Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI

“PROGRAM KEMENTERIAN KESEHATAN DALAM UPAYA


PENCEGAHAN KORUPSI”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK I KELAS IA
1. ASMAUL HUSNA NIM (PO7224219 1877)
2. KALSUMIATI NIM (PO7224219 1889)
3. MARLISNAWATI NIM (PO7224219 1891)
4. NURHASANAH NIM (PO7224219 1895)
5. RAJA PUTRI MARISA NIM (PO7224219 1900)
6. STEVANIE NATASYA KEWA NIM (PO7224219 1904)
7. SYAHRINAR ENJHI LIANI NIM (PO7224219 1907)
8. TETY LESTARI NIM (PO7224219 1909)

DOSEN PENGAMPU :
RESPATININGRUM, M.Keb

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES TANJUNGPINANG
PRODI DIII KEBIDANAN
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpah dan
rahmat-Nya sehingga makalah Bahaya dan Dampak Korupsi ini sudah selesai. Makalah
ini dibuat sebagai tugas mata kuliah Pendidikan Budaya Anti Korupsi.
Makalah ini disusun berdasarkan beberapa literatur yang kami ambil, selain itu
makalah ini kami susun agar dapat memberikan manfaat untuk pembaca dalam
mempelajari program kementerian kesehatan dalam upaya pencegahan korupsi, Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
untuk perbaikan kedepannya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembacanya, terutama
mahasiswa kebidanan poltekkes kemenkes Tanjungpinang.

Tanjungpinang, 24 Maret 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………....………………i

DAFTAR ISI………………………………………...…………………………............ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………………………………………………….....………1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………....……2
C. Tujuan……………………………………………………………………..……2

BAB II PEMBAHASAN

A. Program Kementerian Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Korupsi…………3


B. Upaya Kementrian Kesehatan Menuju Wilayah Bebas Korupsi……………….....5

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………..……………………7
B. Saran……………………………………………………………………………8

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………...……………………..9
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Upaya pencegahan korupsi harus dilaksanakan secara terintegrasi dari
semua sektor, baik formal maupun nonformal. Pengetahuan tentang budaya
antikorupsi harus disebarluaskan kepada masyarakat kampus kesehatan sehingga
timbul suatu tekad bahwa korupsi dibumihanguskan di Indonesia. Reformasi
birokrasi adalah upaya pemerintah meningkatkan kinerja melalui berbagai cara
dengan tujuan efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas.
Selanjutnya ketentuan itu dipertegas dalam Peraturan Menteri PAN dan
RB No. 29/2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan pelaporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi pemerintah. Dalam hal ini setiap Pejabat Eselon II
ke atas harus menyusun Penetapan Kinerja pada setiap tahun anggaran.
Untuk program pengembangan sistem e-government, Men PAN dan RB
mendorong dan mewajibkan seluruh instansi pemerintah baik pusat maupun
daerah untuk melaksanakan lelang secara elektronik, dan membentuk Lembaga
Pengadaan Barang dan Jasa Sistem Elektronik (LPSE) di masing-masing instansi.
Oleh karena itu, seluruh kementerian dan lembaga yang sudah mendapat
tunjangan kinerja, harus memiliki LPSE dan melaksanakan pengadaan barang dan
jasa secara elektronik. Selain itu, LPSE juga akan menjadi salah satu prasyarat
bagi kementerian/ lembaga yang akan melaksanakan reformasi birokrasi, dalam
memperoleh tunjangan kinerja. Menteri PAN dan RB juga mewajibkan seluruh
pegawai negeri untuk melaporkan harta kekayaannya. Hal ini sebagai kelanjutan
dari aturan dari KPK, yang mewajibkan setiap pejabat eselon I dan II untuk
melaporkan harta kekayaannya ke KPK. "Mungkin tidak semua harus langsung
melapor ke KPK, tetapi bisa melalui atasannya yang kemudian melaporkan ke
Bawasda, Inspektorat, atau Inspektorat Jenderal di masing-masing instansi.
Seperti hal ya Menpan sejalan dengan kebijakan Presiden oleh menteri
kesehatan telah melaksanakan upaya-upaya percepatan reformasi birokrasi di
lingkungan Kementerian kesehatan dengan berbagai cara dan bentuk sebagai
tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi
Nasional (Stranas) Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana program kementerian kesehatan dalam upaya pencegahan
korupsi?
2. Bagaimana upaya kementerian kesehatan menuju wilayah bebas korupsi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana dan apasajakah bentuk program kementerian
kesehatan dalam upaya pencegahan korupsi
2. Untuk mengetahui bagaimana upaya kementerian kesehatan menuju wilayah
bebas korupsi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Program Kementerian Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Korupsi


Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional
(Stratanas) Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK), diimplementasikan ke
dalam 6 (enam) strategi nasional yang telah dirumuskan, yakni:
1. melaksanakan upaya upaya pencegahan;
2. melaksanakan langkah langkah strategis dibidang penegakan hukum;
3. melaksanakan upaya upaya harmonisasi penyusunan peraturan
perundangundangan di bidang pemberantasan korupsi dan sektor terkait
lainnya;
4. melaksanakan kerja sama internasional dan penyelamatan aset hasil Tipikor;
5. meningkatkan upaya pendidikan dan bidaya antikorupsi;
6. meningkatkan koordinasi dalam rangka mekanisme pelaporan pelaksanaan
upaya pemberantasan korupsi.

Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012


tentang Strategi Nasional (Stratanas) Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
(PPK), Kementerian Kesehatan telah melaksanakan upaya percepatan reformasi
birokrasi melalui berbagai cara dan bentuk, antara lain:

1. Disiplin kehadiran menggunakan sistem fingerprint, ditetapkan masuk pukul


8.30 dan pulang kantor pukul 17.00, untuk mencegah pegawai melakukan
korupsi waktu.
2. Setiap pegawai negeri Kemenkes harus mengisi Sasaran Kinerja Pegawai
(SKP), dan dievaluasi setiap tahunnya, agar setiap pegawai mempunyai tugas
pokok dan fungsi yang jelas, dapat diukur dan dipertanggungjawabkan
kinerjanya.
3. Melakukan pelayanan kepada masyarakat yang lebih efisien dan efektif ramah
dan santun, diwujudkan dalam pelayanan prima.
4. Penandatanganan pakta integritas bagi setiap pelantikan pejabat di kementerian
kesehatan. Hal ini untuk mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi (WBK),
Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).
5. Terlaksananya Strategi Komunikasi pendidikan dan Budaya AntiKorupsi
melalui sosialisasi dan kampanye antikorupsi di lingkungan internal/seluruh
Satker Kementerian Kesehatan.
6. Sosialisasi tentang larangan melakukan gratifikasi, sesuai dengan Pasal 12 b
Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999, menyatakan “Setiap gratifikasi kepada
pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap,
apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan kewajiban atau
tugasnya”.
7. Pemberlakuan Sistem Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik
(LPSE).
8. Layanan Publik Berbasis Teknologi Informasi seperti seleksi pendaftaran
pegawai melalui online dalam rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (PNS)
dan Pegawai Tidak Tetap (PTT).
9. Pelaksanaan LHKPN di lingkungan Kementerian Kesehatan didukung dengan
Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 03.01/ Menkes/066/I/2010,
tanggal 13 Januari 2010.
10. Membentuk Unit Pengendalian Gratifikasi, berdasarkan Surat Keputusan
Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan Nomor
01.TPS.17.04.215.10.3445, tanggal 30 Juli 2010.
11. “Tanpa Korupsi”, “Korupsi Merampas Hak Masyarakat untuk Sehat”, “Hari
Gini Masih Terima Suap”, dll.
B. Upaya Kementrian Kesehatan Menuju Wilayah Bebas Korupsi
Kemenkes senantiasa berupaya dalam mewujudkan Wilayah Bebas
Korupsi (WBK), melalui pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan korupsi
yang diantaranya: one stop service sistem keluhan masyarakat (ULT, PTRC, dan
Pojok Informasi, kesepakatan keterbukaan informasi publik PTRC, pembentukan
unit pelayanan gratifikasi, serta review laporan keuangan.
Di samping itu, upaya Kemenkes dalam mewujudkan Wilayah Birokrasi
Bersih dan Melayani (WBBM) diantaranya dengan melaksanakan INPRES
17/2011 mengenai aksi PPK tahun 2012,pengawasan atas penyaluran dan
penggunaan dana BOK, Jamkesmas,Jampeesal dan registrasi alat kesehatan.
Demikian disampaikan Inspektur Jenderal Kemenkes RI, dr. Yudhi Prayudha
Ishak Djuarsa, MPH, pada kegiatan Temu Media di Kantor Kementerian
Kesehatan, Jakarta (13/7).
Menurut dr. Yudhi, Zona Integritas (ZI) adalah sebutan atau predikat yang
diberikan kepada suatu Kementerian, Lembaga, Provinsi, Kabupaten/Kota yang
pimpinan dan jajarannya memiliki komitmen untuk mewujudkan birokrasi yang
bersih dan melayani. Selanjutnya, Wilayah Bebas Korupsi (WBK) adalah
predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja dengan ZI yang memenuhi syarat
indikator mutlak dan memperoleh hasil penilaian indikator operasional 80 hingga
90. Sementara itu, Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) adalah
sebutan atau predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja pada ZI yang
memenuhi syarat indikator mutlak dan memperoleh hasil penilaian indikator
operasional > 90.
Berdasarkan Inpres 17/2011, tahapan pertama pembangunan ZI menuju
wilayah WBK adalah penandatanganan dokumen Pakta Integritas (PI), lalu
pencanangan pembangunan ZI secara terbuka ujar dr. Yudhi. Lebih lanjut dr.
Yudhi menjelaskan, setelah proses pembangunan ZI, kemudian dilakukan
identifikasi dan pengajuan Calon Unit Kerja WBK. Tahapan selanjutnya,
dilakukan monitoring dan penilaian oleh tim independen yang berasal dari
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Ombdusman. Tahap akhir, penetapan unit
kerja sebagai WBK/WBBM.
Dasar hukum dalam pelaksanaan tahapan-tahapan di atas, diantaranya UU
No. 28 tahun 1999; UU No.30 tahun 2002; PP No.60 tahun 3008; Perpres No.24
Tahun 2010; serta Inpres No. 17 tahun 2011, kata dr. Yudhi.
Beberapa strategi yang sedang dilakukan Kemenkes saat ini dalam
mewujudkan WBK, diantaranya melakukan kerja sama dengan tim independen;
pembentukan Satgas Penggerak Integritas dan Satgas Pembangun Integritas pada
unit Eselon I atau satuan kerja; serta membentuk focus group discussion untuk
prioritas pembangunan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau
perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain serta
selalu mengandung unsur “penyelewengan” ataudishonest (ketidakjujuran).
Peran serta pemerintah dalam pemberantasan korupsi ditunjukkan dengan KPK
(Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain. KPK yang ditetapkan
melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas
korupsi.Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak
korupsi di Indonesia, antara lain: upaya pencegahan (preventif), upaya
penindakan (kuratif), upaya edukasi masyarakat/mahasiswa dan upaya edukasi
LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional
(Stratanas) Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK), diimplementasikan ke
dalam 6 (enam) strategi nasional yang telah dirumuskan, yakni: melaksanakan
upaya upaya pencegahan; melaksanakan langkah langkah strategis dibidang
penegakan hukum; melaksanakan upaya upaya harmonisasi penyusunan peraturan
perundangundangan di bidang pemberantasan korupsi dan sektor terkait lainnya;
melaksanakan kerja sama internasional dan penyelamatan aset hasil Tipikor;
meningkatkan upaya pendidikan dan bidaya antikorupsi; meningkatkan
koordinasi dalam rangka mekanisme pelaporan pelaksanaan upaya pemberantasan
korupsi.
Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012
tentang Strategi Nasional (Stratanas) Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
(PPK), Kementerian Kesehatan telah melaksanakan upaya percepatan reformasi
birokrasi melalui berbagai cara dan bentuk
B. Saran
Diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini mampu
mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Adwirman, dkk. 2014. Buku Ajar Pendidikan dan Budaya Antikorupsi. Jakarta
Selatan: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai