Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI

PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN


ISOLASI SOSIAL

A. DEFINISI
 Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian,
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba,
dkk. 2008).
 Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan
mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara
menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk.
2009). 
 Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang diterima
sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau
mengancam (Wilkinson, 2007).
 Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang
karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam
( Twondsend, 1998 ). Atau suatu keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya, pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Budi Anna
Kelliat, 2006 ). Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari
interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain
( Pawlin, 1993 dikutip Budi Kelliat, 2001). Faktor perkembangan dan sosial
budaya merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku isolasi sosial. (Budi
Anna Kelliat, 2006).
B. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat
dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga
adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam
menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang,
perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan
rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa
ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada
orang lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat
sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan sebagai
objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu
dalam berhubungan terdiri dari:
1. Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi
kebutuhan biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara
ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang
mendasar. Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi
hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi yang mengalami
hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan
mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada masa
berikutnya.
2. Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang
mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai membina
hubungan dengan teman-temannya. Konflik terjadi apabila tingkah
lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak
frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan adanya
komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus anak tumbuh
menjadi individu yang interdependen, Orang tua harus dapat memberikan
pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya, maupun
sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak
mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan,
berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.
3. Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim
dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi
individu untuk mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada
di masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis akan
berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini
hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti
daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila
remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut,
yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung pada
remaja.
4. Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan
hubungan interdependen antara teman sebaya maupun orang tua.
Kematangan ditandai dengan kemampuan mengekspresikan perasaan
pada orang lain dan menerima perasaan orang lain serta peka terhadap
kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan
baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan
interpersonal pada dewasa muda adalah saling memberi dan menerima
(mutuality). 
5. Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan
anak-anak terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan
individu untuk mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan
pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap
mempertahankan hubungan yang interdependen antara orang tua dengan
anak.
6. Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan
keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun
pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan tersebut ketergantungan
pada orang lain akan meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki
harus dapat dipertahankan.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
 Sikap bermusuhan/hostilitas
 Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
 Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya.
 Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang
tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam pemecahan
masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah.
 Ekspresi emosi yang tinggi
 Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan
yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh
karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti
anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
d. Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden
tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang
menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot
apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi
kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan
struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.

2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor
internal maupun eksternal, meliputi:
a. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah
dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian
karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini
dapat menimbulkan isolasi sosial.
b. Stressor Biokimia
1. Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan
mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya
skizofrenia.
2. Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO
adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka menurunnya
MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
3. Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada
pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan
karena dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan
maupun penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan
tingkah laku psikotik.
4. Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala
psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-
sel otak.
c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering
terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
d. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas
kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan
individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai masalah
gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena
ego tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas
yang berasal dari luar. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan
terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah
serius antara hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga
perkembangan psikologis individu terhambat.
Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien
sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata
yang mengancam dirinya. Strategi koping yang sering digunakan pada
masing-masing tingkah laku adalah sebagai berikut:
a. Tingkah laku curiga: proyeksi
b. Dependency: reaksi formasi
c. Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
d. Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
e. Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
f. Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi,
represi dan regrasi.

C. POHON MASALAH
D. TANDA DAN GEJALA
Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat
ditemukan dengan wawancara, adalah:
1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
6. Pasien merasa tidak berguna
7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

E. AKIBAT YANG DITIMBULKAN


Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan
persepsi sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi
sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang
tidak sesuai dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau
mendengarkan suara-suara yang sebenarnya tidak ada.
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca
indera, di mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat
disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organik atau histerik.Halusinasi
merupakan pengalaman mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus
sensori eksternal yang meliputi lima perasaan (pengelihatan, pendengaran,
pengecapan, penciuman, perabaan), akan tetapi yang paling umum adalah
halusinasi pendengaran.

F. PETALAKSANAAN
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan
tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham,
halusinasi. Gangguan perasaan  dan perilaku yang aneh atau tidak
terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak
mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi)
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama
jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom
parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee).
Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan
jantung (Andrey, 2010).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi
mental serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping
seperti gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata
kabur, tekanan infra meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi
terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung
(Andrey, 2010).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan
idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan
fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering,
penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi,
takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi terhadap
hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit, psikosis
berat psikoneurosis (Andrey, 2010).
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan
strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing
strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat
mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi dengan pasien mengenai
keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan
orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan
berbiincang-bincang dengan orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP
dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi
kesempatan pada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang,
dan membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat
mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk
berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien
memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2008)
3. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan
bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
sehari-hari yang meliputi:
 Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu
bangun tidur.
 Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua
bentuk tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan
BAK.
 Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam
kegiatan mandi dan sesudah mandi.
 Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
keperluan berganti pakaian.
 Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu,
sedang dan setelah makan dan minum.
 Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan
kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan
kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
 Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan
dapat menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak
menggunakan/menaruh benda tajam sembarangan, tidak merokok
sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya tanpa tujuan
yang positif.
 Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk
pergi tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini
perlu diperhatikan karena sering merupakan gejala primer yang
muncul padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan gejala
insomnia (gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau mengawali
tidurnya.
b. Tingkah laku sosial
Merupakan tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial
pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
 Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya
menegur kawannya, berbicara dengan kawannya dan sebagainya.
 Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa,
menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan
sebagainya.
 Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara
dengan orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap
sebagai tanda adanya kesungguhan dalam berkomunikasi.
 Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan
bergaul dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).
 Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
 Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata
krama atau sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun
orang lain.
 Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang
bersifat mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya,
seperti tidak meludah sembarangan, tidak membuang puntung rokok
sembarangan dan sebagainya.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL
(PERTEMUAN PERTAMA)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien :
S: Klien mengatakan orang-orang jahat dengan dirinya
O: Klien tampak menyendiri, klien terlihat mengurung diri, klien tidak mau
bercakap-cakap dengan orang lain.
2. Diagnosa Keperawatan: Isolasi Sosial
3. Tujuan Keperawatan :
a. Membina hubungan saling percaya dengan klien
b. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial klien
4. Tindakan Keperawatan
 Bina hubungan saling percaya dengan klien
 SP 1 :
1) Identifikasi penyebab isolasi sosial pasien
2) Diskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan
orang lain.
3) Diskusi dengan pasien tentang kerugian berinteraksi dengan
orang lain
4) Ajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
5) Anjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-
bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN


KEPERAWATAN

FASE ORIENTASI :
1. Salam Terapeutik : “Selamat pagi Pak!” Perkenalkan nama saya Sinar Surya
Putri, biasa di panggil Sinar, saya mahasiswa STIKES Banyuwangi. Saya
praktek disini mulai dari hari ini. Nama Bapak siapa? Senang di panggil
apa?
2. Validasi
“ Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Apa yang terjadi sehingga Bapak
dibawa kesini??”
3. Kontrak :
 Topik : “Senang ya bisa berkenalan dengan bapak hari ini, bagaimana
kalau kita berbincang-bincang untuk lebih saling mengenal sekaligus
agar bapak dapat mengetahui keuntungan dan kerugian berinteraksi
dengan orang lain?
 Waktu: “ Berapa lama pak? Bagaimana kalau 15 menit saja?”
 Tempat : “Di mana ibu mau berbincang-bincang dengan saya? Ya sudah,
di ruangan ini saja kita berbincang-bincang.”

FASE KERJA :
 “Bapak, kalau boleh saya tau orang yang paling dekat dengan ibu siapa?”
 “Menurut bapak apa keuntungann berinteraksi dengan orang lain dan
kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain?”
 “Kalau bapak tidak tahu saya akan memberitahukan keuntungan dari
berinteraksi dengan orang lain, yaitu bapak punya banyak teman, saling
menolong, saling bercerita, dan tidak selalu sendirian”.
 “Sekarang saya akan mengajarkan bapak berkenalan. Bagus, bapak dapat
mempraktekkan apa yang saya ajarkan tadi. Bagaiman kalau kegiatan
berbincang-bincang dengan orang lain di masukkan kedalam jadwal
kegiatan harian?”

