Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan jiwa

Disusun oleh :

NAMA : Deni Fauzi

NIM : 5021031014

S1 KEPERAWATAN-NERS

UNIVERSITAS FALETEHAN

SERANG BANTEN

TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

I. KASUS (MASALAH UTAMA)

Isolasi Sosial

II. PROSES TERJADINYA MASALAH

A. Faktor Predisposisi

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:


a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan
menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama
yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan
orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari
ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut
dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan
di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar
anak tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam
berhubungan terdiri dari:
1. Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi
kebutuhan biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu
dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal
ini sangat penting karena akan mempengaruhi hubungannya dengan
lingkungan di kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam
mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan untuk
berhubungan dengan orang lain pada masa berikutnya.
2. Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri,
mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan
dengan teman-temannya. Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi
atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang
tulus, aturan yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga
dapat menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang
tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi
dari dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena
pada saat ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara
berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.
3. Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim
dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu
untuk mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di
masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis akan
berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini
hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti daripada
hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila remaja tidak
dapat mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali
menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung pada remaja.
4. Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan
hubungan interdependen antara teman sebaya maupun orang tua.
Kematangan ditandai dengan kemampuan mengekspresikan perasaan pada
orang lain dan menerima perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan
orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan
menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal
pada dewasa muda adalah saling memberi dan menerima (mutuality). 
5. Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-
anak terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu
untuk mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan pertumbuhan
diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan
hubungan yang interdependen antara orang tua dengan anak.
6. Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan
keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun
pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan tersebut ketergantungan
pada orang lain akan meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki
harus dapat dipertahankan.

b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga


Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
 Sikap bermusuhan/hostilitas
 Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
 Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya.
 Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur
sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak
diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah.
 Ekspresi emosi yang tinggi
 Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang
membuat bingung dan kecemasannya meningkat)

c. Faktor Sosial Budaya


Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh
karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota
tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.

d. Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden

tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang

menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot


apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi

kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi,

pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur

limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.

B. Faktor Presipitasi

Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
maupun eksternal, meliputi:
a. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya
penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang
dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh,
dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi
sosial.

b. Stressor Biokimia
1. Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta
tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
2. Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah
sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga
dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
3. Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat
oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan
hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
4. Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala
psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel
otak.

c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial


Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat
interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
d. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan
memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah
akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego
tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal
dari luar. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk
mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara
hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis
individu terhambat.

C. Fase – fase

Fase – fase yang terdapat dalam isolasi diri yaitu:

- Konsep diri negatif > Hargadiri rendah > Isolasi sosial

D. Rentang Respon

Adapun rentang sosial dari adaptif sampai terjadi respon yang maladaptif (Stuart

& Sundeen, 2006), yaitu:


Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan dengan cara

yang dapat diterima oleh norma-norma masyarakat. Menurut Sujono & Teguh

(2009) respon adaptif meliputi :

a. Solitude atau menyendiri

Respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa yang telah terjadi

atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam menentukan rencana-

rencana.

b. Autonomy atau otonomi

Kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide, pikiran,

perasaan dalam hubungan sosial. Individu mampu menetapkan untuk

interdependen dan pengaturan diri.

c. Mutuality atau kebersamaan

Kemampuan individu untuk saling pengertian, saling memberi, dan

menerima dalam hubungan interpersonal.

d. Interdependen atau saling ketergantungan

Suatu hubungan saling ketergantungan saling tergantung antar individu

dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.

Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah

dengan cara-cara yang bertentangan dengan norma-norma agama dan masyarakat.

Menurut Sujono & Teguh (2009) respon maladaptif tersebut adalah :

a. Manipulasi

Gangguan sosial dimana individu memperlakukan orang lain sebagai

obyek, hubungan terpusat pada masalah mengendalikan orang lain dan

individu cenderung berorientasi pada diri sendiri. Tingkah laku


mengontrol digunakan sebagai pertahanan terhadap kegagalan atau frustasi

dan dapat menjadi alat untuk berkuasa pada orang lain.

b. Impulsif

Respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subyek yang tidak

dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu merencanakan, tidak

mampu untuk belajar dari pengalaman dan miskin penilaian.

c. Narkisisme

Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku egosentris,

harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan

mudah marah jika tidak mendapat dukungan dari orang lain.

Sedangkan gangguan hubungan sosial yang sering terjadi pada rentang respon

maladaptif (Stuart & Sundeen, 2006), yaitu :

a. Menarik diri ; individu menemukan kesulitan dalam membina hubungan

dengan orang lain.

b. Tergantung (dependen) ; individu sangat tergantung dengan orang lain,

individu gagal mengembangkan rasa percaya diri.

c. Manipulasi ; Individu tidak dapat dekat dengan orang lain, orang lain hanya

sebagai objek.

d. Curiga ; tertanam rasa tidak percaya terhadap orang lain dan lingkungan.

E. Mekanisme Koping

Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha
mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam
dirinya. Strategi koping yang sering digunakan pada masing-masing tingkah laku
adalah sebagai berikut:
a. Tingkah laku curiga: proyeksi
b. Dependency: reaksi formasi
c. Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
d. Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
e. Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
f. Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi dan
regrasi.

III. A. POHON MASALAH

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

a. Masalah keperawatan:

• Isolasi sosial: menarik diri

b. Data yang perlu dikaji

Isolasi sosial : menarik diri

Data subyektif:

• klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,

mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri

Data obyektif:

• klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif 

tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.


IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN

• Isolasi sosial: menarik diri

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Diagnosa: isosasi sosial: menarik diri

Tujuan umum :

klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi

Tujuan Khusus :

1. klien dapat membina hubungan saling percaya

Tindakan :

1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi

terapeutik dengan cara :

a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

b. Perkenalkan diri dengan sopan

c. tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai

d. jelaskan tujuan pertemuan

e. jujur dan menepati janji

f. tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya

g. berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien

2. klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri

Tindakan:

2.1 kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya

2.2 beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab

menarik diri atau mau bergaul


2.3 Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta

penyebab yang muncul

2.4 berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya

3. klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan

kerugian tidak berhubungan dengan orang lain

Tindakan :

3.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi

( tidur, marah, menyibukkan diri dll)

3.2 kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan

orang lain

a. beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang

keuntungan berhubungan dengan prang lain

b. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain

c. beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan

tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain

3.3 kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang

lain

a. beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan

orang lain

b. diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan

orang lain

c. beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan

tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain

4. klien dapat melaksanakan hubungan sosial

tindakan:
4.1 Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain

4.2 Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :

 klien - Perawat

 klien - Perawat - Perawat lain

 klien - Perawat - Perawat lain - klien lain

 klien - keluarga atau kelompok masyarakat

4.3 beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai

4.4 bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan

4.5 Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu

4.6 motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan

4.7 beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan

5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain

Tindakan:

5.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan

orang lain

5.2 Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan

orang lain

5.3 beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan

manfaat berhubungan dengan orang lain

VI. SUMBER

Keliat, Budi Anna. 2009. Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa. Jakarta.
ECG

Iyus, Yosep. 2007. Keperawatan Jiwa. Jakarta. ECG


STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

ISOLASI SOSIAL

SP 1

Pertemuan Ke :
Hari/Tanggal :
Nama Klien :

A. Proses Keperawatan :

1. Kondisi Klien :

Klien tampak menyendiri, klien terlihat mengurung diri, klien tidak mau bercakap-

cakap dengan orang lain

2. Diagnosa Keperawatan :

Isolasi sosial

3. Tujuan Khusus :

Membina hubungan saling percaya dengan klien

Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial klien

4. Tindakan keperawatan :

 Bina hubungan saling percaya dengan klien

 Identifikasi penyebab isolasi sosial pasien

 Diskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain

 Diskusi dengan pasien tentang kerugian berinteraksi dengan orang lain

 Ajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang

 Anjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang

lain dalam kegiatan harian

B. Strategi Komunikasi

1. ORIENTASI
a. Salam Terapeutik

“assalamualaikum bu, apakah kita boleh berkenalan? Perkenalkan saya Deni Fauzi

mahasiswa dari Universitas Faletehan, bisa dipanggil saya Deni ya, nama ibu siapa?

Ibu lebih Suka dipanggil apa?”

b. Evaluasi / Validasi

“Bagaimana perasaan ibu saat ini? Adakah yang ibu pikirkan? Bagaimana kalau ibu

menceritakan kepada saya? Saya siap mendengarkan,dan menyimpan baik-baik cerita

ibu”.

c. Kontrak :

Topik :

baiklah bu , sekarang kita akan berbincang-bincang tentang aspek positif dan

kemampuan yang dimiliki ibu”

Waktu:

“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang selama 15 menit? Apakah ibu bersedia?

Bagaimana ibu?

Tempat:

“kita berbincang-bincang disini atau dimana bu ?”

d. Tujuan interaksi

Tujuan kita berkenalan yaitu supaya kita lebih akrab, ibu juga bisa mengungkapkan

perasaan ibu kepada saya juga agar ibu mengetahui keuntungan dan kerugian

berinteraksi dengan orang lain”

2. KERJA (Langkah – langkah tindakan keperawatan)

 ibu, kalau boleh saya tau orang yang paling dekat dengan ibu siapa?

 menurut ibu apa keuntungann berinteraksi dengan orang lain dan kerugian tidak

berinteraksi dengan orang lain?


 kalau ibu tidak tahu saya akan memberitahukan keuntungan dari berinteraksi

dengan orang lain, yaitu ibu punya banyak teman, saling menolong, saling

bercerita, dan tidak selalu sendirian

 sekarang saya akan mengajarkan ibu berkenalan. bagus, ibu dapat mempraktekkan

apa yang saya ajarkan tadi. bagaimana kalau kegiatan berbincang -  bincang

dengan orang lain di masukkan kedalam jadwal kegiatan harian?

3. TERMINASI

a. Evaluasi

Evaluasi klien (Subjektif) :

“bagaimana perasaan ibu setelah kita berbincang - bincang tadi?”

Evaluasi perawat (Objektif dan reinforcement) :

“coba ibu ceritakan kembali keuntungan berinteraksi dan kerugian tidak

berinteraksi dengan orang lain?”

b. Rencana Tindak Lanjut ( apa yang perlu dilatih oleh klien sesuai hasil tindakan

yang telah dilakukan)

“tadi saya sudah menjelaskan keuntungan dan kerugian tidak  berinteraksi dengan

orang lain dan cara berkenalan yang benar, saya harap ibu dapat mencobanya

bagaimana berinteraksi dengan orang lain.”

c. Kontrak:

Topik:

Baiklah, pertemuan kita cukup sampai disini, besok kita akan  berbincang -

bincang lagi tentang jadwal yang telah kita buat dan mempraktekkan cara

berkenalan dengan orang lain”

Waktu:
“Berapa lama ibu punya waktu untuk berbincang - bincang dengan saya besok,

bagaimana kalau 6 menit saja?”

Tempat:

“Di mana ibu mau berbincang - bincang dengan saya besok?,baiklah bu bagaimana

kalau besok kita melakukannya di teras depan saja?”

Anda mungkin juga menyukai