Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

Di susun oleh:

Rahmawati Priangan

2211040086

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

TAHUN AJARAN 2022/2023


LAPORAN PENDAHULUAN

I. MASALAH UTAMA
Isolasi Sosial
II. PROSES TERJADINYA MASALAH (PSIKOPATOLOGIS)
A. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi,
akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat
pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin
hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian
dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak
aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa
ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada
orang lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat
sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan sebagai
objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam
berhubungan terdiri dari:
1. Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan
biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan
anak, akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal
ini sangat penting karena akan mempengaruhi hubungannya dengan
lingkungan di kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam
mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan
untuk berhubungan dengan orang lain pada masa berikutnya.
2. Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri,
mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan
dengan teman-temannya. Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi
atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang
yang tulus, aturan yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam
keluarga dapat menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang
interdependen, Orang tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap
tingkah laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem nilai yang harus
diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk sekolah
dimana ia harus belajar cara berhubungan, berkompetensi dan
berkompromi dengan orang lain.
3. Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan
teman sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu
untuk mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di
masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis akan
berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini
hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti
daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila
remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut,
yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung pada
remaja.
4. Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan hubungan
interdependen antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan
ditandai dengan kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain
dan menerima perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang
lain. Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan
menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal
pada dewasa muda adalah saling memberi dan menerima (mutuality).
5. Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak
terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu
untuk mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan
pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap
mempertahankan hubungan yang interdependen antara orang tua dengan
anak.
6. Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan
fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan
atau peran. Dengan adanya kehilangan tersebut ketergantungan pada
orang lain akan meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus
dapat dipertahankan.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
1. Sikap bermusuhan/hostilitas
2. Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
3. Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya.
4. Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang
tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam pemecahan
masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah.
5. Ekspresi emosi yang tinggi
6. Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan
yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh
karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota
tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
d. Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden
tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang
menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot
apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi
kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan
struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
B. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
maupun eksternal, meliputi:
a. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya
penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang
dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh,
dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi
sosial.
b. Stressor Biokimia
1. Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik
serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
2. Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO
adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka menurunnya
MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
3. Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena
dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun
penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah
laku psikotik.
4. Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala
psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel
otak.
c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat
interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
d. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan
memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi
masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada
tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak
dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari
luar. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk
mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara
hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis
individu terhambat.
Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha
mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam
dirinya. Strategi koping yang sering digunakan pada masing-masing tingkah
laku adalah sebagai berikut:
a. Tingkah laku curiga: proyeksi
b. Dependency: reaksi formasi
c. Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
d. Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
e. Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
f. Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi
dan regrasi.
Pohon Masalah
Risiko Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi

Isolasi Sosial Defisit perawatan Diri

Harga Diri Rendah

Mekanisme Koping Tidak Efektif


III. DATA DAN MASALAH KEPERAWATAN
A. DATA (SUBJEKTIF & OBJEKTIF) DAN MASALAH KEPERAWATAN
a. Subjektif
1. Merasa ingin sendirian
2. Merasa tidak aman di tempat umum
3. Perasaan sepi
4. Perasaan tidak aman
5. Perasan bosan dan waktu terasa lambat
6. Ketidakmampun berkonsentrasi
7. Perasaan ditolak
b. Objektif
1. Menarik diri
2. Banyak diam
3. Tidak mau bicara
4. Menyendiri
5. Tidak mau berinteraksi
6. Tampak sedih
7. Ekspresi datar dan dangkal
8. Kontak mata kurang
B. DATA YANG PERLU DIKAJI LEBIH LANJUT
1. Kurang spontan
2. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
3. Ekspresi wajah kurang berseri
4. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri - Tidak ada
atau kurang komunikasi verbal
5. Mengisolasi diri
6. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Isolasi sosial b/d ketidakadekuatan sumber daya personal (mis. disfungsi terbuka,
pengendalian diri buruk)

IV. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


No. SDKI SLKI SIKI
1. Isolasi sosial b/d Setelah dilakukan Tindakan Promosi sosialisasi
ketidakadekuatan keperawatan selama 1 minggu Observasi:
sumber daya diharapkan masalah - Identifikasi kemampuan
melakukan interaksi
personal (mis. keperawatan isolasi sosial
dengan orang lain
disfungsi membaik dengan kriteria hasil: - Identifikasi hambatan
melakukan interaksi
terbuka, Keterlibatan Sosial
dengan orang lain
pengendalian diri 1. Minat interaksi meningkat Terapeutik:
buruk) 2. Verbalisasi isolasi menurun - Motivasi meningkatkan
keterlibatan dalam suatu
3. Verbalisasi ketidakamanan
hubungan
ditempat umum menurun - Motivasi kesabaran dalam
mengembangkan suatu
4. Perilaku menarik diri
hubungan
menurun - Motivasi berpartisipasi
dalam aktivitas baru dan
kegiatan kelompok
- Motivasi berinteraksi di
luar lingkungan (mis:
jalan-jalan, ke toko buku)
- Diskusikan kekuatan dan
keterbatasan dalam
berkomunikasi dengan
orang lain
- Diskusikan perencanaan
kegiatan di masa depan
- Berikan umpan balik
positif dalam perawatan
diri
- Berikan umpan balik
positif pada setiap
peningkatan kemampuan
Edukasi:
- Anjurkan berinteraksi
dengan orang lain secara
bertahap
- Anjurkan ikut serta
kegiatan sosial dan
kemasyarakatan
- Anjurkan berbagi
pengalaman dengan orang
lain
- Anjurkan meningkatkan
kejujuran diri dan
menghormati hak orang
lain
- Anjurkan penggunaan alat
bantu (mis: kacamata dan
alat bantu dengar)
- Anjurkan membuat
perencanaan kelompok
kecil untuk kegiatan
khusus
- Latih bermain peran untuk
meningkatkan
keterampilan komunikasi
- Latih mengekspresikan
marah dengan tepat
DAFTAR PUSTAKA
Purba, dkk. (2008). Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah psikososial dan
gangguan jiwa. Medan: USU Press
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai