Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL PEMERINTAHAN


DAN PEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS
Diajukan Untuk Memenuhi Makalah Mata Kuliah Pendidikan Budaya Anti
Korupsi
Dosen Pengajar : Wawan Z, S.Pd, M.Kes

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 12
MELSA SHAFIRA
MIFTAHUL JANNAH
SITI MIFTAHUL FAUZIAH

TK.2B D3 KEPERAWATAN / SEMESTER 1

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PRODI D III KEPERAWATAN
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang masih
memberikan kita kesehatan, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas pembuatan
makalah ini dengan judul “Sistem Pengendalian Internal Pemerintahan Dan
Pembangunan Zona Integritas”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pendidikan Budaya Anti Korupsi. Dalam makalah ini mengulas tentang
kelebihan, kekurangan komputerisasi dalam ilmu kesehatan dan keperawatan.

Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat
kami harapkan dari para pembaca guna untuk meningkatkan dan memperbaiki
pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Tangerang,20 Juli 2018

Tim Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................2
BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern
3
2.2 Unsur-Unsur Pengendalian Intern
6
2.3 Tujuan Pengendalian Intern
11
2.4 Sejarah Pengendalian Intern
12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
23
3.2 Saran
23
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
iii

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berhubungan dengan semakin maraknya permasalahan mengenai
pencapaian tujuan yang tidak jelas maka dari intu kita membutuhkan adanya
pengendalian internal agar kita bisa secara mudah menemukan atau
menganalisis permasalahan – permasalahan yang ada atau permasalahan
yang mungkin akan timbul dalam proses pencapaian tujuan sehingga
pencapaian tujuan bisa kita ketahui secara jelas.
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden nomor 81 tahun 2010
tentang Grand Design reformasi birokrasi yang mengatur tentang
pelaksanaan program reformasi birokrasi. Peraturan tersebut menargetkan
tercapainya tiga sasaran hasil utama yaitu peningkatan kapasitas dan
akuntabilitas organisasi, pemerintah yang bersih dan bebas korupsi, serta
peningkatan pelayanan publik. Untuk mengakselerasi pencapaian sasaran
tersebut, maka instansi pemerintah perlu untuk membangun pilot project
pelaksanaan reformasi birokrasi yang dapat menjadi percontohan penerapan
pada unit-unit kerja lainnya. Sehingga, diperlukannya secara konkret
pelaksanaan program reformasi birokrasi pada unit kerja melalui upaya
pembangunan “Zona Integritas” yang sekaligus merupakan tindak lanjut
dari penandatanganan pakta integritas oleh seluruh PNS yang merupakan
komitmen untuk tidak melakukan tindakan korupsi.
Sejalan dengan hal tersebut, dikeluarkan dalam Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik
Indonesia nomor 52 tahun 2014 tentang pedoman pembangunan Zona
Integritas menuju wilayah bebas korupsi dan wilayah birokrasi bersih
melayani di lingkungan instansi pemerintah, yang menjabarkan bahwa Zona
Integritas merupakan predikat yang diberikan kepada instansi pemerintah
yang pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen untuk mewujudkan
wilayah bebas korupsi (WBK) dan wilayah birokrasi bersih melayani

1
(WBBM) melalui reformasi birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan
korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Zona Integritas
merupakan program yang dibentuk baik untuk tingkat lokal maupun
nasional.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Sistem Pengendalian Intern?
2. Apa saja unsur-unsur Pengendalian Intern?
3. Apa tujuan Pengendalian Intern?
4. Bagaimana Sejarah Pengendalian Intern?
5. Apa yang dimaksud dengan Pengendalian Zona Integrasi?

1.3 Tujuan
1. Untuk memahami apa yang dimaksud dengan Sistem Pengendalian
Intern.
2. Untuk memahami unsur-unsur Pengendalian Intern.
3. Untuk memahami tujuan Pengendalian Intern.
4. Untuk memahami Sejarah Pengendalian Intern.
5. Untuk memahami apa yang dimaksud dengan Pengendalian Zona
Integrasi.

2
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern


Dalam tubuh manusia, terdapat berbagai organ tubuh yang berfungsi
secara mandiri dan berinteraksi dengan organ yang lain untuk melaksanakan
fungsi tertentu. Misalnya hidung, tenggorokan, dan paru-paru. Masing-
masing organ tersebut memiliki fungsi. Kemudian, secara bersama-sama
organ-organ tersebut membentuk sebuah sistem, yaitu sistem pernapasan,
sistem pencernaan, dan sistem tubuh lainnya yang terdapat dalam diri
manusia melaksanakan fungsi untuk menopang aktivitas kehidupan
manusia. Tentu saja, agar sistem dalam tubuh dapat berfungsi untuk
menopang aktivitas kehidupan manusia, perlu adanya sistem pengendalian
terhadap organ tersebut beserta fungsinya.
Dalam konteks organisasi, terdapat sistem persolanis, pembelian,
produksi, pemasaran, penjualan, penggajian, dan sistem terkait lainnyauntuk
menjamin terlaksananya aktivitas dalam organisasi. Organisasi tentunya
memiliki tujuan. Agar setiap komponen bekerja secara harmonis untuk
mencapai suatu tujuanyang telah ditetapkan, perlu adanya sistem
pengendalian intern. Berikut ini diuraikan mengenai pengertian sistem dan
pengendalian intern.
Berdasarkan Wikipedia Bahasa Indonesia, sistem berasal dari bahasa
latin systema dan bahasa yunani sustema, yaitu suatu kesatuan yang terdiri
atas komponen dan elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan
aliran informasi, materi atau energi untuk mencapai suatu tujuan. Menurut
Azhar Susanto (2013), sistem adalah kumpulan atau grup dari
subsistem/bagian/komponen apapun baik fisik ataupun nonfisik yang saling
berhubungan satu sama lain dan bekerja sama secara harmonis untuk
mencapai satu tujuan tertentu. Lilis Puspitawati dan Sri Dewi Anggadini
(2011) menyatakan: “Suatu sistem adalah suatu jaringan kerja dari
prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama

3
untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan sasaran yang
tertentu.” Secara singkat dapat dinyatakan bahwa sistem adalah kumpulan
dari komponen-komponen atau prosedur-prosedur yang saling berhubungan
satu sama lain dalam menjalankan suatu proses atau kegiatan untuk
mencapai tuuan tertentu.
Setiap tujuan memiliki risiko. Risiko dapat diartikan sebagai
kemungkinan yang berpengaruh terhadap tujuan. Agar tujuan dapat dicapai
dengan meminimalisir risiko, diperlukan adanya pengendalian intern.
Menurut Hery (2013), “Pengendalian intern adalah seperangkat kebijakan
dan prosedur untuk melindungi aset atau kekayaan perusahaan dari segala
bentuk tindakan penyalahgunaan, menjamin tersedianya informasi akuntansi
perusahaan yang akurat, serta memastikan bahwa semua ketentuan
(peraturan) hukum/undang-undangserta kebijakan menejemen telah dipatuhi
atau dijalankan sebagaimana mestinya oleh seluruh karyawan
organisasi/perusahaan.” ValeryG. Kumaat (2011) menyatakan bahwa,
“Pengendalian intern adalah suatu cara untuk mengarahkan, mengawasi dan
mengukur sumber daya suatu organisasi. Ia berperan penting untuk
mencegah dan mendeteksi penggelapan (fraud) dan melindungi sumber
daya organisasi baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud
“(misalnya, reputasi atau hak kekayaan intelektual seperti merek dagang).”
The Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission
(COSO), sebuah komisi nasional amerika untuk mencegah penyelewengan
laporan keuangan, menyatakan bahwa: “Pengendalian intern adalah suatu
proses yang dipengaruhi oleh dewan direksi, menejemen, dan karyawan
yang dirancang untuk memberikan jaminan yang meyakinkan bahwa tujuan
organisasi akan dapat dicapai melalui efisiensi dan efektifitas operasi,
penyajian laporan, keuangan yang dapat dipercaya, ketaatan terhadap
undang-undang dan aturan yang berlaku.” Dapat disimpulkan bahwa
pengendalian intern adalah suatu cara yang berisi seperangkat kebijakan dan
peraturan untuk mengarahkan, mengawasi dan melindungi sumber daya
organisasi atau perusahaan agar terhindar dari segala bentuk tindakan

4
penyalahgunaan dan penyelewengan. Pengendalian intern dilakukan untuk
memantau apakah kegiatan operasional telah berjalan sesuai dengan
kebijakan dan peraturan yang ditetapkan oganisasi atau perusahaan.
Insitut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) (2011) mendefinisikan
pengendalian intern sebagai suatu proses yang dijalankan oleh dewan
komisaris, menejemen dan personil lain entitas yang didesain untuk
memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan
berikut ini:

1. Keandalan pelaporan keuangan.


2. Efektivitas dan efisiensi operasi.
3. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
Menurut Hery (2013), tujuan pengendalian intern adalah untuk
memberikan jamian atau keyakinan yang memadai bahwa:

1. Aset yang dimiliki oleh organisasi/perusahaan telah diamankan sebagai


mestinya dan hanya diguanakan untuk kepentingan
organisasi/perusahaan semata, bukan untuk kepentingan individu
(perorangan) oknum karyawan tertentu. Dengan demikian, pengadilan
intern diterapkan agar supaya seluruh aset organisasi/perusahaan
terlindungi dengan baik dari tindakan penyelewengan, pencurian, dan
penyalahgunaan, yang tidak sesuai dengan wewenangnya dan
kepentingan organisasi/perusahaan.
2. Informasi akuntansi organisasi/perusahaan tersedia secara akurat dan
dapat diandalkan. Ini dilakukan dengan cara memperkecil risiko, baik
atas salah saji laporan keuangan yang disengaja (kecurangan) maupun
yang tidak disengaja (kelalaian).
3. Karyawan telah menaati hukum dan peraturan. Salah satu hal yang
paling riskan dalam pengendalian intern adalah kecurangan yang
dilakukan oleh karyawan (employee fraud). Kecurangan karyawan ini
adalah tindakan yang disengaja dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan pribadi.

5
Pengendalian intern dalam proses penerimaan pegawai diilustrasikan
sebagai berikut. Proses penerimaan pegawai baru bertujuan untuk
mendapatkan pegawai yang memiliki kompetensi, profesionalisme, dan
sikap perilaku yang dibutuhkan oleh organisasi. Untuk itu, dalam proses
penerimaan pegawai dilakukan dengan penetapan persyaratan peserta, ujian
tertulis, wawancara, tes kesehatan fisik dan mental. Hal ini merupakan
pengendalian intern dalam proses penerimaan pegawai untuk mencapai
tujuan organisasi dalam hal penerimaan pegawai baru, yaitu memperoleh
pegawai yang berintegritas, kompeten, dan profesional.

2.2 Unsur-unsur Pengendalian Intern


1. Pengendalian Lingkungan
Pembentukan suasana organisasi serta memberikan kesadaran
tentang perlunya pengendalian bagi suatu organisasi, yang merupakan
dasar bagi semua komponen pengendalian internal lain yang melahirkan
hierarki dalam membentuk struktur organisasi. Lingkungan
pengendalian memiliki tujuh komponen, antara lain:

a. Integritas dan nilai-nilai etis


b. Komitmen terhadap kompetensi
c. Filosofi dan gaya operasi manajemen
d. Partisipasi dewan komisaris dan komite pemeriksaan
e. Struktur organisasi
f. Kebijakan dan praktik SDM
g. Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab
2. Penilaian Resiko
Merupakan kegiatan yang dilakukan oleh manajemen dalam
mengidentifikasi dan menganalisis resiko yang menghambat perusahaan
dalam mencapai tujuannya. Berikut ini adalah lima hal kenapa penilaian
resiko sangat penting adalah:

6
a. Bidang baru bisnis yang memerlukan prosedur akuntansi yang
belum pernah diterapkan sebelumnya
b. Perubahan standar akuntansi
c. Hukum dan peraturan baru
d. Perubahan yang terkait revisi sistem dan teknologi baru
e. Pertumbuhan pesat entitas yang menuntut perubahan fungsi tugas
3. Pengendalian Aktivitas
Kebijakan dan prosedur yang dimiliki oleh manajemen untuk
memberikan jaminan yang meyakinkan bahwa manajemen telah
melakukan sebagai mana seharusnya. Pengendalian aktivitas meliputi
lima komponen sebagai berikut:

a. Pemisahan tugas yang memadai


b. Otorisasi yang sesuai atas transaksi dan aktivitas
c. Dokumen dan catatan yang memadai
d. Pengendalian fisik atas aktiva dan catatan
e. Pemeriksaan kinerja secara independen
4. Informasi dan Komunikasi
Diperlukan untuk semua tingkatan manajemen organisasi untuk
mengambil keputusan, laporan keuangan dan mengetahui kepatuhan
terhadap kebijakan yang ditentukan oleh perusahaan sebelumnya.
Proses informasi dan komunikasi meliputi:

a. Memulai, mencatat, memproses dan melaporkan transaksi suatu


entitas di perusahaan.
b. Mempertahankan akuntabilitas aktiva terkait.
5. Monitoring
Merupakan sebuah proses penilaian berkelanjutan dan periodik
pelaksanaan internal apakah sudah terlaksana dengan baik dan telah
dimodifikasi sesuai dengan perubahan kondisi terhadap kualitas kinerja
sistem pengendalian internal.

7
Sedangkan dalam PP No. 60 tahun 2008 terdapat lima unsur dari
pengendalian internal pemerintahan yaitu:
1. Pengendalian Lingkungan
2. Penilaian Resiko
3. Kegiatan Pengendalian
4. Informasi dan Komunikasi
5. Pemantauan Pengendalian Internal
Penjelasan dari lima poin unsur pengendalian internal pemerintahan
diatas adalah sebagai berikut:

1. Pengendalian Lingkungan
Pimpinan instansi pemerintah wajib menciptakan dan memelihara
lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan
kondusif untuk penerapan sistem pengendalian intern dalam lingkungan
kerjanya melalui:

a. Penilaian integritas dan nilai etika


Penilaian integritas dan nilai etika meliputi:

b. Komitmen terhadap kompetensi


c. Kepemimpinan yang kondusif
d. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan
e. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat
Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab mencakup:
wewenang diberikan kepada pegawai yang tepat sesuai dengan
tingkat tanggung jawabnya dalam rangka pencapaian tujuan
Instansi Pemerintah.

f. Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang


pembinaan sumber daya manusia

8
g. Perwujudan peran aparat dalam pengawasan intern pemerintah
yang efektif
h. Hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait
Mencakup diwujudkan dengan adanya mekanisme saling uji antar
Instansi Pemerintah terkait.

2. Penilaian Resiko
a. Identifikasi Resiko
b. Analisis Resiko
3. Kegiatan Pengendalian
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan
pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas
dan fungsi Instansi Pemerintah yang bersangkutan. Kegiatan
pengendalian mencakup:

a. Review atas kinerja Instansi Pemerintah yang bersangkutan


b. Pembinaan sumber daya manusia
c. Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi
4. Informasi dan Komunikasi
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib mengidentifikasi, mencatat,
dan mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat.

5. Pemantauan Pengendalian Internal


Pengendalian intern dalam suatu organisasi diwujudkan dalam
penetapan struktur organisasi, kebijakan/prosedur, praktik yang sehat,
dan karyawan kompeten dan bertanggung jawab. Hal ini didasarkan
pada pendapat Mulyadi (2014), yaitu unsur pokok pengendalian intern
dalam organisasi/perusahaan adalah:

1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional


secara tegas. Struktur organisasi merupakan kerangka (framework)
pembagian tanggung jawab fungsional kepada unit-unit organisasi
yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan pokok perusahaan,

9
seperti pemisahan setiap fungsi untuk melaksanakan semua tahap
dari suatu transaksi.
2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan
perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan
dan biaya. Dalam setiap organisasi harus dibuat sistem yang
mengatur pembagian wewenang untuk otoritasi atas terlaksananya
setiap transaksi. Prosedur pencatatan yang baik akan menjamin
data yang direkam tercatat kedalam catatan akuntansi dengan
tingkat ketelitian dan keandalan (reliability) yang tinggi. Dengan
demikian, sistem otoritasi akan menjamin masukan yang dapat
dipercaya bagi proses akuntansi.
3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap
unit organisasi. Pembagian tanggung jawab fungsional dan sistem
wewenang dan prosedur pencatatan yang telah ditetapkan tidak
akan terlaksana dengan baik jika ditetapkan cara-cara untuk
menjamin praktik yang sehat dalam pelaksanaannya. Adapun cara
yang umumnya ditempuh oleh perusahaan dlam menciptakan
praktik yang sehat adalah:
a. Penggunan formulir bernomor urut tercetak pemakaiannya
harus dipertanggungjawabkan oleh yang berwenang.
b. Pemeriksaan mendadak dilaksanakan tanpa pemberitahuan
terlebih dahulu kepada pihak yanga akan diperiksa, dengan
jadwal yang tidak teratur.
c. Setiap transaksi tidak boleh dilaksanakna dari awal sampai
akhir oleh satu orang atau satu unit organisasi, tanpa ada
campur tangan dari yang lain, agar tercipta internal chek yang
baikdalam pelaksanaan tugasnya.
d. Perputaran jabatan (job rotating). Perputaran jabatan yang
diadakan secra rutin akan dapat menjaga independensi pejabat,
memperluas wawasan pengetahuan yang mendalam, sehingga
persekongkolan diantara karyawan dapat dihindari.

10
e. Secara periodik diadakan pencocokan antara fisik kekayaan
dengan catatannya. Untuk menjaga kekayaan organisasi,
mengecek ketelitian dan keandalan catatan akuntansinya,
secara periodik harus diadakan pencocokan atau rekonsiliasi
antara kekayaan fisik dengan catatan akuntansi yang
bersangkutan dengan kekayaan tersebut.
f. Pembentukan unit organisasi yang bertugas untuk mengecek
efektivitas unusur-unsur sistem pengendalian intern yang
lainnya.
4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya.
a. Seleksi calon karyawan berdasarkan persyaratan yang dituntut
oleh pekerjaannya.
b. Pendidikan karyawan selama menjadi karyawan perusahaan,
sesuai dengan tuntutan perkembangan pekerjaannya.

2.3 Tujuan Pengendalian intern


Menurut Haryono (2001: 4) mengemukakan tujuh prinsip pengendalian
internal yang pokok, yaitu:

1. Penetapan tanggungjawab secara jelas


2. Penyelenggaraan pencatatan perusahaan
3. Pengasuransian kekayaan dan karyawan perusahaan
4. Pemisahan peralatan dan penyimpanan aktiva
5. Pemisahan tanggungjawab atas transaksi yang berkaitan
6. Pelaksanaan pemeriksaan secara independen
7. Pemakaian peralatan mekanis bila memungkinkan.
Dari pendapat tersebut di atas, maka masing-masing tujuan dapat
diuraikan sebagai berikut:

1. Mengamankan harta perusahaan.


2. Harta perusahaan perlu diamankan dari segala kemungkinan yang
merugikan, kecurangan dan sebagainya. Dan untuk mengawasi

11
kemungkinan tersebut, maka perlu dirancang berbagai metode dan cara
cara tertentu untuk mencegah terjadinya hal-hal di atas.
3. Menguji ketelitian dan kebenaran data akuntansi perusahaan. Catatan
akuntansi harus terus-menerus diuji coba (internal check), agar
kebenaran data akuntansi dapat di pertahankan. Untuk melaksanakan uji
coba tersebut, maka perlu dipisahkan berbagai fungsi yang ada dalam
struktur organisasi perusahaan terutama yang menyangkut transaksi
keuangan.
4. Meningkatkan efisiensi operasi perusahaan. Dengan menggunakan
metode dan prosedur untuk mengendalikan pemeliharaan, yaitu dengan
menyusun pengendalian, pemeriksaan intern akan menjadi alat yang
efisien untuk mengendalikan pemeliharaan dengan tujuan akhir
menciptakan efektifitas.
5. Ketaatan pada kebijaksanaan yang telah digariskan oleh pimpinan
perusahaan. Kebijaksanaan pimpinan yang telah ditetapkan dengan
surat keputusan, juga memerlukan berbagai aktivitas pengeluaran dan
penerimaan dari pendapatan.

2.4 Sejarah Pengendalian Intern


Sejarah mencatat bahwa aktivitas pengendalian intern mendahului
aktivitas audit dan elemen lainnya dari profesi akuntansi.pengendalian
intern muncul secara logis sebagai bagian dari proses kegiatan yang
berorientasi pada keuntungan. Begitu pengusaha menemukan metode atas
kegitan yang menghasilkan keuntungan, mereka menciptakan cara
mengendalikan dan melindungi keuntungan itu. Segera setelah disadari
bahwa keuntungan dapat diperluas dengan cara mempekerjakan orang lain,
diakui bahwa memberi kepercayaan penuh kepada orang lain bukanlah
menjadi kebijakan yang paling menguntungkan dan justru disitulah perlu
adanya pengendalian.
Kenneth Most (1959) menyatakan bahwa terdapat bukti nyata bahwa
pengendalian intern sudah ada pada masa peradaban Mesopotamia pada

12
3.600 SM. Kenneth Most menunjukkan bahwa orang sumeria mencatat
transaksi komersial diatas batu yang ditandai dengan tahun 3600 SM dan
diatas tanah liat pada masa 400 tahun kemudian. Sudah menjadi kebiasaan
bahwa ringkasan transaksi disiapkan oleh mereka yang tidak membuat
catatan aslinya. Selanjutnya, dokumen pada periode tersebut menunjukkan
simbol beruoa tanda, titik, centang, dan lingkaran disamping angka, yanng
menunjukkan bahwa pengecekan telah dilakukan .
Williard Stone (1969) mencatat bahwa zaman pemerintahan Mesir
kuno, diapartemen keuangan pusat kerajaan Firaun, pada “perbendaharaan
rumah perak”, pengendalian intern dan audit telah digunakan. Para juru tulis
menyiapkan catatan penerimaan dan pengeluaran komoditas berupa perak,
jagung,dan komoditas lainnya. Seorang mencatat pada kertas mengenai
jumlah barang yang dibawa kegudang dan yang lainnya memeriksa
pengosongan kontainer untuk disimpan kedalam gudang penyimpanan.
Audit dilakukan oleh juru tulis ketiga yang membandingkan dua catatan
tersebut. Perintah resmi diperlukan untuk permintaan pengeluaran barang
dan juru tulis yang bertanggung jawab atas pengelolaan gudang mencatat
pengeluaraan barang dan menyimpan surat pesanan. Catatan penerimaan,
pengeluaran, dan inventarisasi saldo barang secara periodik diaudit oleh juru
tulis lain atau atasannya.
Williard Stone (1969) memberi catatn tentang pengendalian internal
pada masa peradaban dipersia mulai tahun 549 sampai 330 SM. Dia
melaporkan bahwa Raja Darius(52-486 SM) menggunakan juru tulis
pemerintah, yang dipanggil sebagai “mata dan telianga raja” untuk
melakukan fungsi penting dalam pengendalian kerajaannya yang luas.
Untuk kenyamanan administrasi, kekaisaran pun membagi fungsi
pemerintahan menjadi bagian-bagian, yaitu masing-masing “bagian”
sebagai administrator sipil dan sebagai pemungut cukai. Pemerintahan
provinsi terbagi kedalam dua kelompok, yaitu kelompok pasukan yang
berada dibawah komando seorang jenderal dan sekretaris kerajaan yang
menjalankan tugas sebagai auditor intern. Sekretaris kerajaan melapor
kepada raja tentang aktivitas “bagian” dan jenderal tersebut. Sekretaris

13
kerajaan bertanggung jawab atas pajak yang dikumpulkan dan dikirimkan
kepada raja.

2.5 Pembangunan Zona Integritas


1. Zona Integritas
Dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia nomor 52 tahun 2014 tentang
pedoman pembangunan Zona Integritas menuju wilayah bebas korupsi
dan wilayah birokrasi bersih melayani di lingkungan instansi
pemerintah menyebutkan bahwa, Zona Integritas merupakan predikat
yang diberikan kepada instansi pemerintah yang pimpinan dan
jajarannya mempunyai komitmen untuk mewujudkan wilayah bebas
korupsi (WBK) dan wilayah birokrasi bersih melayani (WBBM)
melalui reformasi birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi
dan peningkatan kualitas pelayanan publik, serta reformasi birokrasi di
lingkungan kerja yang menjadi tanggung jawabnya, yang diawali
dengan penandatanganan Pakta Integritas oleh seluruh pegawainya.
Zona Integritas (ZI) adalah predikat yang diberikan kepada instansi
pemerintah yang pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen untuk
mewujudkan wilayah bebas korupsi (WBK) dan wilayah birokrasi
bersih melayani (WBBM) melalui reformasi birokrasi, khususnya
dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan
publik.
Dalam membangun zona intergritas, dapat menempuh tiga (3)
langkah sebagai berikut:

A. Tahap membangun Zona Integritas


Terdapat dua (2) tahap dalam membangun zona integritas, yaitu:

1) Pencanangan Pembanguna Zona Integritas

14
 Pencanagan pembangunan zona integritas adalah deklarasi
dari pimpinan suatu instansi pemerintah bahwa instansinya
telah siap membangun zona integritas.
 Pimpinan dan seluruh/sebagian besar pegawai harus
menandatangani dokumen pakta integritas, sebagai tanda
pencanangan pembangunan zona integritas
 Pencanangan pembangunan zona integritas beberapa
instansi pusat yang berada dibawah koordinasi
kementerian dapat dilakukan bersama-bersama, sedangkan
didaerah dapat dilakukan oleh kabupaten/kota bersama-
bersama dalam satu provinsi
2) Proses pembangunan zona integritas menuju WBK/WBBM
 Pimpinan instansi pemerintah menetapkan unit kerja yang
diusulkan menjadi Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan
Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM), dengan
terlebih dahulu membentuk tim penilai internal,
menganalisis beberapa alternatif unit kerja, yang
memenuhi kriteria:
 Dianggap sebagai unit yang penting/strategis dalam
melakukan pelayanan publik.
 Mengelola sumber daya yang cukup besar.
 Memiliki tingkat keberhasilan reformasi birokrasi yang
cukup tinggi diunit tersebut.
 Menetapkan komponen pengungkit dan komponen hasil,
yang dibangun pada unit kerja yang telah ditetapkan
WBK/WBBM. Komponen/indikator pengungkit adalah
komponen yang menjadi faktor penentu pencapaian
sasaran pembangunan zona integritas.
Komponen/indikator hasil adalah keadaan yang
diharapkan setelah seluruh komponen pengungkit
dilakukan. Setiap elemen dari komponen pengungkit dan

15
komponen hasil memiliki bobot (%) dalam
pengukurannya.

 Menejemen perubahan, ditujukan untuk komitmen


jajaran untuk WBK/WBBM, perubahan mindset dan
culture set aparatur, dan menurunkan risiko kegagalan
zona integritas. Hal tersebut dilakukan dengan
penyusunan tim kerja zona integritas, penyusunan dan
sosialisasi dokumen zona integritas, dan memastikan
seluruh aparatur berpartisipasi dalam pembangunan
zona integritas.
 Terwujudnya peningkatan kualitas layanan publik pada
masyarakat, diukur melalui nilai persepsi kualitas
pelayanan (survei eksternal)

Adapun pencanangan Pembangunan Zona Integritas berdasarkan


pedoman Pembangunan Zona Integritas nomor 52 tahun 2014, meliputi
sebagai berikut:

16
a. Pencanangan pembangunan Zona Integritas adalah
deklarasi/pernyataan dari pimpinan suatu instansi pemerintah
bahwa instansinya telah siap membangun Zona Integritas.
b. Pencanangan pembangunan Zona Integritas dilakukan oleh instansi
pemerintah yang pimpinan dan seluruh atau sebagian besar
pegawainya telah menandatangani dokumen Pakta Integritas dapat
dilakukan secara massal/serentak pada saat pelantikan, baik sebagai
CPNS, PNS, maupun pelantikan dalam rangka mutasi kepegawaian
horizontal atau vertikal. Bagi instansi pemerintah yang belum
seluruh pegawainya menandatangani dokumen Pakta Integritas,
dapat melanjutkan/melengkapi setelah pembangunan Zona
Integritas;
c. Pencanangan pembangunan Zona Integritas beberapa instansi pusat
yang berada di bawah koordinasi Kementrian dapat dilakukan
bersama-sama. Sedangkan pencanangan pembangunan Zona
Integritas di instansi daerah dapat dilakukan oleh kabupaten/kota
bersama-sama dalam satu provinsi;
d. Pencanangan pembangunan Zona Integritas dilaksanakan secara
terbuka dan dipublikasikan secara luas dengan maksud agar semua
pihak termasuk masyarakat dapat memantau, mengawal,
mengawasi dan berperan serta dalam program kegiatan reformasi
birokrasi khususnya di bidang pencegahan korupsi dan peningkatan
kualitas pelayanan publik;
e. Penandatanganan Piagam Pencanangan Pembangunan Zona
Integritas untuk instansi pusat dilaksanakan oleh pimpinan instansi
pemerintah;
f. Penandatanganan Piagam Pencanangan Pembangunan Zona
Integritas untuk instansi daerah dilaksanakan oleh pimpinan
instansi pemerintah daerah; dan
g. KPK, ORI, unsur masyarakat lainnya (perguruan tinggi, tokoh
masyarakat/LSM, dunia usaha) dapat juga menjadi saksi pada saat

17
pencanangan Zona Integritas untuk instansi pusat dan instansi
daerah.

Proses pembangunan Zona Integritas difokuskan pada penerapan


program manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan
manajemen SDM, penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas
kinerja, dan peningkatan kualitas pelayanan publik yang bersifat
konkret. Dalam membangun Zona Integritas, pimpinan instansi
pemerintah menetapkan satu atau beberapa unit kerja yang diusulkan
sebagai WBK dan WBBM dengan memperhatikan beberapa syarat
yang telah ditetapkan, diantaranya : (1) dianggap sebagai unit yang
penting/strategis dalam melakukan pelayanan publik; (2) mengelola
sumber daya yang cukup besar, serta (3) memiliki tingkat keberhasilan
reformasi birokrasi yang cukup tinggi di unit tersebut. Sehingga,
perlunya dilakukan pembinaan dan pengawasan yang efektif guna
menjaga terpeliharanya predikat WBK dan WBBM.
Penerapan pembangunan Zona Integritas telah dilakukan oleh 250
pemda dan 30 kementrian, dan di Provinsi Lampung ini, Kabupaten
Lampung Tengah merupakan salah satu daerah yang mulai turut
melaksanakan kebijakan Pembangunan Zona Integritas di instansinya
yaitu Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu
(BPMPPT).

B. Syarat dan mekanisme penetapan unit kerja berpredikat menuju


WBK dan WBM
Untuk dapat mengajukan usulan predikan WBK/WBBM,
syarat yang harus dipenuhi:

 Pada level instansi pemerintah, telah mendapatkan predikat


WPT dari BPK minimal 2 tahun berturut-turut, mendapatkan

18
nilai Akuntabilitas Kinenja Instansi Pemerintah (AKIP)
minimal “CC”.
 Pada level unit kerja yang diusulkan, stingkat eselon I-III,
berperan dalam penyelenggaraan fungsi pelayanan strategis,
telah melaksankan program reformasi birokrasi secara baik,
dan mengelola sumber daya yang cukup besar.
 Pengajuan unit kerja sebagai WBK, tim penilai internal menilai
unit kerja yang diusulkan, dan jika memenuhi kriteria WBK,
maka dapat mengusulkan pada kemen PANRB untuk
dilakukan reviu. Jika hasilnya memenuhi syarat, maka kemen
PANRB akan menyetujui pencanangan unit kerja menuju
WBK. Jika tidak memenuhi, maka unit kerja agar dibina
kembali.
 Pengajuan unit kerja sebagai WBBM, tim penilai internal
menilai unit kerja, jika memenuhi kriteria WBBBM, maka
dapat mengusulkan pada kemen PANRB. Lalu kemen PANRB,
KPK, Ombudsman RI (ORI), sebagai tim penilai nasional,
akan melakukan reviu, jika memenuhi syarat, maka akan
menyetujui pencanagan unit kerja menuju WBBM. Jika tidak
memenuhi, maka unit kerja agar dibina kembali.

Mekanisme pengajuan predikat menuju WBK/WBBM

 Pengusulan unit kerja berpredikat menuju WBK/WBBM,


pimpinan instansi mengusulkan satu/beberapa unit kerja
kepada kemen PANR, dengan melampirkan hasil penilaian
internal dan bukti pendukung.
 Penilaian WBK, terhadap unit kerja yang akan diuslkan untuk
mendapat predikat WBK menggunakan lembar kerja evaluasi
(LKE) yang memuat indikator pengungkit dan indikator
komponen hasil.

19
 Peniaian WBBM, penilaian terhadap unit kerja yang diusulkan
untuk mendapatkan predikat WBBM dilakukan oleh TPN
dengan menggunakan lembar kerja evaluasi (LKE) yang
memuat indikator pengungkit dan indikator komponen hasil.
 Penetapan WBK, dapat dilakukan jika nilai total (pengungkit
dan hasil) minimal 75, nilai komponen hasil “Terwujudnya
Pemerintah yang Bersih dan Bebas KKN” minimal 18, nilai
sub komponen survei persepsi anti korupsi minimal 13,5 dan
subkomponen persentasi TLHP minimal 3,5.
 Penetapan WBBM, dapat dilakukan jika nilai total (pengungkit
dan hasil) minimal 85, nilai komponen hasil “Terwujudnya
Pemerintah yang Bersih dan Bebas KKN” minimal 18, nilai
sub komponen survei persepsi anti korupsi minimal 13,5 dan
subkomponen persentasi TLHP minimal 3,5, nilai komponen
hasil “Terwujudnya Peningkatan Kualitas Pelayan Publik
kepada Masyarakat” minimal 16.

C. Pembinaan dan pengawasan unit kerja berpredikat WBK dan WBM


1) Pembinaan
Pembinaan terhadap unit kerja dapat dilakukan dengan cara
memberikan asistensi perbaikan sistem dan prosedur,
pemberian fasilitas dan anggaran kedinasan yang memadai,
pelatihan teknis, perbaikan kesejahteraan, kenaikan pangkat
istimewa atau kegiatan lainnya yang kesemuanya mengarah
pada tujuan untuk mempersempit peluang/kesempatan
melakukan korupsi. Selain itu juga dilakukan pembinaan
karakter pegawai melalui pelatihan anti korupsi atau
pembentukan integritas, pendekatan spiritual/keagamaan untuk
memperbaiki/meluruskan niat, sehingga memiliki kemauan

20
dan kemampuan untuk meninggalkan sikap dan perbuatan
koruptif serta perbuatan yang melanggar hukum lainnya.

2) Pengawasan
Masyarakat dapat berpartisipasi melakukan pemantauan dan
pengawasan melalui berbagai media seperti kontak pengaduan
masyarakat, website, e-mail, TP 5000, dan lain sebagainya.
Hasil tindak lanjut dari pengaduan/pelaporan masyarakat
dijadikan bahan oleh menteri PAN dan RB dalam
mengevaluasi penepatan predikat WBK/WBBM. Apabila hasil
evaluasi menujukkan kebenaran pengaduan/laporan yang
menyebabkan tidak lagi dipenuhinya indikator WBK/WBBM,
maka menteri PAN dan RB akan mencabut predikat WBbm
pada unit kerja yang bersangkutan, sedangkan pimpinan
instansi pemerintah akan mencabut predikat WBK pada unit
kerja yang bersangkutan.

2. Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani


Dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia nomor 52 tahun 2014 tentang
pedoman pembangunan Zona Integritas menuju wilayah bebas korupsi
dan wilayah birokrasi bersih melayani di lingkungan instansi
pemerintah menyebutkan bahwa, wilayah bebas korupsi (WBK)
merupakan predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja yang
memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tatalaksana,
penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan dan
penguatan akuntabilitas kinerja. Sedangkan, wilayah birokrasi bersih
melayani (WBBM) merupakan predikat yang diberikan kepada suatu
unit kerja yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan,
penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan

21
pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja serta peningkatan kualitas
pelayanan publik.

Adapun penjelasan indikator-indikator tersebut yaitu :

a. Manajemen perubahan, bertujuan untuk mengubah secara


sistematis dan konsisten mekanisme kerja, pola pikir (mind set),
serta budaya kerja (culture set) individu pada unit kerja yang
dibangun, menjadi lebih baik sesuai dengan tujuan dan sasaran
pembangunan Zona integritas.
b. Penataan tatalaksana, bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif,
efisien, dan terukur pada Zona Integritas menuju WBK/WBBM.
c. Penataan sistem manajemen SDM, bertujuan untuk meningkatkan
profesionalisme SDM aparatur pada Zona Integritas menuju
WBK/WBBM.
d. Penguatan akuntabilitas, akuntabilitas kinerja merupakan
perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan
pelaksanaan program dan kegiatan dalam mencapai misi dan tujuan
organisasi. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas
dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.
e. Penguatan pengawasan, bertujuan untuk meningkatkan
penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN pada
masing-masing instansi pemerintah.
f. Peningkatan kualitas pelayanan publik, merupakan suatu upaya
untuk meningkatkan kualitas dan inovasi pelayanan publik pada
masing-masing instansi pemerintah secara berkala sesuai
kebutuhan dan harapan masyarakat. Disamping itu, peningkatan
kualitas pelayanan publik dilakukan untuk membangun
kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pelayanan publik
dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan

22
menjadikan keluhan masyarakat sebagai sarana untuk melakukan
perbaikan pelayanan publik.

23
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengendalian intern adalah suatu cara yang berisi seperangkat kebijakan
dan peraturan untuk mengarahkan, mengawasi dan melindungi sumber daya
organisasi atau perusahaan agar terhindar dari segala bentuk tindakan
penyalahgunaan dan penyelewengan.
Zona Integritas (ZI) adalah predikat yang diberikan kepada instansi
pemerintah yang pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen untuk
mewujudkan wilayah bebas korupsi (WBK) dan wilayah birokrasi bersih
melayani (WBBM) melalui reformasi birokrasi, khususnya dalam hal
pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
Dalam membangun zona intergritas, dapat menempuh tiga (3) langkah
yaitu: Tahap membangun Zona Integritas, Syarat dan mekanisme penetapan
unit kerja berpredikat menuju WBK dan WBM, dan Pembinaan dan
pengawasan unit kerja berpredikat WBK dan WBM.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini, semoga dapat digunakan sebagai pedoman
bagi pembaca. Makalah ini masih banyak kekurangan dalam hal penulisan
maupun isi. Oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik demi
kesempurnaan penyusunan makalah ini.

24
DAFTAR PUSTAKA

Wakhyudi. 2018. Soft Controls Aspek Humanisme Dalam Sistem


Pengendalian Intern. Yogyakarta : Diandra Kreatif.
Zakaria, Hamry Gusman,dkk. 2018. 5 Pilar Revolusi Mental Untuk
Aparatur Negara. Jakarta : Elex Media Kompitudo.
https://youtu.be/teWsf5Zb_w0

Anda mungkin juga menyukai