Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

I. KONSEP PENYAKIT
A. DEFINISI
1. PENGERTIAN
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin
merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain (Purba, dkk. 2018).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme individu
terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain
dan lingkungan (Dalami, dkk. 2019).
2. TANDA DAN GEJALA
Menurut Purba, dkk. (2018) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan
wawancara, adalah:
a) Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b) Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c) Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
d) Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
e) Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
f) Pasien merasa tidak berguna
g) Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.

B. RENTANG RESPON
1. Respon adaptif
Adalah respon individu dalam adalah respon individu dalam penyelesaian masalah
yang elesaian masalah yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya
linkungannya yang umum berlaku dan lazim dan lazim dilakukan oleh semua orang
(Damayanti dan Iskandar, 2014). Respon ini meliputi:
a) Solitude (menyendiri)
Adalah respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan
di lingkungan sosialnya juga suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah-
langkah selanjutnya.
b) Otonomi
Otonomi Adalah kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran, perasaan, dalam berhubungan sosial.
c) Mutualisme (bekerja sama)
Adalah suatu kondisi suatu kondisi dalam hubungan interperso dalam hubungan
interpersonal dimana individu mampu untuk saling memberi dan menerima.
d) Interdependent (saling ketergantungan)
Adalah suatu hubungan saling tergantung antara induvidu dengan orang lain dalam
rangka membina lain dalam rangka membina hubungan interpersonal.
2. Respon maladaptive
Maladaptif adalah respon individu individu dalam penyelesaian penyelesaian masalah
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya lingkungannya yang umum
berlaku dan tidak umum berlaku dan tidak lazim dilakuk lazim dilakukan oleh semua orang
oleh semua orang (Damayanti dan yanti dan Iskandar, 2014). Respon ini meliputi:
a) Kesepian
Kondisi dimana individu merasa sendiri dan terasing dari lingkungannya, merasa takut
dan cemas.
b) Menarik diri
Menarik diri Merupakan suatu keadaan dimana individu menemukan kesulitan dalam
membina hubungan secara terbuka dengan orang la membina hubungan secara terbuka
dengan orang lain.
c) Ketergantungan (dependent)
Akan terjadi apabila individu gagal mengemangkan rasa percaya diri akan
kemampuannya. Pada gangguan hubungan sosial jenis ini orang lain diperlakukan
sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu
individu cenderung cenderung berorientasi berorientasi pada diri sendiri atau tujuan,
bukan pada orang lain.
d) Manipulasi
Merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap
orang lain sebagai objek. Individu tersebut tidak dapat membina hubungan sosial secara
mendalam.
e) Impulsif 
Individu impulsif tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, tidak dapat diandalkan.
f) Narsisme  
Individu mempunyai harga diri yang rapuh, selalu berusaha untuk mendapatkan
penghargaan dan pujian yang teru menerus, sikapnya egosentris, pencenburu dan marah
jika egosentris, pencenburu dan marah jika orang lain ti orang lain tidak mendukungnya.
C. FAKTOR PREDISPOSISI
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
1. Faktor Perkembangan
Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam
menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan
kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat
mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa
diperlakukan sebagai objek.
Menurut Purba, dkk. (2018) tahap-tahap perkembangan individu dalam berhubungan
terdiri dari:
a) Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis
maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan menghasilkan
rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting karena akan
mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi yang
mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan
mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada masa berikutnya.
b) Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai mengenal
lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan temantemannya.
Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat
membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan adanya
komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus anak tumbuh menjadi individu
yang interdependen, Orang tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah
laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak,
karena pada saat ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara
berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.
c) Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan teman
sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk mengenal dan
mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan intim
dengan teman sejenis akan berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan jenis.
Pada masa ini hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti
daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila remaja tidak
dapat mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali menimbulkan
perasaan tertekan maupun tergantung pada remaja.
d) Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan hubungan
interdependen antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan
kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima perasaan orang
lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu
kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan
interpersonal pada dewasa muda adalah saling memberi dan menerima (mutuality).
e) Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak terhadap
dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk mengembangkan
aktivitas baru yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat
diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan yang interdependen antara orang tua
dengan anak.
f) Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan fisik,
kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran. Dengan
adanya kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun
kemandirian yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.
2. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan
gangguan tingkah laku.
a. Sikap bermusuhan/hostilitas
b. Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
c. Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan
pendapatnya.
d. Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak,
hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi kurang
terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan
musyawarah.
e. Ekspresi emosi yang tinggi
f. Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang membuat
bingung dan kecemasannya meningkat)
3. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang
salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan dari
lingkungan sosial.
4. Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi
skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang menderita skizofrenia.
Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita
skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada
struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
D. FAKTOR PRESIPITASI
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal maupun
eksternal, meliputi:
1. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya
penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai,
kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit
atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
2. Stressor Biokimia
a) Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta tractus
saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
b) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan
dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang
menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi
terjadinya skizofrenia.
c) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien skizofrenia.
Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh dopamin.
Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan hormon adrenocortical
seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
d) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik
diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.
3. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat interaksi
antara individu, lingkungan maupun biologis.
4. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai
masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat
menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar. Ego pada klien
psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan
adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga
perkembangan psikologis individu terhambat.
Menurut Purba, dkk. (2018) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha mengatasi
kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Strategi koping
yang sering digunakan pada masing-masing tingkah laku adalah sebagai berikut:
 Tingkah laku curiga: proyeksi
 Dependency: reaksi formasi
 Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
 Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
 Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
 Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi dan regrasi.
E. MEKANISME KOPING
Mekanisme yang isme yang digunakan klien akan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan
yang usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam
dirinya. Mekanisme yang sering digunakan pada isolasi sosial adalah regresi, represi, isolasi
(Damaiyanti, 2014).
1. Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.
2. Represi adalah persaan dan pikiran yang tidak dapat diterima secara sadar dibendung supaya
jangan tiba di kesadaran.
3. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya kegagalan
defensif dalam menghubu dalam menghubungkan perilaku dnegan motivasi atau
bertentangan antara sikap dan perilaku. Mekanisme koping yang muncul yaitu:
 Perilaku curiga: regresi, represi
 Perilaku dependen: regresi
 Perilaku manipulatif: regresi, represi
4. Menarik diri/ isolasi: regresi, represi, isolasi
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi, penilaian
stressor, suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengajian tulis tempat klien dirawat
dan tanggal dirawat isi pengkajian meliputi:
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tangggal MRS,
informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau
tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak interaksi dengan orang lain, tidak melakukan
kegiatan sehari – hari, dependen.
3. Factor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis,
kegagalan / frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan dicerai suami, putus
sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi (korban perkosaan, tituduh kkn,
dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/perasaan negatif
terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang
dialami oleh klien.
5. Aspek Psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri
a. Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima
perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan
perubahan tubuh, persepsi negatip tentang tubuh. Preokupasi dengan bagia tubuh
yang hilang, mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.
b. Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu
mengambil keputusan.
c. Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses menua, putus
sekolah, PHK.
d. Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya: mengungkapkan keinginan
yang terlalu tinggi
e. Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan
hubungan sosial, merendahkan martabat, mencederai diri, dan kurang percaya diri.
a) Klien mempunyai gangguan/hambatan dalam melakukan hubunga social
dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam
masyarakat.
b) Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah (spritual)
f. Status mental Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata,
kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang mampu
berhubungan dengan orang lain, Adanya perasaan keputusasaan dan kurang
berharga dalam hidup.
g. Kebutuhan persiapan pulang
a) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
b) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC,
membersikan dan merapikan pakaian.
c) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
d) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur, dapat beraktivitas didalam dan diluar
rumah
e) Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
h. Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada orang
orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri).
i. Aspek medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor,
therapy okopasional, TAK, dan rehabilitas
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik mencakup semua sistem yang ada hubungannya dengan klien depresi
berat didapatkan pada sistem integumen klien tampak kotor, kulit lengket di karenakan kurang
perhatian terhadap perawatan dirinya bahkan gangguan aspek dan kondisi klien. Pada paien
dengan isolasi sosial: menarik diri ditemukan kondisi fisik pada saat tidur menyerupai bentuk
fetus atau janin.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Sutejo (2017) diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala
isolasi sosial yang ditemukan. Jika hasil pengkajian menunjukkan tanda dan gejala isolasi sosial,
maka diagnosis keperawatan yang ditegakkan adalah:
1. Isolasi social
2. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
3. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
D. INTERVENSI KEPERAWATAN DAN RASIONAL

DIAGNOSA TUJUAN
KRITERIA EVALUASI INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN (TUM/TUK)
Isolasi Sosial TUM: Setelah 1x interaksi, Klien 1. Bina hubungan saling percaya Membina hubungan saling
Klien dapat menunjukan tanda-tanda dengan mengemukakan prinsip percaya dengan Klien. kontak
berinteraksi dengan percaya kepada perawat: komunikasi terapeutik : yang jujur, singkat, dan
orang lain. 1. Ekspresi wajah cerah, a. Mengucapkan salam terapeutik. konsisten dengan perawat dapat
TUK 1: tersenyum Sapa Klien dengan ramah, baik membantu Klien membina
Klien dapat membina 2. Mau berkenalan verbal ataupun non verbal. kembali interaksi penuh percaya
hubungan saling 3. Ada kontak b. Berjabat tangan dengan Klien. dengan orang lain.
percaya mata c. Perkenalkan diri dengan sopan.
4. Bersedia d. Tanyakan nama lengkap Klien dan
menceritakan nama pangglian yang disukai
perasaan Klien.
5. Bersedia mengungkap e. Jelaskan tujuan pertemuan
kan masalah f. Membuat kontak topik, waktu, dan
tempat setiap kali bertemu Klien.
g. Tunjukan sikap empati dan
menerima Klien apa adanya.
h. Beri perhatian kepada Klien dan
perhatian kebutuhan dasar Klien.

TUK 2: Kriteria evaluasi: 1. Tanyakan pada Klien tentang : Dengan mengetahui tanda dan
Klien mampu 1. Klien dapat a. Orang yang tinggal serumah atau gejala isolasi sosial yang muncul,
menyebutkan menyebutkan minimal sekamar dengan Klien. perawat dapat menentukan
penyebab isolasi satu penyebab isolasi b. Orang yang paling dekat dengan langkah intervensi selanjutnya
sosial sosial. Klien dirumah atau ruang
2. Penyebab perawatan.
munculnya isolasi sosial: c. Hal apa yang membuat Klien dekat
diri sendiri, orang lain,dan dengan orang tersebut.
lingkungan d. Orang yang tidak dekat dengan
Klien, baik dirumah atau di ruang
perawatan.
e. Apa yang membuat Klien tidak
dekat dengan orang tersebut.
f. Upaya yang sudah dilakukan agar
dekat dengan orang lain.
2. Diskusikan dengan Klien penyebab
isolasi sosial atau tidak mau
bergaul dengan orang lain
3. Beri pujian terhadap kemampuan
Klien dalam mengungkap kan
perasaan

TUK 3: Kriteria Evaluasi: 1. tanyakan kepada Klien tentang: Perbedaan seputar manfaat
Klien mampu 1. Klien dapat a. Manfaat hubungan sosial hubugan sosial dan kerugian
menyebutkan menyebutkan b. Kerugian isolasi sosial isolasi sosial membantu Klien
keuntungan keuntungan dalam 2. Diskusikan bersama Klien tentang mengidentifikasi apa yang terjadi
berhubungan sosial berhubugan sosial manfaat berhubungan sosial dan pada dirinya, sehingga dapat
dan kerugian dari seperti: Banyak teman kerugian isolasi sosial diambil langkah untuk mengatasi
isolasi sosial. a. Tidak kesepian 3. Beri Pujian terhadap kemampuan masalah ini.
b. Bisa diskusi Klien dalam mengungkapkan Penguatan dapat membantu
c. Saling menolong perasaannya. meningkatkan harga diri Klien.
2. Klien dapat
menyebutkan kerugian
menarik diri, seperti:
a. sendiri
b. keseptian
c. tidak bisa diskusi
TUK 4: Kriteria evaluasi : 1. Observasi perilaku Klien ketika Klien merasa lebih berguna dan
Klien dapat Klien dapat melaksanakan berhubungan social rasa percaya diri Klien dapat
melaksanakan hubungan sosial secara 2. Jelaskan kepada Klien cara tumbuh kembali.
hubungan sosial bertahap dengan: berinteraksi dengan orang lain
secara bertahap. Perawaat, perawat lain, 3. Berikan contoh cara berbicara
Klien lain, keluarga dan dengan orang lain
kelompok 4. Beri kesempatan kepada Klien
mempraktikan cara berinteraksi
dengan orang yang dilakukan di
hadapan perawat
5. Bantu Klien berinteraksi dengan
salah satu orang, teman atau
anggota keluarga
6. Bila Klien sudah menunjukan
kemajuan, tingkatkan jumlah
interaksi dengan dua, tiga, empat
orang dan seterusnya
7. Beri pujian untuk setiap kemajuaan
interaksi yang telah dilakukan
8. Latih Klien bercakap-cakap dengan
anggota keluarga saat melakukan
kegiatan harian dan kegiatan rumah
tangga
9. Latih Klien bercakap-cakap saaat
melakukan kegiatan sosial
misalnya: belanja ke warung,
kepasar, ke kantor pos, ke bank,
dan lain-lain.
10. Siap mendengarkan ekspresi
perasaan Klien setelah berinteraksi
dengan orang lain. mungkin Klien
akan mengungkapkan keberhasilan
atau kegagalan beri dorongan
terus-menerus agar Klien tetap
semangat meningkatkan
interaksinya.
TUK 5: Kriteria Evaluasi: 1. Diskusikan dengan Klien tentang Ketika Klien merasa dirinya lebih
Klien mampu Klien dapat menjelaskan perasaannya setelah berhubungan baik dan mempunyai makna,
menjelaskan perasaannya setelah sosial dengan: Orang lain dan interaksi sosial dengan orang lain
perasaannya setelah berhubngan sosial kelompok. dapat ditingkatkan.
berhubugan sosial dengan: Orang lain, 2. Beri pujian terhadap kemampuan
kelompok. Klien mengungkapkan
perasaannya.

