Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

Isolasi Sosial

A. Masalah Utama
Isolasi Sosial

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang
merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam
dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain dan
lingkungan (Dalami, dkk. 2009). 
Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu
yang diterima sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi
yang negatif atau mengancam (Wilkinson, 2007).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh
seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan
mengancam (Twondsend, 1998). Atau suatu keadaan dimana
seseorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak
mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien mungkin
merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dan tidak mampu membina hubungan yang
berarti dengan orang lain (Budi Anna Kelliat, 2006 ). Menarik diri
merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain (Pawlin, 1993 dikutip Budi
Kelliat, 2001). Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan
faktor predisposisi terjadinya perilaku isolasi sosial. (Budi Anna Kelliat,
2006)
2. Faktor Predisposisi dan Faktor Presivitasi
Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus
dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas
perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa
perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama
yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin
hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang,
perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan
memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat
terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut
dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain
maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat
sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa
diperlakukan sebagai objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan
individu dalam berhubungan terdiri dari:
1) Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi
kebutuhan biologis maupun psikologisnya. Konsistensi
hubungan antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa
aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat
penting karena akan mempengaruhi hubungannya dengan
lingkungan di kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan
dalam mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan
mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain
pada masa berikutnya.
2) Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang
mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai
membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik terjadi
apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini
dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan
yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam
keluarga dapat menstimulus anak tumbuh menjadi individu
yang interdependen, Orang tua harus dapat memberikan
pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya,
maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena
pada saat ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus
belajar cara berhubungan, berkompetensi dan berkompromi
dengan orang lain.
3) Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang
intim dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan
mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari
perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya
hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang
menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini
hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih
berarti daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan
terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan
keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali
menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung pada
remaja.
4) Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta
mempertahankan hubungan interdependen antara teman
sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan
kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain dan
menerima perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan
orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan
baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan.
Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda
adalah saling memberi dan menerima (mutuality). 
5) Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan
anak-anak terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat
digunakan individu untuk mengembangkan aktivitas baru yang
dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan
dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan
yang interdependen antara orang tua dengan anak.
6) Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan
keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman,
maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan
tersebut ketergantungan pada orang lain akan meningkat,
namun kemandirian yang masih dimiliki harus dapat
dipertahankan.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi
kontribusi untuk mengembangkan gangguan tingkah laku.
1) Sikap bermusuhan/hostilitas
2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan
untuk mengungkapkan pendapatnya.
4) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota
keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka,
terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan
secara terbuka dengan musyawarah.
5) Ekspresi emosi yang tinggi
6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat
bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya
meningkat)
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan
merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan.
Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang salah
yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak produktif
diasingkan dari lingkungan sosial.
d. Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung
gangguan jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada
keluarga yang anggota keluarga yang menderita skizofrenia.
Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot apabila
salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan
bagi kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur
otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan
volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat
menyebabkan skizofrenia.
Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh
faktor internal maupun eksternal, meliputi:
a. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam
berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti
perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan
pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat
dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan
isolasi sosial.
b. Stressor Biokimia
1) Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan
mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan indikasi
terjadinya skizofrenia.
2) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah
akan meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu
kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan
dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan
indikasi terjadinya skizofrenia.
3) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan
pada pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami
penurunan karena dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme,
adanya peningkatan maupun penurunan hormon
adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku
psikotik.
4) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan
gejala-gejala psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat
merubah stuktur sel-sel otak.
c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia
sering terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun
biologis.
d. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.
Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan
menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe
psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan
karena ego tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id
maupun realitas yang berasal dari luar. Ego pada klien psikotik
mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini
berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu
dan anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis
individu terhambat.
Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan
pasien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan
suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Strategi koping
yang sering digunakan pada masing-masing tingkah laku adalah
sebagai berikut:
a) Tingkah laku curiga: proyeksi
b) Dependency: reaksi formasi
c) Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
d) Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
e) Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
f) Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi,
isolasi, represi dan regrasi.

3. Tanda dan Gejala


a. Menyendiri dalam ruangan
b. Tidak berkomunikasi, menarik diri, tidak melakukan kontak mata
Sedih, afek datar
c. Berpikir menurut pikirannya sendiri, tindakan berulang dan tidak
bermakna
d. Perhatian dan tindakan yang tidak sesuai dengan perkembangan
usianya
e. Mengekpresikan penolakan atau kesepian terhadap orang lain
f. Tidak ada asosiasi antara ide satu dengan lainnya
g. Menggunakan kata-kata simbolik
h. Menggunakan kata yang tidak berarti
i. Kontak mata kurang
j. Klien cenderung menarik diri dari lingkungan pergaulan, suka
melamun dan berdiam diri

4. Rentang Respon
Respon adaptif Renspon Maladaptif

Menyendiri Kesepian Manipulasi diri


Otonomi Menarik Diri Narkisme
Kebersamaan Ketergantungan
Saling ketergantungan
Rentang respon sosial menurut (Gail W. Stuart ; 2006 hal 277)
Keterangan rentang respons:
Respons adaptif adalah respons yang diterima oleh norma sosial
dan kultural dimana individu tersebut menjelaskan masalah dalam
batas normal.
Adapun respons adaptif tersebut:
a. Menyendiri
Respons yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang telah
dilakukan di lingkungan sosialnya dan merupakan suatu cara
mengawasi diri dan menentukan langkah berikutnya.
b. Otonomi
Suatu kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan
ide-ide individu.
c. Kebersamaan
Suatu keadaan dalam hubungan interpersonal di mana individu
tersebut mampu untuk memberi dan menerima.
d. Saling Ketergantungan
Saling ketergantungan individu dengan orang lain dalam hubungan
interpersonal.
‘Respon yang berada di tengah antara sehat–sakit
e. Kesepian
Berkurangnya keintiman akibat kejadian yang bersifat subjektif
sehingga individu sulit berhubungan dengan orang lain.
f. Menarik diri
Menghindari interaksi dengan orang lain.
g. Ketergantungan
Merasa tergantung dan tidak mampu mengambil
keputusan.Respons maladaptif adalah respons yang dilakukan
individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari
norma-norma sosial dan kebudayaan suatu tempat.
Karekteristik dari perilaku maladaptif tersebut adalah:
a. Manipulasi
Orang lain diperlakukan seperti objek, hubungan terpusat pada
masalah pengendalian, berorientasi pada diri sendiri atau pada
tujuan, bukan berorientasi pada orang lain.
b. Impulsif
Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, penilaian yang buruk, tidak dapat diandalkan.
c. Narkisisme
Harga diri yang rapuh secara terus-menerus berusaha
mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap egoisentris,
pencemburuan, marah jika orang lain tidak mendukung.
5. Penatalaksanaan
Gangguan skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik
dengan gangguan dasar pada kepribadian distorsi khas proses pikir,
kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang
dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya, waham yang kadang-
kadang aneh, gangguan persepsi, afek abnormal yang terpadu dengan
situasi nyata atau sebenarnya, dan autisme. Meskipun demikian,
kesadaran yang jernih dan kapasitas intelektual biasanya tidak
terganggu
Penatalaksanaan klien dengan diagnosa medik skizofrenia
khususnya dengan diagnosa keperawatan Isolasi Sosial adalah dengan
pemberian obat-obatan dan tindakan lain yaitu:
a. Psikofarmakologi
Farmakoterapi adalah pemberian terapi dengan
menggunakan obat. Obat yang digunakan untuk gangguan jiwa
disebut dengan psikofarmaka = psikoterapika = phrenotropika.
Terapi gangguan jiwa dengan menggunakan obat-obatan disebut
dengan psikofarmakoterapi = medikasi psikoterapi yaitu obat yang
mempunyai efek terapeutik langsung pada proses mental
penderita karena kerjanya pada otak/sistem saraf pusat. Obat
yang bekerjanya secara efektif pada SSP dan mempunyai efek
utama terhadap aktifitas mental, serta mempunyai efek utama
terhadp aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi
gangguan psikiatri.
Psikofarmakakologi yang lazim digunakan pada gejala isolasi
sosial adalah obat-obatan antipsikosis seperti:
1) Chlorpromazine
Indikasi digunakan untuk sindrom psikosis dengan gejala
dominan gaduh gelisah, hiperaktif, sulit tidur, kekacauan
pikiran, perasaan, dan perilaku. Mekanisme kerja
memblokade dopamine pada pascasinaptik neuron di otak
terutama pada sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal. Efek
samping penggunaan Chlorpromazine injeksi sering
menimbulkan hipotensi ortostatik.
2) Haloperidol
Indikasi digunakan untuk sindrom psikosis dengan gejala
dominan apatis, menarik diri, perasaan tumpul, kehilangan
minat dan inisiatif, hipoaktif, waham, halusinasi.Mekanisme
kerja memblokade dopamine pada pascasinaptik neuron di
otak terutama pada sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal.
Efek samping sering menimbulkan gejala ekstrapiramidal.
3) Triflouperazine
Indikasi gangguan mental dan emosi ringan, kondisi
neurotik/psikosomatis, ansietas, mual dan muntah. Efek
samping sedasi dan inhibisi psikomotor5.
b. Terapisomatis
Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien
dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang
maladaptif menjadi perilaku adaptif dengan melakukan tindakan
yang ditujukan pada kondisi fisik klien. Walaupun yang diberikan
perlakuan fisik adalah fisik klien, tetapi target terapi adalah
perlakuan klien. Jenis terapi somatik adalah meliputi pengikatan,
ECT, isolasi, dan fototerapi.
1) Pengikatan
Pengikatan adalah terapi menggunakan alat mekanik atau
manual untuk membatasi mobilitas fisik klien yang bertujuan
untuk melindungi cedera fisik pada klien sendiri atau orang
lain.
2) Terapi Kejang Listrik/Elektro Convulsive Therapy (ECT)
Adalah bentuk terapi kepada klien dengan menimbulkan
kejang (Grandmal) dengan mengalirkan arus listrik kekuatan
rendah (2-3 joule) melalui electrode yang ditempelkan di
bebrapa titik pada pelipis kiri/kanan (lobus frontalis) klien.
3) Isolasi
Isolasi adalah bentuk terapi dengan menempatkan klien
sendiri di ruangan tersendiri untuk mengendalikan perilakunya
dan melindungi klien, orang lain, dan lingkungan dari bahaya
potensial yang mungkin terjadi.
4) Fototerapi
Fototerapi adalah terapi yang diberikan dengan memaparkan
klien pada sinar terang 5-10 x lebih terang daripada sinar
ruangan dengan posisi klien duduk, mata terbuka, pada jarak
1,5 meter di depan klien diletakkan lampu setinggi mata.
5) Terapi Deprivasi Tidur
Terapi deprivasi tidur adalah terapi yang diberikan kepada
klien dengan mengurangi jumlah jam tidur klien sebanyak 3,5
jam. Cocok diberikan pada klien dengan depresi.
c. Terapi Modalitas
Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan
jiwa. Tetapi ini diberikan dalam upaya mengubah perilaku klien
dari perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif. Jenis-jenis
terapi modalitas antara lain:
1) Aktifitas Kelompok
Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) adalah suatu bentuk terapi
yang didasarkan pada pembelajaran hubungan
interpersonal.Fokus terapi aktifitas kelompok adalah membuat
sadar diri (self-awereness), peningkatan hubungan
interpersonal, membuat perubahan, atau ketiganya.
2) Terapi keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang member
perawatan langsung pada setap keadaan (sehat-sakit) klien.
Perawat membantu keluarga agar mampu melakukan lima
tugas kesehatan yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat
keputusan tindakan kesehatan, member perawatan pada
anggota keluarga yang sehat, menciptakan lingkungan yang
sehat, dan menggunakan sumber yang ada dalam masyarakat.
3) Terapi Rehabilitasi
Program rehabilitasi dapat digunakan sejalan dengan terapi
modalitas lain atau berdiri sendiri, seperti Terapi okupasi,
rekreasi, gerak, dan musik.
4) Terapi Psikodrama
Psikodrama menggunakan struktur masalah emosi atau
pengalaman klien dalam suatu drama. Drama ini member
kesempatan pada klien untuk menyadari perasaan, pikiran, dan
perilakunya yang mempengaruhi orang lain.
5) Terapi Lingkungan
Terapi lingkunagan adalah suatu tindakan penyembuhan
penderita dengan gangguan jiwa melalui manipulasi unsur yang
ada di lingkungan dan berpengaruh terhadap proses
penyembuhan. Upaya terapi harus bersifat komprehensif,
holistik, dan multidisipliner.

C. Pohon Masalah

Resiko Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi

Isolasi Sosial Defisi Perawatan Diri

Mekanisme Koping Tidak Efektif

Gangguan Konsep diri: Harga Diri Rendah

D. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


a. Isolasi Sosial
b. Harga Diri rendah Kronis
c. Perubahan Persepsi sensori : Halusinasi
d. Defisit Perawatan Diri
e. Koping Individu Tidak Efektif
f. Koping Keluarga Tidak efektif
g. Intoleransi aktifitas
h. Defisit perawatan diri
i. Resti mencedarai diri,orang lain dan lingkungan.
E. Data yang Perlu Dikaji
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan
dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan
diketahui berbagai permasalahan yang ada.
Pengkajian menurut Lyer merupakan tahap awal dari proses
keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam
pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien dan merupakan dasar utama dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu.
Menurut Keliat (2005 : hal 3) pengkajian merupakan tahap awal dan
dasar utama dari proses keperawatan, tahap pengkajian terdiri dari atas
pengumpulan data dan perumusan masalah. Data yang dikumpulkan
meliputidata biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.
Data pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi factor
predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping,
dan kemampuan koping yang dimiliki klien (Stuart dan Larry, 2005 :).
Tujuan pengkajian adalah mengidentifikasi dan mendapatkan data
yang sesuai tentang klien. Oleh karenanya, fokus utama dari pengumpulan
data adalah respon klien terhadap kekhawatiran, atau masalah kesehatan
yang bersifat biofisik, sosiokultural, psikologis, dan spiritual.
Kegiatan keperawatan dalam melakukan pengkajian keperawatan ini
adalah dengan mengkaji data dari klien dan keluarga tentang tanda dan
gejala serta faktor penyebab, memvalidasi data dari klien dan keluarga,
mengelompokan data, serta menempatkan masalah klien.
Data yang di dapatkan bisa dikelompokan menjadi dua macam, yaitu
data subyektif dan obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan
secara lisan oleh klien dan keluarga, data ini didapatkan melalui
wawancara oleh perawat kepada klien dan keluarga. Data obyektif adalah
data yang ditemukan secara nyata, data yang didapat melalui observasi
atau pemeriksaan langsung oleh perawat. Adapun data yang langsung
didapat oleh perawat disebut sebagai data primer, sedangkan data yang
diambil dari hasil pengkajian atau catatan tim kesehatan disebut data
sekunder.
Data yang perlu dikaji pada klien dengan isolasi sosial menurut Nita
Fitria dalam bukunya 4 antara lain : data sukjektif seperti klien mengatakan
malas bergaul dengan orang lain, klien mengatakan dirinya tidak ingin
ditemani perawat dan meminta untuk sendiri, klien mengatakan tidak mau
berbicara dengan orang lain, tidak mau berkomunikasi, data tentang klien
biasanya didapat dari keluarga yang mengetahui keterbatasan klien
(suami, istri, anak, ibu, ayah, atau teman dekat) dan data objektif seperti
kurang spontan, apatis (acuh terhadap lingkungan), ekspresi wajah kurang
berseri, tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri, tidak
ada atau kurang komunikasi verbal, mengisolasi diri, tidak sadar terhadap
lingkungan sekitarnya, asupan makanan dan minuman terganggu, retensi
urine dan feses, aktivitas menurun dan kurang energy, rendah diri, da
postur tubuh berubah misalnya sikap fetus/janin (pada posisi tidur).

F. Diagnosis Keperawatan Jiwa


Menurut Carpenito (1996, dalam Kelliat,2006. Hlm.7) Diagnosa
keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon actual atau potensial
dari individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan /
proses kehidupan.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada isolasi sosial
adalah (Dalami, 2009, Hal. 12 dan Riyadi, 2009, Hal. 158):
1. Isolasi sosial
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
3. Gangguan sensori persepsi: halusinasi
4. Resiko perilaku kekerasan
5. Defisit perawatan diri: personal hygiene
6. Resiko Bunuh Diri
G. Rencana Tindakan Keperawatan
No. Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan Intervensi
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria
1. Isolasi sosial Tujuan Umum: Klien 1.1  Setelah 2 kali pertemuan 1.1  Bina hubungan  saling percaya dengan
mampu berinteraksi klien dapat menunjukan mengungkapkan  prinsip komunikasi
  dengan orang lain ekspresi wajah bersahabat, terapeutik:
secara optimal menunjukan rasa - Sapa klien dengan ramah baik verbal
TUK 1 : senang,ada kontak mata, maupun non verbal
Klien dapat mau berjabat tangan, mau - Perkenalkan diri dengan sopan
membina hubungan menyebut nama, mau - Tanyakan nama lengkap klien dan nama
saling percaya manjawab salam, klien mau penggilan yang disukai klien
duduk berdampingan - Jelaskan tujuan pertemuan
  dengan perawat, mau - Jujur dan menepati janji
mengutarakan masalah - Tunjukan sikap empati dan menerima
  
yang dihadapi klien apa adanya
- Beri perhatian kepada klien dan
   perhatikan kebutuhan dasar klien
TUK 2 : 2.1  Setelah 3 kali pertemuan 2.1 Kaji tentang pengetahuan klien tentang
Klien dapat Klien dapat menyebutkan perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
menyebutkan penyebab menarik diri yang 2.2  Berikan kesempatan kepada klien  untuk
penyebab menarik berasal dari: mengungkapkan perasaan penyebab
diri - Diri sendiri menarik diri atau tidak mau bergaul
- Orang lain  2.3  Diskusikan bersama klien tentang perilaku
- Lingkungan menarik diri, tanda-tanda serta penyebab
yang muncul
2.4  Berikan pujian terhadap kemampuan klien
mengungkapkan perasaanya
TUK 3 : 3.1  Setelah 4 kali pertemuan 3.1  Kaji  pengetahuan klien tentang manfaat
Klien dapat Klien dapat menyebutkan atau keuntungan berhubungan dengan orang
menyebutkan keuntungan berhubungan lain
keuntungan dengan orang lain  3.2  Beri kesempatan kepada klien
berhubungan 3.2  Klien dapat menyebutkan mengungkapkan perasaan tetang
dengan orang lain kerugian tidak berhubungan keuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian tidak dengan orang lain 3.3  Diskusikan bersama klien tentang manfaat
berhubungan berhubungan  dengan orang lain
dengan orang lain 3.4  Beri reinforcement positif terhadap
kemampuan klien mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan
orang lain
3.1  Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila
tidak berhubungan dengan orang lain
3.2  Beri kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaan tentang kerugian
bila tidak berhubungan dengan orang lain
3.3  Diskusikan bersama klien tentang kerugian
tidak berhubungan dengan orang lain
3.4  Beri reinforcement positif terhadap
kemampuan klien mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain
TUK 4 : 4.1  Setelah 4 kali pertemuan 4.1  Kaji kemampuan klien membina hubungan
Klien dapat Klien dapat dengan orang lain
melaksanakan mendemonstrasikan 4.2  Dorong dan bantu klien untuk berhubungan
hubungan social hubungan social secara dengan orang lain melalui tahap :
secara bertahap bertahap antara : - K–P
- K–P - K – P –P lain
- K – P –K - K – P –P lain-K lien
- K-P-Kelg - K-P-Kelg
- K-P-Kelp - K-P-Kelp
4.3  Beri reinforcement  terhadap keberhasilan
yang telah di capai
4.4  Bantu klien untuk mengevaluasi  manfaat
berhubungan
4.5  Diskusikan jadwal harian  yang dapat
dilakukan bersama klien dalam mengisi
waktu
4.6  Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan
ruangan
4.7  Beri reinforcement atas kegiatan klien dalam
kegiatan ruangan
TUK 5 : 5.1  Setelah 4 kali pertemuan 5.1  Dorong klien untuk mengungkapkan
Klien dapat Klien dapat perasaanya bila berhubungan dengan orang
mengungkapkan mengungkapkan lain
perasaanya setelah perasaanya setelah 5.2  Diskusikan dengan klien tentang  perasaan
berhubungan berhubungan dengan orang manfaat berhubungan dengan orang lain
dengan orang lain lain untuk : 5.3  Beri reinforcement positif atas kemampuan
Diri sendiri klien mengungkapkan perasaan manfaat
Orang lain berhubungan  dengan orang lain
TUK 6 : 6.1  Setelah 4 kali pertemuan 6.1  Bina hubungan saling percaya dengan
Klien dapat Keluarga dapat: keluarga:
memberdayakan - Menjelaskan - Salam perkenalan diri
system pendukung perasaanya - jelaskan tujuan
atau keluarga - Menjelaskan cara - Buat kontrak
mampu merawat klien menarik - Ekspresi perasaan keluarga
mengembangkan diri 6.2  Diskusikan dengan anggota keluarga
kemampuan klien - Mendemonstrasikan tentang:
untuk berhubungan klien menarik diri - Prilaku menarik diri
dengan orang lain - Berpartisipasi dalam - Penyebab prilaku menarik diri
perawatan klien - Akibat yang akan terjadi jika prilaku
menarik diri menarik diri tidak ditanggapi
- Cara keluarga untuk menghadapi klien
menarik diri
6.3  Dorong anggota keluarga untuk memberi
dukungan kepada klien untuk berkomunikasi
dengan orang lain
6.4  Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan
bergantian mengunjungi klien minimal satu
kali seminggu
6.5  Beri reinforcement atas hal –hal yang telah
dicapai oleh keluarga

TUK 7 7.1 Klien dan keluarga dapat 7.1 Sesusikan dengan klien dan keluarga tentang
Klien dapat menyebutkan manfaat, dosis, frekwensi dan manfaat obat
memanfaatkan obat dosis dan efek samping 7.2 Anjurkan klien meminta sendiri obat pada
dengan baik obat perawat, dan merasakan manfaatnya.
 7.2  Klien dapat 7.3 Anjurkan klien dengan bertanya kepada
mendemonstrasikan dokter tentang efek dan efek samping obat
penggunaan obat yang dirasakan.
 7.3  Klien termotivasi untuk 7.4 Diskusikan akibat berhenti obat tanpa
berbicara dengan perawat konsultasi
apabila dirasakan ada efek 7.5 Bantu klien menggunakan obat dengan
samping obat prinsip 5 benar
 7.4  Klien memahami akibat
berhentinya obat
  7.5  Klien dapat menyebutkan
prinsip 5 benar
penggunaan obat
H. trategi Pelaksanaan Tindakan
Isolasi Pasien Keluarga
Sosial SP I p SP I k
1. Mengidentifikasi penyebab 1. Mendiskusikan
isolasi sosial pasien masalah yang dirasakan
2. Berdiskusi dengan pasien keluarga dalam merawat
tentang keuntungan berinteraksi pasien
dengan orang lain 2. Menjelaskan
3. Berdiskusi dengan pasien pengertian, tanda dan
tentang kerugian tidak gejala isolasi sosial yang
berinteraksi dengan orang lain dialami pasien beserta
4. Mengajarkan pasien cara proses terjadinya
berkenalan dengan satu orang 3. Menjelaskan cara-
5. Menganjurkan pasien cara merawat pasien
memasukkan kegiatan latihan isolasi sosial
berbincang-bincang dengan
orang lain dalam kegiatan harian SP II k
1. Melatih keluarga
SP II p mempraktekkan cara
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan merawat pasien dengan
harian pasien isolasi sosial
2. Memberikan kesempatan 2. Melatih keluarga
kepada pasien mempraktekkan melakukan cara
cara berkenalan dengan satu merawat langsung
orang kepada pasien isolasi
3. Membantu pasien sosial
memasukkan kegiatan
berbincang-bincang dengan SP III
orang lain sebagai salah satu 1. Membantu keluarga
kegiatan harian membuat jadual aktivitas
di rumah termasuk
SP III p minum obat (discharge
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan planning)
harian pasien 2. Menjelaskan follow
2. Memberikan kesempatan up pasien setelah
kepada berkenalan dengan dua pulang
orang atau lebih
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
Daftar Pustaka

Boyd, M.A & Nihart, M.A, (1998). Psychiatric Nursing Contemporary Practice,
Edisi 9th, Lippincott-Raven Publishers, Philadelphia
Carpenito, L.J, (1998). Buku Saku Diagnosa keperawatan (terjemahan), Edisi 8,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
DEPKES RI, (1989). Pedoman Perawatan Psikiatrik, Ed I, DEPKES RI, Jakarta
Johnson, B.S, (1995). Psichiatric-Mental Health Nursing Adaptation and
Growth, Edisi 2th, J.B Lippincott Company, Philadelphia
Kusuma, W, (1997). Dari A Sampai Z Kedaruratan Psikiatrik Dalam Praktek, Ed
I, Professional Books, Jakarta
Keliat, B.A, dkk, (1997). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Ed I, EGC,
Jakarta
Maramis,W.F (1998). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University
Press, Surabaya
Rawlins, R.P & Heacock, P.E (1988). Clinical Manual of Psychiatric Nursing,
Edisi 1th, The C.V Mosby Company, Toronto
Stuart, G.W & Sundeen, S.J, (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa
(terjemahan). Edisi 3, EGC, Jakarta
Townsend, M.C, (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan
Psikitari (terjemahan), Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakart
Keliat, Budi Anna & akemat.2009. Model Praktik Keperawatan Profesional
Jiwa.EGC.Jakarta
http://nurse87.wordpress.com/2009/06/04/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan-isolasi-sosial/ (diakses pada tanggal 4 juni 2014).
Maramis, W.F. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Universitas Airlangga.
Standar Asuhan Keperawatan Jiwa dan Kesehatan Jiwa. 2000. Rumah
Sakit Jiwa Bandung.
Departemen Kesehatan Jiwa RI. 2002. Pedoman Penggolongan dan Diagnosa
Gangguan di Indonesia III. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai