Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHANKEPERAWATAN JIWA ISOLASI

SOSIAL

Oleh :
A. ANITHA ASHARI
NIM. PO.76.3.01.21.1.005

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAMUJU
JURUSAN KEPERAWATAN
2024
PENDAHULUAN

A. MASALAH UTAMA
Gangguan masalah Isolasi Sosial
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin
merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk.
2018).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang
merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam
dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain dan
lingkungan (Dalami, dkk. 2019).
Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang
individu yang diterima sebagai perlakuan dari orang lain serta
sebagai kondisi yang negatif atau mengancam (Wilkinson, 2017).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami
oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif
dan mengancam ( Twondsend, 2016).
2. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus
dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas
perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa
perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempatpertama yang
memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin
hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang,
perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan
memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat
terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut
dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain
maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat
sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa
diperlakukan sebagaiobjek.
Menurut Purba, dkk. (2018) tahap-tahap perkembangan
individu dalam berhubungan terdiri dari:
b. Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk
memenuhi kebutuhan biologis maupun psikologisnya.
Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan
menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal
ini sangat penting karena akan mempengaruhi hubungannya
dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi yang mengalami
hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada masa ini
akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang
lain pada masa berikutnya.
2. Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang
mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai
membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik terjadi
apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat
membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang
konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat
menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen,
Orang tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah
laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem nilai yang harus
diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk
sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan, berkompetensi
dan berkompromi dengan orang lain.
3. Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim
denganteman sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi
individu untuk mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-nilai
yang ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman
sejenis akan berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan
jenis. Pada masa ini hubungan individu dengan kelompok maupun
teman lebih berarti daripada hubungannya dengan orang tua.
Konflik akan terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan
keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali menimbulkan
perasaan tertekan maupun tergantung pada remaja.

4. Masa Dewasa Muda


Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan
hubungan interdependen antara teman sebaya maupun orang tua.
Kematangan ditandai dengan kemampuan mengekspresikan
perasaan pada orang lain dan menerima perasaan orang lain serta
peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap untuk
membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai
pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda
adalahsaling memberi dan menerima (mutuality).
5. Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan
anak-anak terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat
digunakan individu untuk mengembangkan aktivitas baru yang
dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat
diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan yang
interdependen antara orang tua dengan anak.
6. Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan
keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman,
maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan tersebut
ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun
kemandirian yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.
a. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi
untuk mengembangkan gangguan tingkah laku.
1. Sikap bermusuhan/hostilitas
2. Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
3. Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi
kesempatan untukmengungkapkan pendapatnya.
4. Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota
keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka,
terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara
terbuka dengan musyawarah.
5. Ekspresi emosi yang tinggi
6. Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat
bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya
meningkat)
b. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan
merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan.
Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang salah
yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak produktif
diasingkan dari lingkungan sosial.
c. Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan
jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang
anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil
penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya
menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar
dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti
atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak
serta perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan
skizofrenia.
d. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan
oleh faktor internal maupun eksternal, meliputi:
1. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam
berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti
perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan
pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh,
dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat
menimbulkan isolasi sosial.
2. Stressor Biokimia
a. Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal
dan mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan
indikasi terjadinya skizofrenia.
b. Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah
akan meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah
satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang
menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat
merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
c. Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah
ditemukan pada pasien skizofrenia. Demikian pula
prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh
dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun
penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan
dengantingkah laku psikotik.
d. Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan
gejala-gejala psikotik diantaranya adalah virus HIV yang
dapat merubah stuktur sel-sel otak.
3. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia
sering terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan
maupun biologis.
4. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.
Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah
akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan
pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia
disebabkan karena ego tidak dapat menahan tekanan yang
berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar. Ego
pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk
mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah
serius antara hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik
sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.
Menurut Purba, dkk. (2018) strategi koping digunakan
pasien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan
suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Strategi
koping yang sering digunakan pada masing- masing tingkah
laku adalah sebagai berikut:
a. Tingkah laku curiga: proyeksi
b. Dependency: reaksi formasi
c. Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
d. Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
e. Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
f. Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi,
isolasi,represi dan regrasi.
3. Rentang Respon

Berdasarkan buku keperawatan jiwa dari Stuart (2006)


menyatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial, untuk
mencapai kepuasan dalam kehidupan, mereka harus
membina hubungan interpersonal yang positif. Individu juga
harus membina saling tergantung yang merupakan
keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam
suatu hubungan

Respon adaptif

Respon
Maladaftif

Menyendiri kesepian manipulasi

Otonomi menarik diri impulsif

Bekerja sama ketergantungan narcisme

Interdependen

Respon adaptifah adalah respon dalam penyelesaian


individu yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial
dan budaya lingkungannya yang umum berlaku dan lazim
dilakukan oleh semua orang.. respon ini meliputi:
a. Solitude (menyendiri)

Adalah respon yang dibutuhkan seseorang untuk


merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan
sosialnya juga suatu cara mengevaluasi diri untuk
menentukan langkah-langkah selanjutnya.
b. Otonomi
Adalah kemampuan individu dalam menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam berhubungan
sosial.
c. Mutualisme (bekerja sama)
Adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal
dimana individu mampu untuk saling memberi dan
menerima.
d. Interdependen (saling ketergantungan)

Adalah suatu hubungan saling tergantung antara individu


dengan orang lain dalam rangka membina hubungan
interpersonal.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam
penyelesaian masalah yang menyimpang dari norma-norma
sosial budaya lingkungannya yang umum berlaku dan tidak
lazim dilakukan oleh semua orang. Respon ini meliputi:
a. Kesepian adalah kondisi dimana individu merasa sendiri
dan terasing dari lingkungannya, merasa takut dan cemas.
b. Menarik diri adalah individu mengalami kesulitan dalam
membinahubungan dengan orang lain.
c. Ketergantungan (dependen) akan terjadi apabila individu
gagal mengembangkan rasa percaya diri akan
kemampuannya. Pada gangguan hubungan sosial jenis
ini orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan

terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan


individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau
tujuan, bukan pada orang lain.
d. Manipulasi adalah individu memperlakuakan orang lain
sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah
pengendalian orang lain, dan individu cenderung
berorientasi pada diri sendiri.
e. Impulsif adalah individu tidak mampu merencanakan
sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman dan tidak
dapat diandalkan.
f. Narcisisme adalah individu mempunyai harga diri yang
rapuh, selalu berusaha untuk mendapatkan penghargaan
dan pujian yang terus menerus, sikapnya egosentris,
pencemburu, dan marah jika orang lain tidak
mendukungnya.
(Trimelia, 2011: 9)

4. Proses terjadinya masalah

a. Faktor predisposisi
1. Faktor perkembangan

Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada


tugas perkembangan yang harus dilalui individu dengan
sukses agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial.
Apabila tugas ini tidak terpenuhi, akan mencetuskan
seseorang sehingga mempunyai masalah respon sosial
maladaptif. (Damaiyanti, 2012)
2. Faktor biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial
maladaptif

3. Faktor sosial budaya

Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan


berhubungan. Hal ini diakibatkan oleh norma yang tidak
mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak
menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif
seperti lansia, orang cacat, dan penderita penyakit kronis

4. Faktor komunikasi dalam keluarga

Pada komunikasi dalam keluarga dapat mengantarkan


seseorang dalam gangguan berhubungan, bila keluarga
hanya menginformasikan hal-hal yang negative dan
mendorong anak mengembangkan harga diri rendah.
Seseorang anggota keluarga menerima pesan yang saling
bertentangan dalam waktu bersamaan, ekspresi emosi
yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk
berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga.

b. Stressor presipitasi
1. Stressor sosial budaya
Stres dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor antara faktor
lain dan faktor keluarga seperti menurunnya stabilitas unit
keluarga dan berpisah dari orang yang berarti dalam
kehidupannya, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
2. Stressor psikologis
Tingkat kecemasan berat yang berkepanjangan terjadi
bersamaan dengan keterbatasan kemampuan untuk
mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang
dekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi
kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan kecemasan
tingkat tinggi.
(Prabowo, 2014: 111)

5. Tanda dan gejala


Menurut Purba, dkk. (2018) tanda dan gejala isolasi sosial
yang dapatditemukan dengan wawancara, adalah:
1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang
lain
2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan
orang lain
4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
6. Pasien merasa tidak berguna
7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
6. Akibat yang ditimbulkan
Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko
terjadinya perubahan persepsi sensori halusinasi. Perubahan
persepsi sensori halusinasi adalah persepsi sensori yang salah
(misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang
tidak sesuai dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan
atau mendengarkan suara-suara yang sebenarnya tidak ada.
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang
apapun dari panca indera, di mana orang tersebut sadar dan dalam
keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh psikotik, gangguan
fungsional, organik atau histerik.Halusinasi merupakan
pengalaman mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus
sensori eksternal yang meliputi lima perasaan (pengelihatan,
pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan), akan tetapi yang
paling umum adalah halusinasi pendengaran.
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya
perilaku menarik diri atau isolasi sosial yang disebabkan oleh
perasaan tidak berharga yang bisa dialami pasien dengan latar
belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan,
kekecewaan, dan kecemasan.(Prabowo, 2014: 112)
Perasaan tidak berharga menyebabkan pasien makin sulit
dalam mengembangkan berhubungan dengan orang lain.
Akibatnya pasien menjadi regresi atau mundur, mengalami
penurunan dalam aktivitas dan kurangnya perhatian terhadap
penampilan dan kebersihan diri. Pasien semakin tenggelam dalam
perjalinan terhadap penampilan dan tingkah laku masa lalu serta
tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga
berakibat lanjut halusinasi (Stuart dan Sudden dalam Dalami, dkk
2009)
7. Mekanisme koping
Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi
kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam
dirinya. Mekanisme yang sering digunakan pada isolasi sosial
adalah regresi, represi, isolasi. (Damaiyanti, 2012: 84)
a. Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.
b. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran pikiran yang
tidak dapat diterima secara sadar dibendung supaya jangan tiba
di kesadaran.
c. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang
mengakibatkan timbulnya kegagalan defensif dalam
menghubungkan perilaku dengan motivasi atau bertentangan
antara sikap dan perilaku.
Mekanisme koping yang muncul yaitu:

1. Perilaku curiga : regresi, represi

2. Perilaku dependen: regresi

3. Perilaku manipulatif: regresi, represi


4. Isolasi/menarik diri: regresi, represi, isolasi (Prabowo,
2014:113)
8. Penatalaksanaan
 Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya
ingat norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat
dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan
perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali,
berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak
mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan
rutin. Mempunyai efek samping gangguan otonomi
(hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut kering,
kesulitan dalam miksi,
hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler
meninggi, gangguan irama jantung. Gangguan
ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom
parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe).
Metabolic (Soundiee). Hematologik, agranulosis.
Biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit
darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2019).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai
realita dalam fungsi mental serta dalam fungsi
kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping
seperti gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi,
hidung tersumbat mata kabur, tekanan infra
meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi
terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy,
kelainan jantung (Andrey, 2019).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk
pasca ensepalitis dan idiopatik, sindrom Parkinson
akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine.
Memiliki efek samping diantaranya mulut kering,
penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung,
agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal,
retensi urine. Kontraindikasi terhadap
hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma
sudut sempit, psikosis berat psikoneurosis (Andrey,
2019).
 Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi
sosial dapat diberikanstrategi pertemuan (SP) yang terdiri
dari tiga SP dengan masing-masing strategi pertemuan
yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat
mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi
dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian
apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang
lain, mengajarkan cara berkenalan, dan memasukkan
kegiatan latihan berbiincang- bincang dengan orang lain
ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat
mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi
kesempatan pada pasien mempraktekkan cara berkenalan
dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan
kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai
salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat
mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan
dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien
memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba,
dkk. 2018)
 Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2018), aktivitas pasien yang
mengalami ketidakmampuan bersosialisasi secara garis
besar dapat dibedakan menjadi tigayaitu:
a. Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang meliputi:
1. Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan
pasien sewaktu banguntidur.
2. Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK),
yaitu semua bentuk tingkah laku/perbuatan yang
berhubungan dengan BAB dan BAK.
3. Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan
mandi, dalam kegiatan mandi dan sesudah mandi.
4. Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang
berhubungan dengan keperluan berganti pakaian.
5. Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang
dilakukan pada waktu, sedang dan setelah makan
dan minum.
6. Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang
berhubungan dengan kebutuhan kebersihan diri,
baik yang berhubungan dengan kebersihan pakaian,
badan, rambut, kuku dan lain-lain.
7. Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien
mengerti dan dapat menjaga keselamatan dirinya
sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh benda
tajam sembarangan, tidak merokok sambil tiduran,
memanjat ditempat yang berbahaya tanpa tujuan
yang positif.
8. Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi
seorang pasien untuk pergi tidur. Pada pasien
gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu
diperhatikan karena sering merupakan gejala primer
yang muncul padagangguan jiwa. Dalam hal
ini yang dinilai bukan gejala insomnia
(gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau
mengawali tidurnya.
b. Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan
kebutuhan sosial pasien dalam kehidupan
bermasyarakat yang meliputi:
1. Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku
pasien untuk melakukan hubungan sosial dengan
sesama pasien, misalnya menegur kawannya,
berbicara dengan kawannya dan sebagainya.
2. Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku
pasien untuk melakukan hubungan sosial dengan
petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan
waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan
sebagainya.
3. Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien
sewaktu berbicara dengan orang lain seperti
memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda
adanya kesungguhan dalam berkomunikasi.
4. Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan
dengan kemampuan bergaul dengan orang lain
secara kelompok (lebih dari dua orang).
5. Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang
berhubungan dengan ketertiban yang harus dipatuhi
dalam perawatan rumah sakit.
6. Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan
dengan tata krama atau sopan santun terhadap
kawannya dan petugas maupun orang lain.
7. Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku
pasien yang bersifat mengendalikan diri untuk tidak
mengotori lingkungannya, seperti tidak meludah
sembarangan, tidak membuang puntung rokok
sembarangan dansebagainya.
C. POHON MASALAH

Pathway Isolasi Sosial

Sumber: (Keliat, 2016)


D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko perubahan sensori persepsi
berhubungan dengan menarikdiri.
2. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga
diri rendah
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
berhubungan dengan tidakefektifnya koping
individu : koping defensif.
E. RENCANA TINDAKAN

DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWAT
AN
Isolasi Sosial Setelah dilakukan tindakan TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK
keperawatan selama 3 x 24 KlienSP 1
jam Klien dapat berinteraksi dengan o Bina hubungan saling percaya
orang lain baik secara individu
o Identifikasi penyebab isolasisosial
maupun secara berkelompok
SP 2
dengan kriteria hasil :
o Diskusikan bersama Klien
§ Klien dapat membina hubungan
saling percaya.
§ Dapat menyebutkan penyebab
isolasi sosial. keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan kerugian
tidak berinteraksi dengan orang lain
§ Dapat menyebutkan keuntungan
o Ajarkan kepada Klien cara berkenalan dengan satu orang
berhubungan dengan orang lain.
o Anjurkan kepada Klien untuk memasukan kegiatan
§ Dapat menyebutkan kerugian
berkenalan dengan orang lain dalam
tidak berhubungan dengan orang
jadwal kegiatan hariandirumah
lain.
SP 3
§ Dapat berkenalan dan bercakap-
cakap dengan orang lain secara o Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian Klien
bertahap. o Beri kesempatan pada Klien mempraktekan cara
§ Terlibat dalam aktivitas sehari- berkenalan dengan dua orang
hari o Ajarkan Klien berbincang- bincang dengan dua orang
tetang topik tertentu
o Anjurkan kepada Klien untuk memasukan kegiatan
berbincang- bincang dengan orang lain dalam jadwal
kegiatan hariandirumah
SP 4

o Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian Klien


o Jelaskan tentang obat yang diberikan (Jenis, dosis, waktu,
manfaat dan efek samping obat)
o Anjurkan Klien memasukankegiatan
bersosialisasi dalam jadwal kegiat
an harian dirumah

o Anjurkan Klien untuk bersosialisasi


dengan orang lain
§ Keluraga

o Diskusikan masalah yangdirasakan kelura dalam merawat


Klien
o Jelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang
dialami Klien dan proses terjadinya
o Jelaskan dan latih keluarga cara-cara merawat Klien

TINDAKAN PSIKOFARMAKA

§ Beri obat-obatan sesuaiprogram


§ Pantau keefektifan dan efeksampig obat yang diminum
§ Ukur vital sign secara periodik

TINDAKAN MANIPULASILINGKUNGAN
§ Libatkan dalam makan bersama
§ Perlihatkan sikap menerima dengan cara melakukan
kontak singkat tapi sering
§ Berikan reinforcement positif setiap Klien berhasil
melakukan suatu tindakan
§ Orientasikan Klien pada waktu, tempat, dan orang sesuai
kebutuhannya
Gangguan konsep diri: Setelah dilakukan tindakan asuhan TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK
harga diri rendah keperawatan selama 3 x pertemuan Pasien:
berhubungan dengan klien mempunyai konsep diri yang
§ Bina hubungan saling percaya
tidak efektifnya koping positif dengan criteria hasil:
§ Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
individu : koping § Dapat membina hubungan saling
klien (individu, keluarga, dan masyarakat)
defensif. percaya
§ Antu klien menilai kemampuan klien yang dapat
§ Dapat mengidentifikasi aspek
digunakan
positif yang dimiliki
§ Bantu klien memilih kegiatan dan melatih sesuai dengan
§ Dapat mengembangkan
kemampuan klien
kemampuan yang telah diajarkan
§ Melatih kemampuan kedua
§ Dapat terlibat dalam terapi
aktivitas kelompok orientasi realita § Anjurkan klien memasukandalam jadwal kegiatan
dan stimulasi persepsi harian Keluarga:
§ Dapat mengikuti aktivitas di § Diskusikan masalah yang dirasakan keluargadalam
rumah merawatklien
§ Dapat minum obat dengan § Jelaskan pengertian, tanda, dan gejala harga diri rendah
bantuan minimal yangdialami klien beserta proses terjadinya
§ Jelaskan cara-cara merawat klien harga diri rendah
§ Latih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada
klien harga diri rendah dirumah
§ Bantu keluarga membuaT
jadwal aktivitas di rumahtermasuk minum obat
§ Jelaskan follow up klien

TINDAKAN PSIKOFARMAKA

§ Berikan obat-obatan sesuaiprogram pengobatan


klien
§ Pantau keefektifan dan efeksamping obat yang
diminum
§ Ukur VS secara periodic

TINDAKAN MANIPULASI LINGKUNGAN


§ Bersikap menerima klien dan negativismenya
§ Libatkan klien dalam setiap aktivitas dirumah dan di
lingkungan
§ Beri kesempatan pada klien untuk mengerjakan tugas dan
tanggung jawabnya sendiri misalnya merapikan tempat
tidur, membersihkan alat makan, dan minum obat
§ Berikan umpan balik positif untuk tugas-tugas yang
dilakukan secara mandiri
DAFTAR PUSTAKA

Kusumawati dan Hartono . 2013 . Buku Ajar Keperawatan


Jiwa . Jakarta : SalembaMedika
Stuart dan Sundeen . 2015 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .
Keliat Budi Ana. 2017. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa
edisi I. Jakarta : EGC Anna Budi Keliat, SKp. (2016). Asuhan
Keperawatan Klien Gangguan SosialMenarik Diri, Jakarta ;
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Anonim. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Isolasi
Sosial. Diakses pada tanggal 24 Juli 2012 pada
http://nurse87.wordpress.com/2009/06/04/asuhan-
keperawatan-pada-klien-dengan-isolasi-sosial/
Nita Fitria. 2018. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta: Salemba
Medika.
Rasmun, (2014). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri
Terintegrasi Dengan Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan
Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API). Jakarta : fajar
Interpratama.

Anda mungkin juga menyukai