TUK 6 : Kriteria Evaluasi: 1. Diskusikan pentingnya peran serta Dukungan dari keluarga
Klien mendapat keluarga dapat keluarga sebgai pendukung untuk merupakan bagian penting dari
dukungan keluarga menjelaskan tentang: mengatasi perilaku isolasi sosial rehabilitasi Klien.
dalam memperluas a. isolasi sosial beserta 2. Diskusikan potensi keluarga untuk
hubungan sosial tanda dan gejalannya. membantu Klien mengatasi
b. penyebab dan akibat perilaku isolasi sosial.
dari isolasi sosial. 3. Jelaskan pada keluarga tentang:
c. Cara merawat Klien a. Isolasi sosial beserta tanda dan
isolasi sosial gejalanya
b. Penyebab dan akibat isolasi sosial
c. Cara merawat Klien isolasi sosial
4. Latih keluarga cara merawat
5. Klien isolasi sosial
6. Tanyakan perasaan keluarga
setelah mencoba cara yang
dilatihkan
7. Beri motivasi keluarga agar
membantu Klien untuk
bersosialisasi
8. Beri pujian kepada keluarga atas
keterlibatannya merawat Klien
dirumah sakit

TUK 7: kriteria Evaluasi: 1. Diskusikan dengan Klien tentang Membantu dalam meningkatkan
Klien dapat 1. Klien bisa manfaat dan kerugian tidak minum perasaan kembali dan
memanfaatkan obat menyebutkan: obat. keterlibatan dalam perawatan
dengan baik a. Manfaat minum obat 2. Pantau Klien pada saat penggunaan kesehatan Klien
b. Kerugian yang obat
dtimbulkan akibat tidak 3. Berikan pujian kepada Klien jika
minum obat Klien menggukan obat dengan benar
c. Nama, warna, dosis, 4. Diskusikan akibat berhenti minum
efek terapi, dan efek obat tanpa konsultasi dokter.
samping obat 5. Anjurkan Klien untuk konsultasi
d. Akibat berhenti minum dengan dokter atau perawat jika
obat tanpa konsultasi terjadi halhal yang tidak diinginkan
dokter

E. DAFTAR PUSTAKA
Dwinensevi, Aprisandy. 2021. “Laporan Pendahuluan Isolasi Sosial”. Universitas Muhammadiyah Malang.
Istikhomah. 2021. “Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien Dengan Isolasi Sosial”. Poltekes Kemenkes
Semarang.
Kusumawati dan Hartono. 2013. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika
Keliat Budi Ana. 2017. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta: EGC Anna Budi Keliat, SKp. (2016). Asuhan
Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik Diri, Jakarta; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Nita Fitria. 2018. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika.

Rasmun, (2014). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan
dan Analisa Proses Interaksi (API). Jakarta: fajar Interpratama

Anda mungkin juga menyukai