Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pada era globalisasi yang semakin maju ini diharapkan bangsa Indonesia
dapat menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, salah satunya dalam
bidang kesehatan bayi dan anak. Kesehatan bayi dan anak merupakan hal penting
dengan melibatkan peran yang terdapat dalam keluarga yaitu peranan ayah, ibu
dan anak, dimana fungsi pokok keluarga terhadap anggota keluarganya adalah
asah, asih, dan asuh. Untuk itu, diperlukan peranan keluarga khususnya ibu dalam
perawatan dan pengasuhan yang baik untuk bayinya. Kebanyakan perawatan bayi
baru lahir yang dialami masyarakat adalah kurangnya pengetahuan ibu dalam
perawatan bayi baru lahir, terutama didaerah pedalaman yang masih
menggunakan cara tradisional serta masyarakat dengan pendidikan dan sosial
ekonomi yang rendah. Selain itu juga dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan
ibu tentang pentingnya cara merawat bayi.
Banyak daerah yang masih menggunakan tradisional seperti halnya pemberian
minum kopi pada bayi bisa mencegah bayi kejang. Namun sebenarnya ini adalah
saran yang menyesatkan. Saat anak kejang, Anda justru tidak boleh menaruh
apapun di mulutnya, karena tindakan ini justru berbahaya. Seseorang yang sedang
kejang tidak memiliki kontrol penuh atas dirinya. Perlu diingat juga bahwa kejang
tak selalu kelojotan. Beberapa orang yang sedang kejang bisa diam mematung,
sekujur tubuhnya kaku. Memberikan makanan atau minuman saat sedang kejang
dapat menyebabkan bayi tersedak sehingga saluran napas tersumbat dan berujung
pada henti napas.

Kejang demam harus ditangani secara cepat dan tepat. Penanganan pertama
yang tepat dilakukan orangtua saat anak kejang demam adalah tetap tenang dan
jangan panik, berusaha menurunkan suhu tubuh anak, memposisikan anak dengan
tepat yaitu posisi kepala anak dimiringkan, ditempatkan ditempat yang datar,
jauhkan dari benda-benda atau tindakan yang dapat mencederai anak Selain itu,
tindakan yang harus diperhatikan dan dilakukan orangtua adalah dengan
mempertahankan kelancaran jalan nafas anak seperti tidak menaruh benda apapun
dalam mulut dan tidak memasukkan makanan ataupun obat dalam mulut (IDAI,
2016).
Menghadapi anak yang kejang disertai demam, perlu memperhatikan beberapa
hal, diantaranya adalah apakah anak benar-benar mengalami kejang atau tidak,
jenis kejang (kejang demam sederhana atau kejang demam kompleks) dan apakah
kejang yang dialami memiliki kesesuaian dengan kriteria kejang demam (Ismet,

1
2017). Kejang demam terbagi menjadi 2 jenis yaitu Kejang demam sederhana
(Simple febrile seizure) dan Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure).
Kejang demam sederhana merupakan kejang yang berlangsung singkat, kurang
dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik
dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam,
sedangkan Kejang demam kompleks adalah kejang dengan salah satu ciri Kejang
lama > 15 menit, Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial, Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam (IDAI, 2016).
Beberapa fenomena yang banyak terjadi di Indonesia sering saat demam tidak
ditangani dengan baik oleh orang tua, seperti tidak segera memberikan kompres
pada anak ketika terjadi kejang demam, tidak memberikan obat penurun demam,
dan sebagai orang tua justru membawa anaknya kedukun sehingga sering terjadi
keterlambatan bagi petugas dalam menangani yang berlanjut pada kejang demam.
Perilaku-perilaku ibu pada anak saat kejang dapat berupa: memasukan sendok ke
mulut anak, memberikan kopi saat anak kejang, Perilaku-perilaku demikian
berdasarkan data Ikatan Dokter Indonesia tercatat terjadi 35% dari kasus kejang
demam yang di tangani dan hal itu dapat lebih besar pada kasus yang tidak
tercatat. Indonesia sendiri meunjukan bahwa komplikasi yang terjadi akibat
kejang demam berupa kejang berulang, epilepsy, hemiparesa, dan gangguan
mental (IDAI, 2011)

Orang tua atau pengasuh anak harus di beri cukup informasi dalam upaya
mencegah dan menghadapi kejang demam. Tindakan awal penatalaksanaan
serangan kejang demam pada anak sangat tergantung pada peran orang tua atau
pengasuhnya, terutama ibu. Ibu merupakan bagian integral dari sistem kehidupan
rumah tangga atau keluarga yang dengan kesabaran dan kasih sayangnya
dibutuhkan untuk merawat anak secara terampil agar tumbuh dan berkembang
dengan sehat dan optimal (Rahayu, 2015).
1.2. Tujuan Makalah

a. Dalam menyusun makalah ini diharapkan kami tahu tentang bahayanya


pemberian kopi pada bayi yang begitu banyak efeknya.
b. Bahwa mencegah step / kejang pada bayi dengan memberikan kopi tidak
terbukti secara ilmiah. Bahkan kebiasaan tersebut hanyalah mitos yang
sebaiknya tidak diikuti.
1.3. Manfaat Makalah
Adapun manfaat makalah ini adalah Agar kita tahu peran bidan dan
tanggung jawab pada masyarakat dengan cara penyuluhan pada ibu
bagaimana cara merawat bayi saat kejang.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Masa Bayi
Masa bayi adalah masa dimana kontak erat antara ibu dan anak
terjalin sehingga dalam masa ini, pengaruh ibu dalam mendidik anak sangat
besar.

Masa bayi ( infancy ) umur 0 sampai 11 bulan, masa ini dibagi


menjadi 2 periode, yaitu:
1.1 Masa Neonatal, umur 0 smapai 28 hari.
Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi
perubahan sirkulasi darah, serta mulainya berfungsi organ-organ, Masa
neonatal dibagi menjadi 2 periode :
a. Masa Neonatal dini, umur 0 sampai 7 hari
b. Masa Neonatal lanjut, umur 8 sampai 28 hari
1.2 Masa pasca Neonatal, umur 29 hari-12 bulan.
Pada masa ini terjadi proses perkembangan yang mengalami percepatan
sehingga diperlukan perhatian lebih dalam merawat seperti ASI ekslusif
selama 6 bulan, diperkenalkan MPASI (makan pendamping ASI),
diberikan imunisasi sesuai jadwal, pendekatan dengan orang tua berkaitan
dengan psikososial anak
1.3 Tanda-tanda bayi baru lahir normal
a. Lahir aterm antara 37- 42 minggu
b. Berat badan 2500 - 4000 gram.
c. Panjang badan 48 - 52 cm.
d. Lingkar dada 30 - 38 cm.
e. Lingkar kepala 33 - 35 cm.
f. Frekuensi jantung 120-160×/menit.
g. Pernapasan ± 40 - 60×/menit.
h. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup.
i. Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempurna.
j. Kuku agak panjang dan lemas.
k. Nilai APGAR > 7
l. Gerakan aktif

4
m. Bayi lahir langsung menangis kuat
n. Refleks Rooting (mencari putting susu dengan rangsangan taktil pada
pipi dan daerah mulut) sudah terbentuk dengan baik.
o. Refleks Sucking (isap dan menelan) sudah terbentuk dengan baik.
p. Refleks Moro atau gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik.
q. Refleks Graps atau menggenggam sudah baik.
r. Genitalia : 1) Pada laki-laki kematangan ditandai dengan testis yang
berada pada skrotum dan penis yang berlubang.
2) Perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora.
s. Eliminasi baik, yang ditandai dengan keluarnya mekonium dalam 24
jam pertama dan mekonium berwarna hitam kecoklatan.
1.4. Tahapan Bayi Baru Lahir
1. Tahap I terjadi segera setelah lahir, selama menit-menit pertama
kelahiran Pada tahap ini digunakan system scoring apgar untuk fisik
2. Tahap II disebut tahap transional reaktivitas. Pada tahap II dilakukan
pengkajian selama 24 jam pertama terhadap adanya perubahan
perilaku.
3. Tahap III disebut tahap periodic, pengkajian dilakukan setelah 24 jam
pertama yang meliputi pemeriksaan seluruh tubuh.

B. Budaya yang diangkat


1. Minumkan kopi untuk menangani kejang pada bayi akan
membuatnya tersedak
Anjuran yang beredar secara turun temurun menyatakan bahwa orangtua
harus meminumkan satu-dua sendok kopi jika anak kejang. Namun
sebenarnya ini adalah saran yang menyesatkan. Saat anak kejang, Anda
justru tidak boleh menaruh apapun di mulutnya, karena tindakan ini justru
berbahaya. Seseorang yang sedang kejang tidak memiliki kontrol penuh
atas dirinya. Perlu diingat juga bahwa kejang tak selalu kelojotan.
Beberapa orang yang sedang kejang bisa diam mematung, sekujur
tubuhnya kaku. Sendok yang Anda masukkan ke dalam mulut bayi dapat
menyebabkan gusi terluka hingga rahang dan gigi patah. Gigi yang patah
bisa masuk ke dalam saluran napas dan menyumbat saluran napas.
Memberikan makanan atau minuman saat sedang kejang dapat
menyebabkan bayi tersedak sehingga saluran napas tersumbat dan
berujung pada henti napas. Ini karena cairan kopi yang diberikan saat anak
sedang kejang tidak akan masuk ke lambung untuk dicerna, tapi justru
masuk ke paru-paru. Nantinya kopi akan menimbulkan reaksi yang bisa
menyebabkan terjadinya peradangan di paru-paru.

2. Tidak dianjurkan mencegah step pada bayi dengan kopi


Kopi tidak mencegah ataupun menyembuhkan kejang pada bayi. Bahkan
pemberian kopi pada anak sebaiknya tidak Anda lakukan. Menurut para
ahli, anak sebenarnya baru boleh minum kopi jika usianya sudah
menginjak 18 tahun ke atas. Ini karena pada usia bayi hingga remaja, anak
masih membutuhkan waktu tidur yang cukup. Sementara kopi dapat
menghambat tidur anak.

3. Hal yang sebaiknya dilakukan saat anak kejang


Alih-alih mencoba-coba cara yang berbahaya seperti memberikan kopi
untuk mencegah step pada bayi. Lebih baik Anda melakukan pertolongan
pertama pada anak kejang sesuai dengan anjuran medis berikut ini.
 Posisikan anak Anda berbaring dengan posisi menghadap ke samping
untuk mencegah agar air liur atau muntah tidak masuk ke saluran
pernapasan.
 Posisikan kepala anak agak lebih tinggi dengan meletakkan alas seperti
bantal.
 Tempatkan anak di alas yang datar
 Hindarkan dari keramaian dan dari benda-benda yang berbahaya seperti
benda-benda yang terbuat dari kaca.
 Longgarkan pakaian anak agar ia lebih mudah bernapas.
 Jika anak demam, segera berikan obat penurun panas yang dimasukkan
lewat anus (jika tersedia di rumah).
 Catat durasi kejang anak, info ini penting untuk dokter dalam
mendiagnosis jenis kejang yang anak alami.
 Jika memungkinkan, rekam kejadian kejang anak berupa video untuk
diperlihatkan pada dokter saat berkonsultasi.
 Ketika kejang usai, anak mungkin bisa merasakan kantuk atau masih
belum sadar. Terus awasi anak hingga ia terbangun dan sadar
sepenuhnya.
 Berikan waktu istirahat setelah kejangnya berakhir.
 Segera bawa anak ke rumah sakit untuk penanganan dan diagnosis lebih
lanjut
C. Pengaruh budaya yang diangkat terhadap bayi
Melansir situs Harvard School of Public Health, kopi memang menawarkan
sejumlah manfaat. Selain untuk mengatasi kantuk, minum kopi secara rutin
juga dapat mencegah risiko penyakit jantung, diabetes dan stroke. Namun apa
benar jika bayi diberi minum kopi akan terhindar dari kejang? Kafein pada
kopi memang dapat menstimulasi kinerja otak. Namun, menurut jurnal
Epilepsy and Behavior, penelitian yang menjelaskan efektivitas kafein dalam
mencegah kejang pada anak sangatlah langka. Bahkan, di sisi lain, pemberian
kafein yang berlebihan justru dapat memperparah kondisi kejang.

Adapun penelitian yang pernah dilakukan baru diterapkan kepada hewan


percobaan. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa pemberian kafein dalam
jumlah yang rendah dapat mencegah kerusakan pada otak tikus. Dapat kita
simpulkan bahwa mencegah step pada bayi dengan memberikan kopi tidak
terbukti secara ilmiah. Bahkan kebiasaan tersebut hanyalah mitos yang
sebaiknya tidak diikuti. Bukan hanya tidak terbukti efektif mencegah kejang.
Di sisi lain, konsumsi kafein pada anak justru dapat menyebabkan berbagai
masalah kesehatan, antara lain sebagai berikut.

1. Berisiko menyebabkan jantung berdebar pada anak


Aritmia atau gangguan irama jantung dapat terjadi pada anak jika minum
kopi dalam jumlah yang berlebihan. Penyakit ini ditandai dengan
takikardia atau jantung berdebar lebih cepat dari yang seharusnya. Bayi
yang mengalami takikardia biasanya memiliki denyut jantung lebih dari
160 detak per menit (bpm) saat kondisi diam. Padahal, denyut jantung
normal pada bayi seharusnya tidak melebihi 140 bpm. Kondisi ini bisa
berlangsung selama beberapa detik, menit, atau bahkan berjam-jam.
Gejala takikardia meliputi rasa pusing, lemah, dan rasa tidak nyaman di
dada. Jika tetap memberikan kopi, malah semakin meningkatkan risiko
gangguan saraf dan memperparah kejang yang anak alami. Karena bayi
memiliki berat badan yang jauh lebih ringan daripada orang dewasa,
maka dengan meminum satu sendok kopi saja, ia sudah dapat mengalami
gejala ini.
2. Menyebabkan bayi kekurangan cairan
Bukannya mencegah step pada bayi, kopi justru dapat menyebabkan
berbagai gangguan pada si kecil. Kafein dalam dosis rendah sekalipun
bisa membuat ia sakit kepala, sakit perut, atau bahkan diare. Selain itu,
konsumsi kafein juga dapat memicu baung air kecil. Jika kondisi ini
terjadi, maka akan akan berisiko mengalami dehidrasi. Alih-alih
mengatasi kejang, minum kopi malah akan memperburuk keadaannya.
3. Menyebabkan anak sulit tidur
Kafein dalam kopi pada dasarnya berfungsi sebagai obat stimulan yang
berfungsi merangsang sistem saraf pusat. Ini bisa membuat seseorang
merasa lebih energik dan terhindar dari rasa kantuk. Jika zat ini diberikan
kepada bayi, ia justru akan semakin susah tidur, gelisah dan moodnya
memburuk. Akibatnya ia akan menjadi semakin rewel dan sulit untuk
beristirahat.

4. Menghambat tumbuh kembang anak


Menurut International Journal of Environmental Research and Public
Health, terdapat lebih dari 5000 penelitian yang menyimpulkan efek
negatif kafein pada anak, termasuk menghambat proses pertumbuhannya.
Oleh karena itu, mencegah step pada bayi dengan kopi sebaiknya tidak
perlu Anda lakukan karena hanya akan berdampak buruk bagi
perkembangannya.
BAB Ill
PEMBAHASAN

4.1.Pengertian Step
Mengutip dari situs resmi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), step adalah
kejang yang terjadi saat ada peningkatan suhu tubuh. Biasanya, anak yang
mengalami kejang demam memiliki suhu lebih dari 38°Celcius dan
menyebabkan suatu proses pada luar otak. Kondisi ini terjadi pada anak berusia
6 bulan sampai 5 tahun dengan gejala demam yang mendahului kejang. Gejala
step yaitu:
 anak tidak sadar saat kejang, setelah kejang kesadaran biasanya kembali,
 kaku pada kaki atau tangan,
 kaki atau tangan tegang dan bergerak tidak beraturan, hingga
 mata mendelik atau berkedip-kedip.

Berdasarkan gejala yang timbul, step terbagi atas dua jenis. Pertama, kejang
demam sederhana yang berlangsung kurang dari 15 menit, tidak berulang
dalam 24 jam, dan terjadi di seluruh tubuh. Step dapat terlihat sebagai penyakit
yang serius pada anak, apalagi setelahnya anak akan merasa mengantuk dan
memejamkan mata lebih sering. Meski demikian, kondisi ini biasanya tidak
mengakibatkan masalah kesehatan yang lebih serius.

Gejala penyakit step yang umum terjadi yaitu jika kondisi anak yang
dikatakan menderita penyakit step tergantung pada jenis kejang itu sendiri.
Sebagian besar anak yang mengalami kejang demam akan memerlihatkan
tanda-tanda, seperti:
 Seluruh anggota tubuh anak kaku secara tiba-tiba
 Demam dengan suhu tubuh lebih dari 38 derajat celcius
 Bola mata mendelik ke atas
 Tidak responsif saat dipanggil
 Keluar suara seperti merintih dari mulut anak
 Buang air kecil atau besar di celana
 Keluar darah dari mulut akibat lidah tergigit.

Setelah kejang berakhir, anak akan merasa mengantuk atau bahkan rewel
dan seperti kebingungan. Namun, ini adalah gejala yang normal dan biasanya
tidak mengakibatkan komplikasi. Jika gejala penyakit step tidak muncul
berulang dalam waktu 24 jam, kondisi itu disebut dengan kejang demam
sederhana. Dalam kasus yang lebih jarang, kejang pada anak dapat berlangsung

9
lebih dari 15 menit dan terjadi lebih dari satu kali dalam sehari. Bagian tubuh
yang gemetar juga tidak semuanya, serta menyebabkan kaki dan tangan anak
menjadi lemah setelah kejang berakhir. Jika anak mengalami kejang seperti ini,
sebaiknya periksakan ke dokter.
Penyebab penyakit step pada anak biasanya dipicu oleh demam tinggi yang
dialami oleh anak. Namun, tidak menutup kemungkinan juga anak akan
mengalami kejang sekalipun demamnya tidak terlalu tinggi. Beberapa hal yang
dapat membuat anak menderita penyakit step, yakni:
Infeksi, baik infeksi virus maupun bakteri. Salah satu infeksi yang paling
banyak menyebabkan kejang pada anak adalah virus penyakit roseola yang
memang ditandai dengan demam tinggi pada anak. Beberapa jenis vaksin yang
memiliki risiko kejadian ikutan pascaimunisasi berupa kejang
adalah DPT (difteri, pertusis, tetanus) dan MMR (measles-campak, mumps-
gondongan, rubella). Vaksin ini kerap menyebabkan demam pada anak dan
demam inilah yang memicu kejang.
Anak berusia 6 bulan hingga 5 tahun (terutama pada umur 12-18 bulan)
memiliki risiko lebih besar terkena penyakit step. Anak yang memiliki saudara
atau orangtua dengan riwayat penyakit step berpeluang lebih besar untuk
terkena penyakit yang sama. Perlu ditekankan bahwa penyakit step tidak sama
dengan epilepsi. Pada anak yang menderita epilepsi, kejang akan berlangsung
sangat sering, bahkan ketika ia tidak sedang demam. Sementara pada anak
dengan penyakit step, kejang hanya terjadi pada saat demam. Namun, Anda
patut waspada jika kejang demam pada anak berlangsung lebih dari 15 menit
karena dapat meningkatkan risiko anak terkena epilepsi.
Menurut penelitian, sekitar 1 dari 3 anak yang pernah mengalami penyebab
kejang demam, biasanya akan mengalami penyakit step berulang ketika sakit
lagi. Hal ini sering terjadi dalam kurun waktu kurang dari setahun setelah
kejang pertama terjadi.Umumnya, penyebab step berulang terjadi adalah
karena faktor berikut.

 Penyakit step yang terjadi sebelum anak berusia 18 bulan.


 Adanya riwayat kejang atau epilepsi dalam keluarga.
 Sebelum mengalami kejang pertamanya, si anak mengalami demam tinggi
hingga 40 derajat celcius lebih dari satu jam.
 Anak sebelumnya mengalami kejang demam kompleks (kejang yang
terjadi lebih dari sekali).
Ketika anak mengalami penyakit step berulang, tidak direkomendasikan
untuk memberikannya obat penurun panas biasa untuk mencegah hal tersebut
terjadi. Sebab, hal ini ternyata bisa berisiko untuk kondisinya. Tindakan
penanganan yang dilakukan orang tua ketika anak step sangat bervariasi karena
reaksi pertama orang tua ketika melihat anak mengalami kejang berbeda-beda.
Studi yang dilakukan Kızılay et al, (2017) merekomendasikan intervensi ketika
anak mengalami step seperti menempatkan anak di permukaan yang datar,
memalingkan atau memiringkan kepala ke satu sisi, memberikan diazepam
rektal atau midazolam (jika kejang berlangsung setidaknya selama lima menit)
dan bersikap tenang. Beberapa studi yang lain juga melakukan intervensi yang
lain seperti melakukan tepid sponge, memastikan anak memiliki jalan nafas
dan tidak membahayakan diri anak selama kejang terjadi (Emma & Märta,
2018).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Abeysekara et al, (2017) menunjukkan
bahwa masih terdapat ibu yang memiliki keyakinan negatif tentang step dan
kesalahpahaman tersebut dapat menyebabkan tindakan yang tidak tepat atau
bahkan berbahaya ketika menangani step pada bayi atau anak. Intervensi lain
yang diberikan pada anak yang mengalami step karena ketidaktahuan dan
kepercayaan budaya orang tua seperti memberikan kopi kepada anak-anak
selama episode step terjadi. Manajemen penanganan step di rumah yang
berbahaya dapat diakibatkan kesalahpahaman dan pengetahuan yang buruk
tentang kondisi step (Akpan & Ijezie, 2017).

Terdapat perilaku ibu pada saat anak kejang berupa memberikan pengobatan

tradisional seperti mengguncang tubuh dan memukul punggung anak, serta


tidak melakukan tindakan apapun hanya mengamati kondisi anak (Emma &
Märta, 2018). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ghadi & Chakeri (2020)
menunjukkan bahwa ibu tidak memiliki manajemen rumah yang tepat untuk
mengontrol demam dan kejang pada anak, dimana 75,6% ibu membuka mulut
anak yang tertutup rapat dan memasukkan sesuatu ke dalamnya. Intervensi lain
yang juga tidak direkomendasikan selama kejang demam seperti mengguncang
tubuh anak untuk membangunkannya, memasukkan sesuatu ke dalam mulut
anak untuk membuka rahang yang tertutup, (Kızılay et al, 2017).

Hasil penelitian yang dilakukan Elbilgahy & Aziz (2018) mengungkapkan


tindakan yang dilakukan oleh mayoritas ibu yang diteliti selama anak
mengalami step adalah menurunkan suhu tubuh anak. Sebaliknya, bahwa
sebagian orang tua tidak mencoba dan tidak mengambil tindakan apa pun
untuk menurunkan suhu tubuh anak sebelum kejang demam terjadi. Adapun
perilaku ibu pada saat anak kejang berupa memasukkan sendok ke mulut anak,
meminumkan kopi saat anak kejang sesuai dengan budaya terdahulu hal ini
justru memperparah kejang pada anak.

Hal ini juga sebagian masih ditemukan orang tua diwilayah tarub yang
beranggapan pemberian kopi bisa untuk mencegah kejang atau step pada bayi
atau anak karena orang tua masih percaya dengan budaya orang tua terdahulu
untuk mengatasi kejang karena masih minimnya pendidikan dan kurangnya
pengetahuan tentang penanganan yang tepat dalam mengatasi step.
Kemamapuan ibu dalam menangani step dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu pengalaman, tingkat pendidikan dan fasilitas sebagai sumber
informasi, orang tua sudah pernah memiliki anak dengan kejang demam
biasanya akan lebih waspada dan tanggap dalam mengangani kejang demam.
Sacara umum orang tua yang memiliki pendidikan tinggi akan memiliki
pengetahuan yang lebih luas, sikap orang tua penting karena dapat berdampak
pada peningkatan kesehatan dengan pengetahuan orang tua tentang kejang
demam, penyebab step, evaluasi medis yang diperlukan, risiko kekambuhan
step berulang atau berkembang menjadi epilepsi sehingga tahu penangana yang
tepat (Ghadi & Chakeri, 2020).

Dalam hal ini tidak direkomendasikan pemberian kopi pada bayi hal ini
akan menggangu jalan nafas sehingga dapat menyebabkan henti nafas pada
bayi atau anak dan kandungan yang terdapat pada kopi dapat meningkatkan
risiko gangguan saraf dan memperparah kejang yang anak alami, serta dapat
menyebabkan bayi terkena diare dan dari segi medis tidak terdapat alasan
bahawa kopi bisa mencegah kejang pada bayi atau anak. Sehingga perlunya
pemberian edukasi kepada orang tua oleh petugas kesehatan dalam hal
penangan yang tepat dalam mengatasi step, dengan pemberian edukasi
diharapkan orang tua tahu dampak bahayanya pemberian kopi pada bayi untuk
mencegah step.
BAB IV
PENUTUP

4.1.SIMPULAN
Perilaku penanganan kejang demam yang tidak sesuai yang dipengaruhi oleh
budaya seperti memberikan kopi sangat tidak direkomendasikan hal ini dapat
menimbulkan henti nafas pada bayi. Selain itu juga diketahui beberapa faktor
yang mempengaruhi ibu terhadap perilaku penanganan kejang demam
meliputi karakteristik ibu, pengetahun dan sikap ibu terhadap kejang demam.
Untuk meningkatkan perilaku ibu dalam penanganan kejang demam,
pelayanan kesehatan dapat menekankan peran signifikan petugas kesehatan
dalam melaksanakan intervensi perawatan berbasis budaya sesuai yang dapat
meningkatkan perilaku ibu dalam penanganan kejang demam.
4.2.SARAN
Salah satu kunci sukses dalam pelayananan menangani kejang demam
adalah pemahaman terhadap budaya yang dipercaya individu, keluarga, atau
kelompok masyarakat. Oleh karena itu perlu dilakukan pendekatan dengan
transcultural nursing. Faktor yang terkait dengan perilaku penanganan kejang
demam masih berhubungan dengan budaya. Peran petugas kesehatan yaitu
dalam hal untuk mempertahankan atau memperoleh keadaan yang baik atau
sehat, salah satunya adalah peningkatan perilaku dalam penanganan kejang
demam.

DAFTAR PUSTAKA

17
Emma, W, & Märta, S. L. (2018). Parent’s Experiences of Their Children
Suffering Febrile Seizures. Journal of Pediatric Nursing, 38, 68–73.
https://doi.org/10.1016/j.pedn.2017.11.001
Elbilgahy, A. A., & Aziz, R. A. E. A. E. S. A. E. (2018). Effect of Implementing
an Educational Module on Improving Mothers Knowledge, Home
Management and Attitude about Febrile Convulsion. Journal of Nursing
Education and Practice, 8 (3), 1–11. https://doi.org/10.5430/jnep.v8n3p1

Ghadi, M. R., & Chakeri, A. (2020). Knowledge, Attitudes and Home


Management Practices of Mothers of Children with Febrile Seizures
among Aged Less Than 6 Years in Iran , 2014. PJMHS, 14(2), 1339–
1344. https://doi.org/10.4274/jpr.43433
Notoatmodjo, S. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Renika Cipta. https://doi.org/10.1519/JSC.0000000000001247

Anda mungkin juga menyukai