Disusun Oleh
Kelompok 9
Dosen Pengampu :
Sulaiman, M.Pd., M.Kes
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi nikmat berupa sehat dan kelancaran dalam
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Pendidikan Budaya Anti
Korupsi yang berjudul Prinsip dokumentasi dan format asuhan keperawatan.
Makalah ini disusun dan diajukan untuk memenuhi tugas mata ajar Pendidikan
Budaya Anti Korupsi di Politeknik Kesehatan Kemenkes Palembang. Penulis menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna baik dari isi maupun
penyusunannya, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak
yang terkait yang sifatnya membangun agar dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
maupun orang lain yang membutuhkan umumnya.
Dalam penyelesaian makalah ini tidak luput dari bantuan pikiran serta dorongan dari
berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang
setinggi – tingginya kepada semua pihak yang telah membantu. Semoga segala bantuan yang
telah diberikan kepada penulis mendapatkan pahala yang setimpal dari Allah SWT. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL..................................................................................................................................
KATA PENGANTAR..........................................................................................................
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang....................................................................................................
1.2 RumusanMasalah...............................................................................................
1.3 TujuanPenulisan.................................................................................................
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah korupsi di Indonesia pada mulanya hanya terkandung dalam khazanah
perbincangan umum untuk menunjukkan penyelewengan-penyelewengan yang
dilakukan pejabat-pejabat Negara. Namun karena penyakit tersebut sudah
mewabah dan terus meningkat dari tahun ke tahun bak jamur di musim hujan,
maka banyak orang memandang bahwa masalah ini bisa merongrong kelancaran
tugas-tugas pemerintah dan merugikan ekonomi Negara.
Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi dan
memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh. Namun yang paling
menyedihkan adalah sikap rakyat menjadi apatis dengan semakin meluasnya
praktik-praktik korupsi oleh be-berapa oknum pejabat lokal, maupun nasional.
Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi
dan de-monstrasi. Tema yang sering diangkat adalah “penguasa yang korup” dan
“derita rakyat”. Mereka memberikan saran kepada pemerintah untuk bertindak
tegas kepada para korup-tor. Hal ini cukup berhasil terutama saat gerakan
reformasi tahun 1998. Mereka tidak puas terhadap perbuatan manipulatif dan
koruptif para pejabat. Oleh karena itu, mereka ingin berpartisipasi dalam usaha
rekonstruksi terhadap masyarakat dan sistem pemerin-tahan secara menyeluruh,
mencita-citakan keadilan, persamaan dan kesejahteraan yang merata.
Persoalan korupsi di Negara Indonesia terbilang kronis, bukan hanya
membudaya tetapi sudah membudidaya. Pengalaman pemberantasan korupsi di
Indonesia menunjukkan bahwa kegagalan demi kegagalan lebih sering terjadi
terutama terhadap pengadilan koruptor kelas kakap dibanding koruptor kelas teri.
Beragam lembaga, produk hukum, reformasi birokrasi, dan sinkronisasi telah
dilakukan, akan tetapi hal itu belum juga dapat menggeser kasta pemberantasan
korupsi. Seandainya saja kita sadar, pemberantasan korupsi meski sudah pada
tahun keenam perayaan hari antikorupsi ternyata masih jalan ditempat dan
berkutat pada tingkat “kuantitas”. Keberadaan lembaga-lembaga yang mengurus
korupsi belum memiliki dampak yang menakutkan bagi para koruptor, bahkan hal
tersebut turut disempurnakan dengan pemihakan-pemihakan yang tidak jelas.
Dalam masyarakat yang tingkat korupsinya seperti Indonesia, hukuman yang
setengah-setengah sudah tidak mempan lagi. Mulainya dari mana juga merupakan
masalah besar, karena boleh dikatakan semuanya sudah terjangkit penyakit
birokrasi. Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan bagi kelangsungan hidup
rakyat yang dipimpin oleh para pejabat yang terbukti melekukan tindak korupsi.
Maka dari itu, di sini kami akan membahas tentang korupsi di Indonesia dan
upaya untuk memberantasnya
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan korupsi?
2. Bagaimana gambaran umum korupsi di Indonesia?
3. Seperti apa Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi ?
4. Apa Peran Serta Pemerintah Dalam Memberantas Korupsi?
5. Bagaimana upaya yang dilakuakan dalam mencegah korupsi?
1.3 Tujuan
Agar menambah ilmu pengetahuan mahasiswa tentang korusi seperti pengertian
korupsi, gambaran umum korupsi di Indonesia, kebijakan pemerintah dalam
pemberantasan korupsi serta upaya yang dapat dilakukan dalam pencegahan
korupsi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian korupsi
Korupsi berasal dari kata latin Corrumpere, Corruptio, atau Corruptus. Arti
harfiah dari kata tersebut adalah penyimpangan dari kesucian (Profanity),
tindakan tak bermoral, kebejatan, kebusukan, kerusakan, ketidakjujuran atau
kecurangan. Dengan demikian korupsi memiliki konotasi adanya tindakan-
tindakan hina, fitnah atau hal-hal buruk lainnya. Bahasa Eropa Barat kemudian
mengadopsi kata ini dengan sedikit modifikasi; Inggris : Corrupt, Corruption;
Perancis : Corruption; Belanda : Korruptie. Dan akhirnya dari bahasa Belanda
terdapat penyesuaian ke istilah Indonesia menjadi : Korupsi.
Kumorotomo (1992 : 175), berpendapat bahwa “korupsi adalah
penyelewengan tanggung jawab kepada masyarakat, dan secara faktual korupsi
dapat berbentuk penggelapan, kecurangan atau manipulasi”. Lebih lanjut
Kumorotomo mengemukakan bahwa korupsi mempunyai karakteristik sebagai
kejahatan yang tidak mengandung kekerasan (non-violence) dengan melibatkan
unsur-unsur tipu muslihat (guile), ketidakjujuran (deceit) dan penyembunyian
suatu kenyataan (concealment).
Selain pengertian di atas, terdapat pula istilah-istilah yang lebih merujuk
kepada modus operandi tindakan korupsi. Istilah penyogokan (graft), merujuk
kepada pemberian hadiah atau upeti untuk maksud mempengaruhi keputusan
orang lain. Pemerasan (extortion), yang diartikan sebagai permintaan setengah
memaksa atas hadiah-hadiah tersebut dalam pelaksanaan tugas-tugas Negara.
Kecuali itu, ada istilah penggelapan (fraud), untuk menunjuk kepada tindakan
pejabat yang menggunakan dana publik yang mereka urus untuk kepentingan diri
sendiri sehingga harga yang harus dibayar oleh masyarakat menjadi lebih mahal.
Dengan demikian, korupsi merupakan tindakan yang merugikan Negara baik
secara langsung maupun tidak langsung. Bahkan ditinjau dari berbagai aspek
normatif, korupsi merupakan suatu penyimpangan atau pelanggaran. Di mana
norma soisal, norma hukum maupun norma etika pada umumnya secara tegas
menganggap korupsi sebagai tindakan yang buruk.
3.1 Kesimpulan
Korupsi merupakan tindakan buruk yang dilakukan oleh aparatur birokrasi
serta orang-orang yang berkompeten dengan birokrasi. Korupsi dapat bersumber
dari kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem politik dan sistem
administrasi negara dengan birokrasi sebagai prangkat pokoknya.
Keburukan hukum merupakan penyebab lain meluasnya korupsi. Seperti
halnya delik-delik hukum yang lain, delik hukum yang menyangkut korupsi di
Indonesia masih begitu rentan terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu untuk
membelokkan hukum menurut kepentingannya. Dalam realita di lapangan, banyak
kasus untuk menangani tindak pidana korupsi yang sudah diperkarakan bahkan
terdakwapun sudah divonis oleh hakim, tetapi selalu bebas dari hukuman. Itulah
sebabnya kalau hukuman yang diterapkan tidak drastis, upaya pemberantasan
korupsi dapat dipastikan gagal.
Meski demikian, pemberantasan korupsi jangan menajadi “jalan tak ada
ujung”, melainkan “jalan itu harus lebih dekat ke ujung tujuan”. Upaya-upaya
untuk mengatasi persoalan korupsi dapat ditinjau dari struktur atau sistem sosial,
dari segi yuridis, maupun segi etika atau akhlak manusia.
3.2 Saran
a. Perlu dikaji lebih dalam lagi tentang teori upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia agar mendapat informasi yang lebih akurat.
b. Diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini mampu
mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA