PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pada era globalisasi yang semakin maju ini diharapkan bangsa Indonesia
dapat menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, salah satunya dalam
bidang kesehatan bayi dan anak. Kesehatan bayi dan anak merupakan hal penting
dengan melibatkan peran yang terdapat dalam keluarga yaitu peranan ayah, ibu
dan anak, dimana fungsi pokok keluarga terhadap anggota keluarganya adalah
asah, asih, dan asuh. Untuk itu, diperlukan peranan keluarga khususnya ibu dalam
perawatan dan pengasuhan yang baik untuk bayinya. Kebanyakan perawatan bayi
baru lahir yang dialami masyarakat adalah kurangnya pengetahuan ibu dalam
perawatan bayi baru lahir, terutama didaerah pedalaman yang masih
menggunakan cara tradisional serta masyarakat dengan pendidikan dan sosial
ekonomi yang rendah. Selain itu juga dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan
ibu tentang pentingnya cara merawat bayi.
Banyak daerah yang masih menggunakan tradisional seperti halnya pemberian
minum kopi pada bayi bisa mencegah bayi kejang. Namun sebenarnya ini adalah
saran yang menyesatkan. Saat anak kejang, Anda justru tidak boleh menaruh
apapun di mulutnya, karena tindakan ini justru berbahaya. Seseorang yang sedang
kejang tidak memiliki kontrol penuh atas dirinya. Perlu diingat juga bahwa kejang
tak selalu kelojotan. Beberapa orang yang sedang kejang bisa diam mematung,
sekujur tubuhnya kaku. Memberikan makanan atau minuman saat sedang kejang
dapat menyebabkan bayi tersedak sehingga saluran napas tersumbat dan berujung
pada henti napas.
Kejang demam harus ditangani secara cepat dan tepat. Penanganan pertama
yang tepat dilakukan orangtua saat anak kejang demam adalah tetap tenang dan
jangan panik, berusaha menurunkan suhu tubuh anak, memposisikan anak dengan
tepat yaitu posisi kepala anak dimiringkan, ditempatkan ditempat yang datar,
jauhkan dari benda-benda atau tindakan yang dapat mencederai anak Selain itu,
tindakan yang harus diperhatikan dan dilakukan orangtua adalah dengan
mempertahankan kelancaran jalan nafas anak seperti tidak menaruh benda apapun
dalam mulut dan tidak memasukkan makanan ataupun obat dalam mulut (IDAI,
2016).
Menghadapi anak yang kejang disertai demam, perlu memperhatikan beberapa
hal, diantaranya adalah apakah anak benar-benar mengalami kejang atau tidak,
jenis kejang (kejang demam sederhana atau kejang demam kompleks) dan apakah
kejang yang dialami memiliki kesesuaian dengan kriteria kejang demam (Ismet,
1
2017). Kejang demam terbagi menjadi 2 jenis yaitu Kejang demam sederhana
(Simple febrile seizure) dan Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure).
Kejang demam sederhana merupakan kejang yang berlangsung singkat, kurang
dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik
dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam,
sedangkan Kejang demam kompleks adalah kejang dengan salah satu ciri Kejang
lama > 15 menit, Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial, Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam (IDAI, 2016).
Beberapa fenomena yang banyak terjadi di Indonesia sering saat demam tidak
ditangani dengan baik oleh orang tua, seperti tidak segera memberikan kompres
pada anak ketika terjadi kejang demam, tidak memberikan obat penurun demam,
dan sebagai orang tua justru membawa anaknya kedukun sehingga sering terjadi
keterlambatan bagi petugas dalam menangani yang berlanjut pada kejang demam.
Perilaku-perilaku ibu pada anak saat kejang dapat berupa: memasukan sendok ke
mulut anak, memberikan kopi saat anak kejang, Perilaku-perilaku demikian
berdasarkan data Ikatan Dokter Indonesia tercatat terjadi 35% dari kasus kejang
demam yang di tangani dan hal itu dapat lebih besar pada kasus yang tidak
tercatat. Indonesia sendiri meunjukan bahwa komplikasi yang terjadi akibat
kejang demam berupa kejang berulang, epilepsy, hemiparesa, dan gangguan
mental (IDAI, 2011)
Orang tua atau pengasuh anak harus di beri cukup informasi dalam upaya
mencegah dan menghadapi kejang demam. Tindakan awal penatalaksanaan
serangan kejang demam pada anak sangat tergantung pada peran orang tua atau
pengasuhnya, terutama ibu. Ibu merupakan bagian integral dari sistem kehidupan
rumah tangga atau keluarga yang dengan kesabaran dan kasih sayangnya
dibutuhkan untuk merawat anak secara terampil agar tumbuh dan berkembang
dengan sehat dan optimal (Rahayu, 2015).
