Anda di halaman 1dari 25

PROGRAM

KELOMPOK 6

KEMENTRIAN
KESEHATAN
INDONESIA DALAM
UPAYA
PENCEGAHAN
DOSEN PEMBIMBING

KORUPSI
drg. YETTY WILDA M.Mkes
KELOMPOK 6 / 3B

Nama Anggota Kelompok :


1. Mufiarah Nadilah (P27820419055)
2. Munawaroh (P27820419056)
3. Nabila Fitri Hidayaningrum (P27820419057)
4. Nabilla Yolanda Wilarso (P27820419058)
5. Natasyah Adinda F. Shella (P27820419063)
6. Putri Anggraini (P27820419072)
7. Rafidah Aisyah Hanun (P27820419074)
8. Shinta Pratiwi (P27820419081)
9. Sintha Natalia Ramadhani (P27820419083)
10.Sonya 'Adilla Rahmah (P27820419084)
11.Wanda Tiara Dewi (P27820419090)
12.M. Rafi As-Salam (P27820418064)
PENGERTIAN KORUPSI
Dalam Ensiklopedia Indonesia “KORUPSI”
(dari bahasa latin corruption= penyuapan; corruptore = merusak)

→ Gejala dimana para pejabat, badan-


badan Negara menyalahgunakan
wewenang dengan terjadinya penyuapan,
pemalsuan serta ketidakberesan lainya.
1. Korupsi yang terkait dengan
kerugian keuangan Negara
BENTUK 2. Suap menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
KORUPSI 4. Pemerasan
5. Curang
UU No 20 Tahun 2001 merumuskan 30 6. Kepentingan dalam pengadaan
bentuk / Jenis tindak pidana korupsi, yang
dikelompokan yaitu sebagai berikut: 7. Gratifikasi (pemberian hadiah).
Tokoh reformasi, M. Amien
Menurut Hussein al - Attas,
Rais yang menyatakan
modus operandi bentuk-
sedikitnya ada empat jenis
bentuk korupsi mencakup:
korupsi :

1. Korupsi ekstortif 1. Penyuapan


2. korupsi manipulatif 2.Pemerasan
3. korupsi nepotistik 3.Nepotisme
4. korupsi subversif
PENYEBAB KORUPSI

1. Penyalahgunaan 2. Buruknya hukum


wewenang dan
jabatan/kekuasaan

3. Pengetahuan yang 4. Tradisi menambah


tidak cukup penghasilan
dibidangnya
NILAI ANTI KORUPSI
KEJUJURAN KEADILAN

KEPEDULIAN KEBERANIAN

KEMANDIRIAN KESEDERHANAAN

KEDISIPLINAN KERJA KERAS

TANGGUNG JAWAB
KORUPSI
DALAM SEKTOR
KESEHATAN
Sejak program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) digulirkan awal 2014 lalu, istilah
Fraud digunakan juga sektor kesehatan untuk menggambarkan bahwa perbuatan
curang di sektor kesehatan mencakup ketiga bentuk ini:
Pernyataan palsu atau
Penyimpangan atas aset salah pernyataan
(Asset Misappropriation). (Fraudulent Statement). Korupsi (Corruption).

Asset misappropriation meliputi Fraudulent statement meliputi Jenis Fraud ini yang paling sulit
penyalahgunaan/ pencurian tindakan yang dilakukan oleh dideteksi karena menyangkut
aset atau harta perusahaan pejabat atau eksekutif suatu kerja sama dengan pihak lain
atau pihak lain. Ini merupakan perusahaan atau instansi seperti suap dan korupsi, di
bentuk Fraud yang paling pemerintah untuk menutupi mana hal ini merupakan jenis
mudah dideteksi karena kondisi keuangan yang yang terbanyak terjadi di
sifatnya yang tangible atau sebenarnya dengan melakukan negara-negara berkembang
dapat diukur/ dihitung (deßued rekayasa keuangan (ßuaucial yang penegakan hukumnya
value). eugiueeriug) dalam penyajian lemah dan masih kurang
laporan keuangannya untuk kesadaran akan tata kelola
memperoleh keuntungan atau yang baik sehingga faktor
mungkin dapat dianalogikan integritasnya masih
dengan istilah window dipertanyakan.
dressing.
PENYEBAB
Secara umum, menurut Cressey (1973), terdapat 3 faktor yang pasti muncul bersamaan ketika seseorang
melakukan Fraud yaitu:
1. Tekanan : Faktor pertama yang memotivasi seseorang melakukan tindak kriminal Fraud.
2. Kesempatan : Situasi yang memungkinkan tindakan kriminal dilakukan
3. Rasionalisasi : Pembenaran atas tindakan kriminal yang dilakukan.

Dalam banyak kasus, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Shahriari (2001), Fraud dalam layanan kesehatan
terjadi karena:
4. Tenaga medis bergaji rendah
5. Adanya ketidakseimbangan antara sistem layanan kesehatan dan beban layanan kesehatan
6. Penyedia layanan tidak memberi insentif yang memadai
7. Kekurangan pasokan peralatan medis
8. Inefisiensi dalam system
9. Kurangnya transparansi dalam fasilitas kesehatan
10. Faktor budaya.
“ “
PROGRAM KEMENKES
DALAM UPAYA
PENCEGAHAN KORUPSI
A
Strategi Nasional
Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi
Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional
(Stratanas) Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK),
diimplemen-tasikan ke dalam 6 (enam) strategi nasional yang telah
dirumuskan, yakni:
1. Melaksanakan Upaya-upaya Pencegahan
2. Melaksanakan Penegakan Hukum
3. Melaksanakan Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan
4. Melaksanakan Kerjasama Internasional dan Penyelamatan Aset
Hasil Tipikor
5. Meningkatkan Pendidikan dan Budaya Antikorupsi
6. Meningkatkan Mekanisme Pelaporan Pelaksanaan Upaya
Pemberantasan Korupsi
1. Melaksanakan Upaya-upaya 2. Melaksanakan Penegakan Hukum
Pencegahan
Penegakan hukum yang inkonsisten
Korupsi masih terjadi secara massif dan terhadap hukum positif dan prosesnya
sistematis. Praktiknya bisa berlangsung tidak transparan, pada akhirnya
dimanapun, dilembaga Negara, lembaga berpengaruh pada tingkat kepercayaan
privat hingga dikehidupan sehari-hari. (trust) masyarakat terhadap hukum dan
Melihat kondisi seperti itu, maka aparaturnya. Dalam tingkat kepercayaan
pencegahan menjadi layak didudukkan yang lemah, masyarakat tergiring kearah
sebagai strategi perdananya. Melalui opini bahwa hukum tidak lagi dipercaya
strategi pencegahan, diharapkan muncul sebagai wabah penyelesaian konflik.
langkah berkesinambungan yang Masyarakat cenderung menyelesaikan
berkontribusi bagi perbaikan ke depan. konflik dan permasalahan mereka melalui
Strategi ini merupakan jawaban atas caranya sendiri yang celakanya acap
pendekatan yang lebih terfokus pada berseberangan dengan hukum.
pendekatan represif.
3. Melaksanakan Harmonisasi 4. Melaksanakan Kerjasama Internasional
Peraturan Perundang-undangan dan Penyelamatan Aset Hasil Tipikor
Perlu diwujudkan suatu mekanisme
Meratifikasi UNCAC, adalah bukti pencegahan dan pengembalian asset secara
konsistensi dari komitmen Pemerintah langsung sebagaimana ketentuan UNCAC.
Indonesia untuk mempercepat Peraturan perundang-undangan Indonesia
pemberantasan korupsi. Sebagai belum mengatur pelaksanaan dari putusan
konsekuensinya, klausal-klausal didalam penyitaan (perampasan) dari negara lain,
UNCAC harus dapat diterapkan dan lebih-lebih terhadap perampasan asset yang
mengikat sebagai ketentuan hukum di dilakukan tanpa adanya putusan pengadilan
Indonesia. Tingkat keberhasilan strategi dari suatu kasus korupsi (Confiscation
ini diukur berdasarkan persentase without a criminal conviction). Penyelamatan
kesesuaian regulasi anti korupsi aset perlu didukung oleh pengelolaan asset
Indonesia dengan klausal UNCAC. negara yang dilembagakan secara
professional agar kekayaan negara dari aset
hasil tipikor dapat dikembalikan kepada
negara secara optimal.
6. Meningkatkan Mekanisme Pelaporan
5. Meningkatkan Pendidikan dan Budaya Pelaksanaan Upaya Pemberantasan Korupsi.
Antikorupsi
Keterbukaan dalam pelaporan kegiatan PKK
Perilaku Anti Korupsi yang ada dikalangan akan memudahkan para pemangku kepentingan
tata-kepemerintahan maupun individu berpartisipasi aktif mengawal segenap upaya
diseluruh Indonesia. Semakin tinggi angka yang dilakukan oleh pemerintah, lembaga
indeks ini, maka diyakini nilai budaya anti public maupun sector swasta. Keberhasilan
korupsi semakin terinternalisasi dan mewujud diukur berdasarkan indeks tingkat kepuasan
dalam perilaku nyata setiap individu untuk pemangku kepentingan terhadap laporan PKK.
memerangi tipikor. Semakin tinggi tingkat kepuasan pemangku
kepentingan, maka harapannya semua
kebutuhan informasi dan pelaporan terkait
proses penyusunan kebijakan dan penilaian
progress PKK dapat semakin terpenuhi
sehingga upaya PKK dapat dikawal secara
berkesinambungan dan tepat sasaran.
Komisi Pemberantasan Korupsi dalam bukunya
mengenai panduan memberantas korupsi dengan mudah
dan menyenangkan, mengelompokkan strategi
pemberantasan korupsi tersebut ke dalam 3 strategi
berikut:
1. Strategi Represif
2. Strategi Perbaikan Sistem
3. Strategi Edukasi dan Kampanye
B
Kegiatan-Kegiatan Dalam
Impelementasi Sistem Anti
Fraud Layanan Kesehatan.
Detil kegiatan dalam siklus anti Fraud adalah sebagai berikut:

1. Pembangunan Kesadaran

Pembangunan kesadaran merupakan kunci untuk mencegah


terjadinya atau meluasnya Fraud layanan kesehatan (Bulletin
WHO, 2011). Membangun kesadaran tentang potensi Fraud dan
bahayanya di rumah sakit merupakan salah satu upaya pencegahan
terjadi atau berkembangnya Fraud. Dalam Permenkes No. 36/
2015, pembangunan kesadaran dapat dilakukan oleh dinas
kesehatan kabupaten/ kota dengan pembinaan dan pengawasan
dengan melalui program-program edukasi dan sosialisasi
2. Pelaporan

Pihak yang mengetahui ada kejadian Fraud hendaknya dapat


membuat pelaporan. Permenkes No. 36/ 2015 mengamanatkan
bahwa pelaporan dugaan Fraud minimalnya mencakup identitas
pelapor, nama dan alamat instansi yang diduga melakukan
tindakan kecurangan JKN, serta alasan pelaporan. Laporan
disampaikan kepada kepala fasilitas kesehatan maupun dinas
kesehatan kabupaten/ kota.
3. Deteksi

Dalam Permenkes No 36 Tahun 2015 deteksi potensi Fraud


dapat dilakukan dengan analisa data klaim yang dilakukan
dengan pendekatan: mencari anomali data, predictive modeling, dan
penemuan kasus. Analisis data klaim dapat dilakukan secara manual
dan/atau dengan memanfaatkan aplikasi verifikasi klinis yang
terintegrasi dengan aplikasi INA-CBGs. Dalam melakukan
analisis data klaim tim pencegahan kecurangan JKN dapat
berkoordinasi dengan verifikator BPJS Kesehatan atau pihak lain
yang diperlukan.
4. Investigasi
Dalam Permenkes No. 36 tahun 2015 disebutkan bahwa
investigasi dilakukan oleh tim investigasi yang ditunjuk oleh oleh Tim
Pencegahan Kecurangan JKN dengan melibatkan unsur pakar, asosiasi
rumah sakit/asosiasi fasilitas kesehatan, dan organisasi profesi. Investigasi
dilakukan untuk memastikan adanya dugaan kecurangan JKN, penjelasan
mengenai kejadiannya, dan latar belakang/ alasannya. Pelaporan hasil
deteksi dan investigasi dilakukan oleh Tim Pencegahan Kecurangan JKN
dan paling sedikit memuat: ada atau tidaknya kejadian Kecurangan JKN
yang ditemukan; rekomendasi pencegahan berulangnya kejadian serupa di
kemudian hari; dan rekomendasi sanksi administratif bagi pelaku
Kecurangan JKN.
5. Pemberian Sanksi/Penindakan

Pemberian sanksi dilakukan untuk menindak pelaku Fraud.


Berdasar Permenkes 36 tahun 2015,pihak yang berhak
memberikan sanksi adalah Menteri, Kepala.Dinas Kesehatan
Provinsi, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.Sanksi
yang direkomendasikan dalam Permenkes adalah sanksi
administrasi dalam bentuk:teguran lisan; teguran tertulis; dan/ atau
perintah pengembalian kerugian akibat Kecurangan JKN kepada
pihak yang dirugikan.
Dalam hal tindakan kecurangan JKN dilakukan oleh pemberi
pelayanan, sanksi administrasi dapat ditambah dengan denda
paling banyak sebesar 5o% dari jumlah pengembalian kerugian
akibat tindakan kecurangan JKN. Bila tindakan kecurangan JKN
dilakukan oleh tenaga kesehatan, sanksi administrasi dapat diikuti
dengan pencabutan surat izin praktek. Selain sanksi administrasi,
kasus Fraud dapat juga dikenakan sanksi pidana yang diatur
dalam Pasal 379 jo Pasal 379a jo Pasal 381 KUHP. Walaupun tidak
disebut secara langsung dalam pasal-pasal tersebut, namun Fraud
dalam JKN dikategorikan sebagai penipuan.
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai