Anda di halaman 1dari 30

PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI

MENUMBUHKAN SEMANGAT ANTI KORUPSI & TINDAK PIDANA


KORUPSI

DOSEN PENGAMPU :
Anita Puri, S.Kp.,MM.

DISUSUN OLEH:
Kelompok 12
Feni Meliani 1914301085
Riska Amilia 1914301075
Aldo Angga P 1914301086
Ayu Wandira 1914301101

KELAS:
STr TINGKAT 3 REGULER 2

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
JURUSAN KEPERAWATAN TANJUNGKARANG
SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-
Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah pada mata kuliah Pendidikan Budaya Anti Korupsi.
Makalah ini yang berjudul “Menumbuhkan Semangat Anti Korupsi & Tindak
Pidana Korupsi”
Terima kasih juga kami ucapkan kepada dosen kami Ibu Anita Puri,
S.Kp.,MM. serta teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide
sehingga makalah ini dapat disusun dengan baik.
Kami berharap, makalah ini dapat menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun supaya makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi.

Bandar Lampung, 1 Februari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah......................................................................................................2
1.3 Tujuan ..........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian ....................................................................................................................3
2.2 Meningkatkan Kesadaran Untuk Berperilaku Anti Koruptif ......................................4

2.3 Membangun sikap anti korupsi....................................................................................6

2.4 semangat melawan korupsi..........................................................................................7


2.5 Tindak pidana korupsi dalam perundang-undangan....................................................7
2.6 Lembaga-Lembaga Penanganan Tindak Pidana Korupsidi Indonesia.........................16
2.7 Pencegahan korupsi......................................................................................................23

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ..................................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Korupsi adalah tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah
jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi
(perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri) atau melanggar aturan-aturan
pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi. Hukum di suatu negara adalah
diperuntukkan untuk melindungi warganegara dari segala ketidak nyamanan
warga negaranya. Pembangunan Nasional yang dilaksanakan bangsa Indonesia
bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum, mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh tumpah darah Indonesia seperti yang tercantum dalam Alinea 4
(empat) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pelaksanaan pembangunan nasional menjadi terganggu dengan semakin
merajalelanya korupsi yang terjadi di seluruh aspek lapisan masyarakat dalam
segala bidang yang lambat laun telah menggerogoti hasil pembangunan yang telah
dicapai karena korupsi telah banyak menyebabkan kerugian keuangan negara dan
perekonomian negara.
Korupsi adalah suatu alat pemenuhan kebutuhan bagi kelompok penjahat
terorganisasi dalam melakukan kegiatannya. Selanjutnya, dalam konferensi PBB
Ke-10 dinyatakan bahwa kelompok penjahat terorganisasi yang melakukan
korupsi, kemungkinan dalam bentuk pemerasan, penyuapan atau sumbangan
secara illegal terhadap kampanye politik supaya mendapatkan pembagian
keuntungan. Tindak pidana korupsi biasanya merupakan bentuk kejahatan yang
dilakukan secara sistematis dan terorganisir dengan baik, serta dilakukan oleh
orang-orang yang mempunyai kedudukan dan peranan yang penting dalamtatanan
sosial masyarakat.
Oleh karena itu kejahatan ini sering disebut Whitecollar crime atau kejahatan
kerah putih. Dalam praktiknya, korupsi yang telah sedemikian rupa tertata dengan
rapi modus kejahatan dan kualitasnya, menjadikan korupsi ini sulit diungkap.
Menyadari kompleksnya permasalahan korupsi, maka pemberantasannya harus
dengan cara yang luar biasa melalui keseimbangan langkah-langkah yang tegas
1
dengan melibatkan semua potensi yang ada dalam masyarakat, khususnya
pemerintah dan aparat penegak hukum.

1.2 Perumusan Masalah


1. Menumbuhkan semangat anti korupsi & Tindak pidana korupsi ?
2. Membangun sikap anti korups
3. Tindak pidana korupsi dalam perundang-undangan ?
4. Lembaga penegak hukum pemberantasan ?
5. Pencegahan korupsi?

1.3 Tujuan
1. Mahasiwa mampu menjelaskan tentang Menumbuhkan semangat anti
korupsi & Tindak pidana korupsi ?
2. Mahasiwa mampu menjelaskan tentang Membangun sikap anti korupsi
3. Mahasiwa mampu menjelaskan tentang Tindak pidana korupsi dalam
perundang-undangan ?
4. Mahasiwa mampu menjelaskan tentang Lembaga penegak hukum
pemberantasan ?
5. Mahasiwa mampu menjelaskan tentang Pencegahan korupsi?
.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Korupsi berasal dari Bahasa Latin, corruptio. Kata ini sendiri memiliki kata
kerja corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, atau
menyogok. Menurut Andi Hamzah dalam bukunya “Pemberantasan Korupsi,”
dari Bahasa Latin itulah kemudian turun ke banyak bahasa di Eropa, seperti
Bahasa Inggris yaitu corruption, corrupt; Bahasa Prancis yaitu corruption; dan
Bahasa Belanda yaitu corruptie, korruptie. Dari Bahasa Belanda inilah, kata itu
turun ke Bahasa Indonesia, korupsi (KPK RI, 2015).
Dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah tindakan memperkaya diri sendiri
atau mengutamakan kepentingan pribadi. Tindakan korupsi dapat merugikan
banyak pihak, baik masyarakat maupun negara. Oleh karena itu, korupsi harus
diberantas. Agar kita terhindar dari tindakan korupsi, baiknya kita mengetahui
jenis-jenis tindak pidana korupsi. Seperti yang tercantum pada UU Nomor 31
Tahun 1999, terdapat 30 bentuk/jenis korupsi yang tersebar dalam 13 pasal.
Ketiga puluh bentuk tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat
diklasifikasikan menjadi tujuh jenis korupsi. Secara lengkap, ketujuh
kategori/jenis tindak pidana korupsi tersebut adalah:
 Merugikan keuangan negara;
 Suap-menyuap;
 Penggelapan dalam jabatan;
 Pemerasan;
 Perbuatan curang;
 Benturan kepentingan dalam pengadaan;
 Gratifikasi.

3
2.2 Meningkatkan Kesadaran Untuk Berperilaku Anti Koruptif
Berlandaskan Sembilan Nilai Anti Korupsi

Istilah korupsi berasal dari bahasa latin yakni corruptio. Dalam bahasa
Inggris adalah corruption atau corrupt, dalam bahasa Perancis disebut corruption
dan dalam bahasa Belanda disebut dengan coruptie. Dan dari bahasa Belanda
itulah lahir dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan kata korupsi.1
Korup berarti busuk, buruk; suka menerima uang sogok (memakai kekuasaannya
untuk kepentingan sendiri dan sebagainya).2 Korupsi adalah perbuatan yang buruk
(seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.

Pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini didasarkan


pada  Undang-Undang  Nomor  31 Tahun 1999 jo  Undang - Undang  Nomor  20
Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Dengan demikian pada prinsipnya
pencegahan dan pemberantasan korupsi telah menjadi komitmen bangsa
Indonesia. Komitmen ini ditunjukkan dengan penyelenggaraan pemberantasan
tindak pidana korupsi secara represif dengan menegakkan Undang Undang 
Tindak Pidana Korupsi serta dengan membentuk suatu lembaga yang secara
khusus diadakan untuk mencegah dan memberantas korupsi yaitu Komisi
Pemberantasan Korupsi atau KPK. Upaya pemberantasan korupsi pun sudah
dilakukan sejak lama dengan menggunakan berbagai cara. Sanksi terhadap pelaku
korupsi sudah diperberat, namun  kita masih membaca atau mendengar adanya
berita mengenai korupsi. 

Sebenarnya apa penyebab terjadinya korupsi? Ada beberapa teori


penyebab terjadinya korupsi yang pada intinya terbagi atas faktor eksternal dan
faktor internal. Faktor eksternal merupakan penyebab orang melakukan korupsi
atas dorongan (pengaruh) pihak luar atau lingkungan. Faktor internal penyebab
korupsi datangnya dari diri pribadi atau individu. Faktor internal sangat
ditentukan oleh kuat tidaknya nilai-nilai anti korupsi tertanam dalam diri setiap
individu. Oleh karena itu, perlu adanya penanaman dan implementasi nilai-nilai
anti korupsi sebagai upaya pembentengan diri dari perilaku korupsi.
4
Ada Sembilan nilai anti korupsi yang dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari, baik dalam kehidupan berkeluarga, bekerja, maupun bersosialisasi
dalam masyarakat. Kesembilan nilai anti korupsi dibagi menjadi tiga bagian
utama, yaitu inti (jujur, disiplin, dan tanggung jawab) yang dapat menumbuhkan
sikap (adil, berani, dan peduli) sehingga mampu menciptakan etos kerja (kerja
keras, mandiri, sederhana).

Penjabaran singkat arti nilai-nilai tersebut penting dilakukan oleh kita


semua dalam setiap perilaku di kesehariannya dalam interaksi kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Arti nilai jujur adalah sikap dan perilaku yang
mencerminkan kesatuan antara pengetahuan, perkataan, dan perbuatan. Jujur
berarti mengetahui apa yang benar, mengatakan dan melakukan apa yang benar.
Orang yang jujur adalah orang yang dapat dipercaya, lurus hati, tidak berbohong,
dan tidak melakukan kecurangan.

Disiplin adalah kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap segala


bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku. Disiplin berarti patuh pada aturan.
Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas
dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, sosial, masyarakat,
bangsa, negara maupun agama. Adil berarti tidak berat sebelah, tidak memihak
pada salah satu. Adil juga berarti perlakuan yang sama untuk semua tanpa
membeda-bedakan berdasarkan golongan atau kelas tertentu.

Berani adalah hati yang mantap, rasa percaya diri yang besar dalam
menghadapi ancaman atau hal yang dianggap sebagai bahaya dan kesulitan.
Berani berarti tidak takut atau gentar. Peduli adalah sikap dan tindakan
memperhatikan dan menghiraukan orang lain, masyarakat yang membutuhkan,
dan lingkungan sekitar. Arti nilai kerja keras yaitu sungguh-sungguh berusaha
ketika menyelesaikan berbagai tugas atau amanah dan dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya. Kerja keras berarti pantang menyerah dan terus berjuang. Mandiri
adalah dapat berdiri sendiri. Mandiri berarti tidak bergantung pada orang lain,
juga berarti mampu menyelesaikan, mencari, dan menemukan solusi atas masalah
5
yang dihadapi. Sederhana adalah bersahaja. Sederhana berarti menggunakan
sesuatu secukupnya dan tidak berlebihan.

Di masa pandemi Covid 19 yang melanda di seluruh pelosok negeri,


termasuk Indonesia, sangat merubah seluruh tatanan kehidupan sosial ekonomi
dan berbagai sektor kehidupan. Ekonomi harus dijaga kestabilannya sebagai
antisipasi keterpurukan dan inflasi. Terjadinya korupsi menjadi Kewaspadaan. Hal
tersebut bisa terjadi jika kita tidak lagi memiliki nilai anti korupsi.