1.2. Tujuan Makalah
4
m. Bayi lahir langsung menangis kuat
n. Refleks Rooting (mencari putting susu dengan rangsangan taktil pada
pipi dan daerah mulut) sudah terbentuk dengan baik.
o. Refleks Sucking (isap dan menelan) sudah terbentuk dengan baik.
p. Refleks Moro atau gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik.
q. Refleks Graps atau menggenggam sudah baik.
r. Genitalia : 1) Pada laki-laki kematangan ditandai dengan testis yang
berada pada skrotum dan penis yang berlubang.
2) Perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora.
s. Eliminasi baik, yang ditandai dengan keluarnya mekonium dalam 24
jam pertama dan mekonium berwarna hitam kecoklatan.
1.4. Tahapan Bayi Baru Lahir
1. Tahap I terjadi segera setelah lahir, selama menit-menit pertama
kelahiran Pada tahap ini digunakan system scoring apgar untuk fisik
2. Tahap II disebut tahap transional reaktivitas. Pada tahap II dilakukan
pengkajian selama 24 jam pertama terhadap adanya perubahan
perilaku.
3. Tahap III disebut tahap periodic, pengkajian dilakukan setelah 24 jam
pertama yang meliputi pemeriksaan seluruh tubuh.
4.1.Pengertian Step
Mengutip dari situs resmi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), step adalah
kejang yang terjadi saat ada peningkatan suhu tubuh. Biasanya, anak yang
mengalami kejang demam memiliki suhu lebih dari 38°Celcius dan
menyebabkan suatu proses pada luar otak. Kondisi ini terjadi pada anak berusia
6 bulan sampai 5 tahun dengan gejala demam yang mendahului kejang. Gejala
step yaitu:
anak tidak sadar saat kejang, setelah kejang kesadaran biasanya kembali,
kaku pada kaki atau tangan,
kaki atau tangan tegang dan bergerak tidak beraturan, hingga
mata mendelik atau berkedip-kedip.
Berdasarkan gejala yang timbul, step terbagi atas dua jenis. Pertama, kejang
demam sederhana yang berlangsung kurang dari 15 menit, tidak berulang
dalam 24 jam, dan terjadi di seluruh tubuh. Step dapat terlihat sebagai penyakit
yang serius pada anak, apalagi setelahnya anak akan merasa mengantuk dan
memejamkan mata lebih sering. Meski demikian, kondisi ini biasanya tidak
mengakibatkan masalah kesehatan yang lebih serius.
Gejala penyakit step yang umum terjadi yaitu jika kondisi anak yang
dikatakan menderita penyakit step tergantung pada jenis kejang itu sendiri.
Sebagian besar anak yang mengalami kejang demam akan memerlihatkan
tanda-tanda, seperti:
Seluruh anggota tubuh anak kaku secara tiba-tiba
Demam dengan suhu tubuh lebih dari 38 derajat celcius
Bola mata mendelik ke atas
Tidak responsif saat dipanggil
Keluar suara seperti merintih dari mulut anak
Buang air kecil atau besar di celana
Keluar darah dari mulut akibat lidah tergigit.
Setelah kejang berakhir, anak akan merasa mengantuk atau bahkan rewel
dan seperti kebingungan. Namun, ini adalah gejala yang normal dan biasanya
tidak mengakibatkan komplikasi. Jika gejala penyakit step tidak muncul
berulang dalam waktu 24 jam, kondisi itu disebut dengan kejang demam
sederhana. Dalam kasus yang lebih jarang, kejang pada anak dapat berlangsung
9
lebih dari 15 menit dan terjadi lebih dari satu kali dalam sehari. Bagian tubuh
yang gemetar juga tidak semuanya, serta menyebabkan kaki dan tangan anak
menjadi lemah setelah kejang berakhir. Jika anak mengalami kejang seperti ini,
sebaiknya periksakan ke dokter.
Penyebab penyakit step pada anak biasanya dipicu oleh demam tinggi yang
dialami oleh anak. Namun, tidak menutup kemungkinan juga anak akan
mengalami kejang sekalipun demamnya tidak terlalu tinggi. Beberapa hal yang
dapat membuat anak menderita penyakit step, yakni:
Infeksi, baik infeksi virus maupun bakteri. Salah satu infeksi yang paling
banyak menyebabkan kejang pada anak adalah virus penyakit roseola yang
memang ditandai dengan demam tinggi pada anak. Beberapa jenis vaksin yang
memiliki risiko kejadian ikutan pascaimunisasi berupa kejang
adalah DPT (difteri, pertusis, tetanus) dan MMR (measles-campak, mumps-
gondongan, rubella). Vaksin ini kerap menyebabkan demam pada anak dan
demam inilah yang memicu kejang.
Anak berusia 6 bulan hingga 5 tahun (terutama pada umur 12-18 bulan)
memiliki risiko lebih besar terkena penyakit step. Anak yang memiliki saudara
atau orangtua dengan riwayat penyakit step berpeluang lebih besar untuk
terkena penyakit yang sama. Perlu ditekankan bahwa penyakit step tidak sama
dengan epilepsi. Pada anak yang menderita epilepsi, kejang akan berlangsung
sangat sering, bahkan ketika ia tidak sedang demam. Sementara pada anak
dengan penyakit step, kejang hanya terjadi pada saat demam. Namun, Anda
patut waspada jika kejang demam pada anak berlangsung lebih dari 15 menit
karena dapat meningkatkan risiko anak terkena epilepsi.
Menurut penelitian, sekitar 1 dari 3 anak yang pernah mengalami penyebab
kejang demam, biasanya akan mengalami penyakit step berulang ketika sakit
lagi. Hal ini sering terjadi dalam kurun waktu kurang dari setahun setelah
kejang pertama terjadi.Umumnya, penyebab step berulang terjadi adalah
karena faktor berikut.
Terdapat perilaku ibu pada saat anak kejang berupa memberikan pengobatan
Hal ini juga sebagian masih ditemukan orang tua diwilayah tarub yang
beranggapan pemberian kopi bisa untuk mencegah kejang atau step pada bayi
atau anak karena orang tua masih percaya dengan budaya orang tua terdahulu
untuk mengatasi kejang karena masih minimnya pendidikan dan kurangnya
pengetahuan tentang penanganan yang tepat dalam mengatasi step.
Kemamapuan ibu dalam menangani step dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu pengalaman, tingkat pendidikan dan fasilitas sebagai sumber
informasi, orang tua sudah pernah memiliki anak dengan kejang demam
biasanya akan lebih waspada dan tanggap dalam mengangani kejang demam.
Sacara umum orang tua yang memiliki pendidikan tinggi akan memiliki
pengetahuan yang lebih luas, sikap orang tua penting karena dapat berdampak
pada peningkatan kesehatan dengan pengetahuan orang tua tentang kejang
demam, penyebab step, evaluasi medis yang diperlukan, risiko kekambuhan
step berulang atau berkembang menjadi epilepsi sehingga tahu penangana yang
tepat (Ghadi & Chakeri, 2020).
Dalam hal ini tidak direkomendasikan pemberian kopi pada bayi hal ini
akan menggangu jalan nafas sehingga dapat menyebabkan henti nafas pada
bayi atau anak dan kandungan yang terdapat pada kopi dapat meningkatkan
risiko gangguan saraf dan memperparah kejang yang anak alami, serta dapat
menyebabkan bayi terkena diare dan dari segi medis tidak terdapat alasan
bahawa kopi bisa mencegah kejang pada bayi atau anak. Sehingga perlunya
pemberian edukasi kepada orang tua oleh petugas kesehatan dalam hal
penangan yang tepat dalam mengatasi step, dengan pemberian edukasi
diharapkan orang tua tahu dampak bahayanya pemberian kopi pada bayi untuk
mencegah step.
BAB IV
PENUTUP
4.1.SIMPULAN
Perilaku penanganan kejang demam yang tidak sesuai yang dipengaruhi oleh
budaya seperti memberikan kopi sangat tidak direkomendasikan hal ini dapat
menimbulkan henti nafas pada bayi. Selain itu juga diketahui beberapa faktor
yang mempengaruhi ibu terhadap perilaku penanganan kejang demam
meliputi karakteristik ibu, pengetahun dan sikap ibu terhadap kejang demam.
Untuk meningkatkan perilaku ibu dalam penanganan kejang demam,
pelayanan kesehatan dapat menekankan peran signifikan petugas kesehatan
dalam melaksanakan intervensi perawatan berbasis budaya sesuai yang dapat
meningkatkan perilaku ibu dalam penanganan kejang demam.
4.2.SARAN
Salah satu kunci sukses dalam pelayananan menangani kejang demam
adalah pemahaman terhadap budaya yang dipercaya individu, keluarga, atau
kelompok masyarakat. Oleh karena itu perlu dilakukan pendekatan dengan
transcultural nursing. Faktor yang terkait dengan perilaku penanganan kejang
demam masih berhubungan dengan budaya. Peran petugas kesehatan yaitu
dalam hal untuk mempertahankan atau memperoleh keadaan yang baik atau
sehat, salah satunya adalah peningkatan perilaku dalam penanganan kejang
demam.
DAFTAR PUSTAKA
17
Emma, W, & Märta, S. L. (2018). Parent’s Experiences of Their Children
Suffering Febrile Seizures. Journal of Pediatric Nursing, 38, 68–73.
https://doi.org/10.1016/j.pedn.2017.11.001
Elbilgahy, A. A., & Aziz, R. A. E. A. E. S. A. E. (2018). Effect of Implementing
an Educational Module on Improving Mothers Knowledge, Home
Management and Attitude about Febrile Convulsion. Journal of Nursing
Education and Practice, 8 (3), 1–11. https://doi.org/10.5430/jnep.v8n3p1