Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH FARMAKOLOGI

PERAN DAN PENGGOLONGAN OBAT ANTIEMETIK, ANTI DIARE,


DAN ANTI LAKSATIF YANG MEMPENGARUHI SISTEM
PENCERNAAN DAN PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN OBAT

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Farmakologi

Nurul Hidayah, S.Kep., Ns., M.Kep.

Oleh
1. Yusron Nasuha 8. Riska Dwi Kurniawati
P17211221002 P17211221027
2. Anggrelya Elza Sandrina 9. Anita Audina Putri
P17211223047 P17211221004
3. Syarifah Najwa Assegaf 10. Ine Sintia Dila P
P17211221037 P17211221033
4. Mohammad Zainal Arifin 11. Isna Fadiyanny
P17211221026 P17211221039
5. Putri Arinda Nuraningrum 12. Lillah Aulya S.P.S
P17211221031 P17211223057
6. Aurel Barqi Kenaya 13. Eileen Fairuzal Izdihar
P17211223059 P17211221010
7. Rihan Abdau
P17211221042

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN REPUBLIK INDONESIA

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN MALANG


2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi rahmat taufik dan hidayah-
Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“Peran dan Penggolongan Obat Antiemetik, Anti Diare, dan Anti Laksatif yang
Mempengaruhi Sistem Pencernaan dan Peran Perawat Dalam Pemberian Obat”
sesuai dengan waktu yang ditentukan. Penulis berharap bahwa makalah ini
bermanfaat bagi masyarakat sekitar atau pihak-pihak yang memilki perhatian yang
sama dengan topik. Selama proses pengerjaan makalah kesehatan ini, penulis
mendapat bantuan, motivasi, dan masukan dari berbagai pihak. Sehubung dengan
hal itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Taufan Arif, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku dosen pada Mata Kuliah Farmakologi
yang telah membimbing penulis dalam pengerjaan tugas makalah ini.
2. Budiono, SKp., M.Kes. selaku dosen pada Mata Kuliah Farmakologi yang
telah membimbing penulis dalam pengerjaan tugas makalah ini
3. Nurul Hidayah, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku dosen pada Mata Kuliah
Farmakologi yang telah membimbing penulis dalam pengerjaan tugas
makalah ini.
4. Marsaid, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku dosen pada Mata Kuliah Farmakologi
yang telah membimbing penulis dalam pengerjaan tugas makalah ini.
5. Orang tua dan teman-teman yang telah memberikan semangat dan dorongan
agar makalah kesehatan Bahasa Indonesia ini cepat selesai.

Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini


masih jauh dari sempurna, baik dari bentuk penyusunan maupun materinya masih
banyak kekurangan karena keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena, itu kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca akan sangat bermanfaat bagi penulis
untuk penyempurnaanya sehingga baik lagi dari sebelumnya.

Malang, 29 Januari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 2
1.4 Manfaat .......................................................................................................... 2
BAB II .................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
2.1 Peran dan Penggolongan Obat Yang Mempengaruhi Sistem Pencernaan .... 3
2.1.1 Anti Ementik ..................................................................................... 3
2.1.2 Anti Diare .......................................................................................... 6
2.1.3 Anti Laksansia ................................................................................... 8
2.2 Peran Perawat Dalam Pemberian Obat ........................................................ 13
2.2.1 Sebelum Pemberian Obat ................................................................ 13
2.2.2 Saat Pemberian Obat ....................................................................... 14
2.2.3 Setelah Pemberian Obat .................................................................. 15
BAB III ................................................................................................................. 17
PENUTUP ............................................................................................................ 17
3. 1 Kesimpulan .................................................................................................. 17
3. 2 Saran ............................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat merupakan unsur yang sangat penting dalam upaya
penyelenggaraan kesehatan. Sebagian besar intervensi medik menggunakan
obat, oleh karena itu diperlukan obat tersedia pada saat diperlukan dalam jenis
dan jumlah yang cukup, berkhasiat nyata dan berkualitas baik (Mata &
Keperawatan II, 2020). Saat ini banyak sekali beredar berbagai macam jenis
obat baik itu produk generik maupun produk dagang, pada umumnya
konsumen atau masyarakat lebih tertarik untuk mengkonsumsi produk obat
bermerk/produk dagang dibandingkan produk generik, hal itu disebabkan
adanya anggapan bahwa obat generik mutunya lebih rendah dari pada produk
yang bermerk dagang (Rahayu et al., 2006). Obat adalah bahan atau zat yang
berasal dari tumbuhan, hewan,mineral maupun zat kimia tertentu yang dapat
digunakan untuk mengurangi rasa sakit, memperlambat proses penyakit dan
atau menyembuhkan penyakit. Obat harus sesuai dosis agar efek terapi atau
khasiatnya bisa kita dapatkan.
Pelayanan keperawatan adalah pelayanan kesehatan yang besifat
professional dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia meliputi bio-psiko-
sosio-kultural dan spiritual yang dapat ditunjukan pada individu dan
masyarakat dalam rentang sehat dan sakit. Penentuan obat untuk pasien
adalah wewenang dari dokter, namun perawat memegang peranan penting
dan dituntut untuk turut bertanggung jawab dalam administrasi, pengelolaan
atau pemberian obat ke pasien (Wardana & Suryani, 2013). Mulai dari
memesan obat sesuai order dokter, menyimpan hingga memberikan obat
kepada pasien memastikan bahwa obat tersebut aman bagi pasien dan
mengawasi apabila terjadinya efek samping dari pemberian obat tersebut
pada pasien, khusus nya pada peran dan penggolongan obat yang
mempengaruhi sistem pencernaan.
Sistem pencernaan pada manusia merupakan salah satu organ vital
bagi tubuh, sehingga kesehatan sistem pencernaan sangatlah penting untuk
dijaga. Mengingat fungsi dari sistem pencernaan sebagai tempat atau alat

1
2

untuk mencerna setiap makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh
manusia (Istiqomah & Fadlil, 2013). Berdasarkan permasalahan di atas maka
isi makalah tertarik untuk melakukan pembahasan dan penggolongan obat
yang mempengaruhi sistem Pencernaan mulai dari anti emetic, anti diare dan
obat laksatif, serta peran perawat dalam pemberian obat: sebelum, saat dan
setelah pemberian.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam pembuatan makalah ini, terdapat beberapa rumusan masalah yaitu:
1. Bagaimana peran obat anti emetik, anti diare, dan anti laksatif?
2. Bagaimana penggolongan obat anti emetik, anti diare, dan anti laksatif?
3. Bagaimana peran perawat dalam pemberian obat sebelum, saat, dan
setelah pemberian obat?

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui peran dan penggolongan obat
anti emetik, anti diare, dan anti laksatif.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui peran obat anti emetik, anti diare, dan anti laksatif
b. Mengetahui penggolongan obat anti emetik, anti diare, dan anti
laksatif.
c. Mengetahui peran perawat dalam pemberian obat sebelum, saat, dan
setelah pemberian obat.

1.4 Manfaat
Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai peran dan penggolongan
obat anti emetik, anti diare, dan anti laksatif. Mahasiswa diharapkan juga
dapat mengetahui peran perawat itu sendiri dalam pemberian obat baik
sebelum, saat, dan setelah pemberian obat kepada pasien.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Peran dan Penggolongan Obat Yang Mempengaruhi Sistem Pencernaan


Obat merupakan sediaan atau gabungan bahan-bahan yang siap dipakai
untuk mempengaruhi keadaan patologis atau sistem fisiologis dalam tahapan
diagnosis, pencegahan, terapi, penyembuhan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi (Departemen Kesehatan RI, 2005). Obat dapat diperoleh dari
tumbuhan, hewan, mineral, mokroorganisme maupun sintesa.Obat memiliki
peran yang penting dalam pelayanan kesehatan sebagai penanganan serta
pencegahan berbagai penyakit. Adapun peran obat secara umum :
a. Untuk metetapkan diagnosa
b. Mencegah timbulnya penyakit
c. Mengurangi rasa sakit
d. Menyembuhkan penyakit
e. Pemulihan dan peningkatan kesehatan

2.1.1 Anti Emetik

Antiemetik, atau antiemetik, adalah obat yang dapat mengobati


muntah dan mual. Antiemetik biasanya diberikan untuk mengobati
mabuk perjalanan dan efek samping analgesik opioid, anestesi umum,
dan kemoterapi kanker.
Antiemetik terdiri dari:
1. Antagonis reseptor 5-HT3
obat ini memblokir reseptor serotonin di sistem saraf pusat dan
saluran pencernaan. Obat ini juga dapat digunakan untuk mengatasi
mual dan muntah setelah operasi dan obat sitotoksik. Contoh :
a. Dolasetron

3
4

b. Granisetron
c. Ondansetron
d. Tropiktron
e. Palonosetron (Aloxi, antagonis 5HT3 baru)
2. Antagonis dopamin bekerja di otak dan digunakan untuk mengobati
mual dan muntah dan berhubungan dengan penyakit neoplastik,
penyakit radiasi, opioid, obat sitotoksik, dan anestesi umum.
Domperidone Droperidol, Haloperidol, Klorpromazin, Prometazin,
Proklorperazin. Beberapa obat ini memiliki efektivitas yang terbatas
karena efek samping pada saraf ekstrapiramidal dan sedasi.
3. Metoclopramide juga bertindak sebagai agen prokinetik pada
saluran pencernaan. Lemah digunakan untuk sitotoksisitas dan
muntah pasca operasi. Alizapride
4. Antihistamin (antagonis reseptor histamin H1) efektif dalam
berbagai situasi termasuk mabuk perjalanan dan mual di pagi hari
yang parah selama kehamilan.
a. Cyclizine
b. Difenhidramin
c. Dimenhidrinat
d. Meklizin
e. Promethazine (Pentazine, Phenergan, Promakot)
f. Hidroksizin
5. Cannabinoids digunakan pada pasien dengan cachexia, mual dan
muntah sitotoksik, atau pada pasien yang tidak menanggapi agen
lain. Ganja (ganja). Ganja digunakan untuk alasan pengobatan.
6. CBD adalah cannabinoid yang tidak ditemukan di Marinol atau
Cesamet. Dronabinol (Marinol). 90 persen dari penjualan pergi ke
pasien kanker dan AIDS. 10% lainnya digunakan untuk
menghilangkan rasa sakit, multiple sclerosis dan Alzheimer's
Nabilone (Cesamet). Dibatalkan pada akhir tahun 2006.
5

7. Sativex adalah semprotan oral yang mengandung THC dan CBD.


Obat ini legal di Kanada dan beberapa negara Eropa, tetapi tidak di
Amerika Serikat.
8. Midazolam, sama efektifnya dengan ondansetron. Studi lebih lanjut
diperlukan.Lorazepam adalah pengobatan tambahan yang baik
untuk mual terhadap obat lini pertama seperti comapzin atau zofran.
9. Deksametason diberikan dalam dosis kecil sebagai anestesi umum
selama operasi sebagai antiemetik yang efektif. Mekanisme
spesifiknya tidak sepenuhnya dipahami. (PUTRI, 2016)
2.1.1.1 Indikasi Obat Anti Emetik
1. Pada anak diindikasikan untuk mual dan muntah yang
disebabkan kemoterapi serta radioterapi untuk kanker.
2. Dianjurkan untuk Mencegah dan meredakan mabuk
perjalanan & mengobati vertigo.
3. Dapat digunakan oleh pasien diabetik yang mengalami
gastroparesis (kesulitan mengosongkan lambung) ,
misalnya : primperan.
4. Diminum sebagai anti mabok perjalanan baik dewasa
atau anak-anak. Untuk mengobati saluran cerna
2.1.1.2 Kontra Indikasi Obat Anti Emetik (EMC, 2020)
1. Tidak dianjurkan untuk penderita gangguan saluran
cerna (perdarahan, ileus obstruksi, perforasi intestinal),
feokromositoma, kejang, depresi, penyakit Parkinson,
dan riwayat tardive dyskinesia.
2. Tidak di sarankan pada anak di bawah 1 tahun karena
risiko dystonia
3. Tidak dianjurkan pada pasien usia di atas 65 tahun yang
telah mengalami penurunan fungsi ginjal
4. Penggunaan obat ini tidak dianjurkan untuk mengatasi
mual saat hamil.
5. Tidak dianjurkan pada pasien yang memiliki gangguan
ginjal dan hati
6

2.1.1.3 Efek Samping Obat Anti Emetik ( Joshua, dkk., 2020):


1. Sakit kepala
2. Pusing
3. Sembelit
4. Diare
5. Mulut kering
6. Kelelahan
7. Pandangan buram
8. Gelisah
9. Debar jantung cepat atau tidak beraturan
10. Rasa ingin buang air kecil dan retensi.

2.1.2 Anti Diare

Diare adalah meningkatnya pengeluaran tinja dengan konsistensi


yang berbeda dari biasanya, yaitu lebih cair dan lebih lunak. Diare dapat
terjadi setidaknya 3 kali selama 24 jam atu bahkan lebih (Yuniati dkk,
2016). Antidiare merupakan sebuah obat yang berfungsi dalam
menanggulangi atau menggobati penyakit diare yang disebabkan
karena bakteri atau kuman, cacing, virus, atau keracunan makanan
(Pratihno, 2020).
Obat antidiare dapat digolongkan menjadi dua kategori utama, yaitu :
1. Adsorben
Adsorben merupakan obat yang berperan dalam mengikat dan
menginaktivasi toksin bakteri atupun senyawa lain yang dapat
mengakibatkan terjadinya diare. Namun obat ini tidak memiliki cara
kerja yang spesifik dan juga obat ini dapat menyerap nutrisi, enzim
didalam pencernaan atau obat obatan didalam usus (DepKes, 2018).
7

Namun mekanisme kerja obat ini secara umum yaitu melapisi


permukaan mukosa dinding saluran pencernaan sehingga
mikroorganisme dan toksin tidak dapat masuk dan tembus serta
merusak mukosa. Adsorben juga mengikat bakteri atau racun, yang
kemudian dieliminasi melalui tinja. Beberapa contoh obat yang
tergolong didalam kelompok adsorben adalah kaolin-pectin,
aktivated charcoal, subsalicylate (Pepto-Bismol), attapulgite
(Kaopectate) (Jawi, 2014).
2. Obat Antimotilitas
Obat antimotilitas memiliki cara kerja dengan memperlambat
pergerakan usus, yang memungkinkan menyerap air lebih banyak
dari tinja dan akan menghasilkan tinja yang bertekstur lebih keras,
sehingga akan menyebabkan pergerakan usus yang jarang. Efek
samping dari obat antimotilitas ini yaitu perut menjadi kembung atau
kram, mual dan muntah, mulut menjadi kering dan pecah-pecah,
sembelit, pusing, mengantuk, dan ruam pada kulit (DepKes, 2018).
Ada beberapa contoh obat yang masuk dalam golongan obat
antimotilitas, yaitu opioid dan derivatnya, alpha 2 agonis misalnya
clonidine dan somatostatin. salah satu opoid adalah loperamide dan
diphrnoxylate. Obat anti diare lainnya yang bekerja mempengaruhi
opiat adalah racecadotril yang digunakan dalam pengobatan
simplomatis diare akut pada anak-anak dan orang dewasa (Jawi,
2014).
2.1.2.1 Indikasi Obat Diare
1. Diare akut non spesifik dan diare kronik.
2. Sebagai terapi tambahan dalam pengelolaan diare.
3. Untuk diare yang bersifat akut dan keracunan makanan.
4. Oabt anti diare.
2.1.2.2 Kontra Indikasi Obat Anti Diare
1. Kondisi di mana peristaltik tidak boleh di hambat. Anak
di bawah 4 tahun.
8

2. Penyakit kuning, obstruksi usus, kolitis ulseratif akut,


peningkatan tekanan intrakranial, cedera kepala,
miastenia gravis, stenosis pilorus, ileus paralitik,
pembesaran prostat. Anak berumur kurang dari 2 tahun.
3. Riwayat hipersensitivitas dan anak dibawah umur 12
tahun.
4. Tidak menggunakan obat secara jangka panjang dan
tidak memberikannya pada anak di bawah 3 tahun.
2.1.2.3 Efek Samping Obat Anti Diare
1. Sembelit dan kram perut
2. Pusing
3. Mengantuk
4. Mual, muntah, dan mulut kering.
5. Kehilangan selera makan
6. Sakit kepala
7. Kegelisahan, kelelahan, kebingungan, perubahan mood,
dan ketidaknyamanan perut.
8. Konstipasi

2.1.3 Anti Laksansia

Obat pencahar atau laksansia adalah zat-zat yang dapat


menstimulasi gerakan peristaltik usus sebagai refleks dari rangsangan
langsung terhadap dinding usus dan dengan demikian menyebabkan
atau mempermudah buang air besar (defekasi) san meredakan sembelit.
Menurut definisi ini, zat-zat yang menyebabkan efek defekasi karena
mempengaruhi susunan saraf pusat (antikolinergika, misalnya nikotin
9

dan asetilkolin) atau obat spasmolitik (papaverin). Obat-obat pencahar


dapat menstimulasi proses defekasi dengan menjaga agar supaya feses
tidak mengeras, dengan menghindari mengedan terutama pada lansia
atau pasien dengan penyakit jantung atau hernia (Brouwers JRBJ,
1993). Tujuannya adalah untuk memulihkan proses defekasi normal
dan menghindari terjadinya ketergantungan pada obat pencahar.

2.1.3.1 Penggunaan Obat Laksansia


Obat laksansia dapat digunakan pada kondisi tertentu, antara
lain :
1. Sembelit atau Konstipasi
Keadaan dimana defekasi terhenti atau berlangsung tidak
lancar dan tidak teratur. Gejalanya dapat berupa perasaan
penuh di bagian lambung, mual, tinja keras, serta defekasi
sulit dan kurang nafsu makan (anorexia). Penyebabnya
yaitu kurang makan serat gizi dan/atau minum air, adanya
penyakit organis seperti obstruksi dari usus
(penyumbatan/penyempitan akibat adanya divertikel dan
tumor) serta akibat penggunaan obat-obat tertentu sebagai
efek sampingnya seperti morfin, antikolinergika,
beberapa garam (bismut, besi, kalsium) serta diuretika
kuat, karena menarik air dan mengeringkan tinja.
2. Gangguan Usus Teriritasi (Irritable Bowel Syndrome,
IBS)
Gangguan yang menyerang pada usus besar. Tanda dan
gejala yang timbul biasanya meliputi kram pada bawah
perut tanpa adanya kelainan organik, nyeri perut,
kembung, dan perubahan pola buang air besar (diare atau
konstipasi).
3. Untuk mengosongkan usus pada saat sebelum menjalani
pembedahan atau sebelum pemeriksaan dengan sinar
Rontgen dari saluran lambung-usus, kandung empedu,
dan sebagainya.
10

4. Pada peristiwa keracunan oral akut, fungsinya adalah


untuk mengeluarkan zat racunnya dari tubuh secepat
mungkin.
5. Terapi obat cacing
pada saat sebelum atau sesudah penggunaan obat cacing,
untuk mengekspos parasit-parasit terhadap obat cacing,
atau untuk mengeluarkan cacing dan sisa-sisa obat cacing
bila diberikan sesudahnya.
2.1.3.2 Bahaya Penggunaan Obat Laksansia
1. Mengganggu absorpsi normal dari bahan-bahan gizi di
usus kecil
Sintesis vitamin K dan B-kompleks oleh flora usus besar
juga akan terhambat. Elemen-elemen spura dan mineral-
mineral penting, seperti kalium dan natrium, tidak diserap
kembali dalam usus besar, sehingga keseimbangan air dan
elektrolit (Na dan K) maupun susunan flora usus akan
kacau. Akibatnya adalah kemungkinan timbulnya
kelemahan otot, kejang perut, dan diare.
2. Menimbulkan berbagai gangguan saluran cerna (misal:
colon)
Terutama laksansia kontak bila digunakan terus-menerus
bisa menyebabkan diare cair dengan kehilangan air dan
elektrolit juga kerusakan jaringan saraf usus sehingga
motoriknya menjadi lumpuh.
3. Menimbulkan ketergantungan
Bahaya penggunaan obat laksansia yaitu terutama
laksansia kontak dapat menimbulkan ketergantungan,
sehingga harus diminum terus menerus. Dosisnya pun
harus terus ditingkatkan untuk mendapatkan hasil yang
sama karena kepekaan usus telah menurun dan tidak lagi
bereaksi terhadap rangsangan normal. Akibat rangsangan
11

yang kontinu dan rusaknya sera-serat dinding usus


akhirnya timbul gejala lazim yang disebut 'usus malas'.
4. Kontra indikasi
Semua jenis laksansia tidak boleh diberikan kepada orang
yang mendadak nyeri perut karena ileus, radang usus, atau
radang usus buntu (appendicitis; appendix bisa pecah),
begitu pula kepada mereka yang sakit perut hebat tanpa
sebab yang jelas atau mereka yang menderita kejang,
kolik, mual, dan muntah-muntah. Obat ini juga tidak
disarankan pada wanita hamil karena terdapat risiko
keguguran. Pada Penderita penyakit kandung empedu
tidak boleh diberikan MgSO4 sebagai obat pencahar,
karena garam ini dapat menyebabkan kontraksi hebat dari
organ tersebut.
2.1.3.3 Penggolongan Obat Laksansia
a. Laksansia Kontak (Zat Perangsang) : derivat-derivat
antrakinon (Rhamnus = Cascara sagrada, Senna, Rhei),
derivat-derivat difenilmetan (bisakodil, psikosulfat,
fenolftalein), dan minyak kastor (Schiller RS, 1997).
Zat-zat ini merangsang secara langsung dinding usus
dengan akibat peningkatan peristaltik dan pengeluaran isi
usus dengan cepat. Mekanisme kerjanya yang tepat tidak
diketahui walaupun terdapat perubahan morfologi dan
epitel dinding usus dan perubahan transpor dari air dan
elektrolit. Senna, Rhei, fenolftalein, dan minyak kastor tak
begitu sering lagi penggunaannya. Pada akhir 1997,
Fenolftalein ditarik dari peredaran, karena percobaan
pada tikus dengan dosis amat tinggi zat ini menunjukkan
sifat karsinogen.
b. Laksansia Osmotis : magnesium sulfat / sitrat dan natrium
sulfat, gliserol, manitol, dan sorbitol, juga laktulosa dan
laktitol.
12

Garam-garam anorganik dari ion-ion divalen, senyawa


polialkohol dan disakarida ini berkhasiat mencair
berdasarkan lambat absorbsinya oleh usus, sehingga
menarik air dari luar usus melalui dinding ke dalam usus
oleh proses osmosa. Tinja menjadi lebih lunak dan
volumenya diperbesar yang merupakan suatu rangsangan
mekanis atas dinding usus. Peristaltik diperkuat yang
mempermudah pengeluaran isi usus. Pada disakarida,
terbentuknya asam-asam yang merangsang dinding usus
juga memegang peranan. Gliserol digunakan dalam
bentuk suppositoria karena dapat menimbulkan refleks
defekasi di poros usus (rektum).
c. Zat-zat Pembesar Volume : zat-zat lendir (agar-agar,
metilselulosa, dan CMC), dan zat-zat nabati Psyllium,
Gom Streculia dan katul.
Semua senyawa polisakarida ini sukar dipuji dalam usus
dan tidak diserap (dicernakan), antara lain serat-serat
alamiah : selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, gom-gom
dan zat-zat lendir. Zat-zat ini berdaya menahan air sambil
mengembang. Di samping itu, pada perombakan oleh
kuman-kuman usus terbentuklah asam-asam organik dan
gas-gas (CO2 O2, H2, CH4), sedangkan massa bakteri juga
meningkat; semua ini turut memperbesar volume chymus.
Dengan demikian, khasiat mencaharnya berdasarkan
rangsangan mekanis dan kimiawi terhadap dinding usus
ditambah dengan pelunakan tinja.
Selama penggunaan zat-zat ini, penting sekali untuk
minum banyak air, bahkan bisa sampai 3 liter sehari.
Sayur-mayur dan buah-buahan juga mengandung banyak
serat nabati yang terdiri dari polisakarida tersebut di atas.
Kombinasi dari zat-zat ini dengan laksansia kimia
13

misalnya persenyawaan antrakinon tidak dianjurkan


karena kegiatannya akan dihambat.
d. Zat-zat Pelicin atau emollienta : natrium docusinat,
natriumlauril-sulfo-asetat, dan parafin cair.
Kedua zat pertama memiliki aktivitas permukaan atau
detergensia dan mempermudah defekasi, karena
menggunakan tinja dengan jalan meningkatkan penetrasi
air ke dalamnya. Parafin melicinkan penerusan tinja dan
bekerja sebagai bahan pelumas.

2.2 Peran Perawat Dalam Pemberian Obat


Program keselamatan pasien di Rumah Sakit diharapkan dapat
mencegah terjadinya kesalahan/kesalahan akibat dari pelaksanaan atau tidak
terlaksananya prosedur dan meningkatkan tanggung jawab rumah sakit
terhadap pelayanan yang diberikan kepada pasien, termasuk pemberian obat
(Marianna, 2019).

Keselamatan pasien berbasis JCI dalam kaitannya dengan pengobatan


obat merupakan suatu bentuk pelayanan yang ditujukan untuk menyediakan
obat yang diperlukan setiap saat dalam jumlah yang cukup, dengan mutu yang
terjamin dan dengan harga yang terjangkau untuk menunjang pelayanan. Serta
kebutuhan rumah sakit dalam meningkatkan mutu keselamatan pasien. Obat
adalah sediaan atau kombinasi bahan yang siap pakai untuk mempengaruhi
atau mempelajari sistem fisiologis atau keadaan patologis dalam rangka
diagnosis, pencegahan, pengobatan, pemulihan, peningkatan dan pencegahan
kesehatan (Dep Kes RI, 2005).

2.2.1 Sebelum Pemberian Obat


Perawat dalam asuhan keperawatan pemberian obat hanya boleh
memberikan obat sesuai dengan yang telah diresepkan oleh dokter dan
dapat melakukan pengecekan ulang apabila terdapat suatu keraguan
dari instruksi yang diberikan oleh dokter. Perawat juga harus
memperhatikan standar keamanan obat, pada tahap pemesanan obat
perawat dapat melakukan review pengobatan yang meliputi riwayat
14

pengobatan dan alergi pada pasien. Sebelum melakukan pemberian


seorang perawat harus mengetahui prinsip-prinsip pemberian obat.
Dalam pemberian obat minimal menggunakan prinsip 6 benar dalam
asuhan keperawatan pemberian obat. Adapun 6 benar dalam prinsip
pemberian obat :
a. Benar pasien
b. Benar obat
c. Benar dosis
d. Benar waktu
e. Benar cara
f. Benar dokumentasi

Sebelum memberikan obat perawat harus memastikan pemberian


obat yang benar pada pasien. Perawat dapat melakukan kembali
identitas pasien dengan memeriksa dan meminta klien atau keluarganya
menyebutkan nama klien. Dalam mempersiapkan obat perawat harus
memeriksa obat yang akan diberikan, misalnya tanda kadaluwarsa obat,
cara penggunaan dan pemberian obat tersebut. Perawat diharuskan
menguasai dasar-dasar perhitungan obat, misalnya dalam menyiapkan
pemberian dosis insulin, injeksi, pembuatan larutan, dan lain-lain.
Sebelum obat diberikan perawat wajib memberikan penyuluhan
mengenai obat secara umum, sedangkan informasi yang rinci mengenai
obat merupakan tugas dari dokter.

2.2.2 Saat Pemberian Obat


Perawat sebagai orang yang 24 jam mendampingi pasien di
rumah sakit sehingga keselamatan pasien terjamin. Perawat mempunyai
wewenang dalam melakukan pemberian obat sesuai yang diresepkan
kepada pasien. Diperlukan keterampilan dan keahlian agar efek
terapeutik dapat bekerja maksimal, diantaranya menerapkan 6T (tepat
obat, tepat dosis, tepat pasien, tepat rute, tepat waktu) yang dilakukan
sebelum obat diberikan pada pasien. Setelah dilakukan pengecekan
dengan menerapkan 6T maka obat diberikan dan perawat berperan
15

untuk memberikan edukasi tentang obat yang dikonsumsi yaitu manfaat


obat, makanan yang boleh dikonsumsi selama pengobatan, kepatuhan
minum obat, bahaya ketidakpatuhan minum obat dan penghentian
pengobatan (Setianingsih & Septiyana, 2020). Pemberian obat oleh
perawat juga mencakup saat pemberian berlangsung, seperti
menyiapkan dan memeriksa kembali obat, meengedukasi cara kerja
obat, dan ketentuan dari dokter cara mengonsumsinya. Pemberian obat
sesuai dengan standar operasional prosedur akan meminimalkan efek
samping dan kesalahan dalam pemberian obat dan berdampak pada
peningkatan keamanan dan kesembuhan pasien sehingga mutu rumah
sakit meningkat salah satunya melalui komitmen terhadap keselamatan
pasien. Tentunya disetiap tindakan keperawatan diperlukan adanya
dokumentasi sebagai bukti untuk pelaporan dan terlindungi secara
hukum.

2.2.3 Setelah Pemberian Obat


a. Dokumentasi
Setelah obat diberikan, perawat harus mencatat tindakan yang
dilakukan dan diberikan segera setelah intervensi dengan
mendaftarkan nama klien, nama Obat dan alergi, dosis obat, cara
pemberian dan waktu pemberian obat.
b. Waspada interaksi obat
Perawat harus mengetahui dan memahami injeksi obat yang akan
diberikan mengetahui cara mengatasi reaksi obat luar dugaan
perawat.
Perawat ikut tanggung jawab untuk keamanan pemberian obat dan
untuk memantau efek pemberian obat pada pasien. Contoh proses
pengobatan yang tidak aman antara lain resep yang tidak rasional,
kesalahan perhitungan dosis komponen, dan kesalahan dalam
menentukan jenis obat. Ini adalah tanggung jawab pengasuh untuk
mengetahui setiap aspek resep obat, termasuk enam aspek yang
benar. Keenam poin yang tepat tersebut terdiri dari tepat pasien,
16

tepat obat, tepat dosis, tepat waktu, tepat metode, dan benar
dokumentasi. . (Depkes, 2018)
BAB III

PENUTUP

3. 1 Kesimpulan
Obat merupakan unsur yng sangat penting Dalam upaya penyelenggaraan
Kesehatan. Sebagaian besar intervensi medik menggunakan obat, oleh karena
itu, diperlukan dalam jenis dan jumlah yang cukup, berkhasiat nyata dan
berkualitas baik. (Mata & Keperawatan II, 2020)
Banyak sekali merk dagang obat yang beredar, baik itu produk generic
maupun produk dagang. Pada umumnya konsumen atau masyarakat lebih
tertarik untuk mengkonsumsi produk obat bermerk/ produk dagang
disbanding mengkonsumsi produk generic. Hal itu disebabkan adanya
anggapan bahwa obat generic mutunya lebih rendah daripada produk dagang.
(Rahayu et al., 2006)
Obat berperan sebagai penetapan diagnose, pencegahan terhadap
timbulnya penyakit, untuk mengurangi rasa sakit, untuk menyembuhkan
penyakit, serta pemulih dan peningkat Kesehatan.
Jenis-jenis obat antara lain:
1. Anti ementik
2. Anti diare
3. Anti laksatif

Peran perawat dalam pemberian obat hanya boleh memberikan obat sesuai
dengan resep yang telah ditentukan oleh dokter dan dapat melakukan
pengecekan ulang apabila terdapat suatu keraguan dari instruksi yang
diberkan oleh dokter yang memberikan nstruksi. Perawat juga harus
memperhatikan standart keamanan obat, pada tahap pemesanan obat, perawat
dapat melakukan review pengobatan yang meliputi Riwayat pengobatan dan
alergi pada pasien sehingga pasien dapet terhindar dari keracunan yang
disebabkan kesalahan dalam meminum obat.

17
18

3. 2 Saran
Lakukan pemberian obat kepada pasien dengan menerapkan prinsip yang
telah ditentukan. Sebelum memberikan obat kepada pasien diusahakan
perawat telah diberi resep atau dosis yang telah disarankan oleh dokter
penanggung jawab. Jangan lupa melakukan dokumentasi atas Tindakan yang
telah dilaksanakan, karena jika terjadi kesalahan dalam melakukan asuhan
keperawatan/ malpraktek, seorang perawat bisa mempertanggung jawabkan
tindakannya tersebut kepada dokter penanggung jawab dan penegak hukum.
DAFTAR PUSTAKA

Istiqomah, Y. N., & Fadlil, A. (2013). Sistem pakar untuk mendiagnosa penyakit
saluran pencernaan menggunakan metode dempster shafer.

Mata, U. M. S. S. T., & Keperawatan II, K. I. D. (2020). PENGGOLONGAN OBAT,


FARMAKODINAMIKA DAN FARMAKOKINETIK, INDIKASI DAN
KONTRAINDIKASI SERTA EFEK SAMPING OBAT.

Rahayu, M., SUNARTI, S., SULISTIARINI, D., & PRAWIROATMODJO, S.


(2006). Traditonal use of medicinal herbs by local community of Wawonii
island, Southeast Sulawesi. Biodiversitas Journal of Biological Diversity,
7(3).

Wardana, R., & Suryani, M. (2013). HUBUNGAN KARAKTERISTIK


PERAWAT DENGANPENERAPAN PRINSIP ENAM BENAR
DALAMPEMBERIAN OBAT DIRUANG RAWAT INAP RSUD Dr. H.
SOEWONDO KENDAL. Karya Ilmiah.

Brouwers JRBJ. (1993). Laxantia bij bejaarden met obstipatie. Keuzecriteria,


voorzorgen en complicaties. Pharm Wkbl.
Departemen Kesehatan. (2018). Obat Pencahar dan Antidiare.

DepKes RI, 2007, Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas, Ditjen

Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Jakarta.

Jawi, I. M. (2014). Farmakologi Obat–obat Antidiare. Universitas Udayana: Bali.

Pratihni, I. (2020). Review Jurnal Penggunaan Obat Antidiare Pada Pasein Anak.

PUTRI, W. (2016). Studi Penggunaan Obat Antiemetik Dalam Mencegah Mual


Dan Muntah

Pasca Operasi Pada Pasien Bedah Ortopedi Di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya
(Doctoral dissertation, UNIVERSITAS AIRLANGGA).

Schiller RS. (1999). Clinical pharmacology and use of laxatives and lavage
solutions. J Clin Gastroenterol

19
20

Tjay, T. H & Rahardja, K. (2002). Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan


Efek-efek Sampingnya. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.

Yuniati, R., Mita, N., & Ibrahim, A. (2016). Kajian Penggunaan Antibiotik
Penderita Diare pada Pasien Pediatrik di Instalasi Rawat Inap RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda. In Proceeding of Mulawarman
Pharmaceuticals Conferences (Vol. 3, pp. 109-121).

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Tanggung Jawab


Apoteker Terhadap Keselamatan Pasien (Patient Safety). Jakarta :
Departemen kesehatan Republik Indonesia.

Setianingsih, S., & Septiyana, R. (2020). Studi deskriptif penerapan prinsip “Enam
Tepat” dalam pemberian obat. NURSCOPE: Jurnal Penelitian dan
Pemikiran Ilmiah Keperawatan, 6(2), 88.
https://doi.org/10.30659/nurscope.6.2.88-95

EMC. Metoclopramide Hydrochloride. 2020.

Joshua M. Hauser; Joseph S. Azzam; Anup Kasi. Antiemetic Medications. 2020.


ncbi.nlm.nih.gov.

Hartono, I. “Indikasi dan Dosis Loperamide”,


https://www.alomedika.com/obat/obat-untuk-saluran-cerna/antispasmodik-
dan-antidiare/loperamide/indikasi-dan-dosis. Di akses pada 28 Februari
2023.

Tim Riset IDNmedis. 2023. “Diphenoxylate : Manfaat – Dosis dan Efek


Sampingnya”, https://idnmedis.com/diphenoxylate. Diakses pada 28
Februari 2023.

Ramanda, R. “Indikasi dan Dosis Kaolin Pektin”,


https://www.alomedika.com/obat/obat-untuk-saluran-cerna/obat-untuk-
diare/kaolin-pectin/indikasi-dan-dosis. Diakses pada 28 Februari 2023.

Wihardji, T., A. “Indikasi dan Dosis Attapulgite”,


https://www.alomedika.com/obat/obat-untuk-saluran-cerna/antispasmodik-
21

dan-antidiare/attapulgite/indikasi-dan-dosis. Diakses pada 28 Februari


2023.

https://www.dulcolax.com/id-id/produk/tablet

https://images.app.goo.gl/qRFg5ksgjYk77LYW9

https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F%2Fs3.theasianparent.co
m%2Fcdn-cgi%2Fimage%2Fwidth%3D450%2Cquality%3D90%2Ftap-
assets-prod%2Fwp-
content%2Fuploads%2Fsites%2F24%2F2021%2F03%2Foralit-
6.jpg&imgrefurl=https%3A%2F%2Fid.theasianparent.com%2Fobat-
oralit&tbnid=Ibd7Zih_IUBS7M&vet=1&docid=5M0xAMwauvKiJM&w=
450&h=298&itg=1&hl=id-ID&source=sh%2Fx%2Fim

Anda mungkin juga menyukai