Sebagai pribadi dan sebagai ASN, kita harus mempunyai sembilan nilai
anti korupsi dan mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Mari kita turut ambil peranan dan andil dalam menegakkan anti korupsi. Sekecil
apapun yang dapat kita lakukan, lakukankan yang terbaik untuk negeri kita
tercinta Indonesia. 

2.3 Membangun sikap anti korupsi

Maraknya korupsi dari tahun ke tahun hingga membudaya dalam perilaku


kehidupan berbangsa dan bernegara sungguh menjadi keprihatinan banyak pihak.
Untuk itu diperlukan sebuah kelompok anti korupsi.
Bila memungkinkan, kita dapat ikut berperan dalam mengurangi dan memerangi
korupsi yang terjadi. Sebagai remaja dan pelajar penerus bangsa, kita harus berani
berikrar untuk tidak ikut melakukan korupsi dalam bentuk apapun. Lalu
bagaimana cara untuk memulainya? Berikut cara yang bisa kamu coba.
1. Meningkatkan kadar keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
2. Ikut serta dalam membina hubungan antar anggota keluarga yang
harmonis, rukun, terbuka, saling menghargai, peduli, menghormati,
menjaga dan membina kebersamaan sejati.
3. Bersama rekan dan teman hendaknya saling menjaga dan membimbing
agar tetap hidup di jalan yang lurus, baik, dan benar.

6
4. Memiliki nilai-nilai kehidupan yang cukup untuk memperkuat diri
sehingga menjadi pribadi yang tegak, tegas, dan berprinsip sesuai dengan
hati nurani.
5. Memiliki perasaan dan kesadaran akan pentingnya menjaga harga diri,
mampu dengan bijak menerima dan mengolah realita hidup.
6. Memiliki kemampuan untuk menahan diri sehingga mampu
mengendalikan diri.
7. Bersosialisasi dan bekerja sama dengan orang yang potensial untuk
membangu kebaikan dan mutu kehidupan

2.4 Semangat Melawan Korupsi


PERANG terhadap korupsi di Indonesia tidak semata-mata menjadi urusan
penegakan hukum, tetapi usaha semua elemen masyarakat. Dengan kerja bersama
memberantas korupsi maka perlahan-lahan korupsi menjadi berkurang dan di
masyarakat berkembang budaya antikorupsi. Hal itu diungkapkan Ketua Umum
Vox Point Indonesia Yohanes Handojo Budhisejati dalam diskusi bertajuk
Menanti Kinerja KPK Baru di Jakarta, Kamis (9/1). "Bahwa penegakan hukum itu
dengan domainnya sendiri tetapi jauh lebih penting adalah kerja bersama kita
sebagai bangsa bagaimana pemberantasan korupsi dan semangat anti korupsi itu
menjadi budaya kita di masyarakat," kata Handojo Handojo menegaskan, budaya
antikorupsi harus melekat sebagai nilai yang hidup di tengah masyarakat. Jika
menjadi nilai maka apa pun tantangan dan godaan akan bisa teratasi. "Jadi tugas
ini melampaui yang kita sebut penegakan hukum. Maka penting sekali penanaman
nilai kejujuran bagi masyarakat kita sehingga menjadi budaya bersama. KPK
menurut saya harus juga membangun kesadaran ini," ungkap Handoyo.

2.5 Tindak pidana korupsi dalam perundang-undangan


1. Delik korupsi dalam KUHP.
2. Peraturan Pemberantasan Korupsi Penguasa Perang Pusat Nomor Prt/
3. Peperpu/013/1950.

7
4. Undang-Undang No.24 (PRP) tahun 1960 tentang Tindak Pidana Korupsi.
5. Undang-Undang No.3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
6. TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih
dan Bebas
7. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
8. Undang-Undang No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang
Bersih dan
9. Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
10. Undang-Undang No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
11. Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-
undang No. 31
12. tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
13. Undang-undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana
14. Korupsi.
15. Undang-undang No. 7 tahun 2006 tentang Pengesahan United Nation
Convention
16. Against Corruption (UNCAC) 2003.
17. Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2000 tentang Peranserta Masyarakat
dan
18. Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana
19. Korupsi.
20. Instruksi Presiden No. 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan
Korupsi.
Banyaknya peraturan perundang-undangan korupsi yang pernah dibuat dan
berlaku di Indonesia menarik untuk disimak tersendiri untuk mengetahui dan
memahami lahirnya tiap-tiap peraturan perundang-undangan tersebut, termasuk
untuk mengetahui dan memahami kekurangan dan kelebihannya masing-masing.
8
1. Delik Korupsi dalam KUHP
KUHP yang diberlakukan di Indonesia sejak 1 Januari 1918 merupakan
warisan Belanda. Ia merupakan kodifikasi dan unifikasi yang berlaku bagi
semua golongan di Indonesia berdasarkan asas konkordansi, diundangkan
dalam Staatblad 1915 Nomor 752 berdasarkan KB 15 Oktober
1915.Sebagai hasil saduran dari Wetboek van Strafrecht Nederland 1881,
berarti 34 tahun lamanya baru terjelma unifikasi berdasar asas konkordansi
ini. Dengan demikian, KUHP itu pada waktu dilahirkan bukan barang
baru. Dalam pelaksanaannya, diperlukan banyak penyesuaian untuk
memberlakukan KUHP di Indonesia mengingat sebagai warisan Belanda
terdapat banyak ketentuan yang tidak sesuai dengan kebutuhan hukum
masyarakat Indonesia.Meski tidak secara khusus mengatur mengenai
tindak pidana korupsi di dalamnya, KUHP telah mengatur banyak
perbuatan korupsi, pengaturan mana kemudian diikuti dan ditiru oleh
pembuat undang-undang pemberantasan korupsi hingga saat ini. Namun
demikian terbuka jalan lapang untuk menerapkan hukum pidana yang
sesuai dan selaras dengan tata hidup masyarakat Indonesia mengingat
KUHP yang kita miliki sudah tua dan sering diberi merek kolonial.Dalam
perjalanannya KUHP telah diubah, ditambah, dan diperbaiki oleh bebrapa
undang-undang nasional seperti Undang-undang Nomor 1 tahun 1946,
Undang-undang Nomor 20 tahun 1946, dan Undang-undang Nomor 73
tahun 1958, termasuk berbagai undang-undang mengenai pemberantasan
korupsi yang mengatur secara lebih khusus beberapa ketentuan yang ada
di KUHP.Delik korupsi yang ada di dalam KUHP meliputi delik jabatan
dan delik yang ada kaitannya dengan delik jabatan. Sesuai dengan sifat
dan kedudukan KUHP, delik korupsi yang diatur di dalamnya masih
merupakan kejahatan biasa saja.

9
2. Peraturan Pemberantasan Korupsi Penguasa Perang Pusat Nomor
Prt/ Peperpu/013/1950.
Pendapat yang menyatakan bahwa korupsi disebabkan antara lain oleh
buruknya peraturan yang ada telah dikenal sejak dulu. Dengan demikian
pendapat bahwa perbaikan peraturan antikorupsi akan membawa akibat
berkurangnya korupsi tetap menjadi perdebatan.Peraturan yang secara
khusus mengatur pemberantasan korupsi adalah Peraturan Pemberantasan
Korupsi Penguasa Perang Pusat Nomor Prt/Peperpu/013/1950, yang
kemudian diikuti dengan Peraturan Penguasa Militer tanggal 9 April 1957
Nomor Prt/M/06/1957, tanggal 27 mei 1957 Nomor Prt/PM/03/1957, dan
tanggal 1 Juli 1957 Nomor Prt/PM/011/1957.
Hal yang penting untuk diketahui dari peraturan-peraturan di atas adalah
adanya usaha untuk pertama kali memakai istilah korupsi sebagai istilah
hukum dan memberi batasan pengertian korupsi sebagai “perbuatan-
perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian negara.”
Yang menarik dari ketentuan Peraturan Penguasa Perang Pusat adalah
adanya pembagian korupsi ke dalam 2 perbuatan:
a. Korupsi sebagai perbuatan pidana
Korupsi sebagai perbuatan pidana dijelaskan sebagai,
• Perbuatan seseorang dengan atau karena melakukan
suatu kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau badan yang secara langsung atau tidak langsung
merugikan keuangan atau perekonomian negara atau daerah atau
merugikan suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan
negara atau badan hukum lain yang mempergunakan modal dan
kelonggarankelonggaran masyarakat.
• Perbuatan seseorang yang dengan atau Karen melakukan suatu
kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau suatu
badan dan yang dilakukan dengan menyalahgunakan jabatan
atau kedudukan.

10
• Kejahatan-kejahatan tercantum dalam Pasal 41 sampai
dengan Pasal 50 Pepperpu ini dan dalam Pasal 209, 210, 418,
419, dan 420 KUHP.

3. Undang-Undang No.24 (PRP) tahun 1960 tentang Tindak Pidana


Korupsi.
Dari permulaan dapat diketahui bahwa Peraturan Penguasa Perang Pusat
tentang Pemberantasan Korupsi itu bersifat darurat, temporer, dan
berlandaskan Undang-undang Keadaan Bahaya. Dalam keadaan normal ia
memerlukan penyesuaian. Atas dasar pertimbangan penyesuaian keadaan
itulah lahir kemudian Undang-undang Nomor 24 (Prp) tahun 1960 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang pada mulanya berbentuk
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang.Perubahan utama dari
Peraturan Penguasa Perang Pusat ke dalam Undang-undang ini adalah
diubahnya istilah perbuatan menjadi tindak pidana. Namun demikian
undangundang ini ternyata dianggap terlalu ringan dan menguntungkan
tertuduh mengingat pembuktiannya lebih sulit.

4. Undang-Undang No.3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak


Pidana Korupsi.
Sejarah tidak mencatat banyak perkara tindak pidana korupsi pada periode
1960-1970. Tidak diketahui apakah karena undang-undang tahun 1960
tersebut efektif ataukah karena pada periode lain sesudahnya memang
lebih besar kuantitas maupun kualitasnya.Dalam periode 1970-an,
Presiden membentuk apa yang dikenal sebagai Komisi 4 dengan maksud
agar segala usaha memberantas korupsi dapat berjalan lebih efektif dan
efisien. Komisi 4 ini terdiri dari beberapa orang yaitu Wilopo, S.H., I.J.
Kasimo, Prof. Ir. Johannes, dan Anwar Tjokroaminoto.
Adapun tugas Komisi 4 adalah:
a. Mengadakan penelitian dan penilaian terhadap kebijakan dan
hasil-hasil yang telah dicapai dalam pemberantasan korupsi.
11
b. Memberikan pertimbangan kepada pemerintah mengenai
kebijaksanaan yang masih diperlukan dalam pemberantasan
korupsi.Dalam penyusunannya, Undang-undang Nomor 3 tahun
1971 ini relatif lancar tidak mengalami masalah kecuali atas
beberapa hal seperti adanya pemikiran untuk memberlakukan asas
pembuktian terbalik dan keinginan untuk memasukkan ketentuan
berlaku surut.

5. TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang


Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Seiring dengan gerakan reformasi yang timbul dari ketidakpuasan rakyat
atas kekuasaan Orde baru selama hampir 32 tahun, keinginan untuk
menyusun tatanan kehidupan baru menuju masyarakat madani
berkembang di Indonesia. Keinginan untuk menyusun tatanan baru yang
lebih mengedepankan civil society itu dimulai dengan disusunnya
seperangkat peraturan perundang-undangan yang dianggap lebih
mengedepankan kepentingan rakyat sebagaimana tuntutan reformasi yang
telah melengserkan Soeharto dari kursi kepresidenan.Melalui
penyelenggaraan Sidang Umum Istimewa MPR, disusunlah TAP No.
XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. TAP MPR ini di dalamnya memuat
banyak amanat untuk membentuk

6. Undang-Undang No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara


yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 mempunyai judul yang sama
dengan TAP MPR No. XI/MPR/1998 yaitu tentang Penyelenggara negara
yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Lahirnya undang-
undang ini memperkenalkan suatu terminologi tindak pidana baru atau
kriminalisasi atas pengertian Kolusi dan Nepotisme.Dalam undang-undang
ini diatur pengertian kolusi sebagai tindak pidana, yaitu adalah
12
permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antar penyelenggara
negara, atau antara penyelenggara negara dan pihak lain, yang merugikan
orang lain, masyarakat, dan atau Negara. Sedangkan tindak pidana
nepotisme didefinisikan sebagai adalah setiap perbuatan penyelenggara
negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan dan atau
kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan Negara.
Dalam perjalanannya, undang-undang ini tidak banyak digunakan.
Beberapa alasan tidakpopulernya undang-undang ini adalah terlalu luasnya
ketentuan tindak pidana yang diatur di dalamnya serta adanya kebutuhan
untuk menggunakan ketentuan undang-undang yang lebih spesifik dan
tegas, yaitu undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai
pemberantasan korupsi.
7. Undang-Undang No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Lahirnya undang-undang pemberantasan korupsi Nomor 31 tahun 1999
dilatar belakangi oleh 2 alasan, yaitu pertama bahwa sesuai dengan
bergulirnya orde reformasi dianggap perlu meletakkan nilai-nilai baru atas
upaya pemberantasan korupsi, dan kedua undangundang sebelumnya yaitu
UU No. 3 tahun 1971 dianggap sudah terlalu lama dan tidak efektif lagi.
Apa yang diatur sebagai tindak pidana korupsi di dalam Undang-undang
Nomor 31 tahun 1999 sebetulnya tidak sungguh-sungguh suatu yang baru
karena pembuat undangundang masih banyak menggunakan ketentuan
yang terdapat di dalam undang-undang sebelumnya. Namun demikian,
semangat dan jiwa reformasi yang dianggap sebagai roh pembentukan
undang-undang baru ini diyakini akan melahirkan suatu gebrakan baru
terutama dengan diamanatkannya pembentukan suatu komisi
pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai suatu instrumen baru
pemberantasan korupsi.
Harapan masyarakat bahwa undang-undang baru ini akan lebih tegas dan
efektif sangat besar, namun pembuat undang-undang membuat beberapa
kesalahan mendasar yang mengakibatkan perlunya dilakukan perubahan
13
atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 ini. Adapun beberapa
kelemahan undang-undang ini antara lain:
a. Ditariknya pasal-pasal perbuatan tertentu dari KUHP sebagai
tindak pidana korupsi dengan cara menarik nomor pasal. Penarikan
ini menimbulkan resiko bahwa apabila KUHP diubah akan
mengakibatkan tidak sinkronnya ketentuan KUHP baru dengan
ketentuan tindak pidana korupsi yang berasal dari KUHP tersebut.
b. Adanya pengaturan mengenai alasan penjatuhan pidana mati
berdasarkan suatu keadaan tertentu yang dianggap berlebihan dan
tidak sesuai dengan semangat penegakan hukum.
c. Tidak terdapatnya aturan peralihan yang secara tegas menjadi
jembatan antara undangundang lama dengan undang-undang baru,
hal mana menyebabkan kekosongan hukum untuk suatu periode
atau keadaan tertentu.
8. Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-
undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 merupakan undang-undang yang
lahir semata untuk memperbaiki kelemahan dan kekurangan undang-
undang terdahulu. Sebagaimana telah disebutkan di atas, beberapa
kelemahan tersebut kemudian direvisi di dalam undangundang baru.
Adapun revisi atas kelemahan Undang-undang Nomor 31 tahun 1999
adalah:
a. Penarikan pasal-pasal perbuatan tertentu dari KUHP sebagai tindak
pidana korupsi dilakukan dengan cara mengadopsi isi pasal secara
keseluruhan sehingga perubahan KUHP tidak akan mengakibatkan
ketidaksinkronan.
b. Pengaturan alasan penjatuhan pidana mati didasarkan atas
perbuatan korupsi yang dilakukan atas dana-dana yang digunakan
bagi penanggulangan keadaan tertentu seperti keadaan bahaya,
bencana nasional, dan krisis moneter.
14
c. Dicantumkannya aturan peralihan yang secara tegas menjadi
jembatan antara undang-undang lama yang sudah tidak berlaku
dengan adanya undang-undang baru, sehingga tidak lagi
menimbulkan resiko kekosingan hukum yang dapat merugikan
pemberantasan tindak pidana korupsi.

9. Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi


Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Lahirnya Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 merupakan amanat dari
Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang menghendaki dibentuknya
suatu komisi pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sebagai suatu tindak pidana yang bersifat luar biasa (extra ordinary
crime), pemberantasan korupsi dianggap perlu dilakukan dengan cara-cara
yang juga luar biasa. Cara-cara pemberantasan korupsi yang luar biasa itu
sebetulnya telah tercantum di dalam Undangundang Nomor 31 tahun 1999
di antaranya mengenai alat-alat bukti yang dapat dijadikan sebagai dasar
pembuktian di pengadilan termasuk adanya beban pembuktian terbalik
terbatas atau berimbang di mana pelaku tindak pidana korupsi juga
dibebani kewajiban untuk membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan
hasil tindak pidana korupsi.
Namun demikian, pembantukan Komisi Pemberantasan Korupsi tetap
dianggap sebagai penjelmaan upaya luar biasa dari pemberantasan
korupsi, utamanya dengan mengingat bahwa KPK diberikan kewenangan
yang lebih besar dibanding insitutsi pemberantasan korupsi yang telah ada
sebelumnya yaitu Kepolisian dan Kejaksaan.

10. Undang-undang No. 7 tahun 2006 tentang Pengesahan United Nation


Convention Against Corruption (UNCAC) 2003.
Merajalelalanya korupsi ternyata tidak hanya di Indonesia, tetapi juga
hampir di seluruh belahan dunia. Hal ini terbukti dengan lahirnya United
Nation Convention Against Corruption atau UNCAC sebagai hasil dari
15
Konferensi Merida di Meksiko tahun 2003. Sebagai wujud keprihatinan
dunia atas wabah korupsi, melalui UNCAC disepakati untuk mengubah
tatanan dunia dan mempererat kerjasama pemberantasan korupsi.
Beberapa hal baru yang diatur di dalam UNCAC antara lain kerjasama
hukum timbal balik (mutual legal assistance), pertukaran narapidana
(transfer of sentence person), korupsi di lingkungan swasta (corruption in
public sector), pengembalian aset hasil kejahatan (asset recovery), dan
lain-lain.
Pemerintah Indonesia yang sedang menggalakkan pemberantasan korupsi
merasa perlu berpartisipasi memperkuat UNCAC, oleh karena melalui
Undang-undang Nomor 7 tahun 2006. Ratifikasi dikecualikan (diterapkan
secara bersyarat) terhadap ketentuan Pasal 66 ayat (2) tentang
Penyelesaian Sengketa. Diajukannya Reservation (pensyaratan) terhadap
Pasal 66 ayat (2) adalah berdasarkan pada prinsip untuk tidak menerima
kewajiban dalam pengajuan perselisihan kepada Mahkamah Internasional
kecuali dengan kesepakatan Para Pihak.

11. Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2000 tentang Peranserta


Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2000 merupakan amanat
Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang mengatur adanya peran serta
ma-syarakat dalam pemberantasan korupsi.Adapun latar belakang
diaturnya peran serta masyarakat dalam Undang-undang Nomor 31 tahun
1999 adalah karena korupsi menyebabkan krisis kepercayaan. Korupsi di
berbagai bidang pemerintahan menyebabkan kepercayaan dan dukungan
terhadap pemerintahan menjadi minim, padahal tanpa dukungan rakyat
program perbaikan dalam bentuk apapun tidak akan berhasil. Sebaliknya
jika rakyat memiliki kepercayaan dan mendukung pemerintah serta
berperan serta dalam pemberantasan korupsi maka korupsi bisa ditekan
semaksimal mungkin. PP No. 71 tahun 2000 dibentuk untuk mengatur
16
lebih jauh tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat sehingga apa yang
diatur di dalam undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut pada
dasarnya memberikan hak kepada masyarakat untuk mencari,
memperoleh, dan memberikan informasi tentang dugaan korupsi serta
menyampaikan saran dan pendapat maupun pengaduan kepada penegak
hukum (polisi, jaksa, hakim, advokat, atau kepada KPK). Di samping itu
PP ini juga memberikan semacam penghargaan kepada anggota
masyarakat yang telah berperan serta memberantas tindak pidana korupsi
yaitu dengan cara memberikan penghargaan dan semacam premi.
Beberapa bentuk dukungan masyarakat yang diatur dalam PP ini adalah:
a. Mengasingkan dan menolak keberadaan koruptor.
b. Memboikot dan memasukkan nama koruptor dalam daftar hitam.
c. Melakukan pengawasan lingkungan.
d. Melaporkan adanya gratifikasi.
e. Melaporkan adanya penyelewengan penyelenggaraan negara.
f. Berani memberi kesaksian.
g. Tidak asal lapor atau fitnah.

12. Instruksi Presiden No. 5 tahun 2004 tentang Percepatan


Pemberantasan Korupsi.
Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2004 lahir dilatarbelakangi oleh
keinginan untuk mempercepat pemberantasan korupsi, mengingat situasi
pada saat terbitnya Inpres pemberantasan korupsi mengalami hambatan
dan semacam upaya perlawanan/serangan balik dari koruptor.Melalui
Inpres ini Presiden merasa perlu memberi instruksi khusus untuk
membantu KPK dalam penyelenggaraan laporan, pendaftaran,
pengumuman, dan pemeriksaan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara). Presiden mengeluarkan 12 instruksi khusus dalam
rangka percepatan pemberantasan korupsi. Adapun instruksi itu secara
khusus pula ditujukan kepada menteri-menteri tertentu, Jaksa Agung,

17
Kapolri, termasuk para Gubernur dan Bupati/Walikota, sesuai peran dan
tanggungjawab masing-masing.
Seiring dengan perkembangan perundang-undangan mengenai
pemberantasan tindak pidana korupsi yang pernah ada dan berlaku di
Indonesia, pernah pula dibentuk beberapa lembaga tertentu baik yang
secara khusus menangani pemberantasan tindak pidana korupsi maupun
lembaga yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi
seperti Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN)
yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 127 tahun 1999.

2.6 Lembaga-Lembaga Penanganan Tindak Pidana Korupsidi Indonesia


Di Indonesia, lembaga-lembaga yang berhakmenangani tindak pidana korupsi
terdiri dari 3 (tiga) lembaga, yakni :
1. Kepolisian
Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik IndonesiaPasal 5 ayat (1), Kepolisian Negara Republik
Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat,YUDISIA, Vol. 5, No. 1, Juni 2014
Tugas dan Wewenang Lembaga-Lembaga Penanganan ... menegakkan
hukum, serta memberikan perlindungan,pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat dalamrangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
Dalam rangka menyelenggarakan tugas dibidang proses pidana, Kepolisian
Negara Republik Indonesia berwenang untuk :
a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan
penyitaan;
b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat
kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan;
c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam
rangka penyidikan;
d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri;
18
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;
g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara;
h. Mengadakan penghentian penyidikan;
i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi
yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan
mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang
yang disangka melakukan tindak pidana;
k. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik
pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik
pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum;
l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung
jawab.
Tugas dan Tanggung Jawab Polisi dalam Tindak Pidana Korupsi sebagai
Penyidik Tugas dan Tanggung Jawab Polisi dalam Tindak Pidana Korupsi
adalah sebagai Penyidik. Tugas dan tanggung jawab Penyidik telah diatur
jelas dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP dan
Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Pasal 4 sampai pasal 9 KUHAP menguraikan tentang Penyidik
adalah Pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia yang mempunyai
tugas danNo. 1, Juni 2014 Tugas dan Wewenang Lembaga-Lembaga
Penanganan ...tanggung jawab melakukan Penyelidikan,
Penyidikansampai penyerahan berkas perkara untuk semua tindakpidana
yang terjadi termasuk tindak pidana korupsi dan tatacara dalam
melaksanakan tugas dan tanggungjawab tersebut terurai dalam pasal 102
sampai pasal 136KUHAP.

19
2. Kejaksaan
Kejaksaan adalah lembaga negara yangmelaksanakan kekuasaan negara,
hususnya di bidang penuntutan (Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004)
Sedangkan yang di maksud jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi
wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum
dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.
Tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang pidana :
1. Melakukan penuntutan
2. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap
3. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaanputusan pidana
bersyarat, putusan pidanapengawasan, dan keputusan lepas
bersyarat
4. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana
5. Tugas dan Wewenang Lembaga-Lembaga Penanganan ...tertentu
berdasarkan undang- undang
6. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untukitu dapat melakukan
pemeriksaan tambahansebelum dilimpahkan ke pengadilan yang
dalampelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
Dengan adanya tugas dan wewenang kejaksaanpada poin 4, yakni
melakukan penyidikan terhadaptindak pidana tertentu berdasarkan Undang
Undang,maka kejaksaan bisa menangani tindak pidanakmorupsi, karena
tindak pidana korupsi merupakansalah satu tindak pidana yang diatur
dalam undangUndang, yakni Undang Undang Nomor 31 tahun i999.Dalam
hal penanganan tindak pidana korupsi,kejaksaan berpedoman pada :
a. Undang-undang No 16 Tahun 2004 tentang KejaksaanRepublik
Indonesia
b. Pasal 91 ayat (1) KUHAP mengatur tentangkewenangan jaksa
untuk mengambil alih berita acarapemeriksaan, Pasal 284 ayat (2)
KUHAP menyatakan: “Dalam waktu dua tahun setelah undang–
20
undang ini di undangkan, maka terhadap semua perkara
diberlakukan ketentuan undang–undang ini, dengan pengecualian
untuk sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana
sebagaimana tersebut pada undang–undang tertentu, sampai ada
perubahandan/atau dinyatakan tidak berlaku lagi.

3. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)


KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) adalah lembaga negara yang dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas
daripengaruh kekuasaan manapun (Undang–Undang No.30 Tahun 2002).
KPK dalam nmberanta korupsi berasaskan pada :
1. Kepastian hukum;
2. Keterbukaan;
3. Akuntabilitas;
4. Kepentingan umum;
5. Proporsionalitas.
Yang dimaksud dengan kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum
yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan,
kepatutan,dan keadilan dalam setiap kebijakan menjalankan tugasdan
wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Asas. keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif tentang kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi dalam
menjalankan tugas dan fungsinya;
Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir kegiatan Komisi Pemberantasan Korupsi harus dapat
dipertanggung jawabkan kepada masyarakatrakyat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Asa kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan
umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif. Sedangkan
21
proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara
tugas, wewenang, tanggungjawab, dan kewajiban Komisi Pemberantasan
Korupsi.
Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi meliputi:
1. Koordinasi dengan instansi yang berwenangmelakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi.
2. Supervisi terhadap instansi yang berwenangmelakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi.
3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, danpenuntutan terhadap
tindak pidana korupsi.
4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindakpidana korupsi;
dan
5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraanpemerintahan
negara.

Dalam melaksanakan tugas koordinasi KomisiPemberantasan Korupsi


berwenang :
1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
tindak pidana korupsi;
2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan Tugas dan
Wewenang Lembaga-Lembaga Penanganan pemberantasan tindak
pidana korupsi;
3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasantindak pidana
korupsi kepada instansi yang terkait;
4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuandengan instansi
yang berwenang melakukanpemberantasan tindak pidana korupsi;
dan
5. Meminta laporan instansi terkait mengenaipencegahan tindak
pidana korupsi.

22
2.7 Pencegahan korupsi
Penyebab Korupsi
 Hukuman yang Ringan Terhadap Koruptor
 Pengawasan yang Tidak Efektif
 Pejabat yang Serakah
 Sistem Penyelenggaraan Negara yang Keliru
 Penegakan Hukum Tidak Berjalan
 Budaya Masyarakat yang Mengakar
 Tidak Ada Keteladanan Pemimpin
Cara Memberantas Korupsi
1. Berikan Hukuman Berat Pada KoruptorKorupsi
Memberikan hukuman berat bagi para pelaku koruptor, akan
memunculkan efek jera. Hal ini juga dapat menjadi pelajaran bagi
seluruh kalangan agar tidak melakukan hal yang serupa.Tak hanya
di pemerintahan, hukuman berat bagi pelaku koruptor dalam
kehidupan sehari-hari juga harus diterapkan.
2. Jadi Pemimpin Yang Berintegritas
Sebagai seorang pemimpin sudah seharusnya menjadi contoh yang
baik bagi setiap anggotanya.Jika seluruh pemimpin suatu negara,
pemerintahan, perusahaan atau usaha tidak melakukan tindak
korupsi maka ini bisa menghalangi orang-orang yang berada di
bawahnya melakukan tindak korupsi.
3. Manfaatkan Teknologi Pada Sistem
Teknologi digital kini berkembang dengan pesat. Teknologi juga
dapat digunakan untuk mempermudah sistem birokrasi baik di
pemerintahan, perusahaan, bisnis maupun lembaga pendidikan.
Dengan memanfaatkan teknologi maka setiap aktivitas dapat
dipantau sehingga meminimalisir kesempatan untuk melakukan
korupsi.

23
4. Bangun Pendidikan Moral Sejak Kecil
Pendidikan moral merupakan pondasi yang harus diberikan sedari
kecil. Dengan pendidikan moral maka setiap insan tidak mudah
tergiur dengan praktik korupsi.Orang yang bermoral tidak akan
berlaku adil, berintegritas dan bermartabat. Mereka menyadari
bahwa perbuatan korupsi akan merugikan orang lain.
5. Tanamkan Nilai Religi Secara Intensif
Sudah bukan rahasia lagi jika menanamkan nilai-nilai religi maka
dapat berperan memberantas korupsi.Setiap agama pada dasarnya
tidak pernah mengajarkan perbuatan tercela. Maka orang-orang
yang beriman biasanya tidak akan terjebak dalam tindak korupsi.
6. Supremasi Hukum yang Kuat
Kekuatan hukum sangat diperlukan untuk menegakkan keadilan.
Ketika hukum tidak berfungsi sebagai mana fungsinya, maka
kepercayaan publik akan hilang.
Dengan membangun supremasi hukum yang kuat, maka pelaku-
pelaku koruptor tidak menemukan celah untuk melancarkan aksi
mereka. Membangun supremasi hukum yang kuat adalah dengan
memberlakukan hukuman secara adil tanpa pilih kasih sehingga tak
ada lagi manusia yang kebal hukum.
7. Menutup Celah Internasional
Hal lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi korupsi adalah
dengan menutup celah internasional. Banyak koruptor yang
melakukan pencucian uang dan menyembunyikannya di negara
lain. Dengan menutup celah internasional maka para koruptor akan
lebih mudah dilacak.

24
BAB III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
Tindak pidana korupsi biasanya merupakan bentuk kejahatan yang dilakukan
secara sistematis dan terorganisir dengan baik, serta dilakukan oleh orang-orang
yang mempunyai kedudukan dan peranan yang penting dalam tatanan sosial
masyarakat. Oleh karena itu kejahatan ini sering disebut Whitecollar crime atau
kejahatan kerah putih. Dalam praktiknya, korupsi yang telah sedemikian rupa
tertata dengan rapi modus kejahatan dan kualitasnya, menjadikan korupsi ini sulit
diungkap. Menyadari kompleksnya permasalahan korupsi, maka
pemberantasannya harus dengan cara yang luar biasa melalui keseimbangan
langkah-langkah yang tegas dengan melibatkan semua potensi yang ada dalam
masyarakat, khususnya pemerintah dan aparat penegak hukum

25
DAFTAR PUSTAKA

https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-malang/baca
artikel/13948/Meningkatkan-Kesadaran-Untuk-Berperilaku-Anti-Koruptif-
Berlandaskan-Sembilan-Nilai-Anti-Korupsi.html
https://portalmadura.com/membangun-sikap-anti-korupsi-pada-remaja-43125/
https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/282435/semangat-antikorupsi-
harus-jadi-budaya-di-masyarakat
Buku-Pendidikan-Anti-Korupsi-untuk-Perguruan-Tinggi-2017-bagian-3.pdf
file:///C:/Users/ASUS/AppData/Local/Temp/696-2626-1-PB.pdf
https://www.indozone.id/life/V6sJkXV/7-cara-efektif-memberantas-korupsi/read-
all

26

Anda mungkin juga menyukai