Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktik Klinik


Stase Keperawatan Jiwa

Muhammad Aris Wijaya


S18246/S18E

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU


KESEHATAN UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2020/2021
A. DEFINISI
a. Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin
merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk.
2008).
b. Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang
merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam
dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain dan
lingkungan (Dalami, dkk. 2009). 
c. Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu
yang diterima sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai
kondisi yang negatif atau mengancam (Wilkinson, 2007).
d. Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh
seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan
mengancam ( Twondsend, 1998 ). Atau suatu keadaan dimana
seseorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak
mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Budi Anna
Kelliat, 2006 ). Menarik diri merupakan percobaan untuk
menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan
dengan orang lain ( Pawlin, 1993 dikutip Budi Kelliat, 2001).
Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor
predisposisi terjadinya perilaku isolasi sosial. (Budi Anna
Kelliat,2006).
B. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus
dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan
ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan
selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan
pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang
lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan
dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak
aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa
ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku
curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak
tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan
individu dalam berhubungan terdiri dari:
1) Masa bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk
memenuhi kebutuhan biologis maupun psikologisnya.
Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan
menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar.
Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi
hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi
yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa
percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan untuk
berhubungan dengan orang lain pada masa berikutnya.

2) Masa kanak – kanak


Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu
yang mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas,
anak mulai membina hubungan dengan teman-temannya.
Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu
dikontrol, hal ini dapat membuat anak frustasi. Kasih
sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan adanya
komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus
anak tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang
tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah
laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem nilai yang
harus diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai
masuk sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan,
berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.
3) Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan
yang intim dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini
akan mempengaruhi individu untuk mengenal dan
mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat.
Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis akan
berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan jenis.
Pada masa ini hubungan individu dengan kelompok
maupun teman lebih berarti daripada hubungannya dengan
orang tua. Konflik akan terjadi apabila remaja tidak dapat
mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut, yang
seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun
tergantung pada remaja.
4) Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta
mempertahankan hubungan interdependen antara teman
sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan
kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain dan
menerima perasaan orang lain serta peka terhadap
kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu
kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai
pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada
dewasa muda adalah saling memberi dan menerima
(mutuality). 
5) Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya,
ketergantungan anak-anak terhadap dirinya menurun.
Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk
mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan
pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh
dengan tetap mempertahankan hubungan yang
interdependen antara orang tua dengan anak.
6) Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik
kehilangan keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan
hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran. Dengan
adanya kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain
akan meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki
harus dapat dipertahankan.
a) Faktor komunikasi dalam keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi
kontribusi untuk mengembangkan gangguan tingkah
laku
 Sikap bermusuhan/hostilitas
 Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-
jelekkan anak
 Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak
diberi kesempatan untuk mengungkapkan
pendapatnya.
 Kurang kehangatan, kurang memperhatikan
ketertarikan pada pembicaananak, hubungan
yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur
sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama
dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan
secara terbuka dengan musyawarah.
 Ekspresi emosi yang tinggi
 Double bind (dua pesan yang bertentangan
disampaikan saat bersamaan yang membuat
bingung dan kecemasannya meningkat)
b) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan
merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan
berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena
norma-norma yang salah yang dianut oleh satu
keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan dari
lingkungan sosial.
c) Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung
gangguan jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan
pada keluarga yang anggota keluarga yang menderita
skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar
monozigot apabila salah diantaranya menderita
skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot
persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti
atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan
volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga
dapat menyebabkan skizofrenia.

2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh
faktor internal maupun eksternal, meliputi:
a. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian,
berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada
usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau
dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
b. Stressor Biokimia
1. Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan
mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan indikasi
terjadinya skizofrenia.
2. Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah
akan meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu
kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan
dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan
indikasi terjadinya skizofrenia.
3. Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah
ditemukan pada pasien skizofrenia. Demikian pula
prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh
dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun
penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan
dengan tingkah laku psikotik.
4. Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan
gejala-gejala psikotik diantaranya adalah virus HIV yang
dapat merubah stuktur sel-sel otak.
b. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.
Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan
menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe
psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan
karena ego tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id
maupun realitas yang berasal dari luar. Ego pada klien psikotik
mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini
berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan
anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis
individu terhambat.
Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan
pasien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu
kesepian nyata yang mengancam dirinya. Strategi koping yang
sering digunakan pada masing-masing tingkah laku adalah sebagai
berikut:
a) Tingkat laku curiga : proyeksi
b) Dependency : reaksi formasi
c) Menarik diri : regarasi, depresi, dan isolasi
d) Curiga, waham, halusinasi, proyeksi, denial
e) Manipulatif : regarasi, represi, isolasi
f) Skizoprienial : displacement, projeksi, intrijeksi,
kondensasi, isolasi, represi dan regrasi.
C. PATOFISIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
 Masa bayi
 Masa kanak – kanak
 Masa praremaja dan remaja
 Masa dewasa muda
 Masa dewasa tengah
 Masa dewasa akhir
 Faktor sosial budaya
 Faktor biologis
2. faktor presipitasi
 Stressor sosial budaya
 Stressor biokimia
 Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
 Stressor Psikologis

 PATHWAY
D. MANISFESTASI KLINIK
Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang
dapat ditemukan dengan wawancara, adalah:
1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
6. Pasien merasa tidak berguna
7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

E. PENATALAKSANAAN (medis dan keperawatan)


1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri
terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi.
Gangguan perasaan  dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali,
berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja,
berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek
samping gangguan otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik,
mulut kering, kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur,
tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung. Gangguan ekstra
pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom parkinson). Gangguan
endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee). Hematologik, agranulosis.
Biasanya untuk pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap
penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental
serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti
gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata
kabur , tekanan infra meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi
terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung
(Andrey, 2010).

c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson.Memiliki efek samping diantaranya
mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi,
konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine.Kontraindikasi
terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit,
psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010).
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan
strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing
strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat
mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi dengan pasien mengenai
keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan
orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan
berbiincang-bincang dengan orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP
dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi
kesempatan pada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang,
dan membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat
mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk
berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien
memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2008).

3. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan
bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
sehari-hari yang meliputi:
 Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu
bangun tidur.
 Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua
bentuk tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan
BAK.
 Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam
kegiatan mandi dan sesudah mandi.
 Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
keperluan berganti pakaian.
 Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu,
sedang dan setelah makan dan minum.
 Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan
kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan
kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.

b. Tingkah laku sosial


Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien
dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
 Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya
menegur kawannya, berbicara dengan kawannya dan sebagainya.
 Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa,
menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan
sebagainya.
 Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara
dengan orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap
sebagai tanda adanya kesungguhan dalam berkomunikasi.
 Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan
bergaul dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).
 Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.

F. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Masalah keperawatan yang muncul
a) Isolasi sosial
2. Diagnosa Keperawatan (SDKI)
1) Isolasi sosial (D.0121)
Ketidak mampuan untuk membina hubungan yang erat, hangat,
terbuka, dan interdependen.
2) Tanda mayor
Subjek : merasa ingin sendiri, merasa tidak aman di tempat umum.
Objektif : menarik diri, tidak berminat/ menolak berinteraksi
dengan orang lain atau lingkungan
3) Tanda minor
Subjektif : merasa berbeda dengan orang lain, merasa asik dengan
pikiran sendiri, merasa tidak mempunyai tujuan yang jekas
Objektif : Riwayat di tolak, menunjukan permusuhan, tidak mampu
memenuhi harapan orang lain, tindakan tidak berarti, tidak ada
kontak mata, tidak bergairah/ lesu
3. Rencana asuhan keperawatan
Berdasarkan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) dan Setandar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) yaitu :
Tujuan dan kriteria hasil :
a. Isolasi sosial (D.0121)
Keterlibatan sosial (L.13115)
 Minat terhadap aktifitas meningkat
 Efek murung atau sedih meningkat
 Kontak mata meningkat
 Perilaku sesuai harapan orang lain meningkat
Intervensi
promosi sosialiasai (I.13498)
 Identifikasi kemampuan melakukan hubungan interaksi dengan
orang lain
 Motifasi meningkatkan keterlibatan dalam suatu hubungan
 Anjurkan berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
DAFTAR PUSTAKA

Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba
Medika

Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .

Keliat Budi Ana. 1999. Proses  Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC

Anna Budi Keliat, SKp. (2006). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial
Menarik Diri, Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Anonim. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Isolasi Sosial. Diakses pada
tanggal 24 Juli 2012 pada http://nurse87.wordpress.com/2009/06/04/asuhan-
keperawatan-pada-klien-dengan-isolasi-sosial/

Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa
Berat. Jakarta: Salemba Medika.

Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan


Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API).
Jakarta : fajar Interpratama.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
KLIEN DENGAN MASALAH ISOLASI SOSIAL
(SP 1 PASIEN)
PERTEMUAN 1

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Klien tenang, kooperatif, duduk sendiri, nonton tv sambil duduk
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan perubahan isi pikir : Waham Kebesaran
3. Tujuan SP 1
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
4. SP 1 Pasien
Membina hubungan saling percaya dengan pasien, mengidentifikasi
masalah, menjelaskan proses terjadinya masalah.
Tindakan Keperawatan :
a. Pasien mampu mengidentifikasi masalah
b. Pasien dapat menjelaskan prosenter jadinya masalah

B. STRATEGI KOMUNIKASI
1 Fase Orientasi
“Halo selamat siang pak”
“Bagaiman kabar bapak hari ini? Bapak tampak segar sekali, sudah
makan pagi apa belum? Menunya masih ingat apa tadi?”
“Kenalkan nama saya X biasanya dipanggil X. Nama bapak siapa? Suka
dipanggil apa?”
“Saya mahasiswa Keperawatan STIKes KUSUMA HUSADA
SURAKARTA, saya bertugas disini .Saya akan merawat bapak selama
saya bertugas disini, setiap hari kita akan bertemu dan berbibincang-
bincang.”
“Hari ini kita akan berbincang-bincang untuk lebih saling mengenal
waktunya kurang lebih 15 minit cukup tidak pak? Dimana kita bicara?
Bagaimana kalau sambil duduk diteras?”
“Didepan sana pak, Ok baiklah kalau begitu”
2 Fase Kerja
“Bagai mana perasan dan keadaan bapak selamaini?”
“Apakah ada yang dikeluhkan, atau ditanyakan selama berbincang-
bincang?”
“Pak tidak usah khawatir karena kita tidak aka nmacam-macam dengan
bapak.Bapak berada ditempat yang aman.Saya dan perawat-perawat
disini akan selalu menjadi teman dan membantu bapak.”
“Pak bisa saya tahu sekarang identitas bapak, baik alamat, keluarga,
hobi atau mungkin keinginan sekarang?”
“Wah terimakasih pak karena sudah mau berkenalan dengan saya dan
sekarang saya akan memberitahu identitas saya, pak mau ka
nmendengarkan?”
“Nah karena kita sudah saling mengenal, maka sekarang kita berteman.
Jadi bapak tidak boleh sungkan lagi bila ada masalah bisa diceritakan
dengan saya. Bapak maukan berteman dengan saya?”

3 FaseTerminasi
“Sementara itu dulu yang kita bicarakan yan pak?”
“Coba bisa diulang tadi nama saya siapa?”
“Wah bagus sekali perkenalkan bapak bisa ingat nama saya.”
“Saya sangat senang berkenalan dengan bapak dan bapak sudah
mengunkapkan perasaan dengan baik, mau berkenalan dan bertemu
dengan saya”
“Besok kita bertemu lagi ya? Dan berbincang-bincang tentang cara
mempraktekan membina hubungan dengan orang lain dan membicaran
kemampuan yang dimiliki bapak. Jam 10.30 WIB, tempat nya disini lagi.
Bagaimana apakah setuju?”
“Baiklah saya pamit dulu, terimakasih.Sampai bertemu besukya?”

Anda mungkin juga menyukai