagi pengalaman.
Menurut Carpenito (2014), menarik diri adalah suatu usaha untuk menghindari
interaksi dengan orang lain dan menghindari berhubungan, ini merupakan pertahanan
terhadap stressor dan ansietas yang berhubungan dengan suatu stressor atau ancaman.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa isolasi sosial adalah suatu
kondisi dimana seseorang mengalami gangguan kejiwaan dan menjadikan dirinya
merasa tersisihkan, tidak mampu berkomunikasi dengan orang lain disekitarnya
sehingga sulit untuk diajak bicara dan senang menyendiri.

B. Penyebab Isolasi Sosial


Menurut Direja (2013), terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi
diantaranya perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan
individu tidak percaya pada diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah,
pesimis, putus asa terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan
merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi
dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan
kegiatan sehari-hari terabaikan.

1. Faktor Predisposisi
a. Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang
harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial.
Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan
menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan
masalah.

1
Tahap Perkembangan Tugas
Masa bayi Menetapkan rasa percaya
Masa bermain Mengembangkan otonomi dan awal perilaku
mandiri
Masa pra sekolah Belajar menunjukkan inisiatif, rasa tanggung
jawab, dan hati nurani
Masa sekolah Belajar berkompetisi, bekerjasama, dan
berkompromi
Masa pra remaja Menjalin hubungan intim dengan teman
sesama jenis kelamin
Masa remaja Menjadi intim dengan teman lawan jenis atau
bergantung
Masa dewasa muda Menjadi saling bergantung antara oang tua
dan teman, mencari pasangan, menikah dan
mempunyai anak
Masa tengah baya Belajar menerima hasil kehidupan yang
sudah dilalui
Masa dewasa tua Berduka karena kehilangan dan
mengembangkan perasaan keterikatan
dengan budaya
Sumber : Stuart dan Sundeen (2015), hlm.346 dikutip dalam fitria(2013)

b. Faktor komunikasi dalam keluarga


Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk
masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan
(double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga
menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau
ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk
berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.

c. Faktor sosial budaya


Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu
faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini
disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana
setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti usia lanjut, berpenyakit
kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.

d. Faktor biologis

2
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi
terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien
skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki
struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran
dan bentuk sel-sel dalam limbic dan daerah kortikal.
2. Faktor Presipitasi
Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh faktor internal dan
eksternal seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh faktor
sosial budaya seperti keluarga.
b. Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi akibat ansietas atau
kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat
tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan
individu.

C. Tanda dan Gejala Isolasi Sosial


1. Subyektif
a. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c. Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
d. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
e. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
f. Pasien merasa tidak berguna
g. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
2. Obyektif
a. Tidak memiliki teman dekat
b. Menarik diri
c. Tidak komunikatif
d. Pasien sering menunduk
e. Tindakan berulang dan tidak bermakna
f. Asyik dengan pikirannya sendiri
g. Tidak ada kontak mata
h. Tampak sedih, afek tumpul

D. Akibat yang ditimbulkan dari Isolasi Sosial

3
Perilaku isolasi sosial (menarik diri) dapat berisiko terjadinya perubahan persepsi
sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi sensori yang
salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai
dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara
yang sebenarnya tidak ada.
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera,
diaman orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh
psikotik, gangguan fungsional, organik/histerik. Halusinasi merupakan pengalaman
mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi
lima perasaan (penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan) akan
tetapi yang paling umum adalah halusinasi pendengaran.

E. Rentang Respon

1. Respons Adaptif
Rentang respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan kebudyaan secara umum yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut
masih dalam batas normal ketika menyelesaikan masalah. Berikut ini adalah sikap
yang termasuk respons adaptif.
a. Menyendiri : respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang
telah terjadi dilingkungan sosialnya.
b. Otonomi : suatu kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
c. Bekerjasama : kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain.
d. Interdependen : saling ketergantungan antara individu dan orang lain dalam
membina hubungan interpersonal.

2. Respon Maladaptif

4
Respon maladaptif adalah respons yang menyimpang dari norma sosial dan kehidupan
disuatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang termasuk respons maladaptif :
a. Menarik diri: seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan
secara terbuka dengan orang lain.
b. Ketergantungan: seseorang gagal dalam mengembangkan rasa percaya diri
sehingga tergantung dengan orang lain.
c. Manipulasi: seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu
sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
d. Curiga: seseorang gagal mengembangkan percaya terhadap orang lain.

F. Pohon Masalah

G. Penatalaksanaan
1. Therapy Farmakologi
Electri Convulsive Therapi, (ECT) atau yang lebih dikenal dengan elektroshock
adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan energi shock listrik dalam usaha
pengobatannya. Biasanya ECT ditujukan untuk terapi pasien gangguan jiwa yang
tidak berespon kepada obat psikiatri pada dosis terapinya.
2. Therapy Kelompok
Therapy kelompok merupakan suatu psikotherapy yang dilakukan sekelompok
pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau
diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa. Therapy ini bertujuan
memberi stimulasi bagi klien dengan gangguan interpersonal.
3. Therapy Lingkungan
Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek lingkungan harus
mendapatkan perhatian khusus dalam kaitannya untuk menjaga dan memelihara
kesehatan manusia. Lingkungan berkaitan erat dengan stimulus psikologi seseorang
yang akan berdampak pada kesembuhan, karena lingkungan tersebut akan

5
memberikan dampak baik pada kondisi fisik maupun kondisi psikologis seseorang
(Dermawan, Deden 2013).

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien  meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tanggal MRS. Informan, tanggal pengkajian, No rumah pasien dan
alamat
b. Keluhan utama  keluhan biasanya berupa menyendiri (menghindar dari orang
lain), komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar, mrnolak
interaksi dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehri-hari.
c. Faktor predisposisi  kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua yang tidak
realisis, kegagalan/frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya, perubahan
struktur sosial, perceraian, putus sekolah, perasaan malu karena sesuatu yang
terjadi misalnya perkosaan, perlakuan orang lain yang tidak mengahargai
pasien/perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
d. Aspek fisik/biologis  hasil pengukuran TTV, dan keluhan fisik yang dialami
oleh pasien
e. Aspek psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri
a) Citra tubuh  menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang
berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau
yang akan terjadi. Menolak penjelasan perasaan tubuh, persepsi negative
tentang tubuh. Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang,
mengungkapkan keputusasaan, mengungkapkan ketakutan.
b) Identitas diri  ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan
keinginan, dan tidak mampu mengambil keputusan.
c) Peran  berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit,
proses menua, putus sekolah, PHK.
d) Ideal diri  mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya,
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi
e) Harga diri  perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap
diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat,
mencederai diri, dan kurang percaya diri.
f) Pasien mempunyai gangguan/hambatan dalam melakukan hubungan
sosial dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelompok yang
diikuti dalam masyarakat.

6
g) Keyakinan pasien terhadap tuhan dan kegiatan untuk ibadah (spiritual).
h) Status mental  kontak mata pasien kurang/tidak dapat mempertahankan
kontak mata, kurang dapat memulai pembicaraan, pasien suka menyendiri
dan kurang mampu berhubungan dengan orang lain, adanya perasaan
keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
i) Kebutuhan persiapan pulang
 Pasien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
 Pasien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC,
membersihkan dan merapikan pakaian
 Pada observasi mandi dan cara berpakaian pasien terlihat rapi
 Pasien dapat melakukan istirahat dan tidur, dapat beraktivitas didalam
dan diluar rumah
 Pasien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar
- Mekanisme koping  pasien apabila mendapat masalah takut atau
tidak mau menceritakannya pada orang lain (lebih sering
menggunakan koping menarik diri)
- Aspek medic  terapi yang diterima pasien bisa berupa terapi
farmakologi ECT, psikomotor, TAK, dan rehabilitas.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status mental

7
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan (SDKI)
1. Isolasi Sosial (D.0121) Keterlibatan Sosial Promosi Sosialisasi
(L.13116) : (I.09313):
Definisi: Setelah dilakukan Observasi :
Ketidakmampuan untuk tindakan keperawatan 1. Identifikasi kemampuan
membina hubungan yang selama 3x24 jam melakukan interaksi
erat, hangat, terbuka, dan diharapkan keterlibatan dengan orang lain
interdependen dengan sosial klien meningkat 2. Identifikasi hambatan
orang lain dengan kriteria hasil: melakukan interaksi
1. Minat interaksi dengan orang lain
meningkat Terapeutik :
2. Verbalisasi isolasi 3. Motivasi meningkatkan
menurun keterlibatan dalam suatu
3. Verbalisasi hubungan
ketidakamanan di 4. Motivasi kesabaran
tempat umum dalam mengembangkan
menurun suatu hubungan
4. Perilaku menarik diri 5. Motivasi berpartisipasi
menurun dalam aktivitas baru dan
kegiatan kelompok
6. Motivasi berinteraksi di
luar lingkungan
7. Diskusikan kekuatan dan
keterbatasan dalam
berkomunikasi dengan
orang lain
8. Diskusikan perencanaan
kegiatan di masa depan
9. Berikan umpan balik
positif dalam perawatan
diri
10.Berikan umpan balik
positif pada setiap
peningkatan kemampuan
Edukasi :
11. Anjurkan berinteraksi
dengan orang lain secara

8
bertahap
12. Anjurkan ikut serta
kegiatan sosial dan
kemasyarakatan
13. Anjurkan berbagi
pengalaman dengan
orang lain
14. Anjurkan meningkatkan
kejujuran diri dan
menghormati hak orang
lain
15. Anjurkan penggunaan
alat bantu
16. Anjurkan membuat
perencanaan kelompok
kecil untuk kegiatan
khusus
17. Latih bermain peran
untuk meningkatkan
keterampilan komunikasi
18. Latih mengekspresikan
marah dengan tepat

9
4. Implementasi Keperawatan
Menurut (Norma, 2013) Implementasi keperawatan merupakan tahap keempat dalam
proses keperawatan yang merupakan serangkaian kegiatan/tindakan yang dilakukan oleh
perawat kepada klien. Tindakan keperawatan dilakukan dengan mengacu pada rencana
tindakan/intervensi keperawatan yang telah ditetapkan/dibuat. Ukuran intervensi
keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan,
tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan
untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan
rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual),
kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan
tindakan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien,
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan telah
teratasi dengan mengacu pada kriteria evaluasi yaitu Isolasi Sosial teratasi.

10
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.

Jakarta : PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.

Jakarta : PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1.

Jakarta : PPNI

Yosep, I, A. &Sutini, T. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan Mental Advance Mental

Health Nursing. Bandung: PT RefikaAditama.

Yusuf, Fitryasari&Nihayati, 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:

SalembaMedika.

Nurhalimah (2016). Bahan Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia

Blackwell, Wiley. 2015. Nursing Diagnoses, Definition and Classification. United State of

America: Nanda International Defining The Knowledge of Nursing

11

Anda mungkin juga menyukai