FASE TERMINASI :
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
 Evaluasi Subyektif: “Bagaimana perasaan bapak setelah kita
berbincang-bincang tadi?”
 Evaluasi Objektif: “Coba ibu ceritakan kembali keuntungan berinteraksi
dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain?”
2. Tindak Lanjut: “Tadi saya sudah menjelaskan keuntungan dan kerugian
tidak berinteraksi dengan orang lain dan cara berkenalan yang benar. Saya
harap bapak dapat mencobanya bagaimana berinteraksi dengan orang
lain!“
3. Kontrak yang akan datang
 Topik : “Baiklah, pertemuan kita cukup sampai disini. Besok kita
akan berbincang-bincang lagi tentang jadwal yang telah kita buat
dan mempraktekkan cara berkenalan dengan orang lain”.
 Waktu: “Berapa lama bapak punya waktu untuk berbincang-
bincang dengan saya besok? Bagaimana kalau 15 menit saja?”
 Tempat: “Di mana bapak mau berbincang-bincang dengan saya
besok? Ya sudah... bagaimana kalau besok kita melakukannya di
teras depan saja?”

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL
(PERTEMUAN KE DUA)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien :
S: Klien mengatakan malas berinteraksi
O: Klien menyendiri di kamar, klien tidak mau melakukan aktivitas di luar
kamar, klien tidak mau melakukan interaksi dengan yang lainnya
2. Diagnosa Keperawatan: Isolasi Sosial
3. Tujuan Keperawatan :
a. Membina hubungan saling percaya dengan klien
b. Klien dapat mempraktekkan cara berkenalan denagn orang lain
c. Klien memiliki keinginan untuk melakukan kegiatan berbincang-
bincang dengan orang lain
4. Tindakan Keperawatan
 Bina hubungan saling percaya dengan klien
 SP 2 :
1) Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2) Berikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara
berkenalan dengan dua sampai tiga orang
3) Bantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN


KEPERAWATAN

FASE ORIENTASI :
1. Salam Terapeutik : “ Selamat Pagi Pak!” masih ingat dengan saya?
Benar bapak! saya suster Sinar”.
2. Validasi : “ Bagaimana perasaan bapak hari ini ? masih ingat dengan
yang kemarin saya ajarkan?”
3. Kontrak :
 Topik : “Sesuai dengan janji kita kemarin, hari ini kita akan
mempraktekkan bagaimana cara berkenalan dengan satu orang”.
 Waktu : “Sesuai dengan kesepakatan kita kemarin, kita akan
melakukannya selama 15 menit, bagaimana menurut bapak?
 Tempat : “Kesepakatan kita kemarin!! Kita akan melakukannya di
teras depan, apakah bapak setuju?”

FASE KERJA :
 “Sebelum kita berkenalan dengan orang lain, coba bapak perlihatkan
kepada saya bagaimana cara berkenalan dengan orang lain?”
 “Hebat, bapak dapat melakukannya dengan baik. Sekarangvmari kita
melakukannya dengan satu orang yang bapak belum kenal!!”
 “Bagus, bapak dapat mempraktekkan dengan baik dan sesuai dengan
apa yang saya ajarkan. Bagaimana kalau kegiatan berkenalan dengan
orang lain yang baru dikenal di masukkan kedalam jadwal kegiatan
harian?”

FASE TERMINASI :
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
 Evaluasi Subyektif : “Bagaimana perasaan bapak setelah kita
berbincang-bincang tadi?” Siapa nama orang yang bapak ajak
berkenalan tadi?”
 Evaluasi Objektif : “Klien terlihat berkenalan dengan orang yang
baru di kenalnya sebanyak 1 orang”.
2. Tindak Lanjut :“Bapak saat saya tidak ada bapak dapat melakukan hal
seperti yang bapak lakukan tadi dengan orang yang belum bapak kenal,
kemudian bapak ingat nama yang pernah bapak ajak kenalan atau bisa
bapak catat di buku saat berkenalan.”
3. Kontrak yang akan datang
 Topik : “Baiklah, pertemuan kita cukup sampai disini. Besok kita
akan melakukan berkenalan dengan orang lain sebanyak 2 orang
atau lebih?”
 W aktu : “Berapa lama bapak punya waktu untuk interaksi dengan
orang lain? Bagaimana kalau besok kita melakukannya selama 15
menit?”
 Tempat : “ Di mana bapak bisa melakukannya besok? Bagaimana
kalau besok kita melakukannya di tempat ini lagi? Selamat siang
bapak!!!”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL
(PERTEMUAN KE TIGA)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien :
S: Klien mengatakan sudah dapat berinteraksi dengan orang lain
O: Klien tampak sudah mau keluar kamar, klien dapat melakukan aktivitas
di ruangan
2. Diagnosa Keperawatan: Isolasi Sosial
3. Tujuan Keperawatan :
a. Klien mempu berkenalan dengan dua orang atau lebih
b. Klien dapat memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
4. Tindakan Keperawatan
 Bina hubungan saling percaya dengan klien
 SP 3 :
1) Evaluasi jadwal kegitan harian pasien
2) Berikan kesempatan pada klien berkenalan dengan tiga sampai 4
orang
3) Anjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN


KEPERAWATAN

FASE ORIENTASI :
1. Salam Terapeutik : “ Selamat Pagi Pak!” masih ingat dengan saya? Benar
bapak! saya suster Sinar”.
2. Validasi : “ Bagaimana perasaan bapak hari ini ? masih ingat dengan yang
kemarin bapak lakukan?”
3. Kontrak :
 Topik : “ Sesuai dengan janji kita kemarin, hari ini bapak akan
melakukan interaksi dengan orang lain sebanyak 2 orang atau lebih
pada orang yang tidak bapak kenal atau orang baru”
 W aktu : “ Sesuai dengan kesepakatan kita kemarin, kita akan
melakukannya selama 15 menit... bagaimana menurut bapak?”
 Tempat : “Kesepakatan kita kemarin!! Kita akan melakukannya di teras,
apakah bapak setuju?”

FASE KERJA :
 “Sebelum kita berkenalan dengan orang lain, coba bapak perlihatkan kepada
saya bagaimana cara berkenalan dengan orang lain? Hebat... ibu dapat
melakukannya dengan baik”.
 “Sekarang, mari kita melakukannya dengan orang lain yang bapak tidak
kenal sebanyak 2 orang atau lebih!! Bagus, bapak dapat mempraktekkan
dengan baik dan mulai berkembang dalam berinteraksi dengan orang lain”.
 “Bagaimana kalau kegiatan berkenalan dengan orang lain yang baru dikenal
di masukkan kedalam jadwal kegiatan harian?”

FASE TERMINASI :
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
 Evaluasi Subyektif : “Bagaimana perasaan bapak setelah kita
berbincang-bincang tadi? Siapa saja nama orang yang bapak ajak
berkenalan tadi?”
 Evaluasi Objektif : “Klien terlihat berkenalan dengan orang yang baru
di kenalnya sebanyak 3 orang”.
2. Tindak Lanjut : “nah.. saat saya tidak ada, bapak dapat melakukannya hal
seperti yang ibu lakukan tadi dengan orang yang baru bapak kenal...
kemudian bapak ingat nama yang pernah bapak ajak kenalan atau bisa
bapak catat di buku saat berkenalan.”
3. Kontrak yang akan datang:
 Topik : “Baiklah, pertemuan hari ini kita akhiri. Besok kita ulangi apa
yang telah kita pelajari dari kemarin ya pak. Apakah bapak bersedia?”
 Waktu : “Berapa lama bapak mau melakukannya? Bagaimana kalau
besok kita melakukannya selama 15 menit?
 Tempat : “ Di mana bapak bisa melakukannya besok? Baiklah kita
melakukannya di sini saja. Selamat siang bapak!!!”

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL
(PERTEMUAN KE EMPAT)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien:
S: Klien mengatakan sudah dapat berinteraksi dengan orang lain
O: Klien tampak sudah mau keluar kamar, klien dapat melakukan aktivitas
di ruangan
2. Diagnosa Keperawatan: Isolasi Sosial
3. Tujuan Keperawatan:
a. Klien mempu berkenalan dengan orang lain dalam kegiatan
berkelompok
b. Klien dapat memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
4. Tindakan Keperawatan
 Bina hubungan saling percaya dengan klien
 SP 4 :
1) Evaluasi jadwal kegitan harian pasien
2) Berikan kesempatan pada klien berkenalan dengan orang lain
ketika berada dalam kegiatan kelompok
3) Anjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
C. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN

FASE ORIENTASI
“Selamat pagi bu..Bagaimana perasaannya hari ini ?Masih ada perasaan
kesepian,rasa enggan bicara dengan orang lain?Bagaimana dengan kegiatan
hariannya sudah dilakukan?Sudah berapa banyak orang yang ibu kenal?ibu
lakukan dengan bercakap-cakap kan bu?Bagaimana perasaan ibu setelah
melakukan kegiatan sambil bercakap-cakap dengan bnyak orang yang ibu
kenal?Wah ibu memang luar biasa,Baiklah lah bu sesuai janji kita,saya akan
mendampingi ibu dalam dan kegiatan social yaitu gotong royong dan pada saat
kegiatan itu ibu bisa berbicara dengan orang disana pada saat melakukan
kegiatan social ya bu,berapa lama ibu mau melakukannya?Baiklah bu mari kita
pergi kesana?

FASE KERJA
Baiklah bu apakah ibu sudah mempunyai daftar kegiatan apa yang mau ibu
lakukan saat gotong royongnya? Baiklah apakah ibu sudah bawa
perlengkapannya?Nah bu,caranya pertama ibu dekati salah satu orang
disana,lalu ibu ajak perkenalan terlebih dahulu,lalu ibu Tanya apa yang mau
bisa ibu bantu dalam kegiatan gotong royong,setelah selesai nanti ibu ucapkan
trimakasih ya bu,setelah itu ibu bisa ajak banyak orang untuk berkenalan lalu
ibu juga Tanya apakah ada yang bisa ibu bantu?setelah ibu bekerja ibu ajak
berinterksi kembali bahwa ibu senang atau tidaknya melakukan kegiatannya
dan berterima kasih,apakah ibu bisa?Baiklah silahkan ibu mulai..(Perawat
mendampingi pasien)

FASE TERMINASI
“Bagaimana perasaan ibu setelah berbicara saat gotong royong tadi?Apa
pengalaman yang ibu dapat dari sana bu?Baiklah bu selanjutnya ibu terus bisa
menambah orang yang ibu kenal dan melakukan kegiatan bersih-bersih jika ada
kegiatannya di sekitar lingkungan ibu ya bu,Saya rasa untuk selanjuttnya yang
mendampingi ibu tentu keluarga ibu untuk bersosialisasi dengan orang
lain.jangan lupa control ke puskesmas ya bu.Selamat pagi.
DAFTAR PUSTAKA

Anna Budi Keliat, SKp. (2006). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial
Menarik Diri, Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Anonim. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Isolasi Sosial. Diakses pada
tanggal 24 Juli 2012 pada
http://nurse87.wordpress.com/2009/06/04/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan-isolasi-sosial/
Keliat Budi Ana. 1999. Proses  Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta :
EGC
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta :
Salemba Medika
Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika.
Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses
Interaksi (API). Jakarta : fajar Interpratama.
Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .

Anda mungkin juga menyukai