Anda di halaman 1dari 14

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

INDONESIA POLTEKKES KEMENKES


TANJUNGKARANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
TANJUNGKARANG
Bandar Lampung
Jl. Soekarno Hatta No. 1 Hajimena Bandar Lampung

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Kasus ( masalah utama )

1. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteaksi dengan orang lain disekitarnya (Damaiyanti, 2012).
Isolasi sosial juga merupakan kesepian yang dialami individu dan dirasakan saat didorong
oleh keberadaan orang lain sebagai pernyataan negatif atau mengancam (NANDA-I
dalam Damaiyanti, 2012).
Isolasi sosial adalah keadaan ketika individu mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain dan sekitarnya. Pasien mungkin
merasa ditolak,dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.
( Keliat,dkk.2009)
Isolasi sosial merupakan kondisi ketika individu atau kelompok mengalami,
atau merasakan kebutuhan, atau keinginan untuk lebih terlibat dalam aktivitas
bersama
orang lain, tetapi tidak mampu mewujudkannya (Carpenito, 2009).
Isolasi sosial merupakan kondisi ketika individu atau kelompok mengalami,
atau merasakan kebutuhan, atau keinginan untuk lebih terlibat dalam aktivitas
bersama
orang lain, tetapi tidak mampu mewujudkannya (Carpenito, 2009).
Isolasi sosial merupakan pertahanan diri seseorang terhadap orang lain maupun
lingkungan yang menyebabkan kecemasan pada diri sendiri dengan cara menarik diri
secara fisik maupun psikis. Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang
merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara
menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan. Isolasi sosial merupakan upaya
mengindari komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan
tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan (Rusdi,2013).
II. Proses Terjadinya Masalah
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya isolasi sosial yang disebabkan oleh
perasaan tidak berharga yang bisa dialami oleh klien dengan latar belakang yang penuh
dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan kecemasan. Perasaan tidak berharga
mernyebabkan klien makin sulit dalam mengembangkan berhubungan dengan orang lain.
Akibatnya klien menjadi regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam aktivitas dan
kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri. Klien semakin tenggelam
perjalinan terhadap penampilan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah laku yang tidak
sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut halusinasi.

A. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
1) Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan
sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan
menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama
yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan
orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari
ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat
mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di
kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak
tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam
berhubungan terdiri dari:
a. Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan
biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak,
akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat
penting karena akan mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di
kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa
percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan
orang lain pada masa berikutnya.
b. Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai
mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan
teman-temannya. Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu
dikontrol, hal ini dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus,
aturan yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat
menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang tua
harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari
dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada
saat ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan,
berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.
c. Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan teman
sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk
mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat.
Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang menjadi
hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan individu dengan
kelompok maupun teman lebih berarti daripada hubungannya dengan orang
tua. Konflik akan terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan
keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan
tertekan maupun tergantung pada remaja.
d. Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan hubungan
interdependen antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai
dengan kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima
perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap
untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai
pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda adalah
saling memberi dan menerima (mutuality).
e. Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak
terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk
mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri.
Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan
yang interdependen antara orang tua dengan anak.
f. Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan fisik,
kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran.
Dengan adanya kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain akan
meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus dapat
dipertahankan.

2) Faktor Komunikasi Dalam Keluarga


Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
a. Sikap bermusuhan/hostilitas
b. Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
c. Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya.
d. Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak,
hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi
kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara
terbuka dengan musyawarah.
e. Ekspresi emosi yang tinggi
f. Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang
membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
3) Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena
norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak
produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
4) Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi
skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang menderita
skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot apabila salah
diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot
persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran
ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik,
diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
B. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
maupun eksternal, meliputi:
a. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya
penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang
dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh,
dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.

b. Stressor Biokimia
1) Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta
tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
2) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah
sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga
dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
3) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat
oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan
hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
4) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala
psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel
otak.
c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat
interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
d. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan
memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah
akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.

Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak


dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari
luar. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi
stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan
anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.
Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha
mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam
dirinya. Strategi koping yang sering digunakan pada masing-masing tingkah laku
adalah sebagai berikut: a) Tingkah laku curiga: proyeksi b) Dependency: reaksi
formasi c) Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi d) Curiga, waham, halusinasi:
proyeksi, denial e) Manipulatif: regrasi, represi, isolasi f) Skizoprenia:
displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi dan regrasi.

C. Rentang respon

Keterangan rentang respon


a. Respon adaptif adalah respon yang diterima oleh norma sosial dan kuturaldimana
individu tersebut menjelaskan masalah dalam batas normal. Adapun respon adaptif
tersebut :
1. Solitude (menyendiri) Respon yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang telah
dilakukan dilingkungan sosialnya dan merupakan suatu cara mengawasi diri dan
menentukan langkah berikutnya.
2. Otonomi Suatu kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-
ide pikiran.
3. Kebersamaan Suatu keadaan dalam hubungan interpersonal dimana individu
tersebut mampu untuk memberi dan menerima.
4. Saling ketergantungan Saling ketergantungan antara individu dengan orang lain
dalam hubungan interpersonal.
b. Respon maladiptif adalah respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial dan kebudayaan suatu tempat.
Karakteristik dari perilaku maladiptif tersebut adalah
1. Menarik diri Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak
berhubungan dengan orang lain untuk mencari ketenangan sementara.
2. Manipulasi Adalah hubungan sosial yang terdapat pada individu yang
menganggap orang lain sebagai objek dan berorientasi pada diri sendiri atau pada
tujuan, bukan berorientasi pada orang lain. Individu tidak dapat membina
hubungan sosial secara mendalam.
3. Ketergantungan Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri dan
kemampuan yang dimiliki.
4. Impulsif Ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, tidak dapat diandalkan, mempunyai penilaian yang buruk dan
cenderung memaksakan kehendak.
5. Narkisisme Harga diri yang rapuh,secara terus menerus berusaha mendapatkan
penghargaan dan pujian, memiliki sikap egosentris, pencemburu dan marah jika
orang lain tidak mendukung.

D. Tanda gejala
Tanda dan gejala Menurut Pusdiklatnakes (2012) tanda dan gejala isolasi sosial dapat
dinilai dari ungkapan klien yang menunjukkan penilaian negatif tentang hubungan sosial
dan didukung dengan data observasi :
a. Data subjektif Pasien mengungkapkan tentang :
1. Perasaan sepi
2. Perasaan tidak aman
3. Perasaan bosan dan waktu terasa lambat
4. Ketidakmampuan berkonsentrasi
5. Perasan ditolak
b. Data objektif
1. Banyak diam
2. Tidak mau bicara
3. Menyendiri
4. Tidak mau berinteraksi
5. Tampak sedih
6. Kontak mata kurang
7. Muka datar

E. Mekanisme koping
Individu yang mengalami respon sosial maladiptif menggunakan berbagai mekanisme
dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis
masalah hubungan yang spesifik (gall,W Stuart 2006).
Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisosial antara lain proyeksi,
spliting dan merendahkan orang lain, koping yang berhubungan dengan gangguan
kepribadian ambang spliting, formasi reaksi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain,
merendahkan orang lain dan identifikasi proyektif. Menurut Gall W. Stuart (2006).

F. Sumber Koping
Contoh sumber koping yang berhungan dengan respon maladaptif menurut Stuart, (2006)
meliputi :
a. Keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luas dan teman.
b. Hubungan dengan hewan peliharaan.
c. Penggunaan kreativitas untuk mengekspresikan stres interpersonal (misalkan:
kesenian, musik atau tulisan)..
A. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji

Data Masalah
Subjektif : Isolasi sosial
1. Keluarga klien mengatakan 1 taun yang
lalu klien bercerai dengan suaminya
2. Keluarga mengatakan seorang anaknya
dibawa ole suaminya
3. Keluarga klien mengatakan klien sering
bengong dan melamun
4. Keluarga klien mengatakan klien sering
mengurung diri di kamar
Objek :
1. Klien tampak banyak diam
2. Klien terliat tidak mau berbicara dan
tidak mau berinteraksi
3. Klien tampak sedi ekspresi datar dan
kontak mata kurang
Subjektif: Harga diri rendah
1. Klien mengatakan merasa malu pada
dirinya
2. Klien mengatakan sering melebih-
lebihkan penilaian negatif tentang
dirinya
3. Klien mengatakan dirinya tidak
berguna
Objektif :
1. Klien berbicara pelan
2. Klien menolak berinteraksi dengan
orang lain
3. Klien saat berjalan dan postur tubuh
menunduk
Subjektif : halusinasi
1. Klien mengatakan mendengar bunyi
yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata
2. Klien mengatakan sering ada yang
mengajaknya berbicara
Objektif :
1. Klien berbicara sendiri
2. Klien bersikap seperti mendengar dan
melihat sesuatu
3. Klien berhenti bicara ditengah kalimat
untuk mendengarkan sesuatu
B. Pohon Masalah

C. Diagnosa Keperawatan

1. Isolasi sosial

2. Harga diri rendah

3. Halusinasi

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (Individu, Keluarga Dan Kelompok)

A. Individu

Sp 1. Membina Hubungan Salingpercaya, Mengenal Penyebab Isolasi Sosial, Mengenal


Keuntunganberhubungan Sosial Dan Kerugian Menarik Diri, Mengenalkanpasien
Berkenalan
Sp 2. Mengjarkan Pasienberinteraksi Secara Bertahap (Berenalan Dengan Orang
Pertama:Seorang  Perawat)

Sp 3.
Mengajarkan Pasienberinteraksi Secara Bertahap (Berenalan Dengan Orang Kedua:Seorang
Pasien Lain)

Sp 4. Melatih Pasien Menggunakanobat Secara Teratur

B. Keluarga

Sp 1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien

Sp 2.
Memberikan Penyuluhankepada Keluarga Tentang Masalah Isolasi Sosial, Mengenalpenyeb
ab Isolasi Sosial, Mengenal Cara Merawat Pasien Denganisolasi Sosial

Sp 3.
Melatih Keluargamempraktekkan Cara Merawat Pasien Dengan Masalah Isolasisosial
Langsung Dihadapan Pasien

Sp 4. Membuat Perencanaanpulang Bersama Keluarga

C. Terapi Aktifitas Kelompok

Sesi 1 : Klien mampu memperkenalkan diri


Sesi 2 : Kemampuan bercakap cakap topik tertentu atau masalah pribadi
Sesi 3 : Kemampuan bekerja sama
Sesi 4 : Evaluasi kemampuan sosial
D. Daftar Pustaka

Abidin, Yusuf Zainal. (2015). Manajemen Komunikasi: Filosofi, Konsep, dan Aplikasi.
Bandung: Pustaka Setia

Badar.(2016).Asuhan Keperawatan Profesional Jiwa Pada Pasien Isolasi Sosial : Samarinda


Dalami,

Ermawati dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Jiwa.Jakarta Dermawan, Deden
dan Rusdi. (2013). Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen
Publishing Direja,

Ade Herman Surya.2011. Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Pusdiklatnakes. 2015. Modul Pelatihan Keperawatan Kesehatan Jiwa Masyarakat. Jakarta: Badan
PPSDM Kesehatan.

Riset Kesehatan Dasar (2007). Laporan Nasional. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen RI

Riset Kesehatan Dasar (2013). Laporan Nasional. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen RI

Riyadi, Sujono, 2009, Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1,Yogyakarta : Graha Ilmu.
Stuart, Gail W